- Home
- Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran: Rekonstruksi Kurikulum Dan Pembelajaran Di Indonesia.
June 2, 2017 | Author: Asmuni Asmuni | Category: Educational Research, Learning and Teaching
Share Embed
Laporkan tautan ini
Deskripsi Singkat
Volume 1 No 1 Tahun 2015
ISSN: 2443-1923
PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
PROSIDING
www.stkipjb.ac.id
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN “Rekonstruksi Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia”
Jombang, 25-26 ARRIL 2015
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PGRI JOMBANG JL. PATTIMURA III/20 JOMBANG Telp.(0321) 861319-854318 FAX. (0321)854319
PROSIDING ISSN: 2443-1923
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN “REKONSTRUKSI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI INDONESIA”
STKIP PGRI JOMBANG 25 - 26 APRIL 2015
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
HAK CIPTA
PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN “REKONSTRUKSI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI INDONESIA”
STKIP PGRI JOMBANG 25 - 26 APRIL 2015
Editor Drs. Asmuni, M.Si. Dr. Wiwin Sri Hidayati, .M.Si Dr. Agus Prianto, M.Pd. Wahyu Indra Bayu, M.Pd. Khoirul Hasyim, M.Pd Banu Wicaksono, S.S., M.Pd. Risfandi Setyawan, M.Pd.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Matematika Pendidikan Ekonomi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Mitra Ahli Prof. Dr. Ali Maksum, M.Psi Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd Prof. Dr. Nyoman S. Degeng, M.Pd
Universitas Negeri Surabaya Universitas Sebelas Maret Surakarta Universitas Negeri Malang
Diterbitkan Oleh: STKIP PGRI JOMBANG
Hak Cipta © 2015 STKIP PGRI JOMBANG
ISI DI LUAR TANGGUNG JAWAB EDITOR/PENERBIT
ii
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
PERSONALIA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN “REKONSTRUKSI KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN DI INDONESIA” STKIP PGRI JOMBANG 25 - 26 APRIL 2015
Steering Committee Dr. Winardi, M,Hum. Drs. Asmuni, M.Si. Dra. Siti Maisaroh, M.Pd. Dr. Agus Prianto, M.Pd. Dr. Nanik Sri Setyani, M.Si. Drs. Kustomo, M.Pd. Dr. Wiwin Sri Hidayati, M.Pd. Drs. Adib Darmawan, M.A. Dr. Susi Darihastining, M.Pd. Drs. M. Setyowahyu, S.H., M.M.
Ketua STKIP PGRI Jombang Pembatu Ketua I STKIP PGRI Jombang Pembantu Ketua II STKIP PGRI Jombang Pembatu Ketua III STKIP PGRI Jombang Kaprodi Pendidikan Ekonomi Kaprodi PPKn Kaprodi Pendidikan Matematika Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kaprodi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Organizing Committee Dr. Munawaroh, M.Kes. Tatik Irawati, S.Pd., M.Pd. Rifa Nurmilah, S.Pd., M.Pd. M. Farhan Rafi, M.Pd. Cahyo Tri Atmojo, S.Pd., M.M. Mu’minin, S.Pd., M.A. Ahmad Sauqi A., M.A. Afi Ni’amah, S.Pd., M.Pd. Drs. Pahriyono, M.Si
Ketua Sekretaris Bendahara Sie Kesekretariatan Sie Makalah dan Prosiding Sie Persidangan Sie Perlengkapan Sie Konsumsi Sie Akomodasi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
iii
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan Rahmat-Nya, bahwa Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran dengan tema “Rekonstruksi Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia” dapat terlaksana, dan hasilnya dapat diterbitkan dalam bentuk prosiding. Seminar ini diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis STKIP PGRI Jombang ke-38, dan akan diselenggarakan rutin setiap tahun. Karenanya prosiding ini merupakan volume pertama, dan akan terbit secara rutin setahun sekali. Dengan demikian seminar ini merupakan babak baru kegiatan akademik rutin STKIP PGRI Jombang pada tahun-tahun yang akan datang. Tahun 2015 merupakan tonggak membangun budaya meneliti bagi para dosen, khususnya di STKIP PGRI Jombang. Karena hasil penelitian para dosen dapat diseminarkan secara nasional dan diterbitkan dalam prosiding yang diselenggarakan di kampus sendiri. Hal ini merupakan tuntutan profesi dosen, sekaligus sebagai kewajiban pengelola dan penyelenggara perguruan tinggi sebagaimana telah diamanatkan oleh undang-undang pendidikan tinggi (UU 12/2012). Tahun 2015 ini pantas disebut sebagai “tahun perubahan” bagi perguruan tinggi, terutama dalam rangka memenuhi tuntutan UU-DIKTI, KKNI, dan SN-DIKTI. Kurikulum dan pembelajaran dikti wajib direkonstruksi dan disesuaikan dengan tuntutan KKNI dan SN-DIKTI, di samping memenuhi tuntutan pengguna lulusan, tuntutan global, dan perkembangan ipteks. Karena itulah tema seminar ini sengaja diluncurkan sebagai wahana interaksi akademis dan pertukaran gagasan dalam rangka menyongsong perubahan kurikulum KPT-DIKTI yang berbasis KKNI dan SN-DIKTI, beserta pembelajarannya. Sementara prosiding ini diterbitkan sebagai wahana pertukaran informasi dari hasil penelitian pendidikan dan pembelajaran dalam semangat saling asah, asih dan asuh dengan sesama pembelajar dalam menyikapi tantangan masa depan. Karena setiap pembelajar memikul tanggungjawab profesional untuk menyiapkan generasi masa depan yang kritis, kreatif dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab serta memiliki karakter yang tangguh dan berdaya saing tinggi. Hal ini hanya dapat dicapai melalui pengembangan keilmuan secara berkelanjutan dan implementasi pembelajaran yang tepat dan berhasil guna. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung terlaksananya seminar dan prosiding ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Khususnya kepada Prof. Dr. Ali Maksum (Guru Besar UNESA Surabaya & Sekretaris Pelaksana KOPERTIS VII Jawa Timur), Prof. Dr. Djoko Nurkamto (Guru Besar UNS Surakarta), dan Prof. Dr. Nyoman S. Degeng (Guru Besar UM Malang) yang telah berkenan menjadi narasumber. Akhirnya, dengan mengharap Rahmat dan Ridha-Nya semoga hasil-hasil penelitian yang dirumuskan dalam prosiding ini dapat memberi inspirasi dan manfaat bagi perkembangan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia dalam rangka menyiapkan anak bangsa yang cerdas, berkarakter dan berdaya saing dalam menghadapi arus globalisasi. Salam, Ketua Panitia / Editor Asmuni
iv
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
DAFTAR ISI Halaman Sampul Halaman Hak Cipta Personalia Kata Pengantar Daftar Isi
i ii iii iv v
Keynote Speakers Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi: Menuju Pendidikan yang Memberdayakan
3 – 14
Prof. Dr. Ali Maksum, M.Si.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Berbasis KKNI dan SN-Dikti
15 – 32
Pokok-Pokok Pikiran Revolusi Mental Menggubah Pembelajaran: Pada Pendididkan Dasar, Menengah Dan Tinggi
33 – 50
Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd.
Prof. Dr. I Nyoman Sudana Degeng. M.Pd.
Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran
Dr. Wiwin Sri Hidayati, M.Pd & Drs. Asmuni, M. Si.
51 – 56
Presentasi Sub Tema: Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Tinggi Problem Based Learning untuk menumbuhkan Critical Thinking dan Hasil Belajar Mahasiswa
59 – 66
Khoirul Hasyim
Podcast untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Mahasiswa STKIP PGRI Jombang
67 – 74
Strategies of Successful and Less Successful Students of English Education Department STKIP PGRI Jombang in Completing Tenses Tasks
75 – 85
Pembelajaran Berbasis Proyek Melalui Program Magang Sebagai Upaya Peningkatan Soft Skills Mahasiswa Untuk Mata Kuliah Akuntansi
86 – 96
Yunita Puspitasari, Adib Darmawan, & Ida Setyawati
Erma Rahayu Lestari & Banu Wicaksono
Yulia Effrisanti
Pengaruh Penggunaan Media Jejaring Sosial Edmodo terhadap Partisipasi Mahasiswa dalam Diskusi Kelas pada Materi Ajar Teoretis dan Praktis
97 – 106
Asmuni & Wiwin Sri Hidayati
Implementasi Penggunaan Edmodo dalam Mata Kuliah Belajar Pembelajaran
107 – 114
Ima Chusnul Chotimah & Rosi Anjarwati
Improving The Ability In Structure I of Students STKIP PGRI Jombang Through The Process-Product Writing Approach
115 – 124
Chalimah & Afi Ni’amah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
v
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Proses Konstruksi Mahasiswa Calon Guru dalam Membuat Strategi Penyelesaian Masalah Pembagian Bilangan Pecahan
125 – 140
Peningkatan Kompetensi Mengajar Mahasiswa Peer Teaching Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang Melalui Lesson Study
141 – 150
Esty Saraswati Nur Hartiningrum, Lia Budi Tristanti, & Edy Setio Utomo
Basuki & Novita Nur S.
Student’s Verified Strategies of Paraphrasing (A Case Study of the Sixth Semester of English Students through Verbal Report)
151 – 164
Banu Wicaksono & Erma Rahayu Lestari
Tuturan Fatis Guru Besar dalam Perkuliahan Kelas Linguistik
165 – 174
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris dengan Sulih Suara
175 – 185
The Implementation of Task-Based Writing for Teaching Expository Text
186 – 194
Pahriyono
Muhammad Farhan Rafi & Tatik Irawati Lestari Setyowati & Sony Sukmawan
EFL Students Mispronouncing English Vowels
195 – 206
Analisis Kesalahan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pasuruan dalam Menyelesaikan Soal Persamaan Diferensial Linier Homogen dan Tak Homogen
207 – 216
Analisis Keterampilan Mengajar Calon Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga Dan Kesehatan (Studi pada Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang yang Menempuh Program PPL)
217 – 224
Analisis Permasalahan Pemanfaatan Media Karikatur dalam Pembelajaran Ekonomi (Analisis pada Mahasiswa Praktikan Micro Teaching STKIP PGRI Jombang)
225 – 231
Ninik Suryatiningsih & Addini Zuhriyah
Rif’atul Khusniah
Wahyu Indra Bayu & Risfandi Setyawan
Nanik Sri Setyani
Perbandingan Bentuk Pemberian Hadiah Berupa Nilai Dengan Hukuman Berupa Tugas Terhadap Hasil Belajar Mata Kuliah Gulat Pada Mahasiswa Angkatan 2011D dan 2011E Program Studi Penjaskes STKIP PGRI Jombang
232 – 236
Perspektif Sikap Berperilaku Moral Ekonomi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Kependidikan UM
237 – 248
Rahayu Prasetiyo, Yudi Dwi Saputra, & Joan Rhobi Andrianto
Muhammad Basri
Re-Konstruksi Perilaku Melalui Pembelajaran Karakter Ulul Albab Dalam Rangka Mewujudkan SDM Perbankan Syariah Berdaya Saing Global
249 – 258
Siswanto, Yayuk Sri Rahayu, & Nihayatu Aslamatis Sholekah
vi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Manajemen Sarana Prasarana dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan
259 – 269
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Kinerja Pengurus Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang
270 – 283
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Kota Surabaya
284 – 295
Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM)
296 – 309
Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Pembangunan Ekonomi
310 – 317
Suchaina
Munawaroh
Norida Canda Sakti
Lina Susilowati
Heppy Hyma Puspytasari dan Roy Wahyuningsih
Struktur Tingkat Perbandingan Frasa Ajektiva dalam Majalah Jaya Baya
318 – 324
Heny Sulistyowati
Analisis Pengembangan Potensi Ekonomi Lokal Untuk Menguatkan Daya Saing Daerah Di Kabupaten Jombang
325 – 335
Masruchan
Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Jatim Sprint 60 Meter
336 – 344
Hubungan Motivasi Berprestasi dan Disiplin Diri dengan Prestasi Renang 50 Meter Gaya Bebas
345 – 354
Agus Tomi
Ahmad Yani
Presentasi
Sub Tema: Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Menengah Pengembangan Kurikulum dalam Implementasi Pendidikan Karakter Di SMK
357 – 366
Diah Puji Nali Brata
Penerapan SEM (Sport Education Model) dalam Konteks Kurikulum 2013
367 – 378
Rama Kurniawan & Adang Suherman
Efektifitas Model Pembelajaran Inkuiri Berbasis Karakter Untuk Meningkatkan Moralitas Ekonomi Siswa Kelas X SMAN 3 Jombang
379 – 387
Ayu Dwidyah Rini
The Effect of Task Planning on Students’ EFL Writing Cohesion
388 – 399
Rofiqoh
Survey Keterampilan Mengajar Guru Pendidikan Jasmani dan Olahraga
400 – 410
Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Ekonomi SMA
411 – 419
Hendra Mashuri & Rizki Apriliyanto Leny Noviani
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
vii
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Penerapan Metode Tutor Sebaya, Pemberian Tugas, dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Kompetensi Keahlian Adminstrasi Perkantoran di SMK Negeri I Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan Magetan
420 – 433
Efektivitas Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XII APK-1 Semester 1 SMK Negeri 1 Magetan Materi Mengolah Data/Informasi Tahun 2013/2014
434 – 448
Pengaruh Metode Pembelajaran Simulasi, Drill, dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Keahlian Akuntasi di SMK Negeri 1 Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan Magetan Tahun Pelajaran 2013-2014
449 – 463
Tutik Aminah
Arum Yuliani
Rina Sumaiyanti
Penerapan Metode Role Playing Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Dasar Smash Normal (Open Smash) Dalam Permainan Bolavoli Pada Peserta Didik Kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang
464 - 470
Pengaruh Media Presentasi Program Adobe Flash, Powerpoint dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar Kompetensi Mengelola Kas Bank pada Siswa Kelas XI Akuntansi di SMK 1 Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan Tahun Pelajaran 2013/2014
471 – 483
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi (Studi Pada Siswa Kelas X SMK Matsna Karim Desa Bulurejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang)
484 – 493
Pengaruh Bahan Ajar Berbasis Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran Ekonomi SMA Negeri 2 Bondowoso
494 – 502
Peran MGMP Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Ekonomi Tingkat SMA Di Kabupaten Jombang
503 – 513
Olivia Dwi Cahyani
Sri Winarningsih
Dwi Wahyuni
Dedy Wijaya Kusuma
Diah Dinaloni
Pengaruh Pembelajaran Variasi dan Kombinasi Aktivitas Bermain Bolavoli Terhadap Kemampuan Melakukan Passing Atas, Bawah dan Servis Atas Bolavoli Pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri 5 Jombang
514 – 525
Kinerja Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan SMAN, dan SMKN Se-Kabupaten Mojokerto Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Tahun 2014
526 – 537
Mohammad Zaim Zen & Achmed Zoki
Puguh Setya Hasmara, Arsika Yunarta, & Dian Wahyudin
viii
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) Di SMKN 2 Selong Tahun Pelajaran 2013/2014
538 – 548
Analisis Metakognisi Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-Soal Bangun Datar Berdasarkan Kemampuan Matematika
549 – 560
Pengaruh Dukungan Organisasi dan Potensi Kreatif Terhadap Praktek Kerja Kreatif (Studi Terhadap Para Guru Di Kabupaten Jombang)
561 – 576
Muhamad Ali
Mochammad Edy Santoso & Oemi Noer Qomariyah
Agus Prianto
Kepemimpinan Kepala Sekolah pada Sekolah Negeri di Pondok Pesantren (Studi Multikasus pada Tiga Sekolah Negeri di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Kabupaten Jombang)
577 – 584
Penempatan Program Keahlian Di Sekolah Menegah Kejuruan Dalam Membentuk Kreativitas Siswa
585 – 594
Firman
Mayasari
Presentasi
Sub Tema: Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Dasar Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Metode Jigsaw Serta Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMPN 2 Ngariboyo dan SMPN 1 Ngariboyo
597 – 612
Penerapan Metode Polya Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Aritmatikasosial di Kelas VII Putra SMP Yadika Bangil
613 – 623
Pengaruh Model Project Based Learning pada Pembelajaran Penjasorkes Terhadap Kreativitas Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 1 Plosoklaten Kabupaten Kediri)
624 – 636
Sugiharto
Andika Setyo Budi Lestari
Hasan Saifuddin & Bayu Budi Prakoso
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Gerak Dasar Lompat Jauh Dengan Menggunakan Alat Bantu Tradisional
637 – 646
Nur Ahmad Muharram & Ardhi Mardiyanto
Pengaruh Metode Mengajar dan Persepsi Kinestetik Terhadap Keterampilan Dasar Bermain Sepak Bola
647 – 657
Slamet Raharjo
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Pembelajaran Open Ended Materi Pokok SPLDV Di Kelas VIII MTsN Denanyar Jombang
658 – 667
Ahmad Bahrul Ulum & Oemi Noer Qomariyah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
ix
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Kesalahan Siswa Sekolah Dasar dalam Merepresentasikan Pecahan pada Garis Bilangan
668 – 678
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Course Review Horay Pada Pembelajaran Segiempat
679 – 690
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa
691 – 697
Eny Suryowati
Titik Idayanti & Ama Noor Fikrati
Veni Saputri
Pegaruh Penerapan Model Pembelajaran Taktis dan Kemampuan Motorik Terhadap Hasil Belajar Bolavoli Pada Siswa Putra Kelas VIII SMPN 4 Lamongan
698 – 709
Ilmul Ma’arif, Zakaria Wahyu Hidayat, & Kahan Tony Hendrawan
Perbandingan Metode Pembelajaran Whole Practice dan Part Practice Terhadap Hasil Belajar Dribbling Bolabasket (Studi Kelas V SDK Santo Yusup Surabaya)
710 – 717
Pengaruh Modifikasi Permainan Bolabasket Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa SMPKr Petra Jombang
718 - 726
Arnaz Anggoro Saputro
Mecca Puspitaningsari & Nurdian Ahmad
Perencanaan, Pelaksanaan, dan Problematika Pembelajaran Menulis Siswa Kelas V SDN IV Sukorejo Perak Jombang
727 – 736
Mu’minin
Kompetensi Guru Dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan Di MIN Rejoso Kecamatan Peterongan Kabupaten Jombang
737 – 747
Agus Budi Hartono
Bentuk Tuturan Masyarakat Manduro Sebagai Pendukung Pembelajaran Bahasa Indonesia
748 – 761
Diana Mayasari
Penerapan Model Pembelajaran Scramble Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas V MI Muhammadiyah I Jombang Tahun Pelajaran 2013/2014
762 – 771
“Javanesse Cultural School” (JCS) Untuk Anak Usia Dini: Sebuah Konsepsi Untuk Mengembalikan Karakter Lokal
772 – 780
Mindaudah
M. Syaifuddin S. & Erni Munastiwi
Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Pada Sekolah Dasar Di Kabupaten Banyuwangi
781 – 793
Aliya Fatimah
x
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015 Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran “Rekonstruksi Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia” STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia 25 - 26 April 2015
Keynote Speakers
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
2
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi: Menuju Pendidikan yang Memberdayakan Ali Maksum Guru Besar Unesa, Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII Jawa Timur “Education is the most powerful weapon which you can use the change the world” Nelson Mandela Saya sengaja mengutip pernyataan yang melegenda dari mantan Presiden Afrika Selatan dan peraih nobel perdamaian tersebut guna memperkuat keyakinan kita bahwa pendidikan merupakan kunci utama meraih kesuksesan. Jika kita ingin memperbaiki kehidupan, memperbaiki masa depan, memperbaiki keluarga, memperbaiki masyarakat, memperbaiki bangsa, dan bahkan mengubah dunia, maka jawabannya satu: Pendidikan. Dalam konteks ini, pendidikan dimaknai sebagai upaya sadar dan terencana yang memungkinkan setiap individu belajar secara aktif mengembangkan potensi dirinya menuju insan paripurna. Seseorang yang ingin sukses dan menjadi pemenang dalam kehidupan perlu menempatkan pendidikan sebagai pilar terdepan. Negara yang ingin maju dan berhasil perlu menempatkan pendidikan sebagai agenda utama pembangunan. Sejumlah data bisa ditunjukkan untuk menyatakan bahwa tingkat pendidikan suatu bangsa berbanding lurus dengan kemajuan bangsa itu sendiri. Menurut data World Bank 2014, angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 27%, sementara Malaysia 36%, Thailand 51%, Australia 83%, Amerika 95%, dan Korea 98%. Dilihat dari struktur pendidikan, 55,31% tenaga kerja kita berpendidikan SD ke bawah dan hanya 11,98% berpendidikan perguruan tinggi (Kompas.com, 2014), sementara di Singapura, lebih dari 90% pekerjanya berpendidikan menengah dan tinggi. Terkait dengan Human Development Index, Indonesia ada pada posisi 121 dari 187 negara, sementara Philipina pada peringkat 114, Thailand 89, Malaysia 62, dan Singapura ada pada peringkat 9 (UNDP, 2014). Demikian juga data global competitivenss report 2013-2014 menunjukkan bahwa posisi Indonesia ada pada peringkat 38, sementara Thailand pada posisi 37, Malaysia 24, dan Singapura pada posisi 2 (World Economic Forum, 2013). Tentu, hal yang demikian tidak boleh menjadikan spirit kita melemah untuk berubah dan berbenah menuju yang lebih baik. Kita harus punya keyakinan kuat bahwa Indonesia adalah negara besar, dengan penduduk 250 juta, 17.000-an pulau, lebih dari 1000 suku bangsa, dan 700 bahasa daerah, aneka tanaman tumbuh subur, dan keindahan alam laksana pecahan surga. Tetapi lagi-lagi, harus diakui bahwa prestasi bangsa ini belum sebanding dengan potensi yang dimiliki. Pertanyaannya kemudian, mengapa Indonesia dengan sejumlah kekayaan dan kemewahan alam yang diberikan oleh Tuhan belum bisa membuat bangsa ini menjadi negara maju? Dari sisi waktu kemerdekaan, Indonesia lebih dulu merdeka dibanding Malaysia yang diberikan kemerdekaan oleh Inggris pada 1957, lebih dulu dibanding Singapura yang memisahkan diri dengan Malaysia pada 1965, dan hanya selisih 2 hari dengan Korea yang merdeka pada 15 Agustus 1945. Dilihat dari jumlah perguruan tinggi, Indonesia paling banyak dibanding sejumlah negara Asean, bahkan dibandingkan dengan China sekalipun yang memiliki penduduk
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
3
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
1,3 milyar. Indonesia juga memiliki rasio guru-murid yang lebih baik dibanding Malaysia, China, Inggris, dan Amerika. Dari telaah dan perenungan mendalam, saya sampai pada kesimpulan bahwa yang membuat suatu bangsa maju bukan karena keberlimpahan sumberdaya alam atau lamanya suatu negara berdiri, tetapi lebih pada kualitas manusianya. Sementara itu, kualitas manusia hanya dapat dihasilkan melalui pendidikan yang memberdayakan, sebuah proses pendidikan yang membuat individu menjadi mandiri, mampu berpikir kritis, inovatif, berkarakter, dan berdaya saing.
Pendidikan yang memberdayakan Pendidikan yang memberdayakan menempatkan peserta didik sebagai insan yang aktif dan dengan segenap potensi yang dimilikinya, mampu mengonstruksi pengetahuan dan pengalamannya. Sebagaimana lima pilar yang dikampayekan Unesco (2009a), yakni learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, and learning to transform one self and society. Dengan demikian, individu pembelajar tidak sekadar tahu tetapi juga mampu mengonstruksi pengetahuan, terampil menerapkan pengetahuan yang dimiliki, baik dalam konteks dirinya maupun lingkungan masyarakatnya. Setiap individu, menurut Debono (2015), memiliki kemampuan mengorganisasikan dirinya, yang kemudian disebut sebagai selforganizing system. Individu sebagai suatu sistem, akan mampu mengelola ikhwal dirinya untuk maju dan berkembang (Mayer, 2014). Sejalan dengan ini, fungsi institusi pendidikan adalah menciptakan lingkungan dan iklim belajar yang memungkinkan segenap potensi pembelajar teraktualisasikan. Sumber-sumber belajar seperti perpustakaan, laboratorium, buku, jurnal, dan internet cukup tersedia dan dapat diakses dengan mudah. Proses pembelajaran harus mampu memberikan inspirasi, menumbuhkan dan memperkuat rasa keingintahuan (curiosity) mahasiswa terhadap sesuatu. Rasa keingintahuan yang kuat akan menumbuhkan budaya belajar, keberanian bertanya, dan keinginan mencipta. Kondisi yang demikian merupakan iklim yang baik bagi munculnya inovasi dan kemajuan suatu bangsa. Inilah yang dipikirkan dan dilakukan oleh Singpura, Korea, dan China, yaitu how to instill a culture of enquiry and critical thinking into their education systems (Leslie, 2014). Bertalian dengan pendidikan yang memberdayakan, ada tiga esensi dasar yang menjadi “roh” penyelenggaraan pendidikan, yakni pendidikan yang mencerdaskan, pendidikan yang menyejahterakan, dan pendidikan yang memanusiakan. Sebagaimana tersurat dalam pembukaan UUD 1945, pendidikan berkelindan dengan upaya negara mencerdaskan kehidupan bangsa. Esensi dasarnya adalah to train the individual mind and to maintain personal independence. Seseorang yang terdidik dengan baik, akan mampu menggunakan akal sehatnya dengan baik, mampu berpikir kritis dan konstruktif, serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara efisien dan efektif. Sayangnya, pendidikan kita selama ini cenderung membuat peserta didik sangat tergantung dengan perintah guru, sehingga peserta didik merasa inferior, miskin kreatifitas dan inovasi, dan dalam jangka panjang merusak kemampuannya mengatasi masalahnya sendiri (Maksum, 2011). Karena itu, tidak mengherankan dalam ajang kompetisi yang menguji kemampuan berpikir kritis dan kemampuan mengatasi masalah, seperti PISA (programme for international student assessment), dari 65 negara yang dilakukan asesmen, Indonesia ada pada peringkat 64, sementara Malaysia pada peringkat 52, Thailand 50, Singapura 2, dan China 1 (OECD, 2013). Dalam realitas kehidupan sehari-hari, indikasi rendahnya level berpikir dan kemampuan memecahkan masalah juga masih banyak terjadi di 4
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
masyarakat. Misalnya, banyak anggota masyarakat yang terkena penipuan berkedok investasi dan penipuan dengan modus hadiah, yang nyata-nyata tidak masuk akal sehat. Demikian juga orang begitu mudah melakukan tindak kekerasan, menyakiti, dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain karena hal yang sepele. Dibutuhkan kesadaran yang kuat bahwa tujuan utama pendidikan bukan untuk mencari nilai atau mendapatkan ijazah. Apalagi menempuh jenjang pendidikan tinggi sekadar untuk prestise dan mendapatkan pengakuan yang sejatinya semu. Penyelenggaraan pendidikan yang sekadar berorientasi pemerolehan ijazah tanpa akuntabilitas dan proses yang benar, tidak saja melanggar ketentuan tetapi juga mendestruksi kecerdasan publik, menjadi lemah pikir yang dalam jangka panjang dapat berujung pada pembodohan bangsa. Itulah mengapa pemerintah, dalam hal ini Dikti dan Kopertis, melarang keras penyelenggaraan kelas jauh, pendidikan di luar domisili tidak sesuai ketentuan, pemendekan masa studi, dan pengebirian SKS. Dikti dan Kopertis sebagai representasi negara punya kewajiban untuk melindungi kepentingan publik. Setelah bisa dipastikan kemampuan berpikir kritis dan konstruktif terbentuk, proses berpikir perlu dijaga agar tetap jernih, jangan sampai terjadi bias atau sesat pikir. Hal yang demikian bisa terjadi apabila seseorang tidak lagi independen, misalnya karena ada muatan emosi, kepentingan pribadi, dan tekanan dari luar. Perlu diingat, sesar pikir bisa menyebabkan sesat perilaku. Hukum dan aturan sulit ditegakkan manakala berhimpitan dengan kerabat keluarga dan pertemanan yang muatan emosinya begitu kuat. Pengadaan barang dan penyelenggaraan kegiatan bisa koruptif apabila ada kepentingan pribadi untuk mendapatkan keuntungan. Demikian juga suatu kebijakan yang pruden bisa berbelok ditengah jalan jika ada intervensi atau tekanan dari luar. Intinya, pola pikir dan sikap imparsial perlu dirawat agar seseorang bisa tetap berpikir jernih dan memiliki laku jalan lurus. Pendidikan yang memberdayakan juga berarti menyejahterakan. Ada relasi yang cukup kuat antara tingkat pendidikan dan kesejahteraan. Pendidikan yang baik akan mengangkat derajat seseorang. Individu yang terdidik dengan baik akan dapat membuka dan menciptakan peluang bagi diri dan orang lain yang berdampak pada ekonomi. Dari aspek ekonomi, per capita income Indonesia sebesar 4.730 US$, sementara Thailand 9.280 US$, Malaysia 16.270 US$, Jepang 36.750, dan Singapura telah mencapai 60.110 US$ (World Bank, 2014). Dalam hal ini, kita bisa belajar dari Malaysia, Singapura, dan Korea. Bukankah pada awal kemerdekaan mereka kondisinya relatif mirip sebagai negara yang baru merdeka, yakni terjadi keterbelakangan ekonomi yang masif. Terlebih mereka tidak memiliki sumberdaya alam yang cukup dibanding Indonesia. Sekarang bisa kita lihat bagaimana kehebatan mereka dalam kesejahteraan ekonomi. Lagi-lagi, kunci keberhasilan mereka adalah menempatkan pendidikan yang bermutu sebagai piliar utama. Tesis ini yang rupanya menginspirasi program beasiswa bidikmisi Kemdikbud, memutus mata rantai kemiskinan bagi keluarga kurang mampu dengan memberikan kesempatan kepada calon mahasiswa, yang secara ekonomi kurang beruntung namun secara akademik sangat potensial, melalui pendidikan yang bermutu. Setelah mereka lulus, maka diharapkan bisa mendapatkan atau menciptakan pekerjaan yang dapat mengangkat ekonomi keluarga. Kesejahteraan tidak hanya bermakna ekonomi, melainkan juga kualitas hidup manusia yang ditunjukkan oleh kondisi kesehatan, baik fisik maupun psikis. WHO memperkirakan sekitar 70% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit nonmenular, seperti jantung, hipertensi, kardiovaskular, dan diabetes melitus, yang sebagian besar disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat. Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa jumlah penderita stroke Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
5
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pada 2015 meningkat lebih dari 100%. Pada tahun 2013 tercatat 12,1 penderita per 1000 penduduk, sementara pada 2015 menjadi 25-35 orang per 1000 penduduk (Kompas, 16 April 2015). Sebuah penelitian yang dilakukan di Jakarta juga menunjukkan bahwa ada 67% penduduk Jakarta mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, 95% penduduk wanita memiliki lingkar perut di atas normal, dan pada saat yang sama, 87% pria memiliki riwayat hipertensi (The Jakarta Post, May 11, 2012). Data-data tersebut berkaitan erat dengan budaya gerak, dalam hal ini olahraga, yang masih rendah. Fakta tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Komnas Penjasor 2011 bahwa tingkat kebugaran jasmani remaja kita (14-17 tahun) sangat memprihatinkan, putra 33,66 ml/kg/min dan putri 24,23 ml/kg/min. Secara rinci, untuk remaja putra, 56% kategori sangat rendah, 15% kategori rendah, 23% kategori sedang, dan hanya 6% masuk kategori baik ke atas. Sementara untuk putri, 64% masuk kategori sangat rendah, 30% kategori rendah, 3% kategori sedang, dan hanya 2% masuk kategori baik. Pendidikan yang memberdayakan juga mengandung makna memanusiakan. Istilah “memanusiakan” penting untuk digaris bawahi mengingat seseorang bisa kehilangan kemanusiaannya manakala limbic system yang merupakan locus berprosesnya syahwat “kebinatangan” tidak terkelola dan terdidik dengan baik. Nafsu ingin menguasai, menghancurkan orang lain yang tidak sejalan, keserakahan ekonomi, termasuk libido ada di wilayah ini. Karena itu, kesanggupan untuk menahan dan mengelola syahwat-syahwat instinktif yang dapat mendistorsi sifat kemanusiaan perlu dirawat. Acapkali kita tidak tahan atas godaan kemewahan dan kenikmatan di sekitar kita, apakah itu berupa kedudukan, rekognisi sosial, materi, bonus, komisi, dan bentuk gratifikasi lainnya. Eksperimen klasik Walter Mischel terhadap sekelompok anak usia 4-5 tahun sungguh menarik untuk disimak. Anak-anak dimasukkan ke dalam ruangan, duduk secara beraturan, dan di hadapan setiap anak disediakan marhsmello (semacam permen-coklat). Mereka diberi dua opsi, pertama, ketika bel berbunyi anak-anak boleh langsung makan marhsmello tersebut, atau opsi kedua menahan diri sampai 15 menit hingga eksperimenter datang dan memberikan marhsmello dua kali lipat. Ada sebagian yang memilih opsi pertama dan sebagian yang lain memilih opsi kedua. Seteleh mereka remaja dan dewasa dicek lagi, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang bisa menunda kenikmatan (delayed gratification) bisa lebih sukses dikemudian hari, baik dalam akademik, kompetensi sosial, dan kemampuan menghadapi tekanan, dibanding dengan mereka yang tidak dapat menahan diri (Maksum, 2014). Laku keserakahan sebagian bangsa ini bisa kita lihat dari indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International tahun 2014, Indonesia ada pada peringkat 107 dari 175 negara yang disurvei dengan skor 34 pada rentang skala 0-100. Sementara Philipina dengan skor 38, Malaysia 52, Jepang 76, dan Singapura 84. Demikian juga dalam penyalahgunaan narkotika, BNN memprediksi prevalensi pengguna narkoba di Indonesia pada 2015 mencapai 5,1 juta orang dan sekitar 50 orang meninggal setiap hari akibat narkoba. Tentu, hal ini sangat mengkawatirkan, kita berada dalam darurat narkoba. The last but not least adalah soal terorisme yang menghentak kemanusiaan. Kelompok radikal yang menggunakan emosi agama ini, tanpa disadari ideologinya telah menelisik jauh pada sejumlah remaja kita. Mereka menganggap kebenaran ada pada dirinya dan pihak yang berbeda dianggap salah dan absah untuk dihancurkan. Sejatinya mereka merupakan anak-anak yang baik, tetapi salah asuhan dan salah jalan menempuh kekerasan “suci” untuk memperoleh “surga”. Sebagian besar persoalan kebangsaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas akan bisa diatasi dengan pendidikan yang memberdayakan: mencerdaskan, menyejahterakan, dan 6
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
memanusiakan. Pertanyaannya sekarang, bagaimana mewujudkan tujuan tersebut? Rekonstruksi kurikulum menjadi agenda yang urgen untuk dilakukan.
Kurikulum, antara dokumen dan implementasi Secara sederhana, kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum menjadi urgen karena merupakan peta jalan menuju harapan, yakni manusia Indonesia yang hendak kita wujudkan. Perlu disadari bahwa tantangan generasi berubah dari waktu ke waktu, dan karena itu pula, kurikulum tentu perlu menyesuaikan dengan kebutuhan jamannya. Dalam konteks pendidikan tinggi, kurikulum mengalami beberapa kali perubahan (Kemdikbud, 2014b). Pada tahun 1990-an, konsep ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mendapatkan tempat yang terhormat dalam diskursus pembangunan, termasuk di dalam dunia pendidikan. Karena itu, pada kurikulum 1994 bisa disebut sebagai kurikulum berbasis isi, yang diarahkan pada penguasan Iptek. Memasuki tahun 2000, Unesco mempromosikan empat pilar pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Beriringan dengan itu, sekitar 2002, istilah kompetensi menjadi wacana yang sangat kuat bertalian dengan kualitas lulusan. Oleh karenanya, kurikulum saat itu dikatakan sebagai kurikulum berbasis kompetensi. Lalu, bagaimana halnya dengan kurikulum yang sekarang? Keluarnya sejumlah peraturan perundang-undangan seperti UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, Perpres No. 8 tahun 2012 tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), dan Permendikbud No. 49 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan tinggi, memberikan pesan kuat bahwa pendidikan tinggi harus mampu melahirkan manusia Indonesia yang cakap, berkarakter, dan berdaya saing. Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Kemdikbud, 2012a). Selain itu, pendidikan tinggi harus mampu memberdayakan mahasiswa menjadi manusia terdidik (educated person) yang berpengetahuan, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Manusia Indonesia juga harus mampu sejajar dan bersaing dengan warga bangsa yang lain. Kualifikasi manusia Indonesia seperti itulah yang diharapkan bisa terbentuk melalui proses pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terkait dengan keterampilan yang dibutuhkan diabad 21. Ada lima keterampilan pokok yang perlu dimiliki, yakni keterampilan beradaptasi, berkomunikasi kompleks, memecahkan masalah nonrutin, manajemen diri, dan berpikir sistem (National Academy of Sciences, 2011). Lalu, bagaimana kurikulum dikembangkan? Sesuai semangat UU no 12 tahun 2012 yang memberikan otonomi pada perguruan tinggi, maka pengembangan kurikulum diserahkan sepenuhnya pada otonomi kampus. Entitas program studi dan asosiasi keilmuan, termasuk asosiasi profesi menjadi think tank penyusun kurikulum. Tentu menjadi lebih baik, jika penyusunan kurikulum melibatkan pemangku kepentingan, terutama pengguna lulusan. Ada dua model struktur yang dapat digunakan dalam menyusun kurikulum, yakni model serial dan model parallel (Kemdikbud, 2014b). Model serial adalah pendekatan yang menyusun mata kuliah berdasarkan logika struktur keilmuan. Mata kuliah disusun dari yang paling dasar menuju lanjutan. Dalam model ini dikenal istilah matakuliah prasyarat, yang menunjukkan keterhubungan matakuliah yang satu dengan yang lain. Adapun model paralel menyajikan mata kuliah pada setiap semester sesuai dengan tujuan kompetensinya. Model ini lebih menyerupai
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
7
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sistem blok, menyusun matakuliah berdasarkan ketercapaian kompetensi, bukan sekadar pembelajaran semesteran. Selain dua model tersebut, ada model lain yang bisa juga dipertimbangkan untuk diterapkan, yakni model konsekutif dan model konkuren. Kedua model ini biasanya diterapkan dalam konteks pendidikan guru. Model konsekutif adalah menyusun struktur matakuliah secara berurutan dengan memperhatikan capaian pembelajaran. Ada pembedaan yang tegas antara penguasaan kompetensi keilmuan dan kompetensi pedagogik. Mengacu model konsekutif, maka pendidikan guru didesain menjadi 4+1, yakni empat tahun fokus pada penguasaan kompetensi keilmuan dan satu tahun kompetensi profesi. Adapun model konkuren menyusun kurikulum yang mengintegrasikan antara kompetesi keilmuan dan kompetensi profesi pada saat yang bersamaan, sebagaimana yang selama ini dilakukan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan. Apakah kurikulum yang telah didesain sedemikian rupa pada gilirannya dapat mewujudkan tujuan yang hendak dicapai? Di sinilah persoalannya. Pergulatan antara kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum in action. Acapkali kurikulum sebagai dokumen telah tersusun dengan begitu baik, namun pelaksanaannya jauh panggang dari api. Dalam konteks ini, peran pengelola kurikulum, dalam hal ini ketua program studi dan peran pelaksana kurikulum, yakni dosen, menjadi sangat urgen. Ada korelasi yang sangat kuat antara kepemimpinan akademik dan kualitas dosen terhadap keberhasilan pelaksanaan kurikulum, Semakin tinggi komitmen Kaprodi dan dosen dalam melaksanakan kurikulum, semakin tinggi pula peluang keberhasilan capaiancapaian kurikulum.
Capaian pembelajaran dan KKNI Ada semacam missing link antara lulusan perguruan tinggi dengan dunia kerja. Persoalan pengangguran bukan semata karena ketiadaan pekerjaan, tetapi juga ketidaksesuaian antara jenis pekerjaan dan lulusan yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Artinya, ada sejumlah pekerjaan yang tidak bisa diisi oleh lulusan perguruan tinggi. Pemangku kepentingan tidak tahu capaian pembelajaran yang dimiliki oleh lulusan. Kemampuan apa saja yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi jenjang diploma, sarjana, magister, dan doktor? Bagaimana pula dengan mereka yang memiliki kemampuan memadai meski tidak diperoleh melalui pendidikan formal? Pertanyaan lanjutan yang tidak kalah pentingnya adalah apakah lulusan pendidikan sarjana di Indonesia setara dengan lulusan sarjana dari Singapura, Malaysia, atau Thailand? Begitu juga berlaku sebaliknya? Dalam konteks ini, globalisasi pendidikan menjadi pertimbangan, terlebih seiring kebijakan masyarakat ekonomi Asean yang akan berlaku pada akhir 2015. Ikhwal inilah yang pada dasarnya melatarbelakangi keluarnya Perpres no. 8 tahun 2012 mengenai kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), yang merupakan kerangka penjenjangan kualifikasi SDM yang menyetarakan capaian pembelajaran bidang pendidikan dengan pelatihan dan pengalaman kerja. Ada 9 level dalam KKNI, yang dari perspektif pendidikan formal, level 1-2 adalah pendidikan menengah, level 3-6 adalah pendidikan diploma dan sarjana, level 7 profesi, level 8 magister, dan level 9 doktor. Dari perspektif dunia kerja, level 1-3 adalah operator, 4-6 teknisi/analis, dan 7-9 ahli. KKNI pada dasarnya juga merupakan respons Indonesia setelah meratifikasi konvensi Unesco tentang pengakuan pendidikan, ijazah, serta gelar pendidikan tinggi di Asia dan Pasifik pada 16 Desember 1983 dan diperbarui pada 30 Januari 2008 (Unesco, 2005). Sungguh disadari bahwa di setiap Negara memiliki cara, sistem, dan budaya yang berbeda satu sama lain. Pada saat yang sama, ada kebutuhan untuk menyetarakan beberapa perbedaan tersebut, mengingat 8
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
terjadinya masifikasi pendidikan tinggi dewasa ini (Unesco, 2009b). Adanya KKNI memberikan kesempatan kepada siapapun dia, dengan kompetensi yang dimiliki dapat disejajarkan satu dengan yang lain. Pencapaian KKNI dapat dilakukan melalui berbagai jalur, yaitu pendidikan formal, pengembangan profesi, peningkatan karier di dunia kerja, dan akumulasi pengalaman individu. Terkait dengan KKNI, apa yang perlu dilakukukan oleh kampus? Perguruan tinggi perlu menggunakan KKNI sebagai rujukan dalam merencanakan sistem pembelajaran sehingga lulusannya sesuai dengan kualifikasi jenjang KKNI. Mengacu Permendikbud No. 73 tahun 2013 tentang penerapan KKNI bidang pendidikan tinggi, perguruan tinggi, melalui Prodi, perlu menyusun deskripsi capaian pembelajaran minimal mengacu level KKNI. Capaian pembelajaran merupakan kemampuan yang diperoleh seseorang melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja. Dengan demikian, Prodi dengan segenap sumberdaya yang dimiliki, multitrack and multimethod, mengupayakan terwujudnya capaian pembelajaran. Setelah dipastikan rumusan capaian pembelajaran, langkah berikutnya adalah menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum mengacu KKNI. Terakhir, mengembangkan sistem penjaminan mutu internal untuk memastikan capaian pembelajaran yang telah ditetapkan. Unsur capaian pembelajaran mencakup sikap dan tata nilai, kemampuan, pengetahuan, dan tanggung jawab. Seluruh unsur ini menjadi kesatuan yang saling mengait dan juga membentuk relasi sebab akibat. Dengan demikian, dalam konteks capaian pembelajaran, siapapun orang di Indonesia, dalam perspektif sebagai SDM, pertama-tama harus memiliki sikap dan tata nilai keindonesiaan, padanya harus dilengkapi dengan kemampuan yang tepat dan didukung oleh pengetahuan yang sesuai, maka padanya berlaku tanggung jawab sebelum dapat menuntut haknya (Kemdikbud, 2014b).
Pemenuhan standard Capaian pembelajaran dalam kurikulum dapat dioptimalkan apabila ada standarisasi, mulai dari masukan, proses, dan keluaran. Secara lebih komprehensif, ada Permendikbud no. 49 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan tinggi (SNPT), yang bisa dijadikan kerangka kerja mewujudkan capaian pembelajaran. Terdapat 10 standar yang perlu dipenuhi, yaitu: standar kompetensi lulusan, isi pembelajaran, proses pembelajaran, penilaian pembelajaran, dosen dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, pembiayaan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Dalam setiap standar tersebut terdapat ketentuan yang perlu diacu dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. Meski demikian perlu diingat bahwa sejatinya SNPT adalah kriteria minimal tentang penyelenggaraan tridharma, yang bertujuan menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi dan mencapai mutu sesuai kriteria yang ditetapkan. Karena merupakan kriteria minimal, maka perlu diupayakan dan didorong agar perguruan tinggi melampaui kriteria yang ditetapkan. Pada saat yang sama, penetapan standar juga perlu dievaluasi dan disempurnakan secara periodik dan berkelanjutan. Pada kesempatan ini, saya ingin memberikan penekanan pada beberapa standar yang menuntut perhatian lebih. Pertama adalah masalah dosen. Dosen merupakan “roh” dari sebuah perguruan tinggi. Maju mundurnya perguruan tinggi sangat tergantung pada kualifikasi dan kompetensi dosennya. Kualifikasi pendidikan minimal seorang dosen adalah S2 untuk program studi diploma dan sarjana, sementara untuk program pascasarjana adalah S3. Meski kebijakan ini sudah diberlakukan sejak 2005, bersamaan dengan ditetapkannya UU no. 14 than 2005 Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
9
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
tentang guru dan dosen, tetapi hingga sekarang masih banyak dosen yang berstatus S1. Berdasarkan data di PD-Dikti pada 12 April 2015, terdapat 38.796 atau 22% dari total 178.270 dosen yang masih bergelar S1 di Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi. Sementara itu, dosen yang berkualifikasi S2 sebanyak 61% dan S3 sebanyak 13%, serta yang memperoleh jabatan professor baru 3%. Sebuah perguruan tinggi dianggap unggul, menurut BAN-PT, manakala jumlah dosen bergelar Doktor ≥ 50% dan yang memiliki jabatan akademik professor ≥ 30%. Seorang dosen juga perlu memperbarui pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti sejumlah seminar, pelatihan, dan sejenisnya. Untuk bisa memberikan inspirasi dan pencerahan kepada mahasiswa, rasanya tidak mungkin seorang dosen hanya mengandalkan pengetahuan masa lampau, buku yang digunakan sudah tertinggal lebih dari 10 tahun, tidak pernah melakukan penelitian dibidangnya, dan abai terhadap perkembangan keilmuan terkini. Kedua, terkait sarana dan prasarana. Mengenai sarana prasarana, tidak cukup sekadar adanya ruang kuliah, tetapi juga laboratorium, perpustakaan, dan tempat diskusi yang memungkinkan mahasiswa berinteraksi dan menggunakan sumber-sumber belajar secara optimal. Demikian juga tempat/ruang untuk pengembangan bakat dan minat mahasiswa seperti karya ilmiah, olahraga, dan kesenian. Dosen juga diberikan tempat/ruang untuk menjalankan aktifitas profesinya seperti membaca, menyiapkan perkuliahan, dan menerima konsultasi mahasiswa. Masih banyak perguruan tinggi yang belum bisa menyediakan fasilitas, baik bagi dosen dan mahasiswa, meski dalam standar yang minimal. Ketiga, proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan kelayakan, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Dalam satu semester, pertemuan dilakukan selama 16 kali pertemuan. Perlu juga diingat bahwa pengertian 1 sks setara dengan 160 menit kegiatan belajar per minggu per semester. Dalam bentuk pembelajaran kuliah 1 sks mencakup 50 menit tatap muka, 50 menit terstruktur, dan 60 menit mandiri. Pembelajaran akan optimal jika sks diterapkan secara murni dan konsisten. Mahasiswa belajar tidak hanya saat bertemu dengan dosen, tetapi ditindaklanjuti dalam bentuk pendalaman melalui kegiatan tersruktur dan mandiri. Dalam konteks pembelajaran, yakni interaksi antara dosen, mahasiswa, dan sumber belajar, perlu dijaga keseimbangan terkait beban kerja. Bagi mahasiswa, beban normal belajar adalah 8 jam per hari atau 48 jam per minggu, setara dengan 18 SKS per semester. Sementara itu bagi dosen, beban kerja yang mencakup tridharma dan tugas tambahan, paling sedikit 40 jam per minggu atau setara dengan 12 sks. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, diharapkan iklim akademik akan tumbuh sehingga capaian pembelajaran dapat terwujud. Beban belajar/kerja yang jauh di bawah atau di atas normal tentu tidak diharapkan, apalagi yang berkorelasi negatif dengan penguatan iklim akademik. Perlu kesadaran yang cukup kuat dari dosen bahwa paradigma pembelajaran sudah berubah, tidak lagi berpusat pada dosen, tetapi mahasiswa (Kemdikbud, 2014b). Dalam konteks ini, mahasiswa belajar mencari dan mengonstruksi pengetahuan, bukan sekadar menerima pengetahuan dari dosen. Demikian juga pengetahuan harus dipandang sebagai hasil konstruksi atau hasil transformasi oleh pembelajar, bukan sesuatu yang sudah jadi yang tinggal ditransfer ke mahasiswa. Peran dosen lebih sebagai fasilitator dan motivator, sementara mahasiswa menunjukkan kinerja kreatif, yang mengintergrasikan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif. Metodenya mengarah pada inquiry and discovery dan sumber belajarnya bersifat multi demensi dan kontekstual. Penilaian juga sebaiknya dalam bentuk authentic assessment atau performance assessment, yaitu penilaian atas proses perolehan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan, 10
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
melalui proses pembelajaran yang menunjukkan kemampuan mahasiswa dalam proses dan produk. Penilaian model ini terdiri dari tiga kegiatan pokok, yakni dosen memberi tugas, mahasiswa menunjukkan kinerjanya, dan dinilai berdasarkan indikator tertentu dengan instrumen yang disebut Rubrik (Kemdikbud, 2014b). Perlu diketahui bahwa rubrik merupakan panduan penilaian yang menggambarkan kriteria yang digunakan dosen dalam menilai dan memberi tingkatan ketercapaian hasil belajar mahasiswa. Dalam rubrik termuat daftar karakteristik unjuk kerja yang diharapkan terwujud dalam proses dan hasil kerja serta dijadikan panduan untuk mengevaluasi masing-masing karakteristik tersebut. Keempat, terkait dengan penelitian. Perguruan tinggi harus memiliki kebijakan terkait arah, fokus, dan mekanisme penelitian. Jangan sampai perguruan tinggi hanya menghabiskan waktu untuk mengelola proses belajar-mengajar. Pengajaran hanyalah salah satu dari tridharma perguruan tinggi. Para dosen harus didorong untuk melakukan penelitian. Dosen perlu dirangsang untuk meraih dana penelitian dari luar institusi. Bagi mereka yang masih pemula, institusi perlu memberikan insentif, meski tidak besar, misalnya 3-5 juta per proposal. Dalam menciptakan budaya meneliti, keterlibatan dosen dan keikutsertaan mahasiswa dalam penelitian menjadi penting. Seiring dengan produk penelitian, publikasi ilmiah menjadi keniscayaan. Jumlah artikel yang terpublikasi, artikel yang disitasi, bahkan diperolehnya hak kekayaan intelektual, termasuk paten merupakan indikator utama kualitas penelitian di suatu perguruan tinggi.
Soal mutu, jangan ditawar Berdasarkan data PD-Dikti pada 26 Maret 2015, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak 4.268, terdiri dari 365 PTN dan 3.903 PTS, dengan total prodi sebanyak 21.864. Sementara itu, jumlah mahasiswa sebesar 7,4 juta, terdiri dari 2,8 juta di PTN dan 4,6 juta di PTS. Adapun jumlah dosen bergelar Doktor sebesar 22.430 (12%) dan yang memiliki jabatan akademik profesor sebesar 4.948 (3%) dari keseluruhan 184.551 dosen. Bandingkan dengan jumlah perguruan tinggi di Amerika, yakni 4.599 dengan 21 juta mahasiswa. Dari segi kuantitas, sangat boleh jadi yang kita miliki sudah lebih dari cukup. Namun dari segi mutu, masih menyisakan persoalan yang serius. Pendidikan yang tidak bermutu tidak saja merugikan lulusan, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi beban bangsa. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu memang butuh biaya, tetapi ketersediaan biaya tidak serta merta pendidikan bermutu akan terwujud. Dalam konteks yang mikroskopik, misalnya iklim akademik, tidak dibutuhkan biaya mahal. Ketika mahasiswa disediakan jaringan listrik dan wifi, maka para mahasiswa dengan mudah mengakses segala informasi yang ada di internet. Mereka bisa menjelajahi perkembangan keilmuan terkini melalui berbagai tulisan, jurnal, dan kegiatan akademik yang tersaji di dunia maya. Bahkan sejumlah perguruan tinggi hebat, seperti MIT, bahan ajarnya dapat diunduh melalui website yang ada secara gratis. Yang justru menjadi keprihatinan kita selama ini adalah soal curiosity, rasa ingin tahu yang lemah terhadap pengetahuan yang terwujud dalam kerja yang “sistematis” dan penuh “kesungguhan”. Kebiasaan jalan pintas menjadi mainstream laku sebagian komunitas akademik. Misalnya, ingin mendapatkan ijazah, tetapi tidak mau menjalani kuliah secara wajar. Membutuhkan artikel tidak mau berproses secara wajar, alih-alih dengan membaca, meneliti, dan menulis, tetapi justru mencari tulisan orang lain yang serupa, yang pada akhirnya berujung pada tindakan plagiasi.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
11
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Saya ingin memberikan penguatan perlunya budaya membaca dan menulis dengan mengutip hasil penelitian Robert Wilson, et.al. (2013), neurologist pada Rush University Medical Center Chicago. Mereka meneliti 300 orang lanjut usia dan memeriksa kapasitas memori dan keterampilan berpikir setiap tahun. Mereka juga ditanya mengenai kebiasaan, menulis, dan aktifitas kognitif lainnya, termasuk saat masa anak-anak dan remaja. Mereka diikuti perkembangannya sampai meninggal dan selanjutnya diperiksa kondisi otaknya untuk membuktikan adanya demensia. Hasil penelitian cukup mengejutkan bahwa subyek yang jarang membaca dan menulis, mengalami penurunan fungsi kapasitas mental 48% lebih cepat dibanding rata-rata subyek penelitian. Karena itu, mari kita semua menjadikan kebiasaan membaca dan menulis sebagai gaya hidup, yang tidak saja berpengaruh pada profesionalisme sebagai dosen, tetapi juga meninggikan kualitas hidup kita sebagai manusia. Budaya mutu harus menjadi bagian dari budaya kerja akademik kita. Apalagi sudah dikeluarkan Permendikbud no 50 tahun 2014 tentang sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Dalam Permendikbud tersebut dinyatakan bahwa sistem penjaminan mutu merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan, memastikan kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan dengan standar yang telah ditentukan. Ada dua model penjaminan mutu, pertama bersifat internal yang lazim disebut SPMI dan kedua bersifat eksternal yang dilakukan oleh BAN-PT. Keduanya berjalin berkelindan dalam mengupayakan terwujudnya mutu pendidikan tinggi. Sudah bukan waktunya lagi kita bekerja sekadar menggugurkan kewajiban, tidak pernah berpikir apakah yang kita kerjakan memberikan manfaat dan nilai lebih kepada pihak lain. Terlalu besar resiko yang harus ditanggung manakala mutu dikorbankan. Tidak bisa lagi kita mengajar hanya sekadar mengalihkan pengetahuan yang kita miliki kepada mahasiswa, tanpa ada jaminan hal itu dapat mengubah dan menginspirasi mahasiswa kearah yang lebih konstruktif. Ketika kita meneliti, tidak cukup sekadar memenuhi kredit poin kenaikan pangkat, tanpa pernah berpikir apakah yang kita teliti berkontribusi pada ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia. Ada banyak ukuran mutu yang bisa digunakan untuk menilai keunggulan sebuah perguruan tinggi. Misalnya, berapa proporsi guru besar dan doktor yang dimiliki, publikasi ilmiah yang dihasilkan, termasuk paten, yang diyakini berkontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan umat manusia. Dalam konteks publikasi ilmiah, kita juga masih kalah jauh dengan sejumlah negara Asean. Pada tahun 2013, publikasi Indonesia sebanyak 4.175, sementara Thailand 11.313, Singapura 17.052, dan Malaysia sebanyak 23.190 (www.scimagojr.com – diunduh 17 Nov 2014). Perkembangan publikasi ilmiah Malaysia begitu luar biasa, pada tahun 2007 sebanyak 5000 dan tahun 2013 menjadi empat kali lebih. Pada suatu forum kerjasama antar universitas, saya sempat berdiskusi dengan Naib Canselor (Rektor) Universiti Sultan Zainal Abidin di Malaysia, Prof. Yahya bin Ibrahim, apa yang dilakukan perguruan tinggi di Malaysia terkait percepatan publikasi ilmiah yang belakangan ini begitu signifikan? Prof. Yahya menyatakan bahwa yang utama adalah mendorong dosen dan mahasiswa mengunggah karya ilmiah yang dihasilkan, baik dari skripsi, tesis, disertasi, dan bentuk penelitian lainnya. Hal yang sama sejatinya telah dilakukan di Indonesia, dengan keluarnya surat edaran Dirjen Dikti pada Januari 2012. Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan publikasi karya ilmiah, maka lulusan S1 harus mengasilkan karya yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, S2 pada jurnal nasional terakreditasi, dan S3 pada jurnal internasional. Meski belum signifikan, seiring waktu langkah ini dapat membangkitkan kinerja publikasi kita.
12
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Daftar Bacaan Debono, E. (2015). Serious creativity: How to be creative under pressure and turn ideas into action. London: Vermilion. Kemdikbud (2014a). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 49 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan tinggi. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud (2014b). Buku kurikulum pendidikan tinggi. Jakarta: Ditjen Dikti, Kemdikbud. Kemdikbud (2014c). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 50 tahun 2014 tentang sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 73 tahun 2013 tentang penerapan kerangka kualifikasi nasional Indonesia bidang pendidikan tinggi. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud (2012a). Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Jakarta: Kemdikbud. Kemdikbud (2012b). Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2012 tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia. Jakarta: Kemdikbud. Kompas (2015). Ancaman saat tubuh menua, edisi 16 April, h.14 Kompas.com (2014). BPS: Kualitas tenaga kerja Indonesia masih rendah, edisi 5 februari. Leslie, I. (2014). Curious: The desire to know and why your future depends on it. London: Quercus. Maksum, A. (2014). National mental model and competitiveness: Transformation toward achieving and progressive behavior. Anima, Indonesian Psychological Journal, vol. 29, no. 2. Maksum, A. (2011). Membangun mental prestatif: Tugas utama pendidikan ke depan. Dalam Sirkit Syah dan Martadi, “Rekonstruksi Pendidikan”. Surabaya: Unesa University Press. Mayer, J.D. (2014). Personal intellegence: The power of personality and how it shapes our lives. New York: Scientific American/Farrar, Straus and Giroux. National Academy of Sciences (2011). Assessing 21st Century Skills: Summary of a Workshop. Washington: Division of Behavioral and Social Sciences and Education. OECD (2013). PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with what they know. Scimago (2014). The SCImago Journal & Country Rank, diunduh 17 Nov 2014. The Jakarta Post (2012). Study shows 67 percent of Jakartans overweight, Edisi 11 Mei. UNDP (2014). Human development report 2014. New York: United Nation Development Program. Unesco (2005). The Regional convention on the recognition of studies, diplomas and degrees in higher education in Asia and the Pacific. Kunming, China: Academic Degrees Committee of the State Council. Unesco (2009a). Education for Sustainable Development. France: Division for the coordination of United Nations priorities in education. Unesco (2009b). Trends in global higher education: Tracking an academic revolution. A report prepared for the Unesco 2009 world conference on higher education. France: Division for the coordination of United Nations priorities in education. Wilson, R., et al. (2013). Life-span cognitive activity, neuropathologic burden, and cognitive aging. Neurology, vol. 81, no. 4 Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
13
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
World Bank (2014). World development indicators. Washington: International Bank for Reconstruction and Development. World Economic Forum (2014). The Global Competitiveness Index 2013–2014.
14
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Berbasis KKNI dan SN-DIKTI Joko Nurkamto Guru Besar dan Kepala Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS Suarakarta
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
15
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
16
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
17
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
18
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
19
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
20
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
21
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
22
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
23
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
24
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
25
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
26
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
27
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
28
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
29
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
30
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
31
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
32
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
POKOK-POKOK PIKIRAN Revolusi Mental Menggubah Pembelajaran: Pada Pendididkan Dasar, Menengah, dan Tinggi Nyoman S. Degeng Guru Besar dan Teknolog Pembelajaran, Universitas Negeri Malang
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
33
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
34
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
35
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
36
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
37
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
38
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
39
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
40
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
41
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
42
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
43
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
44
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
45
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
46
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
47
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
48
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
49
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
50
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran Dr. Wiwin Sri Hidayati, S.Pd., M.Pd Dosen dan Ketua Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Jombang Drs. Asmuni, M.Si Dosen dan Pembantu Ketua I STKIP PGRI Jombang
Soft Skills Klaus (2007) menyatakan bahwa soft skills encompass personal, social, communication, and self management behaviours, they cover a wide spectrum: self awareness, trustworthiness, conscientiousness, adaptability, critical thinking, organizational awareness, attitude, innitiative, emphathy, confidence, integrity, self-control, leadership, problem solving, risk taking and time management. Pernyataan ini menjelaskan bahwa soft skill meliputi personal, sosial, komunikasi, dan perilaku manajemen diri, yang mencakup spektrum yang luas: kesadaran diri, kepercayaan, kesadaran, kemampuan beradaptasi, berpikir kritis, kesadaran organisasi, sikap, inisiatif, empati, kepercayaan diri, integritas, pengendalian diri, kepemimpinan, pemecahan masalah, pengambilan risiko dan manajemen waktu. Aribowo (dalam Sailah, 2008) membagi soft skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam mengatur diri sendiri. Adapun interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut, intrapersonal skills terdiri dari: transforming character, transforming beliefs, change management, stress management, time management, goal setting & life purpose, accelerated learning techniques. Interpersonal skills terdiri dari: communication skills, relationship building, motivation skills, leadership skills, self-marketing skills, negotiation skills, presentation skills, public speaking skills. Zhang (2012) membuat definisi hard skills dan soft skills sebagai berikut, "hard skills are the technical skills required to perform a certain type of task, and soft skills are interpersonal skills, such as communication, teamwork, and conflict management". Hard skills adalah keterampilan teknis yang diperlukan untuk melakukan jenis tugas tertentu, dan soft skills merupakan keterampilan interpersonal, seperti komunikasi, kerja sama tim, dan manajemen konflik. Elfindri dkk. (2010:67), mendefinisikan Soft skills sebagai keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk diri sendiri (intrapersonal), maupun berkelompok atau bermasyarakat (interpersonal). Coates (2006) menyebutkan bahwa intrapersonalitas adalah keterampilan yang dimiliki seseorang dalam mengatur dirinya sendiri, seperti manajemen waktu, manajemen stres, manajemen perubahan, karakter transformasi, berpikir kreatif, memiliki acuan tujuan positif, dan teknik belajar cepat. Sedangkan interpersonalitas adalah keterampilan berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan kelompok masyarakatnya dan lingkungan kerjanya serta interaksi dengan individu manusia sehingga mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal, kemampuan memotivasi, kemampuan memimpin, kemampuan negosiasi, kemampuan presentasi, kemampuan komunikasi, kemampuan menjalin relasi, dan kemampuan bicara di muka umum. Yuliani (2012), mendefinisikan soft skills sebagai bentuk kompetensi perilaku sehingga dikenal pula sebagai keterampilan interpersonal atau people skills, yang
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
51
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
mencakup keterampilan komunikasi, resolusi konflik dan negosiasi, efektivitas pribadi, pemecahan masalah secara kreatif, pemikiran strategis, membangun tim, keterampilan mempengaruhi dan keterampilan menjual (gagasan atau ide). Rani (2006), menjelaskan bahwa: Soft Skills have two parts. One part involves developing attitudes and attributes, and the other part involves fine-tuning communication skills to express attitudes, ideas and thoughts well. Crucial to successful work is the perfect integration of ideas and attitudes, with appropriate communication skills in oral, written and non-verbal areas. Attitudes and skills are integral to soft skills. Each one influences and complements the other. Tulisan ini menjelaskan bahwa soft skills memiliki dua bagian, yaitu bagian yang melibatkan pengembangan sikap dan atribut, dan bagian lainnya melibatkan ketepatan keterampilan komunikasi untuk mengekspresikan sikap, ide dan pikiran dengan baik. Penting untuk pekerjaan yang sukses adalah integrasi sempurna dari ide-ide dan sikap dengan keterampilan komunikasi yang tepat secara lisan, tertulis, dan nonverbal. Sikap dan keterampilan merupakan bagian integral dari soft skill. Rujukan lainnya, Sharma (2009), menyebutkan bahwa soft skills adalah seluruh aspek dari generic skills yang juga termasuk elemen-elemen kognitif yang berhubungan dengan non academic skills. Menurut Widhiarso (2009), soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills merupakan kemampuan yang tidak nampak dan seringkali berhubungan dengan emosi manusia. Donata (2010) menjelaskan bahwa Soft skills are intangible interpesonal skills that are associated with an individual’s ability to effectively interact with others and/or lead others. These skills are not easy to measure but they can be observed in individuals who possess the ability to interact with people well. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa soft skills adalah keterampilan interpersonal yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Keterampilam ini tidak mudah diukur, tetapi dapat diamati dengan melihat ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Patrick (2001), mengelompokan soft skill dapat dikategorikan ke dalam 7 area yang disebut Winning Characteristics, yaitu, communication skills, organizational skills, leadership, logic, effort, group skills, and ethics. Kemampuan nonteknis yang tidak terlihat wujudnya (intangible) namun sangat diperlukan itu, disebut soft skills. Chaturvedi (2011) menuliskan soft skills are essentially to be categorized as self development skills, interaction skills, leadership skills, organization skills and communication skills. Artinya, soft skills dikategorikan sebagai keterampilan pengembangan diri, keterampilan berinteraksi, keterampilan kepemimpinan, keterampilan berorganisasi, dan keterampilan komunikasi. Soft skills melengkapi hard skills (bagian dari IQ), yang merupakan persyaratan teknis pekerjaan dan banyak kegiatan lainnya. Soft Skill atau keterampilan lunak merupakan tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimalkan kinerja manusia (melalui pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, dan pengambilan keputusan lainnya. Selanjutnya, Klaus (2007) menyatakan "...What, then, are soft skills? Soft skills are those personality traits and interpersonal skills that balance technical skills and quantitative job requirements". Soft skills adalah ciri-ciri kepribadian dan keterampilan interpersonal. Lorenz (2009) menyebutkan "soft skills refer to a cluster of personal qualities, habits, attitudes and social graces that make someone a good employee and compatible to work", yang berarti soft skills mengacu pada sekelompok kualitas pribadi, kebiasaan, sikap dan rahmat sosial yang membuat seseorang karyawan yang baik dan kompatibel untuk bekerja. Soft skills adalah 52
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru. Soft Skills included in Measuring Assessing Soft Skills (MASS) Materials Manners, Ownership of tasks, Attendance, Motivation, Professionalism, Work output Conduct in workplace, Timekeeping, Verbal Communication, Organisation/ planning, Team-working/ Respect, Helping others, Conscientiousness, Ability to ask for help, Adaptability/ Flexibility, (Kechagias,. 2011: 83-84). Maksudnya, beberapa hal yang merupakan penilaian dalam soft skills yaitu, kemampuan kerja, kepedulian, motivasi, profesionalisme, pengaruh hasil kerja di tempat kerja, kedisiplin, komunikasi verbal, organisasi atau perencanaan, kerjasama atau rasa hormat, membantu orang lain, waspada, kemampuan untuk membantu, adaptasi atau loyalitas. Berbeda dengan soft sklls, hard skills adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang terkait sesuai bidang ilmu. Hard skilsl merupakan keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk profesi tertentu. Contoh, guru olah raga membutuhkan keterampilan menangkap bola, programmer wajib menguasai teknik pemrograman dg bahasa tertentu. Hard skills dibutuhkan untuk dapat bekerja sesuai tujuan. Hard skills berhubungan dengan kompetensi inti untuk setiap bidang keilmuan lulusan. Contoh, seseorang sarjana pendidikan harus menguasai hard skill di bidang menyusun perangkat pembelajaran. Berdasarkan definisi di atas, penulis memberikan definisi soft skills sebagai jalinan atribut personalitas baik intrapersonal skills maupun interpersonal skills. Sedangkan hard skills adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang terkait sesuai bidang ilmu. Integrasi Soft Skills dan Hard Skills dalam Pembelajaran Pengajaran dan pembelajaran di sekolah memiliki komponen sosial, emosional, dan akademis yang kuat. Bagaimana agar siswa tidak bosan dalam belajar? Pendidik harus memberikan muatan-muatan lain seperti memberi motivasi, memberi pujian, memberi jokes yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal dengan ekspresi wajah yang ceria, dan memberikan senyuman yang tidak dipaksakan. Agar hal tersebut dapat dilakukan maka harus dibarengi dengan mengatur emosi ketika menghadapi berbagai macam karakter siswa yang berada dalam kelas. Sebagaimana kita ketahui bahwa siswa yang berada dalam satu kelas sangat mungkin kemampuannya heterogen. Untuk itulah guru/pendidik juga harus mengelola manajemen stres. Selain itu, guru/pendidik juga harus menguasai keterampilan manajemen waktu, agar apa yang sudah direncanakan sebelumnya dapat dilaksanakan dengan benar. Hal tersebut untuk mendukung ketika mengajar. Bagaimana mengelola waktu dalam mengajar bukanlah hal yang mudah, apalagi jika sebelumnya tidak membuat perencanaan sama sekali. Oleh karena itu pendidik harus sudah membuat alokasi waktu yang dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Komunikasi baik verbal maupun nonverbal, manajemen waktu dan manajemen stres adalah sebagian kecil dari atribut soft skills yang sebaiknya dimiliki dan dikembangkan oleh pendidik yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
53
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
dalam sistem pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa, memiliki peranan penting dalam menentukan arah dan tujuan dari suatu proses pembelajaran. Kemampuan yang dikembangkan tidak hanya ranah kognitif dan psikomotorik semata yang ditandai dengan penguasaan materi pelajaran dan keterampilan, melainkan juga ranah kepribadian siswa. Pada ranah ini siswa harus menumbuhkan rasa percaya diri sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri yakni manusia yang berkepribadian yang ungggul dan mandiri. Manusia utuh yang memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang mengenal dirinya, yang mengendalikan dirinya dengan konsisten dan memiliki rasa empati (tepo seliro). Menurut Howard Gardner dalam bukunya yang bejudul Multiple Inteligences (1993), bahwa ada 2 kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan mengembangkan kepribadian yaitu: 1. Kecerdasan Interpersonal (interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh orang lain (isyarat), dan kemampuan untuk menjali relasi dan komunikasi dengan berbagai orang lain. 2. Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal intelligence) adalah kemampuan memahami diri dan bertindak adaptif berdasarkan pengetahuan tentang diri. Kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri, kesadaran diri tinggi, inisiatif dan berani. Soft skill yang diberikan kepada siswa/mahasiswa oleh guru dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran. Menurut Saillah (2008), materi soft skills yang perlu dikembangkan kepada para mahasiswa, tidak lain adalah penanaman sikap jujur, kemampuan berkomunikasi, dan komitmen. Untuk mengembangkan soft skills dengan pembelajaran, perlu dilakukan perencanaan yang melibatkan para guru, siswa, alumni, dan dunia kerja, untuk mengidentifikasi pengembangan soft skills yang relevan. Menurut Sudrajat (2009), guru dalam melaksanakan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal berikut ini: volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh peserta didik; tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta didik; guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik; guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan kepatuhan pada peraturan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran; guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung; guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi; guru menghargai pendapat peserta didik; guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi; pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata pelajaran yang diampunya; dan guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Setiap orang termasuk peserta didik sudah memiliki soft skills walaupun berbeda-beda. Soft skills ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik atau bernilai (diterapkan dalam kehidupan sehari-hari) melalui proses pembelajaran. Pendidikan soft skills tidak seharusnya melalui satu mata pelajaran khusus, melainkan dintegrasikan melalui mata pelajaran yang sudah ada atau dengan menggunakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Instrumen Soft Skills dalam Pembelajaran Kechagias (2011: 131), Soft skills assessment is a new and as yet underdeveloped domain. Hali ini menunjukkan bahwa penilaian Soft skills adalah domain baru dan belum berkembang. Widhiarso (2011), menyebutkan bahwa soft skills lebih didominasi oleh 54
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
komponen kepribadian individu sehingga prosedur pengukurannya sedikit berbeda dengan pengukuran komponen abilitas individu. Oleh karena itu pengukuran soft skills akan mengarah pada karakteristik yang sifatnya internal pada diri individu seperti dimensi afektif, motivasi, dan interes. Pengukuran soft skills dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Pelaporan diri, sebagaimana tes yang diartikan sebagai sekumpulan sampel respon yang menunjukkan atribut ukur pada diri individu, pengukuran soft skills juga menghasilkan sejumlah respon dari individu yang menunjukkan tingkat soft skills yang dimiliki. Pelaporan diri merupakan sekumpulan stimulus berupa pernyataan, pertanyaan atau daftar deskripsi diri yang direspon oleh individu. Pernyataan merupakan turunan dari domain ukur yang sifanya teoritik konseptual setelah melalui proses operasionalisasi menjadi indikator-indikator. Setelah domain ukur dan indikator telah ditetapkan, proses penyusunan instrumen pengukuran selanjutnya adalah penulisan item. Misalnya mengukur tingkat kesenangan individu diwujudkan melalui pernyataan “Saya senang bisa berinteraksi dengan banyak orang” atau “Saya lebih suka bekerja sama dibanding dengan bekerja sendirian”. Item ini kemudian direspon dengan kontinum dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Proses penulisan item ini merupakan seni tersendiri yang membutuhkan kepekaan dalam membahasakan indikator empirik perilaku individu. 2. Checklist, adalah jenis alat ukur afektif atau perilaku yang memuat sejumlah indikator, biasanya kata sifat atau perilaku yang diisi oleh seorang penilai. Checklist lebih banyak dipakai untuk mengukur aspek psikologis yang tampak, misalnya perilaku. Sama seperti self report, penyusunan item-item pada checklist juga diawali dari operasionalisasi aspek-aspek domain ukur yang sifatnya konseptual menjadi seperangkat indikator yang sifatnya operasional. Pada pengukuran soft skills, checklist lebih tepat dipakai untuk mengukur dimensi perilaku mahasiswa misalnya cara mempresentasikan makalah, cara berinteraksi dengan orang lain, atau strategi mengatasi masalah. Teknik peer evaluation antar mahasiswa biasanya menggunakan checklist. 3. Pengukuran performansi, beberapa soft skills banyak yang terkait dengan abilitas relatif aktual seperti komunikasi efektif, pemecahan masalah, berpikir kreatif atau berpikir kritis sehingga pengukuran dengan menggunakan self report pada tataran tertentu kurang relevan. Desain yang tepat untuk mengukur komponen ini adalah pengukuran performansi. Pengukuran performansi merupakan pengukuran terhadap proses atau hasil kinerja individu terhadap tugas yang diberikan. Penyekoran dilakukan dosen berdasarkan rubrik yang telah dibuat sebelumnya. Rubrik merupakan panduan penyekoran yang memuat kriteria performansi. Penyekoran dapat dilakukan ketika subjek sedang bekerja atau hasil pekerjan yang diberikan. Sebelum diaplikasikan kepada subjek, instrumen yang dibuat perlu dievaluasi kualitasnya yang ditunjukkan oleh properti psikometris instrumen tersebut dari data uji coba instrumen soft skills. Pengukuran soft skills terhadap mahasiswa perlu dikenakan pada setiap kategori mahasiswa, dari mahasiswa baru, mahasiswa tingkat menengah dan mahasiswa tingkat akhir. Solichin (2011) menggunakan beberapa cara untuk mengumpulkan data pada penelitiannya tentang tingkat kompetensi soft skills guru, yaitu; kuesioner berupa daftar pertanyaan /pernyataan yang diberikan kepada responden untuk diisi, observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap perilaku guru sebagai responden dalam menularkan soft skills kepada anak didiknya, dan wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan para responden untuk mendapatkan informasi yang mendukung kuesioner dan pengamatan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
55
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Instrumen untuk memperoleh hasil belajar nontes terutama dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrumen seperti itu terutama berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widoyoko, 2009:104). DAFTAR PUSTAKA Chaturvedi, A .2011. "Communicative Approach toSoft & Hard Skills". Jurnal VSRD-IJBMR, Vol. 1 (1), 2011, 1-6. Coates, D.E. 2006. People Skill Training: Are You Getting a Return on Your Investmen .(http://www.2020insight.net/Docs4/PeopleSkill.pdf, diakses tanggal 15 Juli 2010). Donata. 2010. "How to Differentiate Between Hard Skills And Soft Skills" (http://factoidz.com/job-requirements-the-importance-of-hard-skills-and-soft-skills-inthe-workplace/. diakses tanggal 30 November 2012). Elfindri, dkk. 2010. Soft Skills untuk Pendidik. Baduose Media. Goleman, D. 2006. Kecerdasan Emosional. Edisi Bahasa Indonesia terjemahan T. Hermaya. Jakarta: PT SUN. Gymnasium 56760 Neapolis (Thessaloniki). Kechagias, K. 2011. Teaching and Assessing Soft Skills. Publisher: 1st Second Chance School of Thessaloniki (Neapolis) Str. Strempenioti, 1st and 3rd Klaus, P. 2007. The Hard Truth About Soft Skills. Collins Harper. Lorenz. K. 2009. "Top 10 Soft Skills for Job Hunters". (http://jobs.aol.com/articles/2009/ 01/26/top-10-soft-skills-for-job-hunters/, diakses tanggal 20 Januari 2011). Patrick S. O. 2001. Making College Count: a Real Wolrd Look at How to Succeed in and After College, Monster.Com, USA. Rani, S.M. E .2006. "Need and Importance of Soft Skills In Students". Vol.-II 3 Jan-June (Summer) 2010. (http://www.inflibnet.ac.in/ojs/index.php/JLCMS/article/viewFile/119/ 116, diakses tanggal 30 November 2012). Sailah, I. 2008. Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi. Jakarta: Tim Kerja Pengembangan Soft Skiils Direktorat Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Sharma, A. 2009. Professional Development for Teachers. (http://schoolofeducators.com/2009/ 02/importance-of-soft-skills-development-in-education, diakses tanggal 30 Juli 2010). Solichin, E. 2012. Tingkat Kompentensi Soft Skills Guru. Penelitian. Sudrajat, A. 2009. "Standar Pelaksanaan Proses Pembelajaran". (http://akhmadsudrajat.word press. com/2009/05/26/standar-pelaksanaan-1roses-pembelajaran/, diakses tanggal 10 Januari 2010) Widhiarso, W. 2009. "Evaluasi Pembelajaran Mata Kuliah Umum Kependidikan". Makalah disampaikan pada kegiatan seminar dan sarasehan di FIP UNY tanggal 14 Februari 2009. Widoyoko, S. Eko Putra. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Didik, Yogyakarta: Pustaka Belajar. Yuliani, S. 2012. "Apa itu Soft Skills". (http://sriyuliani.staff.fisip.uns.ac.id/kuliah/apa-itu-softskills/, diakses tanggal 30 November 2012). Zhang, A. 2012. "Cooperative Learning and Soft Skills Training in an IT Course" Journal of Information Technology Education: Research Volume 11, P 67-79.
56
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015 Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran “Rekonstruksi Kurikulum dan Pembelajaran di Indonesia” STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia 25 - 26 April 2015
Presentasi Sub Tema: Kurikulum dan Pembelajaran Pedidikan Tinggi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
58
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Problem Based Learning untuk menumbuhkan Critical Thinking dan Hasil Belajar Mahasiswa Khoirul Hasyim 1 ([emailprotected]) Abstract This study aims to determine how the role and impact of Problem Based Learning (PBL) using authentic materials in developing critical thinking skills and also enhancing learning outcomes of students of English Language Education students of STKIP PGRI Jombang in English Morphology class. Positive hypothesis in this study is that PBL was able to enhance student learning outcomes and able to develop critical thinking skills. This study is a quantitative by using experimental design. The sample was selected by using purposive sample technique. There are 40 students which is divided into two groups: the experimental group and the control group. The data obtained was processed using SPSS 16.0 for Windows. The results of this study showed that PBL is significant in improving student learning out come, especially on English Morphology class. In addition, the group work which is applied during the teaching learning process were able to develope students’ communication ability. Selection of cases based on the ability of the group and the selection of reference toward materials and problem-solving strategies which is chosen by students in cases of english morphology class is effective to develope the critical thinking process that is based on social conditions and contexts of the reality. Key Words: problem based learning, critical thinking, learning outcome Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran dan dampak Problem Based Learning (PBL) dengan menggunakan materi otentik dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan hasil belajar mahasiswa program studi pendidikan bahasa inggris STKIP PGRI Jombang dalam perkuliahan English Morphology. Hipotesis positif pada penelitian ini adalah bahwa PBL mampu meningakatkan hasil belajar mahasiswa dan mampu menumbuhkan keterampilan berpikir kritis. Penelitian ini menggunakan pendekatan keuantitatif dengan menggunakan desain eksperimental. Sample dipilih dengan menggunakan teknik purposif sample yang berjumlah 40 mahasiswa yang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental dan kelompok kontrol. Data yang didapatkan diolah menggunakan SPSS 16.0 untuk program windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PBL siginifikan dalam meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa, utamanya pada perkuliahan English Morphology. Selain itu, proses kerja kelompok yang diterapkan pada perkuliahan mampu menumbuhkan kemampuan berkomunikasi. Pemilihan kasus-kasus yang berdasarkan kemampuan kelompok serta pemilihan bahan acuan dan strategi pemecahan masalah pada kasus-kasus morfologis terbukti mampu membawa mahasiswa kepada proses berpikir kritis yang berdasarkan kondisi sosial dan konteks yang ada. Kata Kunci: problem based learning, berpikir kritis, hasil belajar
Pendahuluan Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan tinggi adalah lemahnya kemampuan mahasiswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan
1
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
59
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
masalah. Mahasiswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang seringkali hanya terfokus pada kemampuan kognitif saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki mahasiswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Alih-alih dapat menyelesaikan masalah, pengetahuan mereka seperti tidak relevan dengan apa yang mereka hadapi. Ketika mahasiswa mengikuti sebuah pendidikan tiada lain untuk menyiapkan mereka menjadi manusia yang tidak hanya cerdas tetapi mampu menyelesaikan persoalan yang akan mereka hadapi di kemudian hari dalam kehidupan dunia nyata yang sebenar-benarnya. Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan yang harus dipecahkan “Setiap perguruan tinggi dihadapkan permasalahan untuk menentukan bagaimana menyajikan materi perkuliahan sehingga mahasiswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang disiplin, tetapi juga menjadi pribadi yang pembelajar yang otonomi yang mamapu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang nantinya dapat diterapkan dalam pendidikan dan karir mereka selanjutnya.” (Stanford, 2011:1) Sudah sering mendengar keluhan mahasiswa betapa beratnya mereka mengikuti beban dari sebuah materi kuliah. Mereka dituntut untuk mengetahui segala hal yang dituntut oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat menjangkau beban tersebut, mahasiswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang mereka hadapi harus dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus membekali mereka dengan kemampuankemampuan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui pembelajaran dimana masalah dihadirkan di proses perkuliahan dan mahasiswa diminta untuk menyelesaikannya. Dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Pembelajaran bukan lagi sebagai “transfer of knowledge”, tetapi mengembangkan potensi mahasiswa secara sadar melalui kemampuan yang lebih dinamis dan aplikatif. Sebagaimanahalnya dengan mata kuliah English Morphology, keberadaaanya merupakan hal penting bagi para pembelajar Bahasa Inggris utamanya dalam mengenali dan memahami proses terbentuknya kata. Sebagai dasar pengetahuan tentang proses terbentuknya kata, keberadaan morfologi sebagai suatu ilmu akan dapat memberikan landasan tentang bagaimana menghasilkan dan membentuk kata dengan benar secara gramatikal. Lebih lanjut, dari dasar pemroduksian kata yang benar maka akan dapat dihasilkan susunan kalimat yang benar sesuai dengan tata aturannya. Kehadiran contoh-contoh kasus morfologis, umumnya adalah contoh kata yang sengaja dibuat-buat dan seringkali kata tersebut jarang ditemukan pada teks-teks sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan kesenjangan antara apa yang dikaji dan dibahas dalam perkuliahan dengan apa yang ada di dunia nyata. Terpisahnya pengalaman dunia nyata dengan pembelajaran yang terjadi di kelas menyebabkan rendahnya motivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran di perkuliahan. Hal tersebut terlihat dari hasil kuesioner yang diambil pada studi pendahuluan. Rendahnya motivasipun berdampak pula pada hasil belajar mahasiswa yang rendah pula. Pola perkuliahan yang tidak terpusat kepada mahasiswa membawa dampak minimnya keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran di kelas. Karenanya model pembelajaran yang diterapkan semestinya berubah menjadi terpusat kepada mahasiswa dengan menggunakan materi otentik yang ada di dunia nyata. Kehadiran materi yang berbasis otentik pada pembelajaran membuat pembelajaran menjadi kontekstual sehingga akan mampu menumbuhkan sikap berpikir kritis
60
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
terhadap fenomena-fenomena kebahasaan yang ada pada dunyia nyata atau fenomena kebahasaan yang berlaku sinkronis. Pembelajaran berbasis pemecahan masalah (problem based learning) merupakan metode mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, proses dimana pembelajar didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Arends, 2008). PBL (problem based learning) yang sangat erat hubungannya dengan kemampuan berpikir tinggi (berpikir kritis) dikarenakan pembelajaran ini memadukan antara kemampuan pembelajar dengan topik bahasan maupun lingkungan. Hal tersebut menunut pembelajar untuk aktif berpikir secara terpadu serta kontekstual terhadap masalah-masalah pemahaman yang mereka hadapi (Anitah, 2008). Dalam pendapatnya mengenai PBsL, Duch (1996), Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para pembelajar belajar untuk berpikir kritis serta keterampilan memecahkan masalah nyata yang ditemuai dalam kehidupan sehari-hari, dan memperoleh pengetahuan merupakan ciri khas yang dimiliki PBL. Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa PBL dirancang untuk membantu pembelajar mengambangkan keterampilan berpikir untuk menyelesaikan masalah dengan melibatkan kamampuan intelektualnya melalui situasi nyata sehingga menjadi pembelajar yang mandiri dan otonomi. Lebih jauh lagi, Stanford (2011) mengungakpakan bahwa PBL mampu membawa mahasiswa untuk bekerjasama dengan kelompok mereka untuk memecahkan masalah yang nyata dan kompleks sehingga dapat mengembangkan isi pengetahuan yang didapatkan sebagaimana mereka memecahkan masalah, menemukan alasan penyebab, berkomunikasi, serta kemampuan untuk menilai diri sendiri. Permasalahan tersebut tentunya dapat mengelola keteretarikan pembelajar terhadap materi yang mereka pelajari dikarenakan mereka menyadari bahwa mereka sedang belajar kemamapauan yang mereka butuhkan agar supaya dapat suskes dalam bidang yang mereka pelajari. PBL dilaksasakan dengan sumsi bahwa proses pembelajaran adalah aktif, terintegrasi, dan melibatkan proses pengonsktruksian faktor-faktor konteks dan sosial (Barrows, 1996; Gijselaers, 1996). Dalam pandangannya, Wilkerson and Gijselaers (1996) menyatakan bahwa PBL bercirikan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana tugas pengajar adalah sebagai fasilitator dan diseminator yang bertugas untuk menstimulasi dan memberikan batasan dalam proses pembelajaran. Hal itu menegaskan bahwa peran pengajar diharapakan mampu mengembangkan ketertarikan pembelajar terhadap materi yang sedang mereka pelajari, melakukan pengayaan materi, menciptakan situasi kerja kelompok, dan mengarahkan pembelajar untuk mampu menjadi pembelajar yang otonomi. Dalam kaitannya dengan berpkir kritis, dalam PBL pembelajar harus belajar secara sadar terhadap segala informasi yang mereka miliki terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi, serta tentang bagaimana menerapkan strategi guna memecahan masalah tersebut. Memiliki kemampuan dalam menggunakan beragam pemikiran akan membantu pembelajar mampu memecahkan masalah secara efektif dan menjadi pembelajar yang otonomi. Dalam proses inilah, keterampilan berpikir kritis akan muncul, sebagai akibat dari pengetahuan mengenali kemampuan diri sendiri sehingga mampu untuk mencari dan manyadari kebutuhan pengetahuan terhadap apa yang sedang dipelajari. Selain itu, pemilihan dan pengaplikasian strategi dalam memcahkan masalahpun akan menstimuli munculnya kemampuan berpikir kritis berdasaskan faktor konteks dan sosial nyata yang mereka hadapi.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
61
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dalam memahami informasi dan kenyataan sosial, PBL yang juga bercirikan kerja kelompok dapat menumbuhkan komunitas belajar dimana pembelajar bebas untuk mengomunikasikan ide-ide yang mereka miliki serta menyampaikan pertanyaan-pertanyaan terkait materi yang sedang dipelajari (Allen, Duch, & Groh, 1996). Hal tersebut menunjukkan bahwa ketrampilan berkomunikasi (atau mengomunikasian ide) akan meningkat seiring ketertarikan dan motivasi yang mereka dapatkan dari kelompok dimana mereka terlibat secara aktif dalam sebuah kerja sama yang terpercaya yang dilakukan oleh sesama anggota kelompok. Terhadap hal yang demikian, kerja kelompok akan dapat meningkatkan kemampuan para pembelajar, utamanya mendukung terciptanya proses berpikir kritis. Sejalan dengan hal tersebut, Asmuni et. al (2014) dalam kajiannnya menyatakan bahwa PBL efektif untuk meningkatkan kemampuan analitis pembelajar yang mendukung berkembangnya kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Secara umum, banyak pendapat para pakar yang menyatakan bahawa PBL merupakan sebuah metode yang efektif dalam menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan masalah kepada para pembelajar. Pembelajar akan membuat sebuah hubungan yang kuat antara konsep teori ketika mereka mempalajari kenyataan dengan kemampuan yang mereka miliki dengan menggunakan informasi yang mereka miliki dengan aktif dari pada hanya menerima informasi secara pasif (Gallaher, 1997; Resnick & Klopfer, 1989). Meskipun pembelajaran yang aktif membutuhkan tugas-tugas tambahan (untuk pembelajar), namun Kingsland (1996) menyatakan bahwa hasil observasinya terhadap proses belajara dengan menggunakan PBL menunjukkan hasil yang memuaskan. Kemampuan pembelajar dalam memecahkan masalah siring dengan tumbuhnya keterampilan memecahkan masalah yang mereka lakukan dalam proses pembelajaran berbasis PBL, kenyataannya mampu menumbuhkan kepercayaan diri pembelajar terutama dalam pemecahan masalah. Hal tersebut juga mendukung tumbuhnya pola belajar mandiri (otonomi). Keterampilan inilah yang nantinya akan sangat membantu mereka dalam dunia kerja yang akan mereka hadapi nantinya. Kepercayaan diri tidak tumbuh dengan sendirinya, karenanya dibutuhkan pengajar yang berfungsi sebagai diseminator, fasilitator yang mengarahkan pembejaran kepadda sebuah situasi pembelajaran yang bagus dimana tercipta hubungan positif antara pengajar dan pembelajar serta antara sesama pembelajar. Kepemilikan pembelajaran akan proses belajar yang mereka lakukan, akan mampu menumbuhkembangkan keterampilan yang mereka miliki yang nantinya akan mampu meningkatkan motivasi dan keterperolehan hasil belajar yang lebih baik (MacKinnon,1999).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain eksperimental. Sebuah desain eksperimental digunakan dimana sikap dan prestasi belajar dinilai pada sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Data dikumpulkan pada sebuah instrumen penelitian yang dapat mengukur sikap dan prestasi belajar, serta informasi lainnya dikunpulkan dan dianalisa dengan menggunakan prosedur statistik dan pengujian hipotesis (Creswell, 1994: 22). Senada hal itu, Sugiyono (2012:7) menyatakan bahwa metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
62
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Populasi dalam penelitian ini adalah kelas morfologi pada program studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang Jawa Timur Indonesia. Sebagai sampel, penelitian ini menentukan dua kelas berbeda yaitu kelas morfologi pada angkatan 2012 A dan kelas morfologi angkatan 2012 B. Tiap-tiap kelompok sampel masing-masing terdiri dari 20 mahasiswa dengan asumsi bahwa mereka memiliki pengetahuan tingkat pengetahuan yang setara berdasarkan uji homogenitas yang dilakukan sebelum penentuan sampel pada studi awal. Sampel tersebut dipilih secara pusposif, dimana purposif sampel menunjukkan bahwa peneliti memandang sampel sebagai seperangkat strategi, memilih siapa, dimana dan bagaimana menjalankan penelitian tersebut (Palys, 2008). Kelas morfologi angkatan 2012 A sebagai eksperimental grup yang mengaplikasikan metode PBL. Sedangkan, kelas morfologi angkatan 2012 B sebagai kelas kontrol yang mengapilkasikan metode diskusi dan ceramah. Pengambilan istrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tulis yang berisi soal kasus-kasus morfologi yang bersumber dari teks-teks nyata yang ada di kehidupan seharihari. Data hasil pembelajaran kemudian diolah dengan menggunakan independen sampel t-test pada SPSS 16.0 untuk program windows. Pengujian terhadap hipotesis menggunakan prosedur statistik dimana investigator menggambarkan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan sampel penelitian (Creswell, 1994: 13). Penelitian ini menggunakan beberapa prosedur sebagai berikut: (1) menentukan permasalahan pemelitian, (2) mentukan hipotesis, (3) memilih sampel, (4) memformulasikan prosedur pengumpulan data, (5) menerapkan PBL kepada kelompok eksperimental, (6) mengumpulkan data dari kedua kelompok sampel, (7) mengolah data yang terdiri dari pengecekan data, pengkalisifikasian data, penilaian dan tabulasi data, (8) menganalisa data secara statistik dengan menggunakan t-test dan, (9) menyimpulkan hasil analisis data.
Hasil Penelitian Pada penelitian ini perlakuan berbeda diterapkan pada kedua kelompok sampel. Pada kelompok eksperimental, beberapa strategi langkah pengejaran dimulai yang diadopsi dari Dion (1996) dengan memperkenalkan sebuah permasalahan (topik tertentu) pada kelas perkuliahan sebelumnya dengan sangat ringkas dan sekilas (unsur-unsur topik yang diperkenalkan tidaklah dijelaskan secara mendetil). Kemudian pada kelas PBL di awal dijelaskan tujuan-tujuan strategi yang digunakan beserta harapan-harapan setelah selesai perkuliahan. Langkah selanjutnya adalah membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 6 mahasiswa per kelompok. Setelah itu, setiap kelompok diberikan data-data morfologis yang diambil dari koran berbahasa Inggris dengan instruksi beserta soal-soal morfologis yang harus mereka pecahkan. Langkah selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk berdiskusi. Dalam diskusi tersebut mahasiswa memilih data-data morfologis yang diambil dari teks nyata berdasarkan kemampuan yang dimiliki kelompok. Pada proses selanjutnya, saat kelompok melakukan analisa dan diskusi, dosen memantau perkembanan diskusi dan meluruskan hal-hal yang menyimpang terlalu jauh dari bahasan yang mereka tentukan. Menunjukkan sumbersumber referensi yang bisa diacu. Pada akhir pembelajaran, semua kelompok memaparkan hasil temuan analisa mereka terhadap kasus-kasus morfologi yang mereka pilih serta sumber-sumber referensi yang mereka jadikan dasar. Pada tahapan ini diskusi kelas secara menyuluruh melibatkan semua kelompok Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
63
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
yang ada. Saling memberi masukan ide dan pertanyaan terjadi pada tahapan ini. Kemudian kelas diakhiri dengan menginventarisir data dan hasil analisis dan temuan setiap kelompok beserta strategi pemecahannya, termasuk permasalahan yang muncul dalam kelompok kecil mereka. Kelas eksperimental ini dilakukan selama tiga kali pertemuan yang menyesuaikan terhadap jumlah kelompok dan alokasi waktu perkuliahan. Berbeda dengan kelas kontrol, pembelajaran dimulai dengan brain storming tentang topik yang dibahas. Kemudian diberikan ceramah terhadap materi yang sedang dibahas oleh dosen. Pada tahapan ini mahasiswa hanya berlaku sebagai pendengar. Artinya perkuliahan masih terpusat pada dosen. Tahapan selanjutnya adalah melakukan diskusi klasikal. Pada diskusi ini dosen menyajikan kasus-kasus morfologis dan bersama-sama dengan mahasiswa menganalisa dan memecahkan kasus morfologis yang ada. Hal yang menjadi pembeda yang signifikan pada diskusi yang terjadi adalah mahasiswa tidak menentukan permasalahan atau kasus morfologis yang ada. Kecenderungannya adalah masalah morfologis tersebut merupakan sajian pilihan dosen. Pada akhir pembelajaran dosen mengulas kembali materi yang dibicarakan tanpa memberikan tugas apapun. Kelas ceramah dan diskusi ini berlaku selama 3 pertemuan. Pada pertemuan ke-4 diberikan tes berupa pemecahan dan analisa kasus morfologis secara individu kepada semua sampel penelitian. Penerapan PBL pada kelas eksperimental menunjukkan perbedaaan hasil belajar yang signifikan. Signifikansi tersebut terlihat dari pemerolehan nilai dari hasil post-test yang diberikan kepada kedua kelompok sampel. Hasil tes tersebut sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Table 1.1 Kelompok Kontrol (menggunakan PBL) Kelompok Eksperimental Kelompok Kontrol Subyek Nilai No. Subyek Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
64
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T
87,50
A1
57,50
85,00 86,00 91,00 79,50 79,00 87,00 88,00 85,50 83,00 84,00 85,00 88,50 85,00 85,00 87,00 87,00 87,00 91,50 85,50
B2 C3 D4 E5 F6 G7 H8 I9 J10 K11 L12 M13 N14 O15 P16 Q17 R18 S19 T20
71,00 75,00 76,50 65,50 75,00 70,50 73,00 65,00 67,50 70,00 72,50 65,00 65,00 67,50 63,00 78,50 71,00 73,50 63,00
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Data pada tabel di atas kemudian di analisa menggunakan SPSS 16.0 untuk program windows dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
65
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Group Statistics kelas Nilai
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kelas A
20
85.70
3.063
.685
Kelas B
20
69.05
5.336
1.193
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F
nilai Equal variances Equal variances assumed not assumed 8.430
Sig. T
.006 12.103
12.103
Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of Lower the Difference Upper
38 .000 16.650 1.376 13.865 19.435
30.293 .000 16.650 1.376 13.842 19.458
Analisis t-test untuk kedua sampel independen dilakukan dengan asumsi varian yang sama. Maka Ho= kedua sampel adalah identik (PBL dan Ceramah Diskusi adalah sama). Sedangkan Ha= kedua sampel adalah tidak identik ( PBL dan Ceramah Diskusi adalah tidak sama). Berdasakan hasil perhitungan SPSS diperoleh nilai t hitung sebesar 12, 103 dan T tabel untuk taraf signifikansi pada data homgen adalah (sig. > 0.05) yang artinya bahwa ada pebedaan yang signifikan antara hasil belajar kelompok ekperimental (PBL) dengan kelompok kontrol (ceramah diskusi). Dari data t hitung 12,103 > 0.05 juga menunjukkan bahwa efektifitas pembelajaran yang berorientasi (bertolok ukur pada nilai) menyatakan bahwa PBL efektif dalam meningkatkan kemampuan analisa morfologi mahasiswa. Pada kemampuan berpikir kritis, jelaslah tampak bahwa ulasan dan penyimpulan tentang cara-cara yang ditempuh kelompok yang berupa strategi pemecahan masalah, termasuk juga dengan pemilihan berbagai sumber acuan teori yang dipilih terhadap kasus morfologis yang mereka pilih dapatlah pula dikatakan bahwa hal tersebut menunjukkan tingkat berpikir tinggi, yang artinya berpikir secara kritis berdasarkan input sosial (berupa kemampuan kelompok) serta kanyataan kasus morfologis yang dipecahkan.
Rekomendasi 1.
66
Kebutuhan untuk menentukan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan pembelajar sangatlah diperlukan. Utamanya pada kasus pembelajar di tingkatan perguruan tinggi yang seharusnya mampu menerapkan proses berpikir secara kritis terhadap persoalan-persoalan nyata yang mereka temui, sehingga nantinya bisa menunjang karir mereka di dunia kerja.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
2.
3.
Penerapan PBL akan menjadi sebuah mata elang baru dalam mengembangkan proses berpikir kiritis serta kemampuan hasil belajar, terutama dengan menggunakan materi otentik yang ada di dunia nyata. PBL bisa diterapkan dalam berbagai pembelajaran terutama yang menuntut dan mengarahkan pembelajar untuk menjadi pembelajar yang otonom, dalam kaitannya mampu mengenali kemampuan diri sendiri serta kemampuan untuk mengomunikasikan ide-ide baru serta berani untuk manyampaikan klarifikasi terhadap permasalahn yang mereka hadapi.
Daftar Pustaka Allen, D. E., Duch, B. J., & Groh, S. E. 1996. The power of problem-based learning in teaching introductory science courses. In L. Wilkerson & W. H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based Learning to higher education: Theory and practice.San Francisco: Jossey-Bass. Arrends Richard I. 2008. Learning To Teach edisi ke-7 buku 2. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Asmuni & Hasyim, Khoirul. 2014. Students’ analytical ability toward case and policy on teaching profession through the integration of hard skills and soft skills by using problem-based learning strategy. (a case study on the students of teaching profession class at STKIP PGRI Jombang). Paper on The 7th International Conference on Educational Research: 13-14 September 2014, Faculty of Education, Khon Kaen University, Thailand. P. 903-909 Barrows, H. S. 1996. Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview. In L.Wilkerson & W. H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and practice. San Francisco: JosseyBass. Creswell, J. W. 1994. Research Design : Quantitative And Qualitative Approach. London : Sage Dion, L. 1996. But I teach a large class. Available on-line at: http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-bisc2.html. Finkle, S.L. y Torp, L.L., 1995. Introductory Documents. Illinois Math and Science Academy. Gijselaers, W. H. 1996. Connecting problembased practices with educational theory. In L.Wilkerson & W. H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and practice. San Francisco: Jossey-Bass. Gallagher, S. A.1997. “Problem-based learning: Where did it come from, what does it do, and where is it going?” Journal for the Education of the Gifted, 20 (4), 332-362. Kingsland, A. J. 1996. “Time expenditure, workload, and student satisfaction in roblembased learning.” In L. Wilkerson & W. H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based Palys, Ted.2008. Purposive Sampling in Lisa M. Given (Ed.).2008. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods. Sage: Thousand Oaks, CA, Vol.2, pp.697-698. Resnick, L. B., & Klopfer, L. E. 1989. “Toward the thinking curriculum.” In L. B. Resnick & L. E.Klopfer (Eds.), Toward the thinking curriculum:Current cognitive research (pp. 118). Reston, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Sri Anitah W. dkk. 2008.Strategi Pembelajaran, Jakarta. Penerbit Universitas Terbuka Stanford. 2011. Problem Based Learning. Stanford University Newslwtter on Teaching. Winter, Vol. 11, No. 1 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
67
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Podcast untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Mahasiswa STKIP PGRI Jombang Yunita Puspitasari 2 Adib Darmawan 2 & Ida Setyawati 2 ([emailprotected]) Abstract Teaching listening strategies that do not provide training but leaning on listening tests can lead to students’ failure in comprehending aural texts. This article discusses how listening teaching does not turn into listening test. Podcast is chosen as listening teaching material because it has variety of themes, levels of difficulty, inexpensive and easily segmented. Podcast can facilitate students to practice listening strategies. Two cycles of collaborative action research was conducted to find out how to apply Podcast in Listening I. The research findings show that Podcast are not only able to enhance students' listening ability but also increase their active participation during learning activities. The results illustrate procedures in using Podcast as teaching materials that can enhance students’ listening ability. The procedures includes of two instructional stages, namely PrePod and PresPod. Keywords: Podcast, materials, listening ability, teaching listening Abstrak Pengajaran strategi menyimak yang tidak menyuguhkan latihan, tetapi lebih bersandar pada tes menyimak dapat menyebabkan kegagalan memahami teks lisan. Artikel ini mendiskusikan bagaimana pengajaran menyimak tidak menjadi tes menyimak. Podcast dipilih sebagai materi pengajaran menyimak karena podcast memiliki tema yang bervariasi, tingkat kesulitan yang beragam, murah dan mudah disegmentasi. Podcast dapat memfasilitasi mahasiswa untuk berlatih strategi menyimak. Dua siklus penelitian tindakan kolaborasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana Podcast digunakan dalam mata kuliah Listening I. Hasil penelitian menunjukan bahwa Podcast tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa, tetapi juga dapat meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam kegiatan belajar. Hasil penelitian berupa prosedur pengajaran menggunakan Podcast sebagai materi pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa. Prosedur tersebut meliputi dua tahap, yaitu PrePod dan PresPod. Kata Kunci: Podcast, materials, listening ability, teaching listening.
Pendahuluan Diskusi tentang pengajaran bahasa, terutama bahasa Inggris, masih tentang bagaimana menciptakan suasana yang nyaman dalam proses belajar mengajar, karena suasana seperti itu dapat memotivasi belajar bahasa. Saepulmillah (2008) berpendapat bahwa motivasi merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar bahasa. Dengan demikian, mengajar bahasa Inggris harus disampaikan dalam suasana nyaman yang dapat memotivasi belajar siswa. Dalam rangka membangun suasana tersebut, guru* harus kreatif dan inovatif. Sejalan dengan itu Brown (2007: 68) menyebutkan bahwa teknik pengajaran kelas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dalam belajar bahasa asing. Dengan demikian, guru memiliki peran penting dalam menentukan strategi pengajaran yang efektif dan dapat memotivasi siswa. Guru juga memiliki tanggung jawab untuk mendorong 2
Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur
68
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
siswa belajar bahasa Inggris baik di dalam maupun di luar kelas. Guru juga perlu memberikan kesempatan kepada siswa mendapatkan eksposur ke bahasa target. Di antara empat keterampilan berbahasa, menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang dapat menampung masukan bahasa dan memfasilitasi siswa untuk belajar bahasa asing. Melalui keterampilan ini siswa dapat memperoleh bahasa. Keterampilan menyimak yang baik membuka lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan masukan lebih dari bahasa target, Inggris. Selain itu, menyimak merupakan media komunikasi dengannya pesan ditransfer. Dalam hal ini, menyimak tidak dapat diabaikan begitu saja dalam pengajaran bahasa, serta sebagai media untuk mengkomunikasikan bahasa. Richards dan Renandya (2002: 235) menyatakan bahwa pemahaman melalui menyimak adalah inti dari akuisisi bahasa kedua dan karena itu menuntut perhatian yang jauh lebih besar dalam pengajaran bahasa. Gebhard (2000: 143) bahkan secara langsung menunjukkan bahwa mendengarkan bukanlah keterampilan pasif. Menyoroti pentingnya menyimak, Nations dan Newton (2009: 37) menyatakan bahwa menyimak adalah prekursor alami untuk berbicara. Tahap awal perkembangan bahasa dimulai dengan menyimak. Menyimak dianggap sebagai keterampilan kali pertama, di antara empat keterampilan berbahasa, yang diperkenalkan dalam pembelajaran bahasa. Kegiatan menyimak merupakan proses interaktif, karena itu harus disajikan dalam proses pengajaran sebagai suatu proses interaktif. Dengan demikian, penting untuk mengajarkan menyimak secara efektif. Sayangnya, usaha yang dilakukan dalam menghadirkan menyimak efektif dalam pengajaran menyimak masih sangat kecil (Saha dan Talukdar: 2008). Saha dan Talukdar juga menunjukkan bahwa kesalahpahaman Pendekatan Komunikatif di Bangladesh membuat guru tidak memberikan praktek menyimak yang memadai bagi para siswa. Kasuskasus serupa masih terjadi di beberapa kelas bahasa Inggris di Indonesia, siswa jarang mendapatkan kegiatan menyimak yang dapat membangkitkan motivasi mereka dalam belajar bahasa Inggris. Dalam kelas tersebut guru biasanya hanya duduk dan memainkan kaset sementara siswa mendengarkan dengan keras agar dapat menjawab beberapa pertanyaan. Strategi menyimak jarang disajikan. Tampaknya bahwa karakteristik bahasa alami yang diucapkan sama sekali tidak ada dan praktek menyimak tidak ada.. Masalah lain muncul dari segi materi dan fasilitas belajar. Guru sering mengeluhkan keterbatasan materi dan fasilitas dalam mendukung pengajaran. Khususnya, dalam penelitian ini, penelitian awal menunjukkan bahwa mahasiswa menemukan kesulitan dalam menangkap ucapan-ucapan, tidak terbiasa dengan kosakata lisan, dan gagal untuk mendapatkan tujuan dari teks lisan. Walaupun fasilitas telah memadai, mahasiswa menganggap menyimak itu sulit karena mereka harus menangkap apa yang mereka dengar dalam waktu yang terbatas. Alhasil, mereka lelah dan sulit untuk berkonsentrasi. Mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengingat pesan dari apa yang telah mereka dengarkan, jika diberikan kesempatan menyimak yang terbatas; sehingga mereka lemah dalam menangkap pesan lisan. Perlu digaris bawahi bahwa dosen** seharusnya mengajar menyimak bukan menguji menyimak. Sekali lagi, peran dosen sangat penting dalam menentukan bagaimana proses belajar mengajar secara efektif dapat meningkatkan kemampuan siswa menyimak. Brown (2007: 340) menganjurkan guru untuk mengambil peran sebagai fasilitator yang menawarkan bantuan kepada siswa dalam menciptakan sebuah pengajaran yang menarik dan memotivasi. Dengan demikian pengajaran menyimak harus disajikan dengan tepat agar dapat mendukung proses pembelajaran yang bermakna.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
69
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Perkembangan praktek belajar mengajar telah membawa beberapa wawasan bagaimana mengajar menyimak. Sebuah alternatif pengajaran menyimak yang dapat menjawab kebutuhan para siswa adalah penggunaan Internet. Internet menawarkan fitur yang luar biasa untuk pengajaran menyimak. Salah satu dari beragam fitur Internet yang populer untuk mengajar menyimak adalah Podcast. Meskipun ada banyak fitur lainnya yang dapat menjadi sumber yang bagus untuk mengajarkan menyimak seperti Facebook, Webblog, Videocast, dan You-tube, Podcast masih mengungguli dalam pengajaran menyimak. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa Podcast secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan siswa menyimak (Baehaqi: 2009; Juniardi: 2008; Yamarmanto: 2008). Oleh karena itu, di antara alternatif dalam mengajar menyimak sebagaimana disebutkan di atas, penelitian tentang Podcast sebagai strategi alternatif untuk meningkatkan kemampuan menyimak masih perlu dilakukan. Artikel ini menggambarkan bagaimana Podcast diimplementasikan dengan model yang berbeda, dan pada setting dengan fasilitas yang memadai namun dengan input sekolah yang berbeda. Tidak seperti penelitian terdahulu (Juniardi: 2008;Yumarnamto dan Wibowo: 2008; Kavaliauskienė: 2008, Najamuddin: 2009), kali ini Podcast dihadirkan dengan segmemtasi Podcast dan Podcast worksheet yang berisi key concept, self monitoring, 5wh/1h, dan tabel informasi. Kekhususan inilah yang membuat penelitian tentang masih Podcast perlu dilakukan. Gambaran strategi pengajaran menyimak dengan menggunakan Podcast pada artikel ini dikhususkan pada penggunaan Podcast dalam meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa STKIP PGRI Jombang. Artikel ini diawali dengan pembahasan metode penelitian yang digunakan, dilanjutkan dengan paparan hasil penelitan. Berikutnya artikel ini menyajikan pembahasan hasil penelitian, simpulan dan saran.
Metode Penelitian Metode Penelitian Tindakan Kolaboratif digunakan untuk menggambarkan bagaimana strategi tersebut dapat meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa. Penelitian ini mengikuti siklus penelitian tindakan sebagai prosedur penelitian (Koshy, 2005:4); siklus dapat dilihat pada Gambar 1.
Cycle 1 PLAN
Cycle n
Cycle 2 ACT
REVISED PLAN
ACT
REFLECT
REFLECT
OBSERVE
OBSERVE
Gambar 1 Diagram Prosedur Penelitian Tindakan (Kemmis dan Mc Taggart, 2000:595 dikutip dalam Koshy, 2005: 4)
70
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Peneliti bertindak sebagai praktisi dan memulai penelitian dengan melakukan studi pendahuluan. Di sini, kolaborator adalah dua dosen dari Program Studi Pendidikan bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang yang membantu peneliti dalam mengamati proses belajar mengajar, administrasi tes menyimak dan kuesioner. Para kolaborator memegang gelar master dari universitas terkemuka dan telah mengajar bahasa Inggris di perguruan tinggi selama lebih dari sepuluh tahun. Peneliti dengan bantuan kolaborator membuat perencanaan. Dengan menggunakan kolaborator, peneliti percaya bahwa temuan akan lebih dapat dipercaya, karena pengumpulan data melalui triangulasi teknik dan sumber data. Subyek penelitian adalah mahasiswa semester tiga STKIP PGRI Jombang. Subjek dipilih karena di kelas ini ditemukan banyak permasalahan berkenaan dengan kemampuan menyimak mahasiswa seperti yang telah dibahas pada pendahuluan. Ada 40 mahasiswa di kelas A yang mengambil mata kuliah Listening I. Kelas ini terdiri dari siswa yang heterogen dalam hal kemampuan menyimak, jenis kelamin, sosial ekonomi, dan etnis, karena pembagian kelas angkatan tahun 2011 dilakukan secara acak dari kelas 2011A sampai dengan kelas 2011F. Penelitian tindakan kolaboratif ini terdiri dari dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat pertemuan. Tiga pertemuan adalah pelaksanaan strategi, dan pertemuan terakhir dikhususkan untuk tes hasil belajar. Sebelum pelaksanaan strategi, kriteria keberhasilan telah ditetapkan untuk merefleksikan keberhasilan siklus. Keberhasilan itu ditetapkan pada kemampuan menyimak mahasiswa dan partisipasi mahasiswa selama pelaksanaan strategi. Berdasarkan kriteria keberhasilan, instrumen penelitian dipilih. Data penelitian dikumpulkan melalui tes hasil belajar, daftar periksa observasi, dan catatan lapangan. Tes hasil belajar diberikan untuk memperoleh bukti pada kemampuan menyimak mahasiswa, sementara daftar periksa observasi dan catatan lapangan digunakan untuk merekam partisipasi siswa selama pelaksanaan penggunaan Podcast dalam pengajaran menyimak. Data kemampuan menyimak dianalisis secara kuantitatif untuk melihat poin peningkatan kemampuan yang dinyatakan meningkat jika rata-rata tes hasil belajar mahasiswa melebihi rata-rata tes awal sebanyak 20 poin. Data pada partisipasi siswa dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan data reduction, data display dan conclusion drawing. Dua siklus dilakukan, karena pada siklus I peningkatan kemampuan menyimak siswa belum terlihat. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata tes hasil belajar mereka pada siklus 1 yang tidak mencapai 20 poin peningkatan sebagai kriteria keberhasilan, meskipun secara umum pengamatan menunjukkan peningkatan partisipasi mahasiswa. Oleh karena itu, beberapa revisi dibuat dalam hal prosedur pengajaran untuk mendapatkan cara pengajaran yang lebih efektif . Revisi dibuat sebelum pelaksanaan siklus ke dua, antara lain: penggunaan kamus dan pemberian bimbingan dosen secara intens pada tiap kelompok.
Hasil Penelitian Berdasarkan permasalahan yang didapat pada penelitian pendahuluan, diketahui bahwa kemampuan menyimak mahasiswa kurang. Selain itu, data kuesioner tentang proses pembelajaran menyatakan bahwa proses pembelajaran menyimak dan materi pengajaran sebelum adanya tindakan kurang bervariasi. Permasalahan yang muncul tersebut kemudian diatasi dengan memberikan tindakan berupa penggunaan Podcast sebagai sumber materi. Pada Siklus 1, peningkatan partisipasi mahasiswa dalam proses belajar dan pembelajaran belum dapat memenuhni kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Rerata skor tes hasil belajar menyimak hanya dapat meningkat 11.58 poin. Hal tersebut dikarenakan masih ada 10 mahasiswa denga Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
71
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
poin peningkatan di bawah 10 poin. Akan tetapi, mahasiswa menunjukan anutisasme mereka pada proses pembelajaran di kelas. Mahasiswa mendapati Podcast sebagai media sekaligus sumber belajar yang menarik. Selain itu segementasi Podcast membantu mereka berlatih strategi menyimal. Pada Siklus 2, setelah dilakukan revisi pada langkah-langkah pembelajaran, peningkatan pada kemampuan menyimak tampak jelas dengan rata-rata poin peningkatan 20.31. Kemampuan menyimak mahasiswa sudah dapat menjawab tingkat kemampuan yang ditetapkan pada kriteria sukses. Pada aspek keterlibatan mahasiswa dalam proses belajar mengajar, level kategori partisipasi mahasiswa masuk kategori baik. Dengan kata lain sekitar 26 sampai dengan 35 mahasiswa menunjukkan kontribusi positif pada proses belajar mengajar menyimak dengan menggunakan Podcast.
Pembahasan, Simpulan, Saran Data dari pengamatan menunjukkan bahwa mahasiswa bisa memiliki pemahaman yang lebih baik dengan meminta dosen untuk memutar ulang Podcast. Pengulangan ini bisa dilakukan untuk Podcast utuh atau potongan ucapan-ucapan yang merupakan segmentasi dari file audio Podcast. Harmer (2007:305) menganjurkan bahwa siswa akan mendapatkan lebih banyak manfaat dari pembelajaran menyimak jika materi audio diputar ulang dua kali atau lebih. Dia juga menyatakan bahwa dalam kegiatan menyimak, guru harus memberikan bantuan yang tepat sehingga siswa akan memahami lebih baik dari yang mereka lakukan sebelumnya. Temuan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran teks lisan perlu diperdengarkan berulang-ulangan dengan bimbingan dari dosen agar mereka dapat berlatih menyimak secara efektif. Dengan demikian kegiatan menyimak yang membatasi mahasiswa dalam menyimak teks lisan tidak dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakan kepada mahasiswa. Dosen dapat memberikan bimbingan bagaimana menyimak yang efektif dengan bantuan segmentasi Podcast. Aktifitas pembelajaran semacam ini tidak mudah dilakukan dengan kaset ataupun CD (Compact Disk). Segmentasi bisa dilakukan dengan CD, tapi tidak semudah seperti memotong file-file Podcast. Hasil penelitian menunjukkan manfaat lebih dari file audio Podcast dibanding dengan kaset atau CD dalam meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa. Podcast merupakan materi pengajaran menyimak yang mudah didapat dan murah. Jika dibandingkan dengan materi menyimak pada kaset ataupun CD, Podcast tentu saja lebih murah. Tidak semua isi materi pengajaran yang ada dalam kaset dan CD sesuai dengan tujuan instruksional pembelajaran sehingga diperlukan biaya lebih, karena untuk memenuhi tujuan instruksional kadang memerlukan lebih dari satu kaset atau CD. Hal lain adalah bahwa meskipun kaset komersial atau CD mudah didapat dan hadir dalam varian tingkat kesulitan dan tema, audio dalam kaset dan CD tidak mudah disegmentasi. Temuan menunjukkan bahwa segmentasi bahan audio Podcast sangat diperlukan untuk membantu mahasiswa berlatih menyimak. Dosen dapat memainkan podcast yang sudah tersegmentasi untuk membantu mahasiswa mengenali potongan-potongan kalimat kunci. Memperdengarkan podcast yang tersegmentasi juga dapat mengubah persepsi mahasiswa bahwa mereka harus mengetahui arti dari semua kata-kata dalam teks lisan untuk memahami pesan teks. Beberapa mahasiswa berpersepsi bahwa setiap kata atau ujaran yand ada dalam teks lisan itu pentingnya. Sayangnya, persepsi seperti ini secara tidak sadar sering dipupuk oleh guru/dosen (Ur, 1996:111). Upaya untuk memahami setiap kata atau ujaran dalam teks lisan sering mengakibatkan pemahaman yang tidak efektif serta perasaan kelelahan dan kegagalan. Ur (1996:112) sependapat bahwa mahasiswa sebaiknya diajarkan 72
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
untuk menyimak efektif, memilih kosakata atau ujaran kunci yang penting dan mengabaikan kosakata yang mungkin dapat diabaikan. Khususnya dalam penelitian ini, Podcast digunakan di kelas secara offline dengan segmentasi. Podcast bisa meningkatkan kemampuan menyimak jika digunakan dalam bentuk segmen dan file utuh, dan dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa dan tujuan instruksional. Penggunaan Podcast di kelas semacam ini sejalan dengan apa yang Kavaliauskienė (2008) telah sarankan, bahwa Podcast, pembelajaran secara online, akan lebih baik dalam meningkatkan siswa jika dikombinasikan dengan tatap muka di kelas. Memperdengarkan segementasi Podcast sambil membimbing dan memberikan model bagaimana mendapatkan potongan kata-kata yang tepat, seperti dalam penelitian ini, telah menunjukkan bahwa Podcast yang digunakan secara offline dengan tatap muka, dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa. Pada penelitian ini terungkapkan bahwa mahasiswa yang jarang mendengarkan teks lisan otentik masih membutuhkan bimbingan untuk memahami teks dan memperdengarkan file audio dengan berulang-ulang sesuai kebutuhan mahasiswa dapat membantu mahasiswa memahami pesan teks lisan dengan lebih baik. Hal ini mendukung Stanley (2006) dan Beare (2009) bahwa Podcast tetap dapat memberikan keuntungan jika digunakan di dalam kelas, karena Podcast merupakan akses mendapatakan bahasa otentik. Temuan juga menunjukkan bahwa mahasiswa tertarik dengan materi audio baru. Podcast itu menarik bagi para mahasiswa karena berisi bahasa yang otentik diucapkan oleh penutur bahasa Inggris (Kilickaya: 2004). Selama mengajar beberapa mahasiswa bahkan menirukan ucapan-ucapan otentik tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Juniardi (2008), ia menyatakan bahwa mahasiswa menyukai materi Podcast, karena kontekstual dan otentik. Beberapa penelitian lain (Yumarnamto dan Wibowo: 2008; Kavaliauskienė: 2008, Najamuddin: 2009) juga menegaskan bahwa Podcast dapat mencuri perhatian mahasiswa. Motivasi positif tersebut dapat mendorong pembelajaran mahasiswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Podcast sebagai materi pembelajaran dapat memotivasi mahasiswa. Motivasi ini berkontribusi banyak dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa (Sapulmillah: 2008, Harmer, 2007:98). Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan bahwa terbatasnya bahan ajar tidak bisa disalahkan, karena Podcast adalah alternatif yang baik sebagai sumber materi. Chinnery (2007) mengatakan Podcast yang dapat memerangi hambatan dalam pengajaran seperti kualitas audio yang buruk dan keterbatasan bahan ajar . Selain itu, Man-Man (2006) menyatakan bahwa dengan imajinasi dan kreativitas, guru bahasa kedua/asing akan mampu melakukan yang terbaik dalam menggunaan teknologi-teknologi baru untuk mengembangkan siswa mereka. Dari temuan dan menyoroti studi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan podcast sebagai materi menyimak mengungguli sumber materi lain seperti kaset dan CD. Dengan keunggulan tersebut Podcast sebagai materi pengajaran menyimak dapat meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa STKIP PGRI Jombang, Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan siswa . Peningkatan nilai tes prestasi mencapai lebih dari 20 poin dan peningkatan partisipasi mahasiswa mencapai kategori baik. Penggunaan Podcast sebagai materi adalah salah satu cara yang tepat untuk mengajarkan dan memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami teks lisan. Oleh karena itu, prosedur tertentu harus diikuti. Prosedur dibagi menjadi dua yaitu, PrePod dan PresPod. Persiapan sangat penting dalam menerapkan strategi ini. PrePod adalah tahapan persiapan yang dilakukan dalam menguunakan Podcast pada mata kuliah menyimak. Pertama, guru harus Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
73
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menelusuri untuk mencari Podcast yang sesuai dengan kebutuhan baik mahasiswa dan tujuan instruksional. Kedua, guru harus memanipulasi podcast sehingga mereka siap untuk disajikan di kelas. Manipulasi itu terutama dalam hal segmentasi Podcast yang dapat memfasilitasi mahasiswa dalam memahami teks lisan dan mempraktekkan strategi mereka . Persiapan selanjutnya adalah membuat lembar kerja mahasiswa yang mendukung penyajian materi podcast. PresPod adalah proses presentasi Podcast dalam pembelajaran menyimak. Dalam presentasi, teknik tiga-fase mencakup kegiatan awal, inti dan akhir. Dalam presentasi ini guru harus dapat memfasilitasi para siswa untuk berlatih strategi . Fase-fase itu antara lain: (1) membangun konteks pembelajaran dan melakukan brainstorming, (2) memberikan pertanyaan prediksi pada konteks, (3) memanfaatkan gambar dan membahas tata bahasa dan kosa kata penting yang akan muncul di Podcast, (4) memberikan bantuan personal (5) membiarkan mahasiswa secara intensif mendengarkan Podcast, (6) dan menanggapi kartu yang disediakan dalam lembar kerja, (7) memberikan pemodelan strategi dengan menggunakan Podcast tersegmentasi, (8) diskusi kelompok dan mengidentifikasi informasi dalam teks, (9) diskusi kelas untuk meninjau tugas dalam lembar kerja, dan (10) melakukan refleksi pembelajaran. Studi ini mengungkapkan bahwa Podcast membuat pengajaran menyimak menjadi menyenangkan dan teks lisan mudah dimengerti. Selama proses belajar, mahasiswa terlihat lebih menikmati kelas menyimak dengan Podcast, jika dibandingkan dengan pengajaran konvensional seperti yang biasanya dilakukan sebelum pelaksanaan strategi ini. Dengan kata lain, melalui strategi ini mahasiswa mendapat banyak pengalaman, mahasiswa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras, menciptakan suasana yang positif, dimana belajar berbagi diperoleh dan dibahas secara interaktif. Penggunaan Podcast mendorong kesempatan berinteraksi dan berkomunikasi antara mahasiswa. Podcast juga mendorong mahasiswa mengembangkan strategi menyimak seperti menyimak untuk ide-ide pokok dan detail. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya mengukur keberhasilan melaui tes kemampuan menyimak mahasiswa dan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran dalam kelas. Kegiatan pembelajaran individu atau menyimak ekstensif hanya untuk melatih pembiasaan belajar mandiri, bukan merupakan variable penelitian. Penelitian ini hanya terfokus pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas sehingga peneliti selanjutnya dapat meneliti pada lingkup yang lebih luas. Pada penelitian ini strategi penggunaan Podcast diperkaya dengan adanya lembar kerja yang berisi Key concept, Self Monitoring card, 5Wh dan 1H, dan tabel. Lembar kerja dibuat sesuai kebutuhan mahasiswa karena itu lembar kerja Podcast dapat dibuat dalam bentuk lain. Dengan persiapan yang matang dan kreatifitas dosen lembar kerja Podcast dapat dibuat menarik dan bermakna untuk memfasilitasi mahasiswa mengasah keterampilan berbahasa.
Daftar Pustaka Beare, K. 2009. Introduction to English Listening Podcast. (Online), (http://esl.about.com/od/ englishlistening/a/intro_podcasts.html, accessed October 10, 2009) Brown, H.D. 2007.Teaching by Principle: An Interactive Approach to Language Learning Pedagogy. New York: Longman. Chinnery, G. M. 2007. Going to the MALL: Mobile Assisted Language Learning. Language Learning and Technology, 10 (1): (pp. 9-16)
74
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gebhard, J.G. 2000. Teaching English as a Foreign or Second Language: A Teacher SelfDevelopment and Methodology Guide, Ann Arbor: Michigan University Press. Harmer, J. 2007. The Pracrice of English Language Teaching. Harlow: Pearson Education Limited. Juniardi, Y. 2008. Improving Students’ Listening Skill through Podcasting Program. Paper presented in Asia TEFL Conference Bali, 23rd August. Kavaliauskienė, G. 2008. Podcasting: A Tool for Improving Listening Skills. (Online). (http://www.iatefl.org.pl/call/j_techie33.html, accessed on 15 November 2009) Kilickaya, F. 2004. Authentic Material and Cultural Content in EFL Classrom. (Online), (http://iteslj.org/Techniques/Kilickaya-AutenticMaterial.html, accessed on 15 November 2009) Koshy, V. 2005. Action Research for Improving Practice. London: Paul Chapman Publishing. Thesis Man-Man, T. 2006. Developing Students’ Listening and Speaking Skills through ELT Podcasts. Education Journal. 34 (2):115-134. Nation, I.S. P. & Newton, J. 2009. Teaching ESL/EFL Listening and Speaking. New York: Routledge. Richard, J.C. & Renandya, W. A. 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology of Current Practice. Cambridge: Cambridge university Press. Saepulmillah, A. (2008). The use of English Pop Songs in the Teaching of Listening at MTs. Pamoyanan Tasikmalaya. (UnPublished Thesis).State University of Malang. Saha, M. & Talukdar, A. R. 2008. Teaching Listening as an English Language Skill. (Online) (http:// httpwww.articlesbase.com/languages/articles/teaching-listening-as-an-englishlanguage-skill/367095.html, retrieved on September 12, 2010) Stanley, G. 2006. Podcasting: Audio on the Internet Comes of Age, TESL-EJ, 9 (4). Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching: Practice and Theory. Cambridge: Cambridge University Press. Yumarnamto, M & Wibowo, B. H. S. 2008. Podcasts and Videocasts from the Internet to Improve Students’ Listening Skills. Paper presented in Asia TEFL Conference Bali, 23rd August.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
75
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategies of Successful and Less Successful Students of English Education Department STKIP PGRI Jombang in Completing Tenses Tasks Erma Rahayu Lestari 3 ([emailprotected]) Banu Wicaksono 3 ([emailprotected]) Abstract Student centered learning as the idea of constructivism theory has become an education research focus. Investigating strategy of learners in completing tenses task, teachers may adjust their teaching method to the students’ need within structure lesson. This research aims at identification of learning strategies used by both successful and less successful learners in completing tenses tasks. Within this case study research, twenty students were selected as subject of the research. They were grouped into successful and less successful learners based on tenses test given previously. They were subjected to perform think aloud and interview sections. The result of this study indicates that successful learners uses cognitive strategies in varied and advanced way they uses elaboration strategy with correct picturing of sentence situation and context. Grouping strategy, which classifies verbs into event or state, is reported to used as well. While less successful learner applies analyzing expression strategy that focus on the time expressions and deduction strategy which lies sentence analysis to tenses patterns. Keywords: learning strategies, successful learners, less successful Abstrak Pengajaran berpusat pada pembelajar dalam teori konstruktivis menjadi focus penelitian pendidikan saat ini. Mengetahui strategi pembelajar yang digunakan untuk menyelesaikan soal tenses akan memberikan informasi cara mereka belajar sehingga penyesuaian dapat dilakukan pada metode pengajaran mata kuliah structure. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi apa yang digunakan oleh pembelajar yang berhasil dan yang kurang berhasil pada saat menyelesaikan soal-soal tenses, Dengan menggunakan metode penelitian case stud, dua puluh orang dipilih menjadi responden dan dibagi menjadi pembelajar yang berhasil dan yang kurang berhasil berdasarkan pada tenses test. Mereka diminta untuk menjalankan think aloud dan interview. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pembelajar yang berhasil menerapkan strategi kognitif mereka dengan cara yang lebih beragam. Mereka menjawab soal dengan elaboration strategy dengan mengilustrasikan situasi dan konteks kalimat. Selain itu mereka juga mengunakan grouping strategy dimana mereka mengklasifikasikan event atau state verbs. Sementara itu pembelajar yang kurang berhasil lebih banyak bergantung pada analyzing expression strategy yang terfokus pada penggunaan keterangan waktu. Selain itu mereka juga banyak menerapkan deduction strategy untuk menganalisa kalimat berdasarkan rumus tenses Kata Kunci: strategi belajar, pembelajar yang berhasil, pembelajar yang kurang berhasil
Introduction Learning strategies are some procedures applied by the learners to facilitate them learning second or foreign language. Oxford (1990: 63) defines learning strategies as “specific actions, behaviors, steps, or techniques --such as seeking out conversation partners, or giving oneself encouragement to tackle a difficult language task -- used by students to enhance their own learning.” The learners are aware that they face difficulties in learning a language. Based on the awareness, they start thinking a set of actions that can ease the difficulty and improve their
3
Dosen Prodi. Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang
76
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
understanding, such as seeking the meaning of words within their dictionary, making conversation with partners, discussing with the teacher and so forth. Learning strategies are good indicators of how learners come up to tasks or problems that appear during the process of language learning. In other words, learning strategies give language teacher valuable clues about how their students assess the situation, plan, select appropriate skills to understand, learn, remember new input presented in the language classroom. However, there are some areas in language learning strategies which remain scarce and researchers are only beginning to make inroads. Anderson (2005:766) writes that there is a great lack in studying learning strategies used by L2 learners to learn and understand the elements of grammar. Grammar is the basis of language, thus mastery of grammar is a prerequisite for effective language learning. Oxford (1990: 17) asserts that grammar is also language skill and it intersects and overlaps with the four language skill in particular way. It is noticed that STKIP PGRI students have problem in grammar learning especially in learning tenses. Students still need to learn tenses since tenses to be one subject that should be mastered as the basis of their knowledge. In practice, STKIP PGRI Jombang English Education Department students are recognized to vary in range from the most successful learners with most excellent scores in English tenses to the unsuccessful one. The various range of students’ achievement, in fact, is apart from the way of teaching. There is a trend in STKIP PGRI Jombang to leave inductive way of teaching and teach students more deductively, including the teaching of tenses in grammar subject. This condition gets the students to learn the lesson more independently. Despite the revision way of teaching, the students’ problem of better understanding in tenses persists. The reason to this issue may lie on the students themselves. Students are not aware that generally they use different strategies while learning English tenses. Therefore, no wonder their achievements in learning are different as well. Brown (2007: 118) assumes that those who are successful use good learning strategies, while those who are unsuccessful may not use them. Learning strategies used by the both group tenses learners may become a good investigation that will uncover the gap between two. Furthermore, besides the learning strategies understanding by the learners, learning strategies in learning tenses should be recognized by the teacher because teacher can help students to optimize their strategies that results to the better tense learning achievement. If teachers are familiar with the learning strategies, they can introduce the strategies or even teach them to the students. Besides teaching the learning strategies, teachers may create a situation in classroom in which the learners can apply better learning strategies. Richard (2001:101) promotes that an institution need to have an analysis for developing curriculum and learners is one of the key factors. Since there is lack awareness of the learning strategies used by students in completing tenses task, the researcher considers to find answer to the following research questions: In what ways do successful and less successful students of English Education Program, STKIP PGRI Jombang differ in their application of learning strategies to complete tenses task?
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
77
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Review of Related Literature The study on grammar learning strategies conducted by Yalçin (2005) purposes in investigating the way of language learners make conscious effort to learn grammar by using language learning strategies; and it also looks at the relationship between strategy use and grammar learning achievement. She finds out that successful second language learners are aware of the strategies they use, but the less successful learners are reported less in using strategies for they do not know how to choose the appropriate strategies. However the research does not show any significant relations between grammar learning strategies to students’ achievement, for the broadness scope of attainments. For that reason, she advices the next researchers to explore more on grammar learning strategies. The next study was done by Choomthong (2011) that investigated Thai EFL learners’ difficulties in learning English passive and the learning strategies they use. She discovers that Thai students are difficult in deciding the situation of when passive voice should be used, in manipulating English tenses into passive, in mastering irregularities, in mastering the syntactic construction of passive voice. Furthermore, she reveals that most of the Thai students, even the competence ones, use translation strategies in learning foreign language. The characteristics of strategies for grammar learning give the perimeter to formulate the grammar learning taxonomy. Since there is no exact taxonomy, we may derive the strategies from the existing ones. Since the strategies from O’Malley and Chamot (1990), and Oxford (1990) are well developed and possible to uncover the learner way of learning, they may use complementary. This research runs with cognitive strategies by O’Malley and Chamot (1990), and Oxford (1990) that meet the strategies for grammar learning characteristics in completing tenses task. Table of Strategies for Learning Grammar Adopted from Gurata (2008) Learning strategies Cognitive Strategies Practicing (Oxford, 1990)
Definition
Elaboration (O’Malley
Relating new information to prior knowledge; relating different
Repeating, formally practicing with sounds and writing systems, recognizing and using formulas, recombining, and practicing naturalistically. Resourcing (O’Malley Using target language reference materials (i.e. dictionaries, and Chamot, 1990) textbooks, etc.) Grouping (O’Malley and Classifying words, terminology, numbers, or concepts according Chamot, 1990) to their attributes. Note Taking (O’Malley Writing down key words and concepts in abbreviated verbal, and Chamot, 1990) graphic, or numerical form to assist performance of a language task. Highlighting (Oxford, Using a variety of emphasis techniques (e.g. underlining, 1990) starring, or color-coding) to focus on important information in a passage Deduction/Induction Applying rules to understand or produce the second language or (O’Malley and Chamot, making up rules based on language analysis. 1990) Imagery (O’Malley and Relating new information to visual concepts in memory via Chamot, 1990) familiar, easily retrievable visualizations, phrases, or locations
78
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
and Chamot, 1990)
parts of the new information to each other; making meaningful personal associations to information presented; using mental or actual pictures or visuals to represent information Transfer (O’Malley and Using previously acquired linguistic and/or conceptual Chamot, 1990) knowledge to assist comprehension or production Inferencing (O’Malley Using available information to guess meanings of new items, and Chamot, 1990) predict outcomes, or fill in missing information Analyzing expressions Determining the meaning of a new expression by breaking it (Oxford, 1990) down into parts; using the meanings of various parts to understand the meaning of the whole expression Analyzing Contrastively Comparing elements of the new language with elements of one’s (Oxford, 1990) own language to determine similarities and differences Translating (Oxford, Using the first language as a base for understanding and/or 1990) producing the second language One part of English grammar is tenses.There is always a question on how many tenses in English are. In the term of grammatical expression, Payne (2011: 280) argues English verbs have three morphological forms that are usually described as present tense (two forms) and past tense. These are reasonable terms, since most of the uses of the forms include the time of speaking and most of the uses of the past tense form have something to do with the past. The tense basic forms as suggested by Payne (2011)are present, future and past tense. Future may includes into present since the future still have relation to the time of speaking or present. Payne (2011: 281) comprises some major usages. Present tense may describe the state of now, habitually over a period of time that includes now, future or the planning of which includes now, possible/ probable conditional future situation, and vivid narrative past. Payne (2011: 281) gives the most common function of past tense that clearly explains the completed situation presented or occurred before the time of speaking. The next paradigm that goes together with tense is aspect. Kroeger (2005: 152) characterizes aspect through the questions Is the situation changing or static? Is the event spread over period of time, or is it thought of as being instantaneous? Does the situation have a definite end point, or is it open-ended? Does the situation involve a single unique event, or an event which is repeated over and over? Based on the aspect characteristics, Kroeger (2005: 152) divides it into lexical aspect and morphological aspect. Lexical aspect focuses on the predicate of a sentence. There are two types of predicate, events and states. The former describes a situation which is changing over time; for example the predicate can be used naturally to answer the question what happened?, the predicate also can normally be expressed in progressive and the predicate in present tense implies habitual interpretation. The later describes a situation which is relatively static or unchanged. Since it is static, it cannot answer the questions what happened? and it only implies temporal state at a particular time. Morphological aspect deals mostly on perfective and imperfective aspects. Payne (2011: 287) says that “in perfective aspect a situation is viewed in its entirely, including its beginning, middle and completion.” English does not have a specific grammatical form to express perspective aspect. On the other hands Payne (2011:288) describes a situation with an ongoing Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
79
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
state or process as imperfective aspect. Habitual, progressive, and iterative aspects are all subtypes of imperative.
Research Method Subjects This study takes STKIP PGRI Jombang as the research site since English grammar is still a subject in English department curriculum. The subject of the study specified to the students who had taken Integrated Course subject previously. There are three classes with 50 up to 60 students each class. They were given grammar test from Azar (2000: 76) with the tenses part focus. Students who met grammar tenses test correct answer above 80% attributed as successful learners, meanwhile less successful learners were students who had tenses grammar test correct answer below 40%. Ten students were selected to be successful learners and ten others were selected to be less successful learners. They were selected since they not only met category score of successful and less successful learners, but they also voluntarily and willingly participated in this study.
Instrument 1. Interview
The interview in this research was semi structured adapted from the learning strategies taxonomy of Oxford (1990) and O’Malley and Chamot (1990). Besides the interview questions are also adapted from SILL (Strategy Inventory for Language Learning) develops by Oxford (1990). The interview was conducted in Bahasa Indonesia since subjects had better understanding to the questions and had better responses in Bahasa Indonesia. The researcher recorded, transcribed, translated, coded and categorized to identify the patterns of the responses. 2. Think aloud Think aloud based on Someren et al (1994: 8) is psychological protocols to obtain the way people run cognitive processes that take place during the problem solving. Think aloud has been adapted to learning strategies research to elicit the invisible brain process in learning. Think aloud were conducted while the subjects were completing a task. During task accomplishment, they were demanded to spoke out aloud to what they were thinking. The task that was used in think aloud protocols was taken from Hashemi with Murphy (2004). The problems were in the form of choosing correct verb form in the brackets within paragraph or conversation as proposed by Brown (2003: 226) that the assessment technique for grammar may represented in the form of tense changing within paragraph. The task was divided into five groups. The first group was dealing with present and present progressive in paragraph; the second was present perfect, and present perfect progressive in dialogue; the third was past and past progressive in paragraph; the fourth was past and past perfect in paragraph; the fifth was future, future continuous or the future perfect in dialogue. Before the think aloud protocols, there was a training session to give knowledge what they were supposed to do in the process. The researchers gave an example with difference questions, after that they practiced think aloud with questions example. The subjects were given opportunity to chose to think aloud in Bahasa Indonesia or in English, and they preferred to use Bahasa Indonesia.
80
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Data Analysis The first stage of data analysis is organizing the data into categories of successful and less successful learner. The next is making the transcription of the recorded verbal data from interview and think aloud protocol. Researcher listened to the recording data then made transcription. She then translated the interview transcript into English. Researcher didn’t translate think aloud transcription to maintain the true content that will be different in meaning as it’s translated. The last is interpreting the data to answer the research questions by comparing the way the strategy implemented by successful and less successful learners. Maintaining data validity, researcher conducts verification process by doing member checking or respondent validation as proposed by Lincoln and Guba (1985: 314). Researcher conducts the process during the interview session when she and the respondents discuss the recorded interview. Respondents are free to comment whether they affirm, add or change their answer.
Result Inferencing cognitive strategy was used when subject made a guess to fill information. Successful learners used inferencing strategy in conjunction with grouping strategies in answering present and present continuous question. “I’m thinking or I think my pronunciation is much better than when I arrived, and I understand almost everything now. Ee… I think my…saya kira ini pakai present simple karena menunjukan sesuatu pendapat… ya…dari kata think.” (I think this uses present simple because it shows an opinion … yes … from the word think) This subject guessed the answer in present tense since he classified the word think to its attribute of state verb. In answering another question, successful learners used inferencing strategy with elaboration strategy. A subject made a guess based on the mental pictures he created. “He has offered or has been offering me some works. Saya kira ini menggunakan has offered atau present perfect karena di kalimat ini Steve telah ee… menawarkan pekerjaan … mm… maksudnya itu saya sudah ditawari maksudnya itu kejadian ini sudah complete jadi menggunakan present perfect.” (I think this uses has offered or present perfect because in this sentence Steve has ee… offered works … mm … it means I have been offered, means that situation has completed so it uses present perfect) He made a guess at the beginning, create a mental picture and ensure himself to approve his guess. He created mental picture by putting himself in the situation from the phrase “it means I have been offered”. In this case elaboration helps him to get the answer. However elaboration strategy failed him once when he didn’t have complete elaboration. “When we arrived or had arrived we arrived or we had oh ini saya kira pakai past perfect dan kemudian pakai reserved or past simple karena yang pertama menunjukan aktifitas itu dilakukan atau sudah terjadi ketika aktifitas yang lainnya sudah terjadi” ( I think this uses past perfectand then I use reserved or past simple because the first one shows the activity that has done when other activity completed) In this case he seemed in rush to complete the question. He didn’t have clear picture of the situation since he couldn’t locate which situation happened first. Successful learners frequently used inferencing with elaboration strategy. When we looked back to his interview data, successful learners studied tenses using elaboration strategy
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
81
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
in the form of making context or situation analysis to the dialogue or sentence examples. Context and situation analysis also helped him to understand tenses usages or functions. The other strategy that helped successful learners completing the task was resourcing. As reported in interview session, he used dictionary and TOEFL book, during think aloud he brought both references on purpose. He looked up tenses explanation twice from TOEFL book. When he used dictionary, he didn’t use it for translating the whole sentence. He use it once as he didn’t know the meaning of suspected in Bahasa Indonesia. Besides resourcing strategy, there were translating and analyzing expression strategies. Translating strategy applied by successful learners when he got difficulty in elaborating the condition of the sentence. After translating, she could locate a word or a phrase with certain attribute so she could determine the next strategy. “Yeah, so every day since then I’ve looked or I’ve been looking at his work online. Jadi setiap hari setelah itu saya melihat… ini saya kira menggunakan present perfect progressive karena ee… di kalimat ini menunjukkan bahwa di kejadian ini telah dilakukan di waktu lampau dan masih terjadi pada waktu sekarang dari kata-kata so every day since then I’ve been looking his work online.”(translating … this I think it uses present perfect progressive because ee… in this sentence shows that this situation had been done in past time and still continuing to the present from the word so every day since then I’ve been looking his work online. She firstly translated the sentence, and then he made a guess from picturing the situation. At the end she made up her mind as she knew the presence of time expression. The strategy for this case may be sequenced in this way: translating, inferencing, elaborating and analyzing expression. She also applied his way in using translating strategy which was completed with other strategies in another question. The strategies she used were in this sequence: translated the sentence, looked up explanation from his book and spotted the time expression. She missed elaborating strategy since she didn’t make any situation analysis, and this failed her to give correct answer. The way how strategy utilized in think aloud had been revealed. The following is the explanation of the use of certain strategy for certain question. Dealing with answering tenses questions, successful learners consistently used inferencing strategy. One subject used to infer first and followed by the supporting information to determine the answer. This caused by his understanding that different tenses should be treated by different strategy. When he answered present and present continuous tense questions set, he applied grouping strategy for some questions with event or state verb option such think or own. As the question didn’t focus on the verb aspect, he used elaboration to analyze the situation, “Mm saya kira ini juga pakai present progressive karena e… di kalimat ini menunjukan temporary action.” (I think this uses present progressive because e … this sentence shows temporary action). He also used analyzing expression strategy to locate the time expression such on weekdays and these days. Those strategies took him to correct answers. For the next question set about present perfect and present perfect continuous, successful learners employed mostly inferencing based on the information form elaboration strategy. They elaborated the event on the sentence whether it is continuing or completed event. The use of the strategy reflects on this statement “saya kira ini menggunakan present perfect karena kejadian ini sudah terjadi … ee is completed.” (I think this uses present perfect because the occasion has
82
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
already happened… ee is completed). Once he used analyzing expression strategy when he spotted time expression so every day since then. Answering past and past continuous tense questions set, one of successful learners used resourcing strategy as he was not sure to his own context analysis. This also happened to the next question set. He seemed experiencing difficulty to answer the two question sets. However he still maintained correct answer for past and past continuous tense from the help of his book. While the next questions set he didn’t go with his book but he only relied on his incomplete elaboration. This made him get wrong answer for some questions. The last questions set were finished using analyzing expression strategy. Successful learners focused his attention on the presence of time expression, “Saya kira ini menggunakan you’ll be doing. Terlihat dari time signalnya this time next Sunday.” (I think this uses you’ll be doing. It is seen from the time expression this time next Sunday). The strategy helped him to get the 3 correct answers and 1 wrong one. From the data of successful learners, it could be concluded that there were several factors that affected his learning tense. The first was the inferencing strategy which was used in conjunction with other strategies. The second was elaborating strategy that could describe the situation or sentence context clearly. The third strategy was the use of analyzing expression that refers to the time expression did not always provide a sentence understanding correctly. The fourth was grouping strategy that gave attribute to the verbs as event or state ones. Similar to successful learners, less successful learners also applied inferencing strategy, however the information they used for guessing came from analyzing expression strategy “I’m thinking or I think my pronunciation is much better than when I arrived, and I understand almost everything now. Disini sudah jelas ada time signal now yang ee… ini ee… mengenai function yang changing situation karena pronunciationnnya much better ee… dan sebelum dia datang jadi jawabannya I’m thinking.” (Here is clear of the existence of time signal now that ee… this ee… it’s about changing situation function because the pronunciation is much better ee … and before he arrived, so the answer is I’m thinking) One of less successful learners inferred the answer was I’m thinking. He used analyzing expression as he gave the meaning of various parts such now as the time expression of present continuous, and much better as the expression of changing situation. His wrong focus in analyzing expression gave his wrong understanding to the whole sentence. Another wrong interpretation when using analyzing expression strategy showed in this quotation: “I think jawabannya itu I’m helping Robbie’s dad karena disini ada time signal yang jelas yaitu on weekdays.(I think the answer is I’m helping Robbie’s Dad because there is a very clear time expression of on weekdays).” She believed that on weekdays was time expression showing progressive events. Less successful learners depended a lot on time expression cues in answering the first questions set about present and present continuous and the second questions set about present perfect and present perfect continuous. They got difficulties to locate time expressions in past and past continuous questions set. They then started to use elaboration strategies in answering past perfect and past tense set of questions. Using elaboration strategy, one of less successful learners made her own mental picture as done by successful learners. She imagined the situation and then determined the answer.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
83
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
“All speakers mm… apa menyiapkan dengan baik. Jadi karena sudah disiapkan dengan baik jadi jawabannya pastilah had prepared dikarenakan sudah lampau. Sudah disiapkan dengan sangat baik jadi menggunakan tenses past perfect.” (All speakers mm … what, prepared well. So, since it had prepared well so the answer must be had prepared because it was in the past. Had been prepared well so it uses past perfect tense.) Here, she tried to imagine the sequences of the situation. She pictured that preparation had to be done long before an occasion and she knew that a situation happened before other situation should use past perfect. When we compare think aloud data and interview data, this subject reported her way of learning that mostly depended on understanding and memorizing tense pattern. During the interview she didn’t report the use of analyzing expression and elaboration strategy. She might take that time expression was the part of tenses pattern, that was why she didn’t especially mentioned it in the interview session. Elaboration strategy in the way of using mental picture in understanding context or situation was never be the preference of less successful learners. Some other strategies applied by less successful learners were deduction/ induction, transfer, translating, resourcing and grouping strategies. The first was used in answering past and past continuous question set. They looked up tenses pattern since they had difficulty in determining sentence form appeared in “while” conjunction. “While her friends were shopping, she was going or went to look round an art gallery. Sedikit membingungkan lagi, mungkin saya harus melihat referensi saya lagi mengenai past progressive. Ee… disini dikatakan setelah while ada ee… was atau were subject plus were atau was plus verbing. Setelah itu baru subject ee… subject plus apa ya… “(a bit confusing, maybe I need to check my references about past progressive. Ee…here stated that after while is ee… was or were subject plus were or was plus verb ing. After that subject ee… subject plus what is it…) This subject checked the pattern of past continuous using while in her own note. This strategy didn’t help her answering this question since she could not understand the use of the tense completely. The next was transfer strategy which was used as she recalled her English course material or used any reference from it. The reference she mentioned in the quotation was her course notes. She used to look up the tense pattern explanation on her course note book instead of target language reference. She preferred to have it because the course note was easier to read. This transfer strategy revealed in her interview data as well. For translating strategy, less successful learners had the same application as successful learners. She translated the sentence to gain understanding and then she applied other strategy. The last two strategies, resourcing and grouping strategies, were not frequently used. Less successful learners also equipped herself with dictionary to looked up words she doesn’t know. While grouping strategies was used once. She realized that the word think might indicate state aspect at the time she completed past and past continuous question. Less successful learners treated every tenses questions set with different application of strategies. Answering present and present continuous question set, most of them only made use of two cognitive strategies, inferencing and analyzing expression strategy. Many times they looked for the time expression at the beginning. When they assumed the inexistence of time expression, they decided the sentence as present tense. However they sometimes misunderstood
84
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
the time expression that got them to the wrong answer, “I think jawabannya itu I’m helping Robbie’s dad karena disini ada time signal yang jelas yaitu on weekdays.” (I think the answer is I’m helping Robbie’s dad because it has clear time signal on weekdays). Less successful learners maintained analyzing expression strategy to the next question set of present perfect and present perfect continuous. Since they got difficulty to locate the time expression, they started to have reference assistance. The strategy they applied didn’t guarantee to get correct answer. For past and past continuous tense questions set, some less successful learners started to analyze the question with various strategies. As one strategy didn’t give any help, they applied different one. But the used of diverse strategy didn’t help them to get certain correct answer. This practice remained to the next. Less successful learners once again made use of analyzing expression for answering the last question set. They recognized some familiar time expression. When they read the time expression completely, they got correct understanding and answer. The other way around, incomplete reading lead them to wrong answer. Do you know what you will do or you’ll be doing this time next Sunday? Disini juga sangat jelas ada next Sunday. Nah jadi jawabannya bisa dipastikan you will do karena next Sunday adalah time signal dari future Here also had a clear time expression next Sunday. So the answer certainly is you will do because next Sunday is future time expression. From the data of less successful learners, it could be concluded that there were several factors that affected her learning tense. The first was recognizing time expression as analyzing expression strategy didn’t help her to get correct answer. The second was deduction/ induction strategy in the form of tenses pattern applicable to sentence also didn’t help her in understanding sentence in certain tenses. The third was elaboration and grouping strategy that need more attention to gain better understanding. In conclusion, successful learners apply some strategies to be the factors for their understanding. The factors are the use of inferencing strategy which was used in conjunction with other strategies, elaborating strategy with correct picturing of sentence situation and context, and grouping strategy which classifying verbs into event or state aspect. Less successful learners apply some strategies to be the factors for their misunderstanding. The factors are analyzing expression that focus on the time expressions and deduction strategy which lies sentence analysis to tenses patterns.
Recommendation Successful learners’ strategies give us cues in conducting tenses teaching. Strategies that need to integrate in teaching tenses are grouping, elaborating, and analyzing expression. Grouping strategy is better to introduce present tenses since there are state and event aspects play important role. Elaborating strategy, then, helps learners to analyze past events by picturing the sequence of situation. While analyzing expression is useful in determining tenses in future.
References Anderson, N.J. 2005. L2 Strategies. In Eli Hinkel (Ed). Handbook of Research in Second Language Teaching and Learning. Pp 757-772. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
85
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Azar, Betty Schrampfer. 2002. Understanding and Using English Grammar 3rd Edition. New York: Pearson Education. Brown, H. Douglas. 2003. Language Assessment Principle and Classroom Practices. California: Long man. Brown, H. Douglas. 2007. Principle of Language Learning and Teaching, fifth edition. New York: Pearson Education Inc. Choomtong, Daranee. 2011. A Case Study of Learning English Passive of Thai EFL Learners: Difficulties and Learning Strategies. The Asian Conference on Language Learning 2011 Oficial Proceeding. 73-87. Gurata, Ali. 2008. The Grammar Learning Strategies Employed by Turkish University Preparatory School EFL Students. Bilkent University. Unpublished. Hashemi, Louise, with Murphy, Raymond. 2004. English Grammar In Use Supplementary Exercises. Cambridge: Cambridge University Press. Kroeger, Paul R. 2005. Analyzing Grammar: An Itroduction. New York: Cambridge University Press. Lincoln, Y., Guba, E. 1985. Naturalistic Inquiry. Sage Publications, Newbury Park, CA. O'Malley, J.M. & Chamot, A.U. 1990. Learning Strategies in Second Language Acquisition. Cambridge. U.K.: Cambridge University Press. Oxford, R.L. 1990. Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know. Boston: Heinle & Heinle. Payne, Thomas E., 2011. Understanding English Grammar: A linguistic Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Richard, Jack C. 2001. Curriculum Development in Language Teaching. New York: Cambridge University Press. Someren, Maarten W., et al. 1994. The Think Aloud Method. A Practical Guide to Modelling Cognitive Processes. London: Academic Press. Yalçin, T.F. 2005. An Analysis of the Relationship between the Use of Grammar Learning Strategies and Student Achievement at English Preparatory Classes. Journal of Language and Linguistics Studies. Vol 1. No.2. 155-169.
86
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pembelajaran Berbasis Proyek Melalui Program Magang Sebagai Upaya Peningkatan Soft Skills Mahasiswa untuk Matakuliah Akuntansi Yulia Effrisanti 4 ([emailprotected]) Abstract The aim of this research is to know the project based learning through apprentice project can be used to rise up soft skills of student for accounting. This research is class action research with project based learning method. This research is started from define COOP Dikti as a project or task for student. Apprentice has been done for four month and the purpose is student can help owner to improve accounting problem. Monitoring has been done over project. The result of this research shows that over apprentice project, student learn and able to communicate with the owner, deliver the ideas based on the accounting subject of learning, student are able to grow up their confidence, control the emotional or feeling when the idea is delivered and the owner did not accept their idea, improvisation, and work team. The conclusion of this research is project based learning through of apprentice project can be used to grow up the soft skill of students. Keywords: Project based learning, apprentice, soft skills, accounting Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran berbasis proyek melalui program magang bisa digunakan sebagai upaya peningkatan soft skills mahasiswa untuk mata kuliah akuntansi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek. Penelitian diawali dengan penentuan program magang COOP Dikti sebagai proyek atau penugasan kepada mahasiswa. Magang dilaksanakan selama empat bulan dengan tujuan mahasiswa bisa membantu pemilik memperbaiki permasalahan akuntansi. Monitoring dilakukan selama proses magang dilaksanakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses magang, mahasiswa belajar dan dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan pemilik, menyampaikan pendapat sesuai dengan ilmu akuntansi yang dimiliki, menumbuhkan kepercayaan diri, mengendalikan emosi/ perasaan saat ide yang diberikan kurang berkenan pada pemilik, improvisasi, dan kemampuan bekerja secara tim. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran berbasis proyek melalui program magang bisa digunakan sebagai upaya peningkatan soft skills mahasiswa. Kata Kunci: pembelajaran berbasis proyek, magang, soft skills, akuntansi
Pendahuluan Perkembangan dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi di Indonesia yang meningkat pesat, menyebabkan semakin banyak pula jumlah siswa yang melanjutkan pendidikannya di pendidikan tinggi. Hal ini tentunya mendorong perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitasnya termasuk kualitas lulusan atau alumnus dari perguruan tinggi tersebut. Apalagi tuntutan dalam dunia kerja yang akan dimasuki oleh lulusan perguruan tinggi semakin hari semakin tinggi. Seringkali kualitas lulusan perguruan tinggi hanya dilihat dari tingginya nilai indeks prestasi atau hard skills saja. Padahal menurut Djoko Hari Nugroho (2009), hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skills dan soft skills untuk semua posisi karyawannya. Di dunia kerja saat ini, pendekatan hanya pada hard 4
Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Jombang
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
87
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
skills sudah ditinggalkan. Mereka berpendapat bahwa tidak ada gunanya jika seorang karyawan memiliki kemampuan hard skills yang baik, namun soft skillsnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan lowongan kerja berbagai yang juga mensyaratkan kemampuan soft skills dalam persyaratan pekerjaannya, seperti team work (bekerja secara tim), kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship (hubungan yang baik dengan rekan kerja). Saat rekruitmen karyawan, banyak perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillsnya tidak terlalu tinggi dengan alasan memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter. Dari pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa dalam dunia kerja yang dibutuhkan tidak hanya hard skills saja tetapi soft skills juga memiliki peranan yang penting. Apalagi di tahun 2015 ini MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan dilaksanakan. Dengan pelaksanaan MEA ini, tenaga kerja-tenaga kerja dari negara yang tergabung dalam MEA ini, bisa dengan mudah memasuki atau menduduki posisi yang dibutuhkan oleh dunia kerja di Indonesia. Sehingga persaingan dalam memasuki dunia kerja juga semakin sulit. Oleh sebab itu, seyogyanya perguruan tinggi tidak hanya mempersiapkan lulusannya dengan nilai yang tinggi saja (hard skills), tetapi juga mempersiapkan kemampuan kecerdasan emosional atau soft skills. Pembelajaran berbasis proyek menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) pula, salah satu manfaat dari metode pembelajaran ini adalah melibatkan peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. Adapun ketrampilan yang diperoleh diantaranya adalah kemampuan bekerja dengan baik dengan orang lain, membuat keputusan bijaksana, mengambil inisiatif, memecahkan masalah yang kompleks. Ketrampilan-ketrampilan tersebut merupakan suatu perwujudan dari soft skills yang seyogyanya dimiliki oleh mahasiswa. STKIP PGRI Jombang sebagai satu-satunya sekolah tinggi ilmu keguruan yang ada di kota Jombang Jawa Timur, telah menyadari adanya kebutuhan dalam dunia kerja tersebut. Meskipun sekolah tinggi ini tujuan utamanya adalah mencetak tenaga guru yang berkualitas, tetapi juga mempersiapkan lulusannya untuk bekerja di bidang non kependidikan. Dalam meningkatkan hard skills dari mahasiswa, cara yang dilakukan diantaranya dengan memberikan materi atau kegiatan akademik yang sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan dan dunia kerja saat ini, sehingga pemahaman mahasiswa akan materi yang ada dikurikulum cukup baik. Sedangkan untuk meningkatkan soft skills, mahasiswa diarahkan pada kegiatan non akademik seperti mengikuti kegiatan himpunan mahasiawa prodi (HMP), seminar, kewirausahaan, magang dan praktek kerja lapangan (PPL). Untuk mendorong mahasiswa lebih aktif lagi dalam meningkatkan soft skills ini, mulai tahun 2014 kemarin, keaktifan mahasiswa ini juga dijadikan dasar pertimbangan dalam nilai kelulusan mahasiswa. Misalnya untuk mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi intra kampus, memiliki sertifikat kegiatan, seminar ataupun mengikuti program magang, mendapatkan nilai yang lebih dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan apapun. Pada tahun 2014 STKIP PGRI Jombang berkesempatan menerima hibah Dikti untuk melakukan program magang yang dikenal dengan istilah program COOP dimana mahasiswa melaksanakan magang di UKM dengan jangka waktu 4 bulan. Adapun tujuan dari program ini 88
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sesuai dengan pedoman program COOP tahun 2014 salah satunya adalah peningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengimplementasikan materi-materi yang didapat selama perkuliahan dalam kehidupan nyata atau dunia kerja dimana dalam program ini lokasinya adalah di UKM yang ada di Jombang. Dalam program magang tahun 2014 ini, bidang yang dituju adalah pemasaran dan akuntansi, yang sesuai dengan mata kuliah yang ada di sekolah tinggi ini. Mata kuliah akuntansi pada program studi pendidikan ekonomi STKIP PGRI Jombang dilakukan dua kali yaitu pada semester I untuk pengantar akuntansi, dan semester III untuk akuntansi keuangan. Selama ini proses pembelajaran untuk mata kuliah akuntansi hanya dalam perkuliahan di kelas sehingga yang terasah adalah hard skills atau kemampuan akademik dari mahasiswa. Oleh karena itu, dengan adanya program COOP ini, diharapkan juga bisa mengasah soft skills mahasiswa untuk hal-hal yang berkaitan dengan akuntansi. Penentuan bidang akuntansi dipilih berdasarkan pada kebutuhan dari UKM itu sendiri. Mayoritas permasalahan yang ada di UKM adalah dalam bidang pemasaran dan akuntansi. Sehingga program magang ini salah satunya difokuskan pada bidang akuntansi agar UKM juga mendapatkan manfaat dari program magang COOP ini dengan adanya peningkatan sistem tata kelola keuangan pada UKM. Karena program magang COOP Dikti ini dilaksanakan pada sepuluh UKM dengan jumlah mahasiswa peserta sebanyak 15 orang, maka pada penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan magang satu mahasiswa pada bidang akuntansi, dengan penempatan lokasi di UKM yang bergerak di bidang perdagangan busana yaitu butik Layla Collection. Adapun rumusan masalah untuk penelitian ini adalah apakah pembelajaran berbasis proyek melalui program magang COOP Dikti bisa digunakan sebagai upaya peningkatan soft skills mahasiswa untuk mata kuliah akuntansi. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran berbasis proyek melalui program magang COOP Dikti bisa digunakan sebagai upaya peningkatan soft skills mahasiswa untuk mata kuliah akuntansi.
Landasan Teori Pembelajaran berbasis proyek menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Adapun keuntungan pembelajaran berbasis proyek menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian dan Kebudayaan (2013:3) adalah : 1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai 2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah 3. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks 4. Meningkatkan kolaborasi 5. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan ketrampilan komunikasi 6. Meningkatkan ketrampilan peserta didik dalam mengelola sumber
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
89
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
7. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas 8. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata 9. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata 10. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran Sedangkan langkah-langkah operasional dalam pembelajaran ini adalah : 1. Penentuan pertanyaan mendasar 2. Menyusun perencanaan proyek 3. Menyusun jadwal 4. Monitoring 5. Menguji hasil 6. Evaluasi pengalaman Program kerja praktik (magang) menurut Chandra suharyanti, dkk (2013) adalah suatu kegiatan pembelajaran di lapangan yang bertujuan untuk memperkenalkan dan menumbuhkan kemampuan mahasiswa dalam dunia kerja nyata. Sedangkan menurut Sumardiono (2014:43) magang adalah proses belajar dari seorang ahli melalui kegiatan di dunia nyata. Jadi intinya program magang merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mendapatkan pengalaman dalam berkontribusi dan berkarya di kehidupan nyata. Dengan demikian diharapkan setiap mahasiswa mampu mengikuti dan memahami kegiatan kerja yang dilakukan di dunia usaha sehingga mahasiswa tersebut mendapatkan sesuatu yang baik dan berguna bagi dirinya serta mampu menunjukkan kinerjanya secara maksimal. Selain itu dapat membentuk mental motivasi mahasiswa sebagai tenaga kerja yang siap kerja dan mampu mandiri serta berjiwa pekerja keras, jujur, bertanggungjawab, serta ulet dalam bekerja (Chandra Suharyanti,dkk, 2013:4). Program magang COOP Dikti sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2004. Tapi sejak tahun 2009, magang ini lebih ditekankan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Menurut buku pedoman program COOP 2014 yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Perguruan Tinggi, program ini merupakan program yang menginterasikan berbagai latar belakang ilmu yang di dapat di bangku kuliah dengan pengalaman nyata dunia usaha. Adapun sasaran program COOP (2014) menurut buku pedoman program COOP ini adalah : 1. Mendidik mahasiswa agar memiliki jiwa wirausaha, ulet dan kreatif, bertanggung jawab dan mampu bekerjasama 2. Meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi khususnya kesiapan dalam menghadapi dunia kerja. 3. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik antara mahasiswa, perguruan tinggi, dan UKM 4. Membantu dan mendorong UKM agar lebih mandiri, sehat, dan berdaya Adapun soft skills menurut Djoko Hari Nugroho (2009) merupakan ketrampilan yang lebih banyak terkait dengan sensitivitas perasaan seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Sedangkan yang dimaksud dengan soft skills menurut Chandra Suharyanti dkk (2013) yaitu kemampuan-kemampuan yang tidak terlihat pada diri setiap manusia yang dapat berkembang
90
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
seiring pengetahuan tentang yang ada dalam diri setiap orang tersebut tentang bagaimana menjalani hidupnya dan mengantisipasi setiap masalah yang dihadapinya saat itu. Secara garis besar soft skills bisa digolongkan ke dalam dua kategori yaitu intrapersonal dan interpersonal skills (Djoko Hari Nugroho, 2009:119). Intrapersonal skill mencakup self awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness) dan self skill (improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience). Sedangkan interpersonal skills mencakup social awareness (political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, emphaty), dan social skill (leadership, influence, communication, conflict management, cooperation, team work, sinergy). Haryono Jusup (2005:4) mendefinisikan akuntansi dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang pemakai jasa akuntansi dan sudut pandang proses kegiatannya. Ditinjau dari sudut pemakainya, akuntansi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatankegiatan suatu organisasi. Informasi yang dihasilkan akuntansi diperlukan untuk : i. Membuat perencanaan yang efektif, pengawasan dan pengambilan keputusan oleh manajemen ii. Pertanggungjawaban organisasi kepada para investor, kreditur, badan pemerintah, dan sebagainya. Sedangkan definisi akuntansi dari sudut proses kegiatannya yaitu sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisisan data keuangan suatu organisasi. Definisi ini menunjukkan bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-macam kegiatan. Didalam akuntansi, suatu transaksi harus dicatat secara debet dan kredit. Antara debet dan kredit ini harus sama jumlahnya. Hal ini terdapat dalam rumus pokok persamaan akuntansi yaitu harta (aktiva) merupakan jumlah dari kewajiban (utang) dan kekayaan bersih (modal). Atau bisa dituliskan sebagai berikut : Harta (aktiva) = Kewajiban (utang) + Kekayaan bersih (modal) Dengan memahami rumus ini, diharapkan akan dapat menganalisis debet dan kredit dengan benar. Dan untuk selanjutnya, tidak akan mengalami kesulitan dalam menjurnal atau menganalisis transaksi. Secara umum, siklus akuntansi bisa dilihat pada Gambar1sebagai berikut : Transaksi Bukti-bukti Transaksi Jurnal
Buku Besar
Sub buku besar
Neraca Lajur Laporan Keuangan Gambar 1 Siklus akuntansi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
91
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dalam praktik akuntansi yang sesungguhnya, pencatatan atas suatu transaksi atau sekelompok transaksi yang sama, harus didasari oleh tanda bukti berupa dokumen-dokumen transaksi seperti faktur, kwitansi, dan lain sebagainya. Pengaruh masing-masing transaksi ini dianalisis dahulu pengaruhnya terhadap elemen-elemen persamaan akuntansi. Hasil analisis transaksi tersebut dituangkan dalam suatu alat pencatatan yang disebut jurnal (Al Haryono Jusup, 2005:120). Jurnal adalah alat untuk mencatat transaksi perusahaan yang dilakukan secara kronologis (berdasarkan urutan waktu terjadinya) dengan menunjukkan rekening yang harus didebet dan dikredit beserta jumlah rupiahnya masing-masing. Setelah diposting atau dicatat di jurnal, maka dilakukan pencatatan ke buku besar. Buku besar terdiri dari bermacam-macam rekening dan merupakan sumber data untuk menyusun laporan keuangan (Tuti Trisnawati, 2009:36). Setelah itu, dibuatlah jurnal penyesuaian agar rekening-rekening menunjukkan saldo yang tepat untuk periode yang bersangkutan. Kemudian dibuatlah neraca lajur yang berfungsi untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan. Neraca lajur adalah suatu kertas berkolomkolom (berlajur-lajur) yang dirancang untuk menghimpun semua data akuntansi yang dibutuhkan pada saat perusahaan akan menyusun laporan-laporan keuangan dengan cara yang sistematis (Al.Haryono Jusup, 2005:232). Dengan selesainya neraca lajur, maka penyusunan laporan keuangan akan menjadi lebih mudah karena dalam neraca lajur ini memuat semua informasi yang diperlukan untuk menyusun neraca dan laporan laba rugi yang merupakan elemen dari laporan keuangan. Laporan keuangan, paling tidak terdiri dari tiga laporan yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan modal. Al Haryono Jusup (2005:21-25) mendefinisikan neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan modal sebagai berikut: o Neraca adalah suatu daftar yang menggambarkan aktiva, kewajiban, dan modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada saat tertentu o Laporan laba rugi adalah laporan yang dibuat untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu o Laporan perubahan modal adalah laporan yang dibuat untuk menggambarkan alasan yang menjadi penyebab terjadinya perubahan jumlah modal pemilik.
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan pada satu orang mahasiswa program studi pendidikan ekonomi peserta magang Dikti pada UMKM di Jombang yang bergerak di bidang perdagangan busana dengan fokus pada bidang akuntansi. Magang ini dilakukan selama empat bulan yaitu mulai akhir Juli hingga akhir November 2014. Sedangkan proses pembuatan laporan akhir program magang dilakukan satu minggu setelah program magang berakhir. Indikator yang digunakan untuk melihat adanya peningkatan pada soft skills mahasiswa adalah intrapersonal skills (meningkatnya kepercayaan diri mahasiswa, kemampuan mengelola emosi, improvisasi) dan interpersonal skills (meningkatnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain/pemilik usaha, kemampuan bekerja secara tim). Penelitian diawali dengan penentuan pertanyaan mendasar yaitu bagaimana pelaksanaan proses akuntansi di UMKM. Dilanjutkan dengan menyusun perencanaan proyek yaitu dengan menentukan program magang COOP Dikti sebagai sarana untuk mengetahui dan memperbaiki pelaksanaan proses akuntansi di UMKM yang telah ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan jadwal magang. Program magang dilakukan mulai 21 Juli-21 November 2014. Selama proses magang berlangsung, dilakukan monitoring antara peneliti dengan peserta magang dengan frekuensi satu minggu sekali untuk membahas perkembangan dan kesulitan 92
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
yang dihadapi peserta dalam proses magang. Langkah berikutnya adalah menguji hasil yang diperoleh dari program magang mulai dari pengumpulan data, kedisiplinan, pengolahan dan penyajian data. Dan yang terakhir adalah mengevaluasi pengalaman yang diperoleh selama proses magang berlangsung.
Hasil Penelitian Pembelajaran ini dimulai dengan penentuan pertanyaan mendasar mengenai bagaimana pelaksanaan proses akuntansi di UMKM. Dari sini disusunlah rencana menggunakan program magang Coop Dikti sebagai upaya peningkatan soft skills mahasiswa terutama di bidang akuntansi. Magang pada penelitian ini dilakukan pada UKM butik Layla Collection yang berlokasi di Jl Kusuma Bangsa Jombang Jawa Timur. Pada minggu pertama, yang dilakukan adalah mengobservasi sistem yang telah ada atau telah dilaksanakan pada UKM tersebut. Dari sini bisa ditemukan apa saja yang sudah berjalan dengan baik dan apa yang harus diperbaiki. Dari hasil observasi, didapatkan temuan bahwa UKM ini telah melakukan pembukuan secara teratur meskipun tidak terlalu rapi. Selama ini yang melakukan proses akuntansi adalah pemiliknya sendiri. Sedangkan untuk pencatatan setiap transaksi pengeluaran, dilakukan oleh pegawai dari butik tersebut yang bertugas pada saat itu. Hal ini karena pegawai pada butik ini dibagi menjadi dua shift. Pencatatan pengeluaran ini dijadikan satu buku dengan pencatatan penjualan dan pembelian. Pengeluaran untuk UKM dan pribadi kadangkala juga masih tidak terpisah. Proses akuntansi yang dilakukan selama ini adalah secara manual. Berdasarkan dari temuan-temuan yang didapat pada saat observasi, mahasiswa mengkomunikasikan beberapa saran dan perbaikan selama proses magang kepada pemilik UKM. Terkait dengan pembukuan yang belum rapi, mahasiswa berinisiatif untuk merapikan pembukuan yang ada. Pemilik butik menyambut baik hal ini karena sebenarnya pemilik juga berniat untuk memperbaiki hanya saja masih belum ada kesempatan. Untuk pencatatan penjualan dan pembelian, akhirnya dipisahkan. Dalam perbaikan ini, mahasiswa ikut memberikan kontribusi atau berimprovisasi mengenai kolom-kolom apa saja yang perlu ditambahkan dalam buku tersebut dan cara pencatatan agar terlihat rapi dan mudah dibaca serta dipahami. Selain itu mahasiswa belajar meningkatkan kepercayaan dirinya untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan juga belajar berkomunikasi dengan orang lain untuk menyampaikan pendapatnya . Pencatatan transaksi akuntansi sebelum prsoses magang bisa dilihat pada gambar 2 dan pencatatan transaksi akuntansi setelah adanya proses magang mahasiswa terlihat pada gambar 3.
Gambar 2 Pencatatan transaksi akuntansi sebelum program magang Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
93
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 3 Pencatatan transaksi akuntansi setelah program magang Dalam proses magang ini, mahasiswa mengetahui adanya kekeliruan dalam penggunaan istilah retur. Dalam catatan pemilik, yang dimaksud retur adalah pemakaian barang dagangan untuk pemilik butik sendiri padahal penggunaan istilah retur yang benar adalah pengembalian barang dagangan yang dibeli karena adanya cacat barang. Mahasiswa mencoba mengkomunikasikan kekeliruan istilah ini kepada pemilik, namun ternyata pemilik tidak berkenan untuk mengubah kekeliruan tersebut. Sehingga sampai proses magang berakhir, tidak ada perbaikan dalam pengertian retur. Pada kasus ini, mahasiswa juga mempelajari cara menyampaikan pendapat dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa bermaksud untuk menggurui. Selain itu, mahasiswa juga mempelajari mengelola emosi atau berbesar hati karena saran yang disampaikan tidak diterima oleh pemilik. Pada bulan September, pemilik UKM meminta mahasiswa untuk melakukan analisa atas penjualan bulanan selama 2014. Permintaan ini disambut dengan baik oleh mahasiswa untuk menunjukkan kemampuan menganalisa data. Bahkan mahasiswa berinisiatif memberikan warna yang berbeda setiap tiga bulan untuk diagram batang penjualannya sehingga analisa lebih mudah dilakukan. Hasil ini bisa dilihat pada gambar 4. Mahasiswa tidak hanya membuatkan diagram batang hasil penjualan saja tetapi juga melakukan analisa misalnya mengapa di bulan Juli penjualannya tinggi sedangkan di bulan Juni penjualannya lebih sedikit dibandingkan bulan Juli. Dari kasus ini, bisa meningkatkan kepercayaan diri yang dimiliki mahasiswa karena mahasiswa merasa memiliki kemampuan yang diakui oleh orang lain. Selain itu mahasiswa juga belajar cara bekerja sebagai suatu tim meskipun tim tersebut hanya terdiri dari mahasiswa tersebut dan pemiliknya serta cara menyampaikan pendapat atau inisiatif kepada orang lain. Disini juga terlihat adanya improvisasi dari mahasiswa yaitu dalam pemberian warna untuk bulan-bulan tertentu agar lebih mudah dalam melakukan analisa.
94
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 4 Hasil diagram batang analisa penjualan Untuk pengeluaran pribadi dan UKM yang kadangkala tidak terpisah, mahasiswa menyarankan kepada pemilik untuk dipisah agar sesuai dengan standar akuntansi. Pemilik menyambut baik saran dari mahasiswa dan akhirnya memisahkan antara pengeluaran pribadi dengan UKM. Dengan diterimanya saran ini, mahasiswa merasakan adanya peningkatan kepercayaan diri karena ilmu yang didapat di bangku perkuliahan bisa diimplementasikan. Hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan pemilik. Adanya pemutihan yang dilakukan setahun dua kali oleh pemilik barang. Tujuan dari pemutihan ini adalah untuk mencocokkan stok/persediaan barang antara catatan dengan barang yang ada. Dengan dilibatkannya mahasiswa pada kegiatan ini, menambah pengetahuan mahasiswa mengenai cara menghitung stok/persediaan barang yang tentunya bisa meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa dan kemampuan dalam bekerja secara tim karena dalam melakukan pemutihan ini dilakukan bersama-sama dengan karyawan yang lain. Terakhir, mahasiswa memberikan pandangan mengenai akuntansi yang terkomputerisasi dengan menggunakan program SmEA (Smart Excell Accounting). Pemilik menginginkan mahasiswa untuk memberikan contohnya. Dan ternyata pemilik berkenan atas akuntansi yang terkomputerisasi ini sehingga mahasiswa pun membuatkan akuntansi yang terkomputerisasi dengan menggunakan program SmEA ini. Contoh dari akuntansi terkomputerisasi yang dibuat oleh mahasiswa bisa dilihat pada gambar 5. Hanya saja, pemilik menghendaki akuntansi komputerisasi ini untuk jurnal harian dan buku besar saja. Meskipun demikian, hal ini meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa karena merasa memiliki kemampuan dalam bidang ilmu akuntansi yang berguna bagi pemilik UKM meskipun tidak semua proses akuntansi bisa dibuatkan komputerisasinya.
Gambar 5 Hasil pencatatan akuntansi terkomputerisasi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
95
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama proses magang ini, terlihat bahwa mahasiswa tidak hanya menerima perintah dari pemilik saja. Tetapi juga memberikan saran pada pemilik UKM walaupun tidak semua saran tersebut bisa diterima. Dengan memberikan saran, mahasiswa merasakan adanya peningkatan kepercayaan diri, peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pemilik UKM, mengasah kemampuan berimprovisasi, dan meningkatkan kemampuan bekerja secara tim. selain itu, terdapat peningkatan kemampuan mengelola emosi mahasiswa sehubungan dengan tidak diterimanya saran yang diberikan. Tahap monitoring dilakukan selama proses magang berlangsung. Secara rutin, setiap satu minggu atau dua minggu sekali mahasiswa berkomunikasi untuk menyampaikan perkembangan-perkembangan maupun kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama berada di tempat magang. Tahap berikutnya dari proses pembelajaran berbasis proyek adalah memberikan penilaian atas tugas yang telah diberikan kepada mahasiswa. Penilaian ini diberikan berdasarkan kedisiplinan dalam hal ini kedisiplinan mahasiswa untuk datang ke tempat magang dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan jadwal, keaktifan mahasiswa dalam memberikan sumbangan tenaga dan pemikiran mengenai akuntansi selama proses magang ini serta pertanggungjawaban mahasiswa atas kegiatan yang dilaksanakan baik secara tertulis maupun secara lisan. Dari kriteria-kriteria tersebut, peneliti sebagai dosen pemberi tugas memberikan nilai 85 atau nilai A kepada mahasiswa tersebut. Tahap terakhir adalah mengevaluasi pengalaman yang telah diperoleh. Dari proses magang ini, mahasiswa mendapatkan pembelajaran proses akuntansi yang ada di dunia kerja secara nyata. Mulai dengan data yang berasal dari transaksi, membuat jurnal, buku besar, serta membuat analisa dari data-data penjualan yang ada. Bahkan mahasiswa berinisiatif untuk membuat proses akuntansi menggunakan komputer dengan program excell (SmEA). Selain mendapatkan tambahan ilmu akademis (hard skills) atas kegiatan magang COOP Dikti ini, mahasiswa juga mendapatkan peningkatan soft skillsnya yang berupa peningkatan kepercayaan diri, peningkatan dalam mengelola emosi, peningkatan berimprovisasi, peningkatan kemampuan berkomunikasi dengan pemilik, dan peningkatan kemampuan bekerja secara tim.
Simpulan Metode pembelajaran berbasis proyek adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Salah satu cara adalah melalui program magang, dimana dalam penelitian ini program magang yang digunakan adalah program magang COOP Dikti. Dari proses magang yang telah dijalani, ternyata mahasiswa mendapatkan banyak manfaat dalam meningkatkan soft skillsnya. Adapun manfaat yang diperoleh adalah mahasiswa bisa meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dalam menyampaikan pendapat atas pengetahuan ilmu akuntansi yang diperoleh dalam perkuliahan. Hal ini juga meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa bahwa mereka memiliki keahlian dalam bidang akuntansi yang berguna bagi orang lain. Kemampuan soft skills lainnya yang diperoleh selama proses magang COOP Dikti ini adalah kemampuan untuk bekerja secara tim, kemampuan berimprovisasi, dan kemampuan dalam mengelola emosi mahasiswa bilamana pemilik tidak berkenan atas saran yang disampaikan.
96
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Daftar Pustaka Jusup,Al Haryono. 2005. Dasar-dasar Akuntansi jilid II. Penerbit STIE YKPN Yogyakarta Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Diambil pada tanggal 25 Maret 2015 dari http://docs.google.com/document Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2015. Pedoman Umum Program Belajar Bekerja Terpadu (Program COOP) Nugroho,Djoko Hari. 2009. Integrasi Soft Skill Pada Kurikulum Prodi Elektronika Instrumentasi-STTN Untuk Persiapan SDM PLTN. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. Diambil pada tanggal 17 Maret 2015 dari jurnal.sttn-batan.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/A-14_ok.pdf Suharyanti,Chandra, Wiedy Murtini, Tutik Susilowati. 2013. Pengaruh Proses Pembelajaran dan Program Kerja Praktek Terhadap Pengembangan Soft Skills Mahasiswa. Diambil pada tanggal 17 Maret 2015 dari download.portalgaruda.org/article=172534&val=4074 Sumardiono. 2014. Apa Itu Homeschooling. Penerbit PT. Gramedia Trisnawati,Tuti. 2009. Akuntansi untuk Koperasi dan UKM. Penerbit Salemba Empat Widiatmoko dan S.D. Pamelasari. 2012. Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Mengembangkan Alat Peraga IPA Dengan Memanfaatkan Bahan Bekas Pakai, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Diambil pada tanggal 25 Maret 2015 dari http://journal.unnes.ac.id/ index.php/jpii
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
97
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Penggunaan Media Jejaring Sosial Edmodo terhadap Partisipasi Mahasiswa dalam Diskusi Kelas pada Materi Ajar Teoretis dan Praktis Asmuni 5 ([emailprotected]) Wiwin Sri Hidayati 6 ([emailprotected]) Abstract This study aimed in obtaining empirical evidence of: (1) the influence of using social network media Edmodo to student participation in class discussions on teaching materials which are theoretical and practical; (2) the relationship between the use of social network media Edmodo with student participation in class discussion on the theoretical teaching materials; (3) the relationship between the use of social network media Edmodo with student participation in class discussion on practical teaching materials. This research is experimental study by using a factorial design. Variables consists two independent variables, namely the use of social media Edmodo (x1) and without the use of Edmodo (x2). The dependent variable consists of two variables, namely the participation of students in a class discussion on the theoretical teaching material (y1), and practical (y2). The experiment was conducted in STKIP PGRI Jombang, East Java, Indonesia. The study population is students participating in the course Philosophy of Education in odd semester academic year 2014/2015, there are 186 students. Samples were taken by using random sampling 174 students. Data collection techniques uses authentic assessment techniques. The data analysis techniques uses multivariate analysis of variance (MANOVA) using SPSS v.16.0 for Windows. The research proves that (1) there is the influence of social network media use Edmodo to student participation in class discussions on teaching materials which are theoretical and practical; (2) there is a relationship between the use of social network media Edmodo with student participation in class discussion on the theoretical teaching materials; (3) there is a relationship between the use of social network media Edmodo with student participation in class discussion on practical teaching materials. Keywords: edmodo, participation, discussion, theoretical, practical. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang: (1) pengaruh penggunaan media jejaring sosial Edmodo terhadap partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis dan praktis; (2) hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis; (3) hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar praktis. Penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen dengan desain faktorial. Variabel penelitian terdiri dari dua variabel independen, yaitu penggunaan media jejaring sosial Edmodo (x1) dan tanpa Edmodo (x2). Variabel dependen terdiri dua variabel, yaitu partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis (y1), dan praktis (y2). Penelitian dilaksanakan di STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur. Populasi penelitian adalah mahasiswa peserta matakuliah Filsafat Pendidikan pada semester gasal tahun akademik 2014/2015 yang berjumlah 186 mahasiswa. Sampel diambil dengan teknik random sampling sebanyak 174 mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik assesment otentik. Teknik analisis data menggunakan analisis varian multivariat (MANOVA) dengan aplikasi SPSS v.16.0 for windows. Hasil penelitian membuktikan bahwa (1) terdapat pengaruh penggunaan media jejaring sosial Edmodo terhadap partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis dan praktis; (2) terdapat hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis; dan (3) terdapat hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar praktis. Kata Kunci: edmodo, partisipasi, diskusi, teoretis, praktis. 5 6
Dosen Program Studi PPKn, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur
98
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pendahuluan Sistem pembelajaran merupakan bagian penting untuk mampu menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi. Sistem pembelajaran yang baik mampu memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk membuka potensi dirinya dalam menginternalisasikan knowledge, skills dan attitudes serta pengalaman belajar sebelumnya (Ilah Sailah, dkk., 2014). Permendikbud No. 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, telah mengharuskan sistem pembelajaran di perguruan tinggi berbasis pada capaian pembelajaran (Pasal 5, 6, 7), serta proses pembelajarannya memiliki karakteristik yang mencerminkan sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa (Pasal 11 ayat (1)). Oleh karena itu pola pembelajaran di perguruan tinggi yang terpusat pada dosen (Teaching Centered Learning) dinilai sudah tidak memadai lagi, dan harus diubah menjadi berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning) (Ilah Sailah, dkk., 2014). Di sisi lain, teknologi informasi dan komunikasi (ICT) semakin berkembang dan semakin terjangkau oleh dosen dan mahasiswa. Komputer/laptop dan internet, misalnya, bukan lagi sebagai sesuatu yang asing bagi mereka. Hal ini sangat memungkinkan untuk memanfaatkan ICT sebagai media/teknologi pembelajaran, seperti untuk penerapan model blended learning (kombinasi pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran melalui internet), atau sebagai penunjang (support/complement) pembelajaran. Model pembelajaran ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat meningkatkan pedagogi, akses dan fleksibilitas, serta efektifitas dan efisiensi (Graham, 2009). Apalagi belakangan ini tersedia banyak aplikasi berbasis internet, seperti email, web blog, facebook, twitter, instagram, line, watsap, BBM, fb massanger, dan lain-lain yang mudah diakses secara gratis. Namun pada umumnya beberapa fasilitas ini hanya dimanfaatkan sebagai jejaring sosial (social network) saja, meskipun fasilitas itu memang disediakan sebagai media jejaring sosial (dan bisnis), tetapi dengan kreativitas dan inovasi guru/dosen dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dan pembelajaran. Pada prinsipnya media jejaring sosial adalah media pertukaran yang dinamis (dynamic exchange) antar orang, kelompok, dan institusi dalam lingkungan yang kompleks, dan memiliki karakteristik instrinsik sesuai dengan maksud penggunanya, antara lain membantu komunikasi, bertukar informasi, menambah teman, atau bahkan untuk modus berbagai kejahatan. Karakteristik instrinsik inilah yang memungkinkan dapat diubah pemanfaatannya sebagai sarana yang ideal untuk meningkatkan proses pendidikan, di samping ia memang menyediakan berbagai manfaat untuk setting pendidikan. Seperti facebook dapat di-setting untuk keperluan pendidikan, yaitu melalui fasilitas pengelolaan group, tetapi terdapat kelemahan masalah privasi, sehingga tidak cocok untuk sarana pembelajaran kelas (Arroyo, 2011), meskipun facebook juga menyediakan pengaturan privasi. Berbeda dengan media jejaring sosial Edmodo, meskipun seperti Facebook, tetapi Edmodo merupakan media jejaring sosial bersifat pribadi yang menyediakan platform yang aman untuk pembelajaran kelas (Arroyo, 2011), karena fitur Edmodo disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran menyediakan fasilitas khusus untuk guru/dosen (Teacher), siswa/mahasiswa (Student), dan orang tua (Parent), pengaturan kelas (groups) beserta code/PIN-nya secara khusus, fasilitas diskusi (post), tugas (assignment), ujian (quiz), polling, dan sebagainya. Dengan demikian media jejaring sosial Edmodo lebih efektif untuk diskusi kelas (group) daripada Facebook, meskipun Edmodo tidak menyediakan fasilitas ataupun tautan untuk teleconference.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
99
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Polling yang dilakukan peneliti (Teacher) bulan September 2014 terhadap mahasiswa (Student) group Filsafat Pendidikan, pada umumnya merespon positif. Data menunjukkan 22,99% votes menyatakan sangat setuju (SS) bahwa diskusi melalui "Edmodo" dapat meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal secara tertulis, 77,01% menyatakan setuju (S), 0% yang menyatakan tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Ini artinya bahwa diskusi melalui media jejaring sosial Edmodo dapat meningkatkan ketrampilan komunikasi interpersonal. Namun ironisnya, media jejaring sosial Edmodo kurang dikenal dan kurang digunakan oleh guru/dosen untuk keperluan pembelajaran, terlebih lagi siswa atau mahasiswanya (Thongmak, 2013). Hal ini menunjukkan, bahwa dalam kasus Thailand (Thongmak, 2013) khususnya, dan di Negara-negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, penggunaan media jejaring sosial Edmodo sebagai media/teknologi pembelajaran belumlah sampai pada predikat memuaskan. Di sisi lain (pengalaman peneliti), tingkat partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas (aktivitas pembelajaran tatap muka) di masing-masing kelas relatif rendah, bahkan kadang hanya didominasi oleh mahasiswa tertentu yang memiliki kemampuan komunikasi lisan baik, sementara mahasiswa lainnya tidak jarang pula hanya sebagai pendengar setia, diam sambil menonton temannya yang penuh semangat mendiskusikan materi perkuliahan. Oleh karena itulah penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris tentang: (1) pengaruh penggunaan media jejaring sosial Edmodo terhadap partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis dan praktis; (2) hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis; (3) hubungan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar praktis.
Landasan Teori Media jejaring sosial Edmodo lahir setelah media jejaring sosial Facebook berkembang pesat jumlah penggunanya. Hampir setiap orang yang memiliki jaringan internet, baik komputer (PC), laptop, tablet, atau ponsel pasti mengenal dan mungkin memiliki account Facebook. Edmodo diciptakan oleh Nic Borg dan Jeff O'Hara pada akhir tahun 2008. Borg & O’Hara menyadari kebutuhan lingkungan sekolah untuk berkembang memenuhi tuntutan dunia abad ke21. Keberhasilan platform jejaring sosial sebelumnya, seperti MySpace dan Facebook, menunjukkan bahwa banyak siswa sebagai pengguna media jejaring sosial tersebut tetapi aktivitas mereka tidak terhubung dengan belajar dan pembelajaran di sekolah. Borg & O'Hara percaya bahwa jejaringan sosial diarahkan pada kebutuhan peserta didik bisa memberi dampak besar terhadap bagaimana mereka berkolaborasi, dan belajar dalam dunia mereka, daripada mengandalkan setting guru mereka di sekolah (Gushiken, 2013). Jadi bisa dikatakan bahwa Edmodo merupakan media jejaring sosial yang dipersiapkan untuk belajar dan pembelajaran bagi guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, sehingga tercipta sistem pembelajaran yang inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Terbukti, lebih dari 18 juta pengguna (2008-2013), Edmodo berhasil mengumpulkan pujian dari guru dan siswa. Guru menggunakan Edmodo untuk mengirim pengumuman dan tugas bagi siswa mereka. Siswa menggunakan Edmodo untuk berkomunikasi dengan guru-guru mereka untuk bertanya tentang pelajaran dan pekerjaan rumah, dan berkolaborasi dengan sesama siswa pada kegiatan dan ide-ide proyek. Di samping itu lingkungan Edmodo bebas dari iklan, game, dan gangguan lain yang mungkin mengganggu belajar siswa (Gushiken, 2013).
100
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Karakteristik media jejaring sosial Edmodo dapat pula dipahami dari fitur-fitur yang disediakan. Fitur Edmodo berbasis pengguna, yaitu guru/dosen (Teacher), siswa/mahasiswa (Student), dan orang tua (Parent), sehingga fitur-fiturnya pun disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan dan pembelajaran, yaitu fitur: (a) Groups, digunakan oleh Teacher untuk mengelompokkan students berdasarkan kelas, mata kuliah/pelajaran, atau lainnya yang dilengkapi dengan code PIN masing-masing. (b) Alert, digunakan oleh Teacher untuk memberi pesan penting/khusus. (c) Assignment, digunakan oleh Teacher untuk memberi tugas kepada students. Fitur ini dilengkapi dengan batas waktu (deadline) dan attach file (melampirkan file) sehingga students dapat mengunduh dan/atau mengirim laporan tugas dalam bentuk file kepada Teacher. (d) Quiz, digunakan oleh Teacher untuk memberi assesmen beserta batas waktu penyelesaiannya. (e) Gradebook, digunakan oleh Teacher untuk memberi nilai students dari hasil Assignment dan Quiz. (f) Polling, digunakan oleh Teacher untuk mengetahui respon student tentang sesuatu yang terkait dengan pelajaran dan proses pembelajaran (umpan balik). (g) File and Links, digunakan oleh Teacher dan students untuk mengirim pesan dan link pada group. (h) Library, digunakan untuk menyimpan dan menyebarkan berbagai sumber belajar kepada students maupun group. (i) Parents Codes, berfungsi untuk memberi kesempatan kepada orangtua/wali masing-masing students untuk invite sehingga dapat memantau aktivitas belajar anaknya. Contoh fitur-fitur Edmodo dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1: Fitur-fitur pada ‘Home’ Edmodo (edmodo.com) Fitur yang tersedia pada aplikasi jejaring sosial Edmodo tersebut sangat memungkinkan peluang bagi mahasiswa untuk meningkatkan penguasaan substansi mata kuliah dan kemampuan komunikasi interperpersonal. Sebab edmodo telah menyediakan fitur untuk posting dan reply (seperti facebook), sehingga dosen dengan mahasiswa, atau mahasiswa dengan mahasiswa, dapat berinteraksi secara tertulis mengenai seputar perkuliahan (lihat Gambar 2).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
101
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 2: Fitur posting dan reply Edmodo (edmodo.com) Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pendekatan diskusi yang dihasilkan meningkat kuat dalam jumlah bicara mahasiswa dan bersamaan pengurangan jumlah bicara dosen, serta perbaikan substansial dalam pemahaman teks (Murphy, et al., 2009). Artinya partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas dapat meningkat seiring peningkatan kemampuan komunikasi interpersonal, begitu juga sebaliknya. Dasar pemikiran teoritis untuk menjelaskan peran diskusi kelas (sebagai strategi pembelajaran) sebagian besar dari teori sociocognitive dan sosial budaya. Menurut Piaget, interaksi sosial adalah sarana utama untuk mempromosikan penalaran individu. Demikian pula Vygotsky, pembelajaran dipahaminya sebagai proses budaya. Menurut Wertsch, Del Rio, dan Alvarez sebagaimana dikutip oleh Murphy, et al (2009), menjelaskan bahwa ketika mahasiswa berinteraksi dengan orang lain dalam kelompok dengan cara yang mendalam dan bermakna, maka temuan yang dihasilkan berada di luar kemampuan dan disposisi dari mahasiswa secara individual. Mahasiswa ke diskusi membawa nilai sosial dan budaya yang unik, latar belakang pengalaman, dan pengetahuan sebelumnya dan asumsi. Melalui interaksi, mahasiswa menggabungkan cara berpikir dan berperilaku, bahwa pengetahuan, keterampilan, dan disposisi yang diperlukan untuk mendukung transfer ke situasi lain memerlukan pemecahan masalah independen. Dengan demikian secara teoretis, proses interaksi atau komunikasi interpersonal yang dihasilkan dari proses diskusi, baik melalui diskusi dalam media jejaring sosial Edmodo maupun diskusi kelas (tatap muka), terdapat hubungan dan saling berpengaruh. Meskipun harus dipahami pula bahwa masih banyak variabel (faktor) lain yang harus dipertimbangkan, terutama kemampuan ICT mahasiswa.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan desain faktorial (factorial design), karena penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek dari perlakuan dua variabel independen terhadap dua variabel dependen (Gall, Gall & Borg, 2007; Miller, 1996). Varibel independen (x) terdiri dari dua variabel, yaitu variabel uji (x1) dan 102
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
variabel kotrol (x2). Variabel uji (x1) adalah penggunaan media jejaring sosial Edmodo, dan variabel kontrol (x2) adalah tanpa penggunaan media jejaring sosial Edmodo. Variabel kontrol (experimental control) diperlukan untuk menghindari ‘pengganggu’ (intervening variable) agar dapat memastikan bahwa satu-satunya variabel yang yang berubah secara sistematis adalah variabel uji (x1), sekaligus untuk meminimalkan variasi acak dalam data sehingga dapat menyoroti pengaruh variabel uji (x1) tersebut (Miller, 1996). Demikian juga variabel dependen (y) juga terdiri dari dua variabel, yaitu partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis (y1), dan materi ajar praktis (y2). Kedua variabel dependen ini mengacu desain tindakan berulang (repeated measures design) dari Miller (1996), dimana variabel y2 merupakan tindakan berulang dari variabel y1. Artinya, bahwa variabel y2 (materi ajar praktis) merupakan penerapan dari varibel y1 (teori dari aliran Filsafat Pendidikan) berupa kajian atau analisis kritis terhadap masalah-masalah aktual dan faktual pendidikan (dan pembelajaran) di Indonesia. Varibel y1 dilaksanakan pada paruh semester pertama (sebelum ujian tengah semester), sedangkan variabel y2 dilaksanakan pada paruh semester kedua (sesudah ujian tengah semester). Penelitian dilaksanakan di STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia. Populasi adalah mahasiswa peserta matakuliah Filsafat Pendidikan pada semester gasal tahun akademik 2014/2015 (September 2014 s.d Februari 2015) yang berjumlah 186 mahasiswa yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelas pararel. Pembelajaran pada empat kelas ini diperlakukan sama, yaitu sama-sama diterapkan strategi pembelajaran diskusi kelompok kecil (small group discussions) di luar jam perkuliahan (terstruktur), dan presentasi dalam diskusi kelas (class discussion), serta diskusi umum (semua kelas) dalam media jejaring sosial Edmodo di luar jam perkuliahan sebagai perkuliahan mandiri. Karena bersifat mandiri, maka diskusi umum dalam media jejaring sosial Edmodo sifatnya tidak wajib, sehingga hanya sebagian yang aktif dan sebagian lainnya tidak invite di media jejaring sosial Edmodo. Sampel diambil dengan teknik random sampling, dengan ketentuan bahwa yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa (populasi) yang aktif mengikuti diskusi kelas (perkuliahan tatap muka) minimal 90% dari total pertemuan, dengan tanpa memandang jenis kelamin dan segala latar belakangnya. Ketentuan sampel ini sengaja dibuat oleh peneliti dengan maksud agar sampel dengan aktivitas belajar yang relatif sama sehingga dapat diperoleh data yang relatif homogin. Dari hasil analisis dokumen (presensi) dan laporan penilaian presentasi dari teman sekelas diketahui bahwa mahasiswa yang memenuhi kriteria sampel (sebelum maupun sesudah tengah semester) sebanyak 174 mahasiswa, terdiri dari 89 mahasiswa aktif berdiskusi dalam media jejaring sosial Edmodo dan 85 mahasiswa tidak invite. Metode pengumpulan data menggunakan asesmen otentik dalam bentuk laporan proses (reporting process) presentasi dan diskusi kelas yang (antara lain) berisi nama dan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) yang berpartisipasi aktif dalam setiap diskusi kelas. Adapun analisis data menggunakan metode analisis varian multivariat (multivariate analysis of variance) atau MANOVA. Hal ini beralasan bahwa dalam penelitian ini varian yang dibandingkan berasal dari dua variabel terikat (dependent) dan dua variabel bebas (independent), variabelnya bersifat acak, maka yang paling efektif untuk uji statistiknya adalah MANOVA (Miller, 1996; Izenman, 2008; Jobson; 1991), dengan menggunakan aplikasi SPSS v.16.0 for windows.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
103
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hasil Penelitian Asumsi MANOVA bahwa varian tiap-tiap variabel dependen adalah sama (homogen). Demikian pula matriks varian/covarian dari variabel dependen adalah sama. Homoginitas varian maupun matriks varian/covarian dari variabel dependen merupakan syarat penggunaan uji statistik MANOVA (Miller, 1996; Izenman, 2008; Jobson; 1991). Dalam penelitian ini uji homogenitas varian tiap-tiap variabel dependen menggunakan uji Levene’s sebagaimana disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Uji Levene’s (Homoginitas varian tiap-tiap variabel dependen) Levene's Test of Equality of Error Variancesa F
df1
df2
Sig.
Y1
.122
1
172
.727
Y2
8.787
1
172
.003
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + X
Pada Tabel 1 terlihat bahwa hasil uji Levene’s menunjukkan bahwa nilai Fy1 = 0,122 pada signifikansi 0,727 dan nilai Fy2 = 8,787 pada signifikansi 0,003. Jika pada uji MANOVA ditetapkan probabilitas signifikansi 0,05 berarti variabel y1 tidak signifikan karena Sig.y1 = 0,727 > 0,05 yang berarti bahwa variabel y1 memiliki varian yang homogen sesuai dengan asumsi MANOVA. Namun pada variabel y2 ternyata signifikan karena Sig.y2 = 0,003 < 0,05 yang berarti bahwa variabel y2 tidak homogen dan menyalahi asumsi MANOVA. Meskipun demikian syarat uji MANOVA dinilai masih kuat (robust) dan bisa dilanjutkan analisisnya. Sedangkan uji homogenitas matriks varian/covarian dari variabel dependen menggunakan uji Box’s M sebagaimana disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Uji Box’s M (Homoginitas matriks varian/covarian dari variabel dependen) Box's Test of Equality of Covariance Matricesa Box's M
5.842
F
1.923
df1
3
df2
5.713E6
Sig.
.123
Tests the null hypothesis that the observed covariance matrices of the dependent variables are equal across groups. a. Design: Intercept + X
Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai Box’s M = 5,842 pada signifikansi 0,123. Jika pada uji MANOVA ditetapkan probabilitas signifikansi 0,05 berarti Sig.Box’s M = 0,123 > 0,05 maka hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat diputuskan bahwa matriks varian/covarian dari variabel dependen memiliki varian yang homogen, sehingga uji MANOVA memenuhi syarat
104
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
untuk dilanjutkan. Dengan kata lain, bahwa uji MANOVA pada penelitian ini “lulus” uji homogenitas sehingga layak dijadikan metode analisis data (uji statistik). Berdasarkan hasil uji MANOVA terbukti bahwa terdapat perbedaan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis (y1) dan praktis (y2) antara yang aktif berdiskusi dalam media jejaring sosial Edmodo (x1) dengan yang tidak mengikuti diskusi dalam media jejaring sosial Edmodo (x2). Hal ini terlihat pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Uji Multivariat Multivariate Testsb Effect Intercept
X
Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's Trace
.957
1.887E3a
Wilks' Lambda
.043
1.887E3a
2.000
171.000
.000
Hotelling's Trace
22.074
1.887E3a
2.000
171.000
.000
Roy's Largest Root
22.074
1.887E3a
2.000
171.000
.000
Pillai's Trace
.316
39.457a
2.000
171.000
.000
Wilks' Lambda
.684
39.457a
2.000
171.000
.000
Hotelling's Trace
.461
39.457a
2.000
171.000
.000
Roy's Largest Root
.461
39.457a
2.000
171.000
.000
2.000
171.000
.000
a. Exact statistic b. Design: Intercept + x
Hasil uji multivariat (MANOVA) pada Tabel 3 membuktikan bahwa nilai F dari effect x (Edmodo) dengan analisis Pillai’s Trace, Wilk’ Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root menunjukkan pada Sig. (signifikansi) 0,000. Jika pada uji MANOVA ditetapkan probabilitas signifikansi 0,05 berarti nilai F dari analisis Pillai’s Trace, Wilk’ Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root semuanya lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian nilai F dari analisis Pillai’s Trace, Wilk’ Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root semuanya signifikan. Artinya, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua varibel dependen (y1 dan y2) antara kedua variabel independen (x1 dan x2). Selanjutnya pada uji between-subjects effects disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Uji between-subjects effects Tests of Between-Subjects Effects Source
Dependent Variable
Corrected Model
y1
16.519a
1
16.519
17.858
.000
y2
55.939b
1
55.939
78.808
.000
y1
1944.105
1
1944.105
2.102E3
.000
y2
2227.526
1
2227.526
3.138E3
.000
y1
16.519
1
16.519
17.858
.000
y2
55.939
1
55.939
78.808
.000
Intercept
Y
Type III Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Sig.
105
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923 Error
Total
Corrected Total
y1
159.096
172
.925
y2
122.089
172
.710
y1
2129.000
174
y2
2423.000
174
y1
175.615
173
y2
178.029
173
a. R Squared = .094 (Adjusted R Squared = .089) b. R Squared = .314 (Adjusted R Squared = .310)
Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada sumber Y nilai Fy1 = 17,858 pada Sig. (signifikansi) 0,000 dan nilai Fy2 = 78,808 pada Sig. (signifikansi) 0,000. Jika pada uji MANOVA ditentukan probabilitas signifikansi 0,05, berarti nilai Fy1 maupun nilai Fy2 lebih kecil dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan variabel y1 yang diakibatkan oleh varibel x1. Demikian pula terdapat perbedaan yang signifikan variabel y2 yang diakibatkan oleh varibel x1. Dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa (1) terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan media jejaring sosial Edmodo terhadap partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar teoretis maupun praktis. (2) Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar yang bersifat teoretis. (3) Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media jejaring sosial Edmodo dengan partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas pada materi ajar yang bersifat praktis.
Rekomendasi 1. Penggunaan media jejaring sosial Edmodo efektif untuk dipraktikan dalam pembelajaran di perguruan tinggi, baik untuk matakuliah yang bersifat teoretis maupun praktis (terapan atau analisis), karena banyak ragam kompetensi yang dapat diperoleh mahasiswa. 2. Penelitian lanjutan yang berfokus pada penggunaan jejaring sosial Edmodo masih sangat diperlukan, terutama yang terkait dengan pengembangan atribut-atribut soft skills.
Daftar Pustaka Arroyo, C. G. (2011). On-line social networks: innovative ways towards the boost of collaborative language learning. International Conference ICT for Language Learning, 4th edition. Basori (2013). Pemanfaatan social learning network ”Edmodo” dalam membantu perkuliahan teori bodi otomotif di Prodi PTM JPTK FKIP UNS. Jurnal JIPTEK 6(2), Juli 2013, 99105. edmodo.com (https://www.edmodo.com) Gall, M.D., Gall, J.P., & Borg, W.R. (2007). Educational research: An introduction, eighth edition. Boston: Person Education, Inc. Graham, C. R. (2009). Blended learning models. Encyclopedia of Information Science and Technology, 375-382. Gushiken, B. (201). Integrating edmodo into a high school service club: to promote interactive online communication. TCC Worldwide Online Conference.
106
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Ilah Sailah, dkk. (2014). Buku kurikulum pendidikan tinggi. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Izenman, A.J. (2008). Modern multivariate statistical techniques: regression, classification, and manifold learning. New York, NY: Springer Science+Business Media, LLC. Jobson, J.D. (1991). Applied multivariate data analysis, volume I: regression and experimental design. New York, NY: Springer Science+Business Media. Thongmak, Mathupayas (2013), Social network system in classroom: antecedents of edmodo adoption. Journal of e-Learning and Higher Education, Vol. 2013 (2013), pp. 1-15. Miller, S. (1996). Experimental design and statistics (2nd edition). New York: Routledge. Murphy, P. K., et al. (2009). Examining the effects of classroom discussion on students’ comprehension of text: a meta-analysis. Journal of Educational Psychology, 101(3), 740764. Kemendikbud. (2014). Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) RI Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
107
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Implementasi Penggunaan Edmodo dalam Mata Kuliah Belajar Pembelajaran Ima Chusnul Chotimah 7 ([emailprotected]) Rosi Anjarwati 7 ([emailprotected]) Abstract There are several subjects that must be covered by the students of STKIP PGRI Jombang. One of them is Belajar Pembelajaran in second semester of English Department. In the fact, the students found difficulty in understanding the material because of the lack of time. Edmodo is one of electronic media which has some benefits, such as: easy and affordable. This Classroom Action Research concerned to solve that problem by appliying Edmodo as a media that could be accessed outside the class, so that the lecturer could give the feedback of students’ understanding in the form of summary whenever and wherever they are. The result of the data analysis which was got through test and questionnaire showed that there was improving on the students ability in understanding the material of Teaching and Learning. Keywords: Learning Learning, Edmodo Abstrak Ada beberapa jenis mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa STKIP PGRI Jombang. Salah satunya adalah Belajar Pembelajaran yang berada di semester 2 untuk prodi Bahasa Inggris. Pada kenyataanya, mahasiswa menemukan kesulitan dalam memahami materi karena terbatasnya waktu. Edmodo adalah salah satu media elektronik yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mudah dan terjangkau. Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan Edmodo sebagai media yang dapat diakses diluar kelas sehingga dosen dapat memberikan umpan balik terhadap pemahaman mahasiswa yang dituangkan dalam bentuk resume kapanpun dan dimanapun. Hasil analisis data yang didapat dari tes dan kuesioner menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam memahami materi mata kuliah Belajar Pembelajaran. Kata Kunci: Belajar Pembelajaran, Edmodo
Pendahuluan Pendidikan di tingkat perguruan tinggi di Indonesia mempunyai peran yang cukup penting dalam perkembangan bangsa dan negara karena di tingkat inilah anak bangsa (mahasiswa) telah dapat berpikir kritis. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, pasal 1 (2): “Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. “Terdapat beberapa jenis pendidikan tinggi di Indonesia, diantaranya adalah Universitas, Institut, Akademi serta Sekolah Tinggi. Salah satu Sekolah Tinggi yang berkembang di kabupaten Jombang adalah STKIP PGRI Jombang. Di STKIP PGRI Jombang, terdapat beberapa program studi dengan beberapa jenis mata kuliah. Belajar Pembelajaran merupakan salah satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa program studi Bahasa Inggris. Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami hakikat belajar, menganalisis teori-teori belajar dan landasan filosofisnya, menganalisis berbagai teori pembelajaran dan mampu merancang serta mengembangkan 716
STKIP PGRI Jombang
108
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
berbagai alternatif aplikasi model pembelajaran disesuaikan dengan teori-teori pembelajaran yang mendasarinya. Sebagai mata kuliah yang berbahasa Indonesia, Belajar Pembelajaran seharusnya akan lebih mudah dipahami oleh mahasiswa program studi Bahasa Inggris yang merupakan bahasa nasional. Pada kenyataannya mahasiswa dikelas 2014 C mengalami kesulitan dalam memahami materi mata kuliah ini. Kesulitan tersebut disebabkan kurang maksimalnya penjelasan materi yang disampaikan oleh teman sesama mahasiswa dalam bentuk presentasi serta terbatasnya waktu bagi dosen untuk mengulas kembali dan memberi umpan balik terhadap hasil presentasi dan diskusi. Berdasakan kondisi tersebut diatas, peneliti ingin menggunakan teknologi informasi sebagai media karena perkembangan dan kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan penerapannya sangat bergantung pada teknologi informasi. Ada empat manfaat teknologi informasi dalam dunia pendidikan menurut Mirfani, yaitu: (1) sebagai alat pengelolaan pengetahuan, (2) sebagai alat pembelajaran, (3) sebagai alat pengelolaan usaha, dan (4) sebagai alat pengkajian. Salah satu bentuk teknologi informasi adalah internet; dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan Edmodo. Edmodo adalah platform pembelajaran yang aman bagi guru (dosen), siswa (mahasiswa) dan sekolah (kampus) berbasis sosial media. Edmodo menyediakan cara yang aman dan mudah bagi kelas untuk terhubung dan berkolaborasi, berbagi konten dan akses pekerjaan, nilai dan pemberitahuan sekolah. (Haris, 2013) Edmodo memiliki beberapa keunggulan diantaranya dapat membantu pengajar membangun sebuah kelas virtual berdasarkan pembagian kelas nyata di sekolah, dimana dalam kelas tersebut terdapat penugasan, quiz dan pemberian nilai pada setiap akhir pembelajaran. Selain itu, pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dan dapat dilakukan dari alat apa saja yang mendukung. Berdasarkan pertimbangan diatas, peneliti menerapkan Edmodo sebagai media alternatif dalam rangka memecahkan persoalan yang dihadapi dalam mata kuliah Belajar Pembelajaran di kelas 2014 C Program Studi Bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang.
Landasan Teori Hakikat Belajar Pembelajaran Berbicara tentang Belajar dan Pembelajaran, tidak bisa dipisahkan dari konsep pendidikan. Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo, 2001:6). Berdasarkan pengertian diatas, pendidikan diartikan secara sempit yaitu hanya pada area formal. Muhibinsyah (2003: 10) memberikan pengertian yang agak luas tentang pendidikan, yaitu sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.
Manfaat Teknologi Informasi dalam Pendidikan Dalam era modern dan globalisasi seperti saat ini, kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari teknologi. Peningkatan layanan informasi yang lebih baik dalam pendidikan adalah salah satu dampak pesatnya perkembangan teknologi informasi dan internet. Penerapan teknologi juga bermanfaat bagi pendidikan terutama untuk mewujudkan pendidikan nasional Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
109
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Menurut Suripto, Fatmasari & Purwatiningsih, manfaat teknologi informasi dalam pendidikan antara lain: akses ke kerpustakaan, akses ke pakar, melakukan kuliah atau pembelajaran online, menyediakan layanan informasi akademi dan administrasi suatu institusi pendidikan, menyediakan fasilitas mesin pencari data, menyediakan fasilitas diskusi, menyediakan fasilitas direktori alumni ke sekolah serta menyediakan fasilitas kerjasama. Diantara manfaat tersebut diatas, manfaat yang nyata dapat diperoleh oleh guru (dosen) dan siswa (mahasiswa) adalah manfaat pada proses pembelajaran. Yang pertama adalah Virtual Experiment. Demonstrasi dengan bantuan teknologi informasi ini digunakan untuk menampilkan suatu kegiatan eksperimen di depan kelas. Maksud dari virtual eksperiment disini adalah suatu kegiatan laboratorium yang dipindahkan didepan komputer. Yang kedua yaitu kelas virtual; Maksud kelas virtual di sini adalah siswa belajar mandiri yang berbasiskan web, misalnya menggunakan Edmodo. Bentuk kelas maya yang telah di kembangkan di sekolahsekolah yang memiliki fasilitas teknologi informasi. (Suripto, Fatmasari & Purwatiningsih).
Pengertian Edmodo Edmodo adalah platform microblogging pribadi yang dikembangkan untuk guru dan siswa, dengan mengutamakan privasi siswa. Guru dan siswa dapat berbagi catatan, tautan, dan dokumen. Edmodo menggunakan desain yang mirip dengan Facebook, dan menyediakan guru/dosen dan siswa/mahasiswa tempat yang aman untuk menghubungkan, berkolaborasi dan berbagi konten. Guru/dosen juga dapat mengirim nilai, tugas dan kuis untuk siswa/mahasiswa. Situs Edmodo tersebut gratis dan mudah digunakannya selama seorang guru dan murid bisa terhubung dengan internet. Edmodo adalah sebuah jawaban bagi sebuah ruang kelas virtual yang nyaman dan aman, dikarenakan: 1) Siswa bisa berinteraksi dalam pantauan gurunya (bebas cyber crime dan cyber bullying); (2)Tidak ada orang luar yang bisa masuk dan melihat kelas virtual yang dibuat oleh seorang guru tanpa mendapat kode khusus dari guru yang bersangkutan; (3) Guru bisa memulai pertanyaan, menaruh foto atau video, menaruh presentasi bahan ajar, yang kesemuanya bebas untuk diunduh oleh siswa dan dikomentari; (4) Murid bisa kembali kapan saja untuk mengulang materi yang diberikan gurunya, bahkan PR bisa diberikan melalui edmodo. Murid juga bisa mengumpulkan PR nya lewat edmodo; (5) Guru bisa menaruh nilai dari pekerjaan siswa sebagai acuan bagi siswa; (6) Kelas virtual yang dibuat seorang guru tidak terbatas, guru bisa menaruh bahan ajar untuk digunakan di angkatan atau tahun ajaran berikutnya; (7) Siswa bisa bekerja sama dengan siswa lain dalam grup kecil yang dibentuk oleh gurunya; (8) Siswa yang pendiam bisa bebas berkata-kata dan berpendapat tanpa khawatir dipermalukan, sementara si anak tipe aktif bisa posting pertanyaan kapan saja asal ia terhubung dengan internet. Berdasarkan manfaat tersebut diatas, Edmodo sangat sesuai untuk diterapkan dalam mata kuliah Belajar Pembelajaran yang membutuhkan waktu ekstra diluar tatap muka di kelas. Selain manfaat- manfaat yang sudah dipaparkan, Edmodo memiliki kelebihan yaitu mengadaptasi tampilan seperti facebook, secara sederhana Edmodo relatif mudah untuk digunakan bahkan untuk pemula sekalipun, Compatibility. Edmodo mendukung preview berbagai jenis format file seperti: pdf, pptx, html, swf dan sebagainya. Dan aplikasi, Edmodo tidak hanya dapat diakses dengan menggunakan PC (laptop / desktop) tetapi juga bisa diakses dengan menggunakan gadget berbasis Android OS.
110
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Metode Penelitian Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dimana peneliti bertindak sebagai dosen dan sebagai peneliti. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menyusun beberapa tahapan, diantaranya: Perencanaan, Implementasi, Observasi, dan Refleksi.
Perencanaan Dalam tahapan ini, peneliti mempersiapkan materi yang terangkum dalam beberapa topik yang akan didiskusikan selama 1 semester pada mata kuliah Belajar Pembelajaran. Peneliti juga membuat grup Edmodo Belajar Pembelajaran kelas 2014 C. Pada tahapan perencanaan, terdiri dari 3 langkah, diantaranya: menyiapkan strategi pembelajaran yang sesuai, membuat Rencana
Menyiapkan Strategi Pembelajaran Strategi penggunaan media Edmodo yang diaplikasikan pada mata kuliah Belajar Pembelajaran adalah sebagai berikut: Pertama, dosen meminta mahasiswa untuk membuat alamat email dan kemudian masuk di grup Edmodo Belajar Pembelajaran kelas 2014 C pada minggu pertama. Kemudian dosen membagi kelas menjadi 10 grup dan diberikan topik materi yang akan mereka presentasikan. Masing-masing grup harus membuat makalah berdasarkan topik dan dikumpulkan 2 minggu kemudian. Kedua, kelompok pertama mempresentasikan topik materi yang ada dalam makalah mereka dan dilanjutkan dengan pemberian komentar dan tanya jawab dari mahasiswa dan dosen memberikan umpan balik dari kegiatan tersebut. Sedangkan bagi mahasiswa yang lain harus merangkum tentang materi tersebut dan mengirimkan hasil rangkumannya ke grup Edmodo kelas 2014 C paling lambat 3 hari setelah pertemuan di kelas. Kegiatan ini dilakukan setiap minggu. Ketiga, dosen memberikan komentar terhadap hasil resume mahasiswa setiap minggu untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami materi yang sudah dipresentasikan.
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rancangan pembelajaran terdiri dari kegiatan presentasi dari masing-masing grup dan mahasiswa yang lain membuat resume dan mengirimkan hasil resume mereka ke grup Edmodo. Ada 4 topik yang dibahas, diantaranya: Konsep Belajar Pembelajaran, Prinsip Belajar Pembelajaran, Peran Guru dalam Belajar Pembelajaran dan Teori-teori dalam Belajar Pembelajaran.
Kriteria Keberhasilan. Dalam penelitian tindakan kelas ini ada dua criteria of succes; (1) 75% dari mahasiswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75, dan (2) respon positif dari mahasiswa berdasarkan isian kuesioner yang diberikan, yaitu lebih dari atau sama dengan 70%.
Implementasi Ketika semua perangkat pembelajaran siap untuk digunakan, peneliti mengimplementasikan aktivitas-aktivitas yang sudah di design dengan menggunakan Edmodo sebagai media elektronik pada mata kuliah Belajar Pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa program studi Bahasa Inggris angkatan 2014/2015 kelas 2014 C pada semester kedua STKIP PGRI Jombang yang berjumlah 22 mahasiswa.
Observasi Data dan sumber data.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
111
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data tersebut yakni dari hasil tes mahasiswa dan hasil isian kuesioner mahasiswa terhadap penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran. Data tersebut didapat dari mahasiswa yakni dari hasil tes dan kuesioner.
Alat dan tehnik pengumpulan data. Dalam memperoleh data, peneliti menggunakan tes untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa terhadap materi, dan kuesioner terhadap penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran. Kuesioner dipakai untuk mengetahui bagaimana respon mahasiswa terhadap penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran elektronik pada mata kuliah Belajar Pembelajaran.
Refleksi Pada bagian ini peneliti menganalisa hasil implementasi penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran elektronik pada mata kuliah Belajar Pembelajaran pada siklus awal. Adapun data yang dianalisa adalah dari hasil tes dan isian kuesioner yang disi oleh mahasiswa. Tahapan ini membahas seberapa jauh strategi yang dikembangkan dapat memecahkan masalah dan faktor-faktor yang menyebabkan strategi tersebut tidak berhasil dalam memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti merefleksi apakah strategi yang telah diaplikasikan dalam proses belajar pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata kuliah Belajar Pembelajaran. Data diolah kemudian dipadukan dengan kriteria keberhasilan untuk mengetahui apakah data tersebut memenuhi kriteria atau tidak. Hasil dari refleksi tersebut, kemudian digunakan sebagai dasar memutuskan untuk merevisi starategi yang diaplikasikan pada siklus berikutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari pembelajaran atau peneliti memutuskan untuk mengakhiri penelitian tersebut karena hasil tersebut sudah memenuhi kriteria keberhasilan.
Hasil Penelitian Temuan pada Siklus 1 Siklus pertama dilaksanakan selama 4 pertemuan pada tanggal 2, 9, 16 dan 23 Maret 2015. Ada 4 topik yang dibahas pada siklus pertama, diantaranya: Konsep Belajar Pembelajaran, Prinsip Belajar Pembelajaran, Peran Guru dalam Belajar Pembelajaran, dan Teori-teori dalam Belajar Pembelajaran. Topik-topik tersebut sesuai dengan Silabus dan SAP yang dibuat oleh dosen sebelum melakukan kegiatan belajar pembelajaran. Dalam siklus pertama, peneliti menemukan bahwa hasil dari tes menunjukkan 54,55% mahasiswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75. Kenyatannya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Mahasiswa juga kurang mendapatkan referensi atau sumber yang berhubungan dengan studi kasus yang kerap terjadi di lapangan khususnya di dunia pendidikan Adapun instrument kedua yang digunakan oleh peneliti yang berhubungan dengan respon mahasiswa adalah kuesioner. Ada empat indikator dalam kuesioner tersebut. Indikator pertama tentang ketertarikan mahasiswa dalam menggunakan Edmodo. Dalam indikator ini, peneliti menemukan lebih dari 81,82% mahasiswa tertarik ketika dosen menjelaskan Edmodo dan 95,45% mahasiswa antusias saat dosen meminta mereka untuk mendaftar sebagai pengguna Edmodo dalam mata kuliah Belajar pembelajaran. Indikator kedua tentang media yang digunakan, dalam hal ini adalah media Edmodo. Dalam indikator ini, peneliti menemukan sekitar 68,18% dari mahasiswa merasa mudah dalam
112
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
memahami instruksi yang diberikan oleh dosen dalam Edmodo. Masih dalam indikator yang sama peneliti menemukan sekitar 45,45% dari mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengoperasikan Edmodo. Itu disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya: tidak semua mahasiswa bisa mengakses Edmodo dari gadget mereka, sinyal yang kurang bagus sehingga sebagian dari mereka mengalami kesulitan bergabung dalam grup Edmodo. Selanjutnya, peneliti juga menemukan sekitar 72,73% mahasiswa menyatakan termotivasi untuk belajar pada mata kuliah ini ketika diminta untuk menulis resume di Edmodo. Indikator ketiga tentang kemampuan memahami materi yang diperoleh mahasiswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan Edmodo. Dalam indikator ini ditemukan bahwa sekitar 86,36% mahasiswa merasa terbantu dalam memahami materi dan komentar serta feed back dari dosen membantu mereka dalam meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Belajar Pembelajaran. Ditemukan juga 72,27% mahasiswa merasa bahwa komentar dan feed back dari teman-teman mereka membantu dalam meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Belajar Pembelajaran. Indikator yang keempat tentang pendapat mahasiswa dalam mengerjakan instruksi dari dosen selama proses belajar pembelajaran. Ditemukan bahwa sekitar 81,82% mahasiswa selalu mengerjakan instruksi yang ada di Edmodo dan sekitar 63,64% mahasiswa selalu mengerjakan instruksi yang ada di Edmodo sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan. Berdasarkan hasil analisa diatas, implementasi penggunaan Edmodo sebagai media elektronik dalam mata kuliah Belajar Pembelajaran belum mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini dibuktikan dari hasil tes mereka belum memenuhi kriteria keberhasilan. Walaupun dari hasil kuesioner sebagaian besar dari mahasiswa merasa mengalami peningkatan pemahaman setelah menggunakan media Edmodo. Namun hasil tes memiliki bukti yang berbeda. Dalam hal ini, peneliti perlu untuk merevisi strategi sebelum siklus yang kedua diaplikasikan, sehingga bisa mencapai kriteria keberhasilan. Peneliti perlu untuk lebih sering memberikan quis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik di setiap pertemuan. Quis tersebut diberikan satu hari setelah topik tersebut dipresentasikan via Edmodo. Mahasiswa diminta untuk aktif memberikan komentar terhadap pertanyaan tersebut. Dan bagi mahasiswa yang masih mengalami kesulitan, mereka bisa melakukan tanya jawab dengan dosen pengajar via Edmodo. Dalam hal ini, diharapkan mahasiswa bisa berdiskusi dan menemukan solusi tentang kesulitan yang mereka hadapi kapanpun dan dimanapun.
Temuan di Siklus 2 Siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 30 Maret, 6 dan 13 April 2015. Pada siklus ini, peneliti mengaplikasikan penggunaan Edmodo untuk mengirimkan hasil resume mahasiswa dan dosen memberikan komentar pada tulisan tersebut. Selain itu, dosen juga memberikan latihan setiap minggunya dengan memberikan quis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi setiap minggunya. Mahasiswa diminta untuk aktif memberikan komentar terhadap pertanyaan tersebut. Mahasiswa juga bisa melakukan tanya jawab tentang materi yang belum mereka fahami via Edmodo, dan dosen memberikan feed back terhadap pertanyaan mahasiswa. Setelah peneliti mengaplikasikan strategi yang sudah direvisi sebelumnya, peneliti memberikan tes untuk mengetahui hasil kemampuan mereka dalam memahami materi. Setelah menganalisa hasil tes mahasiswa, peneliti menemukan bahwa 77,27% mahasiswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 75. Begitu juga dari hasil kuesioner, lebih dari 72% di setiap Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
113
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pertanyaan yang ada dalam kuesioner mendapatkan respon positif dari mahasiswa. Hasil analisa diatas menunjukkan bahwa implementasi penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran mata kuliah Belajar Pembelajaran mahasiswa program studi Bahasa Inggris angkatan 2014/2015 kelas 2014 C STKIP PGRI Jombang mencapai kriteria keberhasilan. Adapun peningkatan respon positif mahasiswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1 Tabel Respon Mahasiswa selama Penelitian Tindakan kelas No
Bentuk Pertanyaan dalam Kuesioner
1.
Mahasiswa tertarik mempelajari mata kuliah Belajar Pembelajaran ketika dosen menjelaskan Edmodo Mahasiswa merasa antusias saat dosen meminta mendaftar sebagai pengguna Edmodo dalam mata kuliah Belajar pembelajaran Mahasiswa merasa mudah memahami instruksi yang diberikan oleh dosen dalam Edmodo Mahasiswa menemukan kesulitan dalam mengoperasikan Edmodo Mahasiswa termotivasi untuk belajar mata kuliah Belajar Pembelajaran ketika diminta untuk menulis resume di Edmodo Mahasiswa merasa terbantu dalam memahami materi dengan adanya Edmodo Komentar dan feed back dari dosen membantu mahasiswa dalam dalam meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Belajar Pembelajaran Komentar dan feed back dari temanteman membantu mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Belajar Pembelajaran Mahasiswa selalu mengerjakan instruksi yang ada di Edmodo Mahasiswa mengerjakan instruksi yang ada di Edmodo sesuai dengan durasi waktu yang ditentukan
S
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
9. 10.
Hasil respon mahasiswa (%) Siklus 1 Siklus 2 KS TS S KS
TS
81,82
13,64
4,54
90,91
9,09
95,45
4,55
95,45
4,55
68,18
31,82
90,91
9,09
45,45
40,91
13,64
22,73
77,27
72,73
22,72
4,55
81,82
18,18
86,36
13,64
90,91
9,09
86,36
13,64
86,36
13,64
72,27
22,73
81,82
18,18
81,82
18,18
86,36
9,09
4,55
63,64
31,82
4,54
72,73
22,72
4,55
*S: Setuju; KS: Kurang Setuju; TS: Tidak Setuju. Tabel 1 menunjukkan ada peningkatan hasil respon mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media Edmodo. Berdasarkan hasil pada temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setelah peneliti melaksanakan tahapan implementasi, observasi, dan analisa hasil temuan selama penelitian berlangsung, peneliti memutuskan bahwa penelitian tindakan kelas tentang penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran elektronik pada mata kuliah Belajar Pembelajaran mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris angkatan 2014/2015 kelas 2014 C STKIP PGRI Jombang dapat
114
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami mata kuliah tersebut, dimana hasil tes mahasiswa telah mencapai kriteria keberhasilan. Keputusan ini juga didukung dengan hasil respon positif mahasiswa yang dituangkan dalam kuesioner. Peneliti menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas ini berhasil. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk mengakhiri penelitian.
Simpulan Penggunaan Edmodo sebagai media pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami materi. Edmodo dapat membuat mahasiswa tertarik dan termotivasi untuk belajar mata kuliah Belajar Pembelajaran. Mahasiswa juga merasa terbantu dengan adanya komentar dan feed back baik dari dosen atau teman-teman, sehingga mahasiswa dapat meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Belajar Pembelajaran. Akhirnya, Edmodo adalah salah satu media yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran, khususnya pada mata kuliah dasar umum Belajar Pembelajaran.
Daftar Pustaka Haris.2013. Panduan Edmodo bagi Teacher. Materi Pelatihan E-Learning baginDosen dan Mahasiswa Universitas Darussalam Ambon. Latief, Adnan. 2010. Tanya Jawab Metode Penelitian Pembelajaran Bahasa. Malang: UM Press. Mirfani. 2011. Manfaat Teknologi bagi Pendidikan. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195706161986011. Diakses pada tanggal 18 April 2015 Mudyahardjo, R.2001. Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya Muhibinsyah.2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Suripto, Fatmasari & Purwatiningsih. 2012. Penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi danDampaknya dalam Dunia pendidikan. http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fisip201013.pdf. Diakses pada tanggal 17 April 2015 Undang-Undang Pendidikan Tinggi RI tahun 2012. www.edmodo.com. Diakses pada tanggal 18 April 2015 www.fkip.unidar.ac.id. Diakses pada tanggal 18 April 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
115
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Improving The Ability In Structure I of Students STKIP PGRI Jombang Through The Process-Product Writing Approach Chalimah 8 Afi Ni’amah 8 Abstract This study is aimed at one main purpose : improving the ability in structure 1 especially in telling past events through the process-product writing approach. The design of this study belongs to a classroom action research. In this study, classroom action research is used to introduce the process-product writing approach to teach grammar to the students of 2014 B at STKIP PGRI Jombang. This study was started by conducting a preliminary study which was then followed by cycles comprising several procedures include planning the action, implementing the action, observing the action, and analyzing and reflecting on the action. Based on the findings, it can be concluded that the process-product writing approach could improve the students’ ability in grammar. 83% of the students could master the process of editing (process writing approach) and 96% of the students are excellent at grammar (product writing approach). Keywords: Improving, Structure 1, Process-product approach.
Abstrak Studi ini ditujukan pada satu tujuan utama: meningkatkan kemampuan structure 1 khususnya tentang past melalui process-product writing approach. Desain studi ini termasuk penelitian tindakan kelas. Pada studi ini, penelitian tindakan kelas digunakan untuk memperkenalkan process-product writing approach untuk mengajar grammar bagi mahasiswa 2014 B di STKIP PGRI Jombang. Studi ini dimulai dengan melaksanakan preliminary study yang kemudian diikuti dengan siklus yang melibatkan beberapa prosedur termasuk perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisa, dan refleksi. Berdasarkan temuan, dapat disimpulkan bahwa process-product writing approach bisa meningkatkan kemampuan mahasiswa di grammar. 83% mahasiswa bisa menguasai proses editing (process writing approach) dan 96% mahasiswa sangat baik pada grammar (product writing approach). Kata Kunci:Meningkatkan, Structure 1, Process-product approach.
Introduction The Teaching of English in the Indonesian Context English in Indonesia is considered as a foreign language, meaning that it is not used for social (Huda, 2004: 46) as well as official communication (Widiati & Cahyono, 2006: 142). Its being foreign language gives implications to its teaching. Gebhard (2000: 3) states that the objective of the teaching of English as a foreign language is usually to make the students able to pass the entrance examination, not to prepare them to be able to communicate by using English. Besides, in foreign language settings the students do not have chance to apply what they have studied to communicative situation outside the classroom. It is quite often to happen that the English they hear and read in the classroom is the only comprehensible English they have. The foregoing review of literature shows that practicing teachers are faced with a range of options for grammar instruction in their classrooms. There are, however, many types of difficulties faced by students and teachers with regard to grammar instruction in an EFL 8
Dosen Program studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Jomban, Jawa Timur
116
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
context. Identifying such difficulties and being consciously aware of them would help teachers find ways of overcoming them and provide effective grammar instruction. In teaching grammar, these areas have to be considered: grammar as rules, grammar as form, and grammar as resource. A better approach is perhaps to see grammar as one of many resources that we have in language which helps us to communicate. We should see how grammar relates to what we want to say or write, and how we expect others to interpret what our language use and its focus.
The Nature of the Process-Product Writing Approach The process writing approach is considered as a correction to the previous approach namely product oriented approach (Cahyono, 2001: 6). In product oriented approach the teachers tend to focus on evaluating the students’ final products (Widiati, 2004: 69). Moreover, Widiati (2004) argues that this approach does not tell us how the writers themselves experience the genuine process of writing. Unlike the product oriented approach, the process writing approach focuses on the process a writer participates in when he/she creates meaning (Montague, 1995: 1). This approach relies on the belief that “writing is not a single activity, but one which is recursive” (Widiati & Cahyono, 2006: 141). By recursive it means that to produce a piece of writing, a writer follows some stages that can be performed from the time he/she starts writing up to the time the final product is finished. Their opinion is in line with Raimes (1987, cited in Cahyono, 2001: 6). She states that the process writing approach views “writing as a creative process consisting of a series of stages occurring recursively throughout the process and feeding on one another.” Responding to the old product oriented approach, Brown (2001: 335) asserts that actually there is nothing wrong with the product oriented approach which gives more attention to the grammar of the students’ piece of writings. Shih (1986, cited in Brown, 2001: 335) states that process approach do most of the following: a. focus on the process of writing that leads to the final written product; b. help student writers to understand their own composing process; c. help them to build repertoires of strategies for prewriting, drafting, and rewriting; d. give students time to write and rewrite; e. place central importance on the process of revision; f. let students discover what they want to say as they write; g. give students feedback throughout the composing process (not just on the final product) as they attempt to bring their expression closer and closer to the intention; h. encourage feedback from both the instructor and peers; i. include individual conferences between teacher and student during the process of composition. Product approach do most of the following: a. model texts are read, and then features of the genre are highlighted b. do controlled practice of the highlighted features c. organize the ideas d. use the skills, structures and vocabulary they have been taught to produce the product to show what they can do as fluents and competent users of the language To sum up, the process writing approach does not seem that to create a piece of text follows a linear way. Rather, it follows several steps from the beginning of the writer starts writing his/her ideas up to the time he/she finishes completing the final version of his/her text. If Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
117
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
the process writing approach has been finished, it will be followed by the product approach. In the next section, the process-product writing approach is discussed in greater detail.
The Process-Product Writing Approach The process writing approach which gives more attention to the process of the writer experiences in the process of text making rather than to the final product comprises several stages. However, many writers propose several ideas of the stages themselves. According to Gebhard (2000: 226-230), there are four stages involved in the process of text making-prewriting, drafting, revising, and editing. Christenson (2002: 41) offers the process writing approach comprises five stages, i.e., prewriting, drafting, revising, editing, and publishing. Taking into account the schemes of stages in the process of writing proposed by some writers above, it is apparent that in general the process of writing consists of four stages, that is prewriting, drafting, revising, and editing. Consequently, in connection with this study, the process writing stages used are prewriting, drafting, revising, and editing. The first stage in the process writing approach is prewriting. According to Seow (2001: 316), at this stage a writer stimulates his/her thoughts to generate ideas and collect information for writing. Seow’s (2001) opinion is similar to Christenson’s (2002: 41). She states that prewriting activity involves everything the writer does before starting the actual task of writing. This activity includes activating schemata, generating ideas, and making plans for approaching the writing task. Smalley, Ruetten, and Kozyrev (2001: 3) affirm that in this prewriting activity the writer thinks about the topic and generates ideas. In general, prewriting stage has something to do with how the writer generates ideas for his/her writing. There are various techniques that can be used to generate ideas at the prewriting stage. These include brainstorming, free writing, WH-questions plus, and clustering. Brainstorming, according to Smalley, et al., (2001: 4) is “a sudden insight and connection”. In brainstorming spontaneity is needed and there is no right or wrong answer (Seow, 2001: 316). Gebhard (2000: 227) says that in brainstorming the writer calls out associations as many as possible of the topic given and at the same time they jot down their ideas. The next technique is free writing. Its meaning is writing without stopping (Smalley, et al, 2001: 5). It means that the writer writes everything coming to his/her mind without thinking too much about whether the ideas are correct or the grammar is right. One rule should be applied in free writing activity, in that don’t stop writing (Calderonello & Edwards, 1986: 25).So when the writer does free writing he/she does not interrupt the flow of the ideas. Another technique that can be used to generate ideas is WH-questions plus. As the name implies, in using this technique a writer produces who, why, what, where, when, and how questions about a certain topic and gives answers to the questions as fully as possible. It means that the writer may create another series of WH-questions to the answers of the first series (Seow, 2001: 316 and Smalley, et al., 2001: 6). WH-questions plus may help the writer to determine what he/she knows and what he/she would like to know about the topic (Calderonello & Edwards, 1986: 26). The last technique is clustering. According to Smalley, et al. (2001: 6), clustering is a process of making visual maps of the writer’s ideas. In using this technique what the writer needs to do is placing a circled key word in a center of a page. Then, from the circled word draw a line and write an idea associated with the word. The writer keeps doing this until he/she cannot think of any more ideas (Gebhard, 2000: 227 and Smalley, et al., 2001: 6).
118
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
After finishing the process of generating ideas, the writer comes to the next stage of the process writing approach, namely drafting. Brown (2001: 348) calls this stage and also the revising stage as “the core for process writing”. Christenson (2002: 41) and Gebhard (2000: 228) state that drafting is the process of writing the ideas down on paper. In writing the first draft, the writer may not be overly concerned with the grammatical correctness; rather the writer should focus more to get the ideas down on paper (Smalley, et al., 2001: 8). At the revising stage, the writer takes a second look especially of the content and organization of his/her ideas in his/her drafts to make the writer’s intent clearer to the reader(Christenson 2002: 41, Gebhard, 2000: 228 and Seow, 2001: 317). At this stage, the writer may add sentences to connect the ideas, to change the order of the sentences or paragraphs, to substitute another way of saying something or even to throw away the ideas that are not relevant to the topic or that are repetitive (Calderonello & Edwards, 1986: 11 and Smalley, et.al, 2001: 8). In doing revision, Seow (2001: 318) suggests that the writer may work in pairs and read each other’s draft. By listening attentively to his/her own draft, the writer will be more conscious of what he/she has written. The final stage of process writing approach is editing. After paying attention to the content and organization of his/her ideas at the revising stage, at this stage the writer starts thinking about the process of tidying up his/her writing. It means that the writer checks the sentences to make sure that they are grammatically and mechanically correct. Checking the mechanics include checking the spelling, punctuation, capitalization, and word choice or diction (Christenson 2002: 41, Smalley, et al., 2001: 9, and Seow, 2001: 318). A simple checklist may be used to help the writer to do self/peer revision. Seow (2001) provides some examples of the questions that can be utilized to check grammar. The examples are “Have you used your verbs in the correct tense?”, “Have you checked for subject-verb agreement?”, and “Have you used all your pronouns correctly?” Then, to check the mechanics, the writer can employ questions such as “Have you capitalize all first letter in each sentence?”, “Have you spelled all words correctly?”, and “Have all sentences been given correct punctuations?” In brief, the process writing approach consists of four stages, i.e., prewriting, drafting, revising, and editing. Besides, in the process of text creation the writer deals with different activities in each stage before he/she finishes his/her piece of writing. The most important thing to keep in mind is that “process is not the end; it is a means to the end.” (Brown, 2001: 337). After the process writing approach has been done, the writer goes to the second process namely product writing approach by focusing on the example given by the lecturer and compared it with their writing indidually, check their sentences based on the examples and theory given by the lecturer individually, and as the end result of the learning process, students use their skills, structures, and vocabulary to make better or revision to produce better product in grammatically writing.
Research Method The design of this study belongs to a classroom action research. According to Koshy (2007: xii), The main role of action research is to facilitate practitioners to study aspects of practice – whether it is in the context of introducing an innovative idea or in assessing and reflecting on the effectiveness of existing practice, with the view of improving practice.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
119
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The design of the research follows a model proposed by Kemmis and McTaggart (2000, cited in Koshy, 2007: 4). They propose that action research comprises four stages, namely planning the action, implementing the action, observing the action, and reflecting on the action. In this study, the researcher acted as the teacher/lecturer who implemented the processproduct writing approach to the students. Meanwhile her collaborator acted as an observer who observed the students’ progress during the teaching and learning process. The observation was emphasized on the activities which showed the criteria of success. This research was conducted at STKIP PGRI Jombang. It is located in Jln Pattimura III/20 Jombang in class of 2014 B. Time allotment for the teaching of structure 1 is 2 x 100’ for each meeting. Those time allotments are used for the regular teaching and learning process in the classroom/in its language laboratory. The procedures of this research are adapted from a model proposed by Kemmis and McTaggart (2000, cited in Koshy, 2007: 4). A preliminary study was conducted to know the real condition of the lecturers’ and the students’ problem in the teaching and learning process of English, especially in the teaching and learning process of writing. In addition to asking the students to write, to make sure the researcher about the problems they have, the researchers also administer questionnaires to the students. The result of the analysis on the students’ compositions and questionnaires will be used as a basis for the researcher to prepare the lesson plan. In the first step the researcher and her collaborative lecturer prepared the strategy, the lesson plan, the instruments, the criteria of success, and the introduction session of the strategy. In the teaching and learning process, the teacher-researcher assigned the students to follow the process-product writing approach which comprised four steps, namely prewriting, drafting, revising, and editing in writing grammatically correct. At the prewriting stage, the class activity was designed to guide students to generate, select, and order ideas of the topic given. In generating ideas, Wh-questions plus were utilized. At the drafting stage, the students were directed to put down the generated ideas at the prewriting stage into paper without considering grammar excessively. At the revising stage, the students were led to revise their drafts. The revision was made in terms of content and organization. In doing revision, the students were given revising guidelines. At the editing stage, the students edited their revised drafts by using the editing guidelines. The editing process covered grammar, vocabulary and mechanics (spelling, punctuation, and capitalization). In each stage of the process-product writing approach, the lecturer gave the students examples to make them easier in accomplishing the tasks. Finally, the students had to take a look at the examples of correct writing grammar 1 and made sure that their grammar was definitely correct
Result Table 1. The Analytic Scoring Rubric for the Students’ final compositions Aspect of writing Content
120
5
Final Score 30
Excellent
4
24
Good
3
18
Average
Weighting
Score
30%
Criteria Main ideas stated clearly and accurately. Main ideas stated fairly clearly and accurately. Main ideas somewhat unclear and
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Organization
Vocabulary
Grammar
Mechanics
25%
20%
20%
5%
2 1 5
12 6 25
Poor Very poor Excellent
4
20
Good
3
15
Average
2
10
Poor
1
5
Very poor
5
20
Excellent
4
16
Good
3
12
Average
2
8
Poor
1
4
Very poor
5
20
Excellent
4
16
Good
3 2
12 8
Average Poor
1
4
Very poor
5 4
5 4
Excellent Good
3
3
Average
2
2
Poor
1
1
Very poor
inaccurate. Main ideas not clear and accurate. Main ideas not at all clear and accurate. Well organized and perfectly coherent. Fairly well organized and generally coherent. Loosely organized but main ideas clear, logical but incomplete sequencing. Ideas disconnected, lacks logical sequencing No organization, incoherent. Very effective choice of words and word forms. Effective choice of words and word forms. Adequate choice of words but some misuse of vocabulary and word forms. Limited range, confused use of words and word forms. Very limited range, very poor knowledge of the words and word forms. No errors, full control of complex structure. Almost no errors, good control of structure. Some errors, fair control of structure. Many errors, poor control of structure. Dominated by errors, no control of structure. Mastery of spelling and punctuation. Few errors in spelling and punctuation. Fair number of spelling and punctuation errors. Frequent errors in spelling and punctuation. No control over spelling and punctuation.
The adaptation is made in terms of giving different weighting to each aspect of writing. The weighting is based on Jacobs et al (1981 in Weigle, 2002: 116) scoring profile. Cohen’s analytic scoring rubric provides feedback to the students on what aspects of writing they are good or poor. For the lecturer, the rubric supplies information on specific aspects of the students’ writing for planning instruction. The criteria of success play significant roles in this research study. They show the researcher what kind of data should be collected and when to stop the study. Furthermore, they provide the evidence of the strength of the strategy utilized in this study. This action research is considered to be successful if it meets the following criteria. (1) 80% of the students’ final compositions obtain a final score of 70 in the analytic scoring rubric.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
121
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Table 2. The Description of the Criteria of Success No
1
Criteria of Success
Data
80% of the students’ final compositions obtain a final score of 70 in the analytic scoring rubric.
The students’ final products after the implementation of the processproduct writing approach
Sources of Data The students’ final products
Instruments Portfolios
Procedures of Data Collection Collecting the students’ final products after the implementation of the approach complete
Tompkins (1994, cited in Kalesu, 2005) suggests that the introduction session be started by explaining the process-product approach, describing and demonstrating each stage to make it clearer for the students to follow, and guiding students as they develop several brief compositions to experience the writing process and focus on the correct grammar. The introduction session is done in two meetings. In the first meeting, the students learn the prewriting and the drafting stages. The first round of the implementation of the process-product writing approach in teaching grammar to the students. Then, it will be followed by the discussion and reflection of what have been done in the classroom during the implementation of the approach. In the implementation of the process-product writing approach, the researcher acted as the practitioners who carried out the teaching and learning process. (1) Prewriting The lecturer explained the objectives of the lesson to be achieved by the students. Then, she delivered a number of questions concerning the topic orally to activate the students’ background knowledge on the topic discussed. Next, the lecturer gave a model on how to generate, select, and order ideas. She asked them to do prewriting activity on a topic given. (2) Drafting The lecturer gave the students a model of how to make a rough draft based on the generated ideas in prewriting stage. Then, she asked the students to write their own rough drafts based on the ordered ideas at the prewriting stage. (3) Revising Before asking the students to revise their drafts, the lecturer equipped students with a model of a rough draft and revision guidelines for helping them revise their drafts. She guided them working on step-by-step revision. She first asked the students to check the sample draft whether it contained a topic sentence or not. Then, she asked them to identify all supporting details whether they refered to topic sentence or not. Finally, she asked them to arrange the details logically. After discussing the sample draft, the lecturer asked the students to revise their drafts by using the revising guidelines. (4) Editing After telling the students that they were going to edit their revised rough drafts, she gave the students a model of a revised rough draft and editing guidelines. She provided them a model of a revised rough draft and editing guidelines for leading them to work on editing drafts. She asked them to check the sample of a revised draft whether or not the spelling of each word, the capitalization, and the punctuation are correct. After having discussion on the model of revised draft, the lecturer asks the students to do editing activities by employing the editing guidelines. In the product assessment, the students must be able to imitate the correct pattern. 122
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Observing the action is the process of recording and collecting data about any aspects or events referring to the criteria of success that take place in the teaching and learning process. Observation on the implementation of the process-product writing approach takes into account two important aspects: data and data sources and research instruments and procedure of data collection. Considering the criteria of success, the researcher employed qualitative and quantitative data. Qualitative data are the results of (1) the observation and field notes about any activities of the students which show the criteria of success, (2) questionnaires about the students’ responses to the implementation of the process-product writing approach; and (3) portfolios of the students’ work at each stage of the process-product writing approach. While quantitative data is obtained from the result of the students’ final compositions which are collected after each round of the implementation of the process-product writing approach completed. To collect the data, there are four kinds of research instruments the researcher develops such as observation checklist, field notes, portfolios, and questionnaire. The data on the students’ progress at each stage of the process-product writing approach which is obtained through observation checklist, field notes, and portfolios will be analyzed qualitatively. It means that the data will be elaborated in words than in numbers. It happens also to the data on the students’ response to the implementation of the process writing approach which will be obtained through questionnaire. Then the data on the students’ final products will be analyzed by using the analytic scoring rubric determined. Reflection is intended to evaluate the effect of the action that has been carried out to the students’ ability in writing recount texts. For this reason, the result of the data analysis will be checked against the criteria of success predetermined to draw a conclusion. If all the criteria of success have been fulfilled, the action is stopped and if one of the criteria of success is not yet met, the study is continued to the next cycle by revising and improving the plan. The revision and improvement is focused on the relevant criteria which are not yet met in the first cycle. In order to know whether or not the implementation of the action plan in cycle 1 was successful, both the researcher and her collaborator did the observation, and then analyzed the data taken from the observation checklist, field notes, and students’ final writing. The analysis was focused on the result of the teaching and learning grammar through process-product writing approach. From the students’ side, it was found that most students were active involved in the writing process. It was proved by the result of the observation checklist that total point earned 30 out of 32 possible or 93.75% of the students were actively involved during teaching and learning process. Furthermore, the students felt relax and happy during the process of teaching and learning. From the lecturer’s side, she had good performance in conducting the teaching learning process in the classroom. She did all of the activities that had been planned in all the stages of process-product writing approach well. Consequently, the process of teaching and learning ran smoothly in each stage of the process-product writing approach. In addition, she was also patient in guiding the students through all the stages. The analysis was concerned with the subjects’ competence in every stage of using the process writing approach. The result of the observation on the subjects’ improvement in the writing process in cycle 1 could be seen in table below.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
123
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
No
Stages
1
Prewriting
2
Drafting
3
Revising
4
Editing
5
Imitating Checking
Demonstrated Competence
and
Explore, select, and ordering ideas to make an outline Write a rough draft as a development of the outline Rewrite the draft as the lecturer suggested Identify the mechanical and grammar errors Imitate and recheck based on the basic pattern (focus on grammar only)
Level of Achievement Good Fair Poor 75%
4%
21%
75%
8%
17%
79%
8%
13%
83%
13%
4%
83%
14%
3%
The analytical scoring rubric on the subjects’ product was adapted from Berhman (2003) as seen in the table below. Component of writing Content Organization Vocabulary Grammar Mechanics
Excellent Pre-test Cycle 1 (%) (%) 79 83 92 96 88
Good Pre-test Cycle 1 (%) (%) 54 50 -
Fair Pre-test Cycle 1 (%) (%) 29 29 38 -
Poor Pre-test Cycle 1 (%) (%) -
Conclusions Based on the findings, it can be concluded that the process-product writing approach could improve the students’ ability in grammar. 83% of the students could master the process of editing (process approach) and 96% of the students are excellent at grammar (product approach
References Brown, H.D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. (2nd Ed). White Plains, NY: Addison Wesley Longman. Berhman, C.H. 2003. Ready to Use : Writing Proficiency Lesson & Activities. San Fransisco: John Wiley & Sons. Cahyono, B. Y. 2001. Second Language Writing and Rhetoric: Research Studie in the Indonesian Context. Malang: State University of Malang Press. Calderonello, A.H. & Edwards Jr, B.L. 1986. Roughdrafts: The Process of Writing. Boston, MA: Houghton Mifflin Company. Christenson, T.A. 2002. Supporting Struggling Writers in the Elementary Classroom. Newark, DE: International Reading Association. Gebhard, J.G. 2000. Teaching English as a Foreign or Second Language: A Teacher Selfdevelopment and Methodology Guide. Ann Arbor, USA: The University of Michigan Press. Huda, N. 2004. Peningkatan Penguasaan Bahasa Inggris untuk Menghadapi Globalisasi [Improving English Mastery to Face Globalization]. Kumpulan Artikel: Lustrum ke-10 Universitas Negeri Malang. Malang: Universitas Negeri Malang. Kalesu, A. 2005. Implementing the Process Writing Approach to Develop the Writing Ability of the Third Year Students of SMP 9 Palu. Unpublished Thesis. Malang: Graduate Program State University of Malang. Koshy, V. 2007. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. London: Paul Chapman Publishing.
124
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Nunan, D. 1999. Second Language Teaching and Learning. Boston: Heinle & Heinle. Raimes, A. 1983. Techniques in Teaching Writing. New York: Oxford University Press. Seow, Anthony.2001. The Writing Process and Process Writing. In J.C. Richards & W.A. Renandya,. 2001. Methodology in Language Teaching: An Anthology of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press. Smalley, R.L., Ruetten, M.K., & Kozyrev, J.R. 2001. Refining Composition Skills: Rhetoric and Grammar. (5th Ed). Boston, MA: Heinle & Heinle. Weigle, Sara Cushing. (2002). Assessing writing. Cambridge: Cambridge University Press Widiati, U & Cahyono, B. Y. 2006. The Teaching of EFL Writing in the Indonesian Context: The State of the Art. Jurnal Ilmu Pendidikan, 13(3): 139-150. Widiati, U. 2004. Approaches to Teaching Writing in the ESL Context. Kumpulan Artikel: Lustrum ke-10 Universitas Negeri Malang. Malang: Universitas Negeri Malang.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
125
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Proses Konstruksi Mahasiswa Calon Guru dalam Membuat Strategi Penyelesaian Masalah Pembagian Bilangan Pecahan Esty Saraswati Nur Hartiningrum 9 ([emailprotected]) Lia Budi Tristanti 9 ([emailprotected]) Edy Setiyo Utomo 9 ([emailprotected]) Abstract Problem solving the issue of dividing fractions, teachers often explain the cross-product strategy. This strategy is efficient and profitable is widely applicable in all contexts and domains. However, this strategy does not match the mental operations involved in building strategies and less meaningful in certain situations. In the cross-product strategy, fractional division is often understood without meaning. Preservice would eventually become a teacher, where teachers are influential in the process of student activities in the uses strategies to solve math problems. Hence the need for a study of the construction process of candidates for Master's students in making the division problem-solving strategies fractions. The strategy is constructed of non-traditional strategies are not cross product. However, non-traditional strategies should be in conformity with the concept of division, especially division of fractions. The strategy is constructed of preservice in problem solving division of fractions is flipped and multiplying Strategy, the strategy of using decimal, divide the numerator and denominator strategy, the common denominator strategies, strategies for reducing repetitive, recurrent summation strategy and strategy using algebraic manipulation Keywords: Construction Process , Strategies , Division of Numbers Fractions Abstrak Menyelesaikan masalah pembagian bilangan pecahan, guru sering menjelaskan mengenai strategi perkalian silang. Strategi ini menguntungkan yaitu efisien dan secara luas berlaku di seluruh konteks dan domain. Namun strategi ini tidak cocok dengan operasi mental yang terlibat dalam membangun strategi dan kurang bermakna dalam situasi tertentu. Dalam strategi perkalian silang, pembagian pecahan sering dipahami tanpa makna. Mahasiswa calon guru ini nantinya akan menjadi seorang guru, dimana guru berpengaruh dalam proses kegiatan siswa dalam menggunaan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika. Oleh karena itu perlu adanya suatu penelitian tentang proses konstruksi mahasiswa calon guru dalam membuat strategi penyelesaian masalah pembagian bilangan pecahan. Strategi yang dikonstruksi bukanlah strategi non tradisional yaitu perkalian silang. Meskipun demikian, strategi non tradisional tersebut harus sesuai dengan konsep pembagian khususnya pembagian pecahan. Strategi yang dikonstruksi mahasiswa dalam menyelesaikan masalah pembagian pecahan adalah Startegi membalik dan mengalikan, strategi penggunaan desimal, strategi membagi pembilang dan penyebut, strategi penyebut umum, strategi pengurangan berulang, strategi penjumlahan berulang dan startegi menggunakan manipulasi aljabar. Kata Kunci: Proses Konstruksi, Strategi, Pembagian Bilangan Pecahan
Pendahuluan Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran (Russeffendi, 2006: 260). Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi 9
Dosen Prodi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Jombang
126
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Pecahan adalah bagian dari konsep matematika. Yim (2009) menyatakan pembagian dengan bilangan pecahan memberikan siswa berkesempatan untuk merenungkan makna perkalian dengan bilangan pecahan dan pembagian dengan bilangan bulat, konsep pecahan yang senilai, dan konsep timbal balik, yang berkaitan dengan satu sama lain. Pembagian bilangan pecahan merupakan suatu konsep yang menarik karena hasilbagi pada pembagian bilangan asli itu lebih kecil dari deviden namun hasil bagi pada pembagian bilangan pecahan itu lebih besar dari deviden. Geller (dalam Walle, 2010) menyatakan seorang guru harus merangsang siswa untuk membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal. Oleh karena itu sebelum guru merangsang siswanya untuk membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal, seorang guru juga harus berpikir bagaimana dia membuat strategi sendiri dalam menyelesaikan soal. Tujuan dari observasi ini adalah melihat bagaimana calon guru menyelesaikan soal pembagian bilangan pecahan, dan bagaimana mereka mengkonstruk strategi untuk menyelesaikan soal tersebut.Strategi pembagian bilangan pecahan yang dikembangkan oleh beberapa penelitian dalam proses pembelajaran dalam kelas disajikan dalam Tabel 1 berikut Tabel 1. Strategi Penyelesaian Soal Pembagian Bilangan Pecahan Arti Pembagian Pembagian sebagai kebalikan dari perkalian Pembagian sebagai pengukuran
Strategi
Pembagian sebagai pengukuran
Strategi pengulangan pembagian
Pembagian sebagai pengukuran
Strategi penggunaan desimal
Pembagian sebagai determinan dari tingkat satuan Pembagian sebagai kebalikan
Menggunakan tingkat satuan
Contoh (b, c, d 0)
Membalik dan mengalikan
Strategi penyebut umum (Warrington 1997)
Kamu dapat mereduksi/mengurangi
sebanyak 8 kali dari 6 (Schifter
et al. 1999)
(Carpenter et al. 1981)
Sinicrope et al. (2002) Menggunakan hukum distributif
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
127
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Arti Pembagian dari perkalian
Strategi
Pembagian sebagai dari kebalian produk kartesian Pembagian sebagai determinan dari tingkat satuan
Strategi membagi pembilang dan penyebut
Contoh (b, c, d 0)
Wearne and Hiebert (1988)
Pembagian sebagai determinan dari tingkat satuan Pembagian sebagai determinan dari tingkat satuan
Strategi mengalikan dengan penyebut dan membagi dengan pembilang dari pembagi Strategi Mengubah pembagi menjadi 1 Strategi Mengubah deviden menjadi 1
(Ashlock 1986; Ma 1999; Tirosh 2000)
. (Yim, 2009)
. (Yim, 2009)
(Yim, 2009)
Penelitian-penelitian tersebut dilakukan di negara dengan kondisi dan budaya yang berbeda di Indonesia. Dari penelitian-penelitian yang sudah ada, belum ada penelitian yang merumuskan proses konstruksi mahasiswa calon gutu dalam membuat strategi penyelesaian masalah pembagian bilangan pecahan. Oleh karena itu, Peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mendeskripsikan proses konstruksi mahasiswa calon guru dalam membuat strategi penyelesaian masalah pembagian bilangan pecahan.
Metode Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dan lokasi yang dipilih pada penelitian ini adalah Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP PGRI) Jombang. Pengambilan subjek penelitian ini dipilih berdasarkan strategi penyelesaian masalah pembagian pecahan yang bukan strategi tradisional formal. Instrumen dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama adalah peneliti sendiri, karena peneliti sendiri yang berhubungan dengan subjek penelitian dan tidak dapat diwakilkan, sedangkan instrumen pendukung ada 2 macam, yaitu: tugas penyelesaian masalah pembagian pecahan dan pedoman wawancara. Soal yang digunakan peneliti adalah:
128
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Linda mempunyai
meter bahan pakaian yang akan digunakan untuk
membuat baju anak-anak. Setiap pola baju membutuhkan
meter bahan.
Berapa banyak baju yang bisa dibuat dari bahan pakaian yang dia miliki? Pengumpulan data penelitian dimulai dengan pemberian soal kepada para subjek. Subjek diminta untuk menyelesaikan soal. Hasil pekerjaan subjek kemudian dianalisis untuk melihat gambaran proses konstruksi strategi penyelesaian masalah pembagian pecahan yang ditampilkan melalui wawancara. Hasil wawancara kemudian ditranskip dan digabung dengan hasil pekerjaan tertulis subjek. Gambaran proses konstruksi strategi yang diungkap melalui penelitian ini mengacu pada penyelesaian soal.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Ketika subjek diberikan suatu tugas pemecahan masalah. Subjek memaparkan bahwa pokok permasalahannya adalah membagi bahan kain sebesar
dengan
karena bahan kain
tersebut akan dibuat baju dan setiap baju membutuhkan
bahan kain. Sehingga subjek
menggunakan pembagian bilangan pecahan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun strategi pembagian bilangan pecahan dari subjek tersebut yang berbeda dengan strategi formal tradisional. Pemaparan strategi yang digunakan oleh subjek adalah sebagai berikut: Strategi formal tradisional. Subjek merubah bilangan pecahan campuran terlebih dahulu menjadi bilangan pecahan, baru menyelesaikannya dengan operasi pembagian bilangan pecahan. Merubah dengan cara 4 dikalikan 3 kemudian ditambah 2 dan merubah
menjadi
,
menjadi , dengan cara 1
dikalikan 6 kemudian ditambah 1, sehingga permasalahannya berubah menjadi
.
Strategi formal tradisonal yaitu pembagi bilangan pecahan itu dibalik kemudian dikalikan. Alasan Subjek menggunakan strategi ini karena saat di sekolah dulu dia diajarkan seperti itu dan dia tidak mengetahui alasan mengapa membalik dan mengalikan. Namun subjek yakin bahwa strategi yang dia gunakan tersebut adalah benar karena berdasarkan pengalaman dalam menyelesaikan masalah Subjek.
Gambar 1. Strategi Formal Tradisional yang Dikonstruk oleh Subjek Subjek membuat bentuk umum dari strategi tersebut yaitu
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
129
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 2. Bentuk Umum Strategi Formal Tradisonal
Strategi 1. Strategi pembagian yang pertama digunakan oleh Subjek adalah menggubah setiap bilangan pecahan menjadi desimal kemudia membaginya. Alasan Subjek menggunakan strategi ini adalah karena dia berpikir bahwa penyebut adalah pembagi dari pembilang, dengan membagi 14 dengan 3 yaitu 14 3 = 4.66 dan
itu sama
itu sama dengan membagi 7 dengan 6
yaitu 7 6 = 1.66. Selanjutnya membagi 4.66 dengan 1.66, 4.66 1.66 = 4 (Lihat Gambar 3). Subjek menyadari bahwa strategi ini kurang efektif ketika seseorang tidak memahami konsep operasi bilangan desimal yaitu letak titik (Pada umumnya di Indonesia menggunakan istilah “koma”) dan tidak semua bilangan pecahan dapat direpresentasikan dalam bentuk desimal misal bentuk desimal ini tidak berakhir jadi hasilnya itu pendekatan bukan hasil pasti. Misal
, jika diselesaikan dengan menggunakan srategi ini (menunjukkan strategi I) maka
hasilnya adalah 5, nilai 5 ini adalah hasil pastinya. Jika didapat nilai pendekatan. (menggunakan
3
angka
dirubah ke bentuk desimal maka
(menggunakan 3 angka desimal) dan desimal),
sehingga
(menggunakan 3 angka desimal). Nilai 4.997 merupakan nilai pendekatan sehingga ada kesalahan dari nilai pendekatan itu. “Itu akan menimbulkan banyak permasalahan” ungkap Subjek. Subjek mengungkapkan bahwa sebelumnya ia belum pernah menggunakan strategi ini karena sebelumnya ia tidak pernah menemukan strategi ini ketika membaca buku atau sumber yang lain. Namun biasanya hanya merubah bentuk pecahan menjadi desimal, bukan menyelesaikan pembagian bilangan pecahan dengan merubah ke desimal terlebih dahulu. Oleh karena itu, “saya menggunakan ide merubah pecahan ke desimal untuk menyelesaikan masalah ini” ungkap Subjek.
Gambar 3. Strategi 1 yang dikonstruksi oleh Subjek
Strategi 2. Strategi pembagian kedua yang digunakan oleh Subjek adalah membagi 4 dengan 1 hasilnya 4 dan membagi dengan hasilnya 4 (lihat Gambar 4). Namun Subjek tidak bisa meyakini strategi dapat digunakan dengan baik karena ketika ada masalah lain yaitu
130
.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 4. Strategi 2 yang dikonstuksi oleh Subjek
Strategi 3. Strategi pembagian ketiga yang digunakan Subjek adalah membagi penyebut dengan penyebut dan membagi pembilag dengan pembilang (seperti aturan dalam perkalian bilangan pecahan).
(Lihat Gambar 5). Subjek yakin jika strategi ini dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah pembagian pecahan secara umum dengan cara mencoba beberapa contoh pembagian bilangan pecahan. Subjek mengungkapkan bahwa sebelumnya ia belum pernah menggunakan strategi ini karena sebelumnya ia tidak pernah menemukan strategi ini ketika membaca buku atau sumber yang lain.
Gambar 5. Strategi 3 yang dikonstruksi oleh Subjek
Strategi 4. Strategi pembagian yang keempat adalah kedua pecahan tersebut diubah menjadi bilangan bulat dengan cara membagi dengan penyebut dari masing-masing pecahan (lihat Gambar 6).
Gambar 6. Strategi 4 yang dikonstruksi oleh Subjek Saat subjek mendapatkan ide ini, dia langsung terinspirasi dengan bentuk umum dari pembagian bilangan pecahan (lihat Gambar 7). Dia sangat senang ketika dapat menemukan ide untuk alasan dari strategi formal tradisional. kedua bilangan pecahan dikalikan dengan b (penyebut dari pecahan I) kedua bilangan pecahan dikalikan dengan d (penyebut dari pecahan II) merubah dalam bentuk bilangan pecahan pembagi itu sama dengan penyebut dalam bilangan pecahan
Gambar 7. Bentuk Umum Strategi Formal Tradisional yang dikonstruksi oleh Subjek Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
131
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Subjek II. Subjek merubah bilangan pecahan campuran terlebih dahulu menjadi bilangan pecahan, baru menyelesaikannya dengan operasi pembagian bilangan pecahan. Merubah menjadi , dengan cara 4 dikalikan 3 kemudian ditambah 2 kemudian dikalikan dengan Merubah
menjadi
hasilnya
.
, dengan cara 1 dikalikan 6 kemudian ditambah 1, sehingga
permasalahannya berubah menjadi
.
Strategi pembagian pertama yang digunakan Subjek II adalah membalik dan mengalikan, yaitu pembagi bilangan pecahan itu dibalik kemudian dikalikan
.
Alasan subjek II menggunakan strategi ini karena saat di sekolah dulu dia diajarkan oleh guru seperti itu dan dia tidak mengetahui alasan mengapa membalik dan mengalikan. Subjek II yakin bahwa strategi yang dia gunakan adalah benar karena berdasarkan pengalaman dalam menyelesaikan masalah pembagian bilangan pecahan. Subjek II juga membuat bentuk umum dari strategi ini yaitu
(lihat Gambar 8).
Gambar 8. Strategi 1 yang dikonstruksi oleh Subjek II
Strategi pembagian kedua yang digunakan oleh subjek II adalah pengurangan berulang. Subjek II mendapatkan ide ini dari konsep dasar dari operasi pembagian adalah pengurangan berulang sampai hasilnya 0. , sehinggga , 4 diperoleh dari banyaknya mengurangi sampai hasilnya 0 (lihat Gambar 9). Subjek II mengungkapkan ia akan mengalami kesulitan jika hasilnya adalah bukan bilangan bulat, misalnya . Sehingga Subjek II menyimpulkan strategi ini dapat digunakan untuk pembagian bilangan pecahan dengan hasil bilangan bulat. Bentuk umum dari strategi ini adalah . Hasil baginya adalah n, mengurangi dengan bilangan yang sama yaitu kali sampai hasilnya 0 (lihat Gambar 10).
sebanyak n
Gambar 9. Strategi 2 yang dikonstruksi oleh Subjek II
Gambar 10. Bentuk Umum Strategi 2 yang Dikonstruksi oleh Subjek II 132
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi pembagian ketiga yang digunakan oleh subjek II adalah penjumlahan berulang. Subjek II mendapatkan ide ini dari konsep dasar dari operasi perkalian adalah penjumlahan berulang sampai hasilnya bilangan yang akan dibagi. itu artinya mencari banyaknya
sampai didapat
yaitu
,
sehinggga , 4 diperoleh dari banyaknya sampai hasilnya (Lihat Gambar 11). Seperti halnya strategi pengurangan berulang, Subjek II mengungkapkan ia akan mengalami kesulitan jika hasilnya adalah bukan bilangan bulat. Misalnya , kita harus menjumlahkan beberapa
sampai hasilnya . Hal tersebut tidak pernya kita
dapatkan, . Sehingga Subjek II menyimpulkan strategi ini dapat digunakan untuk pembagian bilangan pecahan dengan hasil bilangan bulat. Subjek II juga menuliskan bentuk umum dari strategi ini yaitu . Hasil baginya adalah n, menjumlahkan
dengan bilangan yang sama sebanyak n kali
sampai hasilnya (lihat Gambar 12).
Gambar 11. Strategi 3 yang Dikonstruksi oleh Subjek II
Gambar 12. Bentuk Umum Strategi 3 yang dikonstruksi oleh subjek II Strategi pembagian keempat adalah kedua bilangan dikalikan penyebut pecahan. (lihat Gambar 13). Subjek II menuliskan bentuk umum dari strategi ini yaitu (lihat Gambar 14): kedua bilangan pecahan dikalikan dengan b (penyebut dari pecahan I) menggunakan sifat invers b dalam perkalian
kedua bilangan pecahan dikalikan dengan d (penyebut dari pecahan II) pembagi itu sama dengan penyebut dalam bilangan pecahan sehingga akan ditemukan seperti strategi I. Subjek menemukan alasan/ asal mula didapatkan algoritma tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
133
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Gambar 13. Strategi 4 yang Dikonstruksi oleh Subjek II
Gambar 14. Bentuk Umum dari Strategi 4 yang Dikonstruksi oleh Subjek II
Pada saat menuliskan bentuk umum dari Strategi 4 ini, subjek II langsung ini mengungkapkan bahwa ia telah menemukan alasan dari algoritma membalik dan mengalikan. Subjek II : “ini seperti bentuk umum dari strategi yang pertama tadi, sekarang saya tahu alasan kenapa pembagian bilangan pecahan itu harus dibalik dan dikali” Pengamat : “Dari mana kamu bisa mengetahui alasan itu?” Subjek II : “Dari ini tadi (sambil menunjukkan hasil kerjanya), kedua pecahan dikalikan dengan masing-masing penyebut” Pengamat : “Kenapa harus dikalikan dengan masing-masing penyebut?” Subjek II : “agar pecahan ini menjadi bilangan bulat, sehingga muda dibaginya” Pengamat : “Apakah harus dikalikan dengan masing-masing penyebut pecahan itu?” Subjek II : “Ya.... emmmmmm (bergumam sambil berpikir beberapa menit) Pengamat : “Apa kamu sedang berpikir? Memikirkan apa?” Subjek II : “sepertinya tidak harus dikalikan dengan penyebut pecahan” Pengamat : “Trus dikalikan dengan apa?” Subjek II : “sebentar (terdiam beberapa menit), bisa juga dikalikan dengan kebalikan dari bilangan pecahan ini (menunjukkan pembagi bilangan pecahan)”
Pada saat subjek menjelaskan bentuk umum dari strategi keempat ini, dia mendapatkan ide lagi untuk alasan dari algoritma pembagian yaitu membalik dan mengalikan (lihat Gambar 15). kedua bilangan pecahan dikalikan dengan invert dari
(pembagi bilangan pecahan)
menggunakan sifat invers dalam perkaliann
134
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sifat dari pembagi 1 yaitu a 1 = a
Gambar 15. Bentuk Umum dari Strategi 5 yang Dikonstruksi oleh Subjek II
Strategi keenam yang dikonstruksi oleh subjek II adalah membagi penyebut dengan penyebut dan membagi pembilang dengan pembilang (seperti aturan dalam perkalian bilangan pecahan). . Subjek mengungkapkan bahwa sebelumnya ia belum pernah menggunakan strategi ini karena sebelumnya ia tidak pernah menemukan strategi ini ketika membaca buku atau sumber yang lain. Namun, Subjek II yakin jika strategi ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pembagian pecahan secara umum karena
Gambar 16. Strategi 6 yang Dikonstruksi oleh Subjek II
Hasil mengkonstruksi subjek dalam strategi menyelesaikan masalah pembagian pecahan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Strategi Penyelesaian Soal Pembagian Bilangan Pecahan Strategi Membalik dan Mengalikan
Karakteristik a) Strategi formal yang dianggap sebagai cara yang lebih umum untuk membagi bilangan pecahan b) Membangun pengetahuan perkalian dan pembagian
Contoh (b, c, d 0)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
135
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi Strategi penggunaan desimal
Strategi membagi pembilang dan penyebut
Strategi penyebut umum
136
Karakteristik bilangan asli a) Strategi informal yang dibangun berdasarkan pengetahuan tentang hubungan pecahan dan desimal b) Mengkonver si semua pecahan menjadi bilangan desimal c) Mnggunakan operasi pembagian bilangan desimal d) Strategi ini kurang efektif ketika bentuk desimal ini tidak berakhir jadi hasilnya itu pendekatan bukan hasil pasti Srategi informal dengan membagi penyebut dengan penyebut dan membagi pembilang dengan pembilang a) Membangun pengetahuan dari pembagian bilangan bulat dan pecahan yang ekuivalen b) Mengalikan dengan penyebut deviden dan mengalikan
Contoh (b, c, d 0)
Kurang efektif untuk soal
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi
Strategi pengurangan berulang
Strategi penjumlahan berulang
Karakteristik dengan penyebut pembagi c) Mengkonver si bilangan pecahan menjadi bilangan bulat d) Menggunaka n pembagian bilangan bulat e) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan a) Strategi informal yang dibangun berdasarkan pengetahuan tentang pembagian bilangan bulat dari pengurangan berulang b) Mengurangi Deviden dengan bilangan yang sama (pembagi) c) Kurang efektif jika hasil baginya bukan bilangan bulat a) Strategi informal yang dibangun berdasarkan pengetahuan tentang invers pembagian adalah perkalian, dimana
Contoh (b, c, d 0)
. Hasil baginya adalah n, mengurangi
dengan bilangan yang sama yaitu
sebanyak n kali
sampai hasilnya 0
. Hasil baginya adalah n, menjumlahkan
dengan bilangan yang sama sebanyak n kali sampai
hasilnya
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
137
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi
Karakteristik perkalian itu adalah penjumlahan berulang b) Menjumlaha n Pembagi sampai didapatkan jumlah dari deviden c) Kurang efektif jika hasil baginya bukan bilangan bulat Menggunakan a) Strategi manipulasi formal yang aljabar menuntut siswa untuk memanipulas i bilangan pecahan b) Mengubah deviden = 1, dengan cara mengalikan dengan invers dari penyebut dari deviden dan mengalikan dengan invers dari pembilang deviden c) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan Menggunakan a) Strategi manipulasi formal yang aljabar menuntut siswa untuk memanipulas i bilangan pecahan b) Mengubah deviden = 1, dengan cara mengalikan dengan
138
Contoh (b, c, d 0)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi
Karakteristik invers dari pembilang deviden dan mengalikan dengan invers dari penyebut dari deviden c) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan Menggunakan a) Strategi manipulasi formal yang aljabar menuntut siswa untuk memanipulas i bilangan pecahan b) Mengubah pecahan kedua (pembagi) menjadi 1 yaitu mengalikan dengan invers dari pembilang pembagi dan mengalikan dengan invers dari penyebut dari pembagi c) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan Menggunakan a) Strategi manipulasi formal yang aljabar menuntut siswa untuk memanipulas i bilangan pecahan b) Mengubah pecahan kedua (pembagi) menjadi 1
Contoh (b, c, d 0)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
139
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Strategi
Karakteristik yaitu mengalikan dengan invers dari penyebut dari pembagidan mengalikan dengan invers dari pembilang pembagi c) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan Menggunakan a) Strategi manipulasi formal yang aljabar menuntut siswa untuk memanipulas i bilangan pecahan b) Mengubah deviden = 1 dengan cara kedua pecahan dikalikan dengan invers dari deviden c) Memberikan alasan untuk algoritma membalik dan mengkalikan
Contoh (b, c, d 0)
=
Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa subjek mengkonstruksi berbagai strategi dalam menyelesaikan masalah pembagian pecahan. Subjek tidak hanya menggunakan strategi formal tradisional, namun subjek juga dapat mengkonstruk sendiri strategi formal tradisional tersebut yaitu melalui manipulasi aljabar. Selain strategi formal tradisional, subjek juga mengkontruk berbagai strategi penyelesaian masalah pembagian, yaitu strategi penggunaan desimal, strategi membagi pembilang dan penyebut pecahan kedua dan strategi penyebut umum.
140
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Mendalami proses berpikir mahasiswa calon guru dalam mengkonstruksi strategi menyelesaian masalah pembagian b. Mendalami penerapan strategi menyelesaikan masalah pembagian dalam proses pembelajara
Daftar Pustaka Ashlock, R. B. 1986. Error patterns in computation: a semi-programmed approach (4th ed.). Columbus, OH: Charles E. Merrill Publishing Company. Russefendi, E.T.2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Santrock, John W. 2011. Educational psychology. McGraw-Hil: New York. Sinicrope, R., Mick, H., & Kolb, J. 2002. Fraction division interpretations. In B. Litwiller & G. Bright (Eds.), Making sense of fractions, rations, and proportions: 2002 Year Book (pp. 153–161). Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. Walle, John A Van De. 2002. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, Pengembangan Pengajaran. Erlangga: Jakarta. Warrington, M. 1997. How Children Think about Division with Fractions. Mathematics Teaching in the Middle School, 2(6), 390–397. Wearne, D., & Hiebert, J. 1988. A Cognitive Approach to Meaningful Mathematics Instruction: Testing a Local Theory Using Decimal Numbers. Journal for Research in Mathematics Education, 19, 371–384. Yim, Jaehoon. 2009. Children’s Strategies for Division by Fractions in the Context of the Area of a Rectangle. Educ Stud Math (2010) 73:105–120. DOI 10.1007/s10649-009-9206-0. Springer Science + Business Media B.V. 2009.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
141
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Peningkatan Kompetensi Mengajar Mahasiswa Peer Teaching Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang Melalui Lesson Study Basuki 10 ([emailprotected]) Novita Nur Synthiawati 10 ([emailprotected]) Abstract This study aim to improve the teaching competence of peer teaching student of Physical Education and Health in STKIP PGRI Jombang through lesson study. This study used a class action research design. The form of action was an attempt to improve the competence of peer teaching students through lesson study. The results of this study showed the average at the beginning of the test was 57%, first cycle was 65% and in the second cycles was 72.8% and the third cycle was 88.7%. The conclusion of this study in the first cycle, almost all students still impaired adaption due to students of peer teaching were asked to be more creative and inovative in doing plan, do and see that influenced the competence of peer teaching students. The second cycle, peer teaching students had been able to adapt well, seen most of the students were able to do plan, do and see well and the learning process could be optimized. The third cycle could be seen clearly that the changeover of each student in implementing plan, do, and see were better Keywords: Competence, Peer Teaching Student, Lesson Study Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di STKIP PGRI Jombang melalui lesson study. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Bentuk tindakan tersebut adalah usaha meningkatkan kompetensi mahasiswa peer teaching melalui lesson study. Hasil penelitian ini diperoleh rata-rata pada tes awal adalah 57%, siklus satu adalah 65% dan di siklus dua adalah 72. 8% dan siklus ketiga adalah 88.7%. Kesimpulan penelitian ini pada siklus pertama, hampir semua mahasiswa masih mengalami gangguan adaptasi karena mahasiswa peer teaching dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melakukan plan, do dan see sehingga berpengaruh terhadap kompetensi mahasiswa peer teaching. Siklus kedua, mahasiswa peer teaching sudah dapat beradaptasi dengan baik, terlihat sebagian besar mahasiswa mampu melakukan plan, do dan see dengan baik dan proses pembelajaran dapat optimal. Dan siklus 3 perubahannya sudah bisa dilihat dengan jelas bahwa masing-masing mahasiswa dalam melaksanakan plan, do, dan see dengan lebih baik lagi. Kata Kunci: Kompetensi, Mahasiswa Peer Teaching, Lesson Study
Pendahuluan Menjadi pendidik tidaklah mudah, banyak tunutan yang harus dikuasai apalagi untuk menjadi pendidik yang profesional. Pemerintah telah menetapkan kompetensi-kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang pendidik. Kompetensi pendidik yang wajib dimiliki antara lain: kompetensi personal, kompetensi professional, kompetensi paedogogik, dan kompetensi social. Kompetensi pendidik yang wajib dimiliki diantaranya adalah: 1) kompetensi personal artinya secara individu seorang pendidik harus sehat jasmani dan rohani dan dapat bertanggungjawab kepada masyarakat dan pemerintah, 2) kompetensi profesional artinya pendidik harus dapat menjalankan pekerjaannya sebagai pendidik sesuai dengan profesinya, 3) kompetensi 1017
Dosen Prodi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang
142
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
paedagogik artinya pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengajar dan membimbing anak, dan 4) kompetensi sosial bahwa seorang pendidik harus dapat menghargai peserta didik, bergaul dengan teman sejawat dan berhubungan dengan masyarakat (Suparlan, 2004:126). Selain itu Seorang pendidik juga dituntut mengetahui karakteristik peserta didik, sesuai dengan pendapat Usman, (1990:3) bahwa peserta didik adalah manusia dengan berbagai potensi yang akan berkembang. Berkaitan dengan kompetensi yang wajib dimiliki pendidik, setiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta berusaha menanamkan kompetensi tersebut untuk mengahasilkan calon pendidik yang berkompeten. Banyak cara yang dilakukan perguruan tinggi untuk mengahasilkan mahasiswa yang berkompeten dalam bidangnya terutama bidang pendidikan. Selain memunculkan matakuliah yang bersifat pendidikan, seperti: dasar-dasar pendidikan, perkembangan peserta didik, strategi pembelajaran, belajar dan pembelajaran dan sebagainya. Perguruan tinggi juga masih menyelenggarakan kegiatan micro teaching atau juga dikenal dengan peer teaching dan praktek pendidikan lapangan (PPL) atau Real Teaching yang guna untuk memantapkan dan memperdalam ilmu dalam pendidikan terlebih dalam hal bagaimanakah mahasiswa nantinya mampu mengajar/mendidik dengan baik. Seorang pendidik diharapkan mempunyai keterampilan mengajar dan membimbing peserta didik dengan baik. Tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan optimal tentunya didukung dari keterampilan pendidik tersebut. Menurut Mosston dan Asworth (1994:6) mengungkapkan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan pada setiap kali akan mengajar (setiap kali pertemuan) yang meliputi: sebelum pertemuan (pre-impact), pada saat pertemuan (impact), dan sesudah pertemuan (post impact). Sedangkan menurut lutan (2002:90) secara umum, sistematika pengajaran dibagi menjadi tiga bagian: (a) pendahuluan, berisi tentang membuka kelas, (b) inti, dan (c) penutup (Lutan, 2002:90). Tahap pendahuluan, Syarifudin (1997:16) menyatakan bahwa “pada tahap pendahuluan meliputi: (1) kejelasan informasi, (2) pemberian tugas atau aba-aba, (3) bentuk pengelolaan kelas dengan kejelasan formasi peserta didik dan posisi pendidik, (4) tingkat aktivitas gerak peserta didik, (5) pemanfaatan fasilitas, sarana dan prasarana yang disesuaikan dengan situasi pembelajaran yang berlangsung”. Tahap pendahuluan merupakan fase untuk menyiapkan perhatian peserta didik kepada kegiatan yang akan berlangsung, menyiapkan fisik dan mental peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran inti. Bagian pendahulan diisi dengan kegiatan memusatkan kembali perhatian anak kepada pengajaran, biasanya diawali dengan kegiatan pemanasan berupa rangsangan aktivitas jasmani yang ringan (Lutan, dkk. 2002: 90). Tahap inti, pendidik harus mempunyai gaya mengajar yang baik agar proses pembelajaran dapat diterima oleh peserta didik. Selain itu pendidik juga agar peserta didik tidak bosan dalam melaksanakan aktivitas gerak berulang-ulang dan tidak lama menunggu giliran untuk bergerak. Lutan (2002: 92) berpendapat bahwa dalam bagian ini ada dua tugas utama yang lazim dilakukan oleh pendidik, yakni: (1) penyediaan pengalaman gerak, (2) pelaksanaan pengalaman yang bertujuan untuk mendidik. Tahap ini dapat dikatakan merupakan tahap dimana peserta didik merealisasikan pola gerak menjadi tindak gerak (Syarifudin, 1997: 27). Tahap penutup adalah tahap menutup pelajaran yang dilakukan pendidik untuk mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Maksudnya adalah memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari peserta didik, mengetahui tingkat pencapaian peserta didik, dan tingkat keberhasilan pendidik dalam proses belajar mengajar. Lutan, dkk (2002:93) menyatakan “Pada tahap penutup dapat diberikan penenangan, berupa pemberian tugas ringan”. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
143
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Lutan (1988: 428) mengemukakan “tahap penenangan isinya ialah semacam kegiatan untuk memulihkan kembali kondisi fisik dan psikis peserta didik ke dalam keadaan yang normal. Latihan relaksasi seperti lari pelan, stretching pasif, dan message antar teman, dapat dilakukan untuk memulihkan fungsi fisiologis ke dalam keadaan normal seperti sebelum berlatih”. Pada tahap terakhir ini juga perlu dilakukan semacam tinjauan kembali hasil yang telah dicapai. Pada tahap penutup ini, peran pendidik tidak hanya mengumpulkan peserta didik untuk dibubarkan. Akan tetapi, selain itu juga memberikan semacam pelemasan otot dan pendidik hendaknya memberikan evaluasi atau rangkuman terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Berawal dari hal-hal tersebut, mahasiswa perguruan tinggi yang terutama mengambil jalan untuk menjadi pendidik atau calon pendidik harus menguasai kompetensi. Sebenarnya setiap perguruan tinggi pendidikan tentu sudah membekali mahasiswanya dengan bekal yang tergolongan tidak sedikit mulai jenis matakuliah teori yang terkait dengan pendidikan maupun praktek. Sama halnya dengan perguruan tinggi di STKIP PGRI Jombang program studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan yang juga dibekali dengan kegiatan Peer Teaching. Hasil penelitian awal melalui observasi yang dilakukan pada mahasiswa Peer Teaching prodi penjaskes STKIP PGRI Jombang angkatan 2012 diperoleh data sebagai berikut: a) aspek sikap sebesar 64,10% dengan kata lain cukup baik, b) aspek keterampilan mengajar sebesar 48,72% dengan kata lain kurang baik. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan fakta bahwa untuk mahasiswa Peer Teaching prodi penjaskes sebagian besar belum menunjukkan seorang pendidik yang baik, padahal secara teori dan praktrek sudah diberikan dalam matakuliah. Observasi awal diketahui bahwa rata-rata skor keberhasilan mahasiswa peer teaching memiliki kompetensi sebesar 56,41% dengan taraf keberhasilan termasuk dalam cukup baik. Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan Kompetensi mengajar mahasiswa peer Teaching Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang”.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classrom Action Research. Rancangan penelitian ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi pada setiap siklusnya, Kristiyanto (2010: 55). Subjek penelitian ini adalah mahasiswa peer teaching prodi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang. Jumlah mahasiswa sebanyak 24 orang terdiri dari mahasiswa laki-laki 20, dan mahasiswa perempuan sebanyak 4 orang. Perencanaan adalah sebuah langkah yang awal, yaitu langkah untuk merencanakan tindakan yang telah dipilih untuk memperbaiki keadaan. Pelaksanaan tindakan adalah tahapan untuk melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan dalam tahap perencanaan. Observasi adalah tahapan mengamati kejadian yang ada pada saat pelaksanaan tindakan. Refleksi adalah suatu bentuk perenungan yang sangat mendalam dan lengkap atas apa yang telah terjadi. Perencanaan penelitian ini berisi upaya untuk meningkat kompetensi mahasiswa peer teaching. Upaya-upaya inilah yang harus disiapkan untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran. Kristiyanto (2010: 55) mengungkap hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1) pembuatan skenario pembelajaran, 2) persiapan sarana pembelajaran, 3) persiapan instrumen penelitian untuk pembelajaran, 4) simulasi pelaksanaan tindakan. Selain dengan pembuatan SAP juga 144
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
indikator capaian kompetensi peer teaching. Mahasiswa yang sudah bisa atau dikatakan memiliki kompetensi mengajar adalah mahasiswa peer teaching yang bisa melakukan atau sesuai indikator indikator sebagai berikut: a) sikap, antara lain: (1) keteladanan (2) tanggung jawab (3) semangat (4) komitmen (5) empati), (6) kerjasama, (7) disiplin, b) keterampilan mengajar, antara lain: (1) Menyiapkan Pembelajaran, (2) Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup materi, apersepsi, tujuan: KAP), (3) Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, (4) Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, (5) Menempatkan Diri (memposisikan diri di arena pembelajaran), (6) Membuat Perintah, (7) Memonitor Perintah, (8) Memberi Umpan Balik (pengakuan kebenaran/ koreksi), (9) Mencatat Kemajuan Belajar Siswa, (10) Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman Belajar Siswa, (11) Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak lanjut pertemuan, pembiasaan), (12) Mengevaluasi Diri Pada tahap tindakan, peneliti menyakini bahwa pada tahap ini dapat melaksanakan tindakan sesuai perencanaan yang telah dikesepakati dalam SAP. Tindakan penelitian melalui lesson study yang didalamnya meliputi plan, do, see. Tindakan yang diberikan yaitu mahasiswa berperan sebagai guru model dengan bergantian dan ada yang berperan sebagai observer. Plan, mahasiwa melakukan dengan tim. Do, mahasiwa melakukan plan dengan di observasi oleh observer. See, mahasiwa melakakukan refleksi bersama-sama dengan observer. Pada tahap observasi peneliti melakukan observasi terhadap tes yang dilakukan mahasiswa di tiap akhir siklus. Sedangkan pada tahap refleksi, dari data yang diperoleh pada tahap observasi data kemudian dikumpulkan dan dianalisis. Analisis data pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan mendiskripsikan temuan-temuan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil analisis dilakukan refleksi melalui diskusi terfokus yang hasilnya untuk membuat keputusan berlanjut kesiklus selanjutnya atau tidak. Untuk mendiskripsikan data yang diperoleh menggunakan rumus persentanse, Sudijono (2001:40):P = F/N x 100% P = persentase F = frekuensi N = jumlah responden Sebagai patokan terhadap hasil analisis persentase digunakan klasifikasi pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Persentase Taraf Keberhasilan No Persentase Klasifikasi 1 76%-100% Baik 2 56%-75% Cukup Baik 3 40%-55% Kurang Baik 4 < 40% Tidak Baik (Sumber Arikunto, 1998: 246)
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil observasi awal mahasiswa kompetensi peer teaching Prodi Penjaskes STKIP PGRI. Jumlah mahasiswa sebanyak 24 orang terdiri dari mahasiswa laki-laki 20, dan mahasiswa perempuan sebanyak 4 orang. Mahasiswa yang sudah bisa atau memiliki kompetensi dikatakan baik adalah mahasiswa yang bisa melakukan dengan baik dan benar sesuai indikator sebagai berikut: (a) aspek sikap, antara lain: (1) keteladanan (2) tanggung jawab (3) semangat (4) komitmen (5) empati, 6) kerjasama, (7) disiplin, b) keterampilan mengajar, antara lain(1)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
145
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Menyiapkan Pembelajaran, (2) Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup materi, apersepsi, tujuan: KAP), (3) Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, (4) Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, (5) Menempatkan Diri (memposisikan diri di arena pembelajaran), (6) Membuat Perintah, (7) Memonitor Perintah, (8) Memberi Umpan Balik (pengakuan kebenaran/ koreksi), (9) Mencatat Kemajuan Belajar Siswa, (10) Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman Belajar Siswa, (11) Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak lanjut pertemuan, pembiasaan), (12) Mengevaluasi Diri. Data observasi awal kompetensi mahasiswa peer teaching dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini: Tabel 2 Hasil observasi sikap Skor Keberhasilan Taraf No Indikator sikap mahamahasiswa (%) Keberhasilan 1 Keteladanan 63,33 cukup baik 2 tanggung jawab 63,33 cukup baik 3 Semangat 65,83 cukup baik 4 Komitmen 64,17 cukup baik 5 Empati 62,50 cukup baik 6 Kerjasama 65,83 cukup baik 7 Disiplin 65,83 cukup baik Rata-rata 64,40 cukup baik
Tabel 3 Hasil observasi keterampilan mengajar Skor Keberhasilan No Indikator keterampilan mengajar mahamahasiswa (%) 1 Menyiapkan Pembelajaran, 51,67 2 Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup 49.17 materi, apersepsi, tujuan: KAP), 3 Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, 50 4 Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, 48,33 5 Menempatkan Diri (memposisikan diri di 48,33 arena pembelajaran), 6 Membuat Perintah, 47,50 7 Memonitor Perintah, 48,33 8 memberi Umpan Balik (pengakuan 48,33 kebenaran/ koreksi) 9 Mencatat Kemajuan Belajar Siswa 50 10 Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman 49,17 Belajar Siswa 11 Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak 46,67 lanjut pertemuan, pembiasaan), 12 Mengevaluasi Diri 47,50 Rata-rata 48,75
Taraf Keberhasilan kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik kurang baik Kurang baik
Tabel 4 Hasil observasi awal kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching Skor Keberhasilan Taraf No Aspek Kompetensi mahamahasiswa (%) Keberhasilan 1 Sikap 64.4 Cukup baik 2 keterampilan mengajar 48.75 Kurang baik Rata-rata 57 Kurang baik 146
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Berdasarkan tabel hasil observasi awal kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching di atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor kompetensi mengajar mahasiswa adalah 57% dengan kata lain cukup baik. Untuk kompetensi mahasiswa peraspek yaitu: a) aspek sikap sebesar 64,4% dengan kata lain cukup baik, b) aspek keterampilan mengajar sebesar 48, 75% dengan kata lain kurang baik.
Siklus I Pada siklus I pelaksanaan plan dilakukan oleh tim mahasiswa yang terdiri dari tim mahasiswa yaitu 2 mahasiswa. Sesi Do, mahasiwa yang sebagai guru model melakukan pembelajaran sesuai dengan Plan dan diobserver oleh mahasiswa. Sesi See, guru model dan observer melakukan refleksi secara bersama-sama. Setelah 3 pertemuan dilakukan tes diakhir siklus I. Diperoleh data dari observasi siklus I sebagai berikut: Tabel 5 Hasil observasi sikap No
Indikator sikap
1 2 3 4 5 6 7
Keteladanan Tanggung jawab Semangat Komitmen Empati Kerjasama Disiplin Rata-rata
Skor Keberhasilan mahamahasiswa (%) 69,17 74,17 67,50 70,83 68 68,33 69,17 69,52
Taraf Keberhasilan cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik
Tabel 6 Hasil observasi keterampilan mengajar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Indikator keterampilan mengajar Menyiapkan Pembelajaran, Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup materi, apersepsi, tujuan: KAP), Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, Menempatkan Diri (memposisikan diri di arena pembelajaran), Membuat Perintah, Memonitor Perintah, memberi Umpan Balik (pengakuan kebenaran/ koreksi) Mencatat Kemajuan Belajar Siswa Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman Belajar Siswa Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak lanjut pertemuan, pembiasaan), Mengevaluasi Diri Rata-rata
Skor Keberhasilan mahasiswa (%) 61,67 57,5
Taraf Keberhasilan cukup baik cukup baik
62,5 63,33 63
cukup baik cukup baik cukup baik
61,67 61,67 59,17
cukup baik cukup baik cukup baik
62,5 58,33
cukup baik cukup baik
60
cukup baik
55,83 60,56
cukup baik cukup baik
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
147
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 7 Hasil observasi siklus I kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching Skor Keberhasilan Taraf No Aspek Kompetensi mahasiswa (%) Keberhasilan 1 Sikap 69,52 Cukup baik 2 keterampilan mengajar 60,56 Cukup baik Rata-rata 65 Cukup baik Berdasarkan tabel hasil observasi siklus I kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching adalah 65 % dengan taraf kata lain cukup baik. Untuk kompetensi mengajar mahasiswa peraspek yaitu: a) aspek sikap sebesar 69,52 % dengan kata lain cukup baik, b) aspek keterampilan mengajar sebesar 60,56% dengan kata lain cukup baik. Hasil pembelajaran yang dilaksanakan di siklus I dapat diketahui bahwa dengan lesson study membuat mahasiswa belajar berulang-ulang baik dari sesi plan, do, dan see sehingga mampu membuat mahsiswa tersebut menjadi tahu dan mengerti atau bagaimana melakukan yang terbaik meskipun melalui proses mencoba dan mencoba terus. (Lutan (1988:354) mengemukakan bahwa keterampilan motorik yang berbeda-beda dapat diubah dengan efek belajar atau pengalaman. Pada pembelajaran yang dilakukan mahasiswa peer teaching memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan di siklus I diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Mahasiswa peer teaching menjadi terdorong untuk selalu melaksanakan atau do menjadi baik setelah direfleksi bersama-sama. 2) Pembelajaran yang diberikan/dilakukan menjadi lebih menarik dan tidak membosankan. Sementara itu kekurangan atau kelemahan yang terdapat dalam pembelajaran pada siklus I diantaranya adalah mahasiswa peer teaching belum memahami benar tentang lesson study sehingga penerapannya memerlukan waktu untuk beradaptasi. Dari kelemahan yang terjadi pada saat pembelajaran di siklus I maka pada pembelajaran di siklus berikutnya (siklus II) diharapkan tidak terulang lagi. Untuk siklus selanjutnya tindakan yang diberikan dengan menambahkan 1 mahasiswa dan 1 dosen. Setelah adanya penambahan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan plan, do, dan see lebih optimal lagi.
Siklus II Pada siklus II pelaksanaan plan dilakukan oleh tim mahasiswa dengan dosen yang terdiri dari tim mahasiswa yaitu 3 mahasiswa dan 1 dosen. Sesi Do, mahasiwa yang sebagai guru model melakukan pembelajaran sesuai dengan Plan dan diobserver oleh mahasiswa dan dosen. Sesi See, guru model dan observer melakukan refleksi secara bersama-sama. Setelah 3 pertemuan dilakukan tes diakhir siklus II. Observasi siklus II diperoleh data sebagai berikut:
No 1 2 3 4 5 6 7
148
Indikator sikap Keteladanan tanggung jawab Semangat Komitmen Empati Kerjasama Disiplin Rata-rata
Tabel 8 Hasil observasi sikap Skor Keberhasilan mahamahasiswa (%) 73,33 77,50 75 74,17 75 75 74,17 74,88
Taraf Keberhasilan cukup baik baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 9 Hasil observasi keterampilan mengajar Skor No Indikator keterampilan mengajar Keberhasilan mahasiswa (%) 1 Menyiapkan Pembelajaran, 73,33 2 Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup materi, 68,33 apersepsi, tujuan: KAP), 3 Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, 71,67 4 Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, 70 5 Menempatkan Diri (memposisikan diri di arena 66,67 pembelajaran), 6 Membuat Perintah, 71,67 7 Memonitor Perintah, 70 8 memberi Umpan Balik (pengakuan kebenaran/ 71,67 koreksi) 9 Mencatat Kemajuan Belajar Siswa 72,5 10 Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman Belajar 72,5 Siswa 11 Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak lanjut 69,17 pertemuan, pembiasaan), 12 Mengevaluasi Diri 70,83 Rata-rata 70,69
Taraf Keberhasilan cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik
Tabel 10 Hasil observasi siklus II kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching Skor Keberhasilan Taraf No Aspek kompetensi mahasiswa (%) Keberhasilan 1 Sikap 74,88 Cukup baik 2 keterampilan mengajar 70,69 Cukup baik Rata-rata 72,8 Cukup baik Berdasarkan tabel hasil observasi siklus I kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching adalah 72,8 % dengan taraf kata lain cukup baik. Untuk kompetensi mengajar mahasiswa peraspek yaitu: a) aspek sikap sebesar 74,88 % dengan kata lain cukup baik, b) aspek keterampilan mengajar sebesar 70,69% dengan kata lain cukup baik. Hasil pembelajaran yang dilaksanakan di siklus II sudah terlihat perubahan dari pada siklus I. pada siklus II mahasiswa peer teaching mengalami peningkatan yang jelas pada aspek keterampilan mengajar. Ini sesuai dengan pendapat widiartha dkk (2008:9) bahwa dengan proses lesson study yang melibatkan para guru dalam kelompok-kelompok diskusi kecil dengan aktifitas merencanakan mengajar, mengajar, melakukan observasi proses belajar mengajar dan melakukan diskusi setelah pembelajaran untuk melakukan berbagai perbaikan bagi proses pembelajaran berikutnya. Adapun kelebihan dalam pembelajaran di siklus II selain memotivasi guru dalam mengajar untuk lebih baik lagi dalam mengajar dan membuat pembelajaran lebih menarik, seperti yang dikemukakan widiartha dkk (2008:9) dengan lesson study akan membuat seorang pendidik dipaksa mempelajari hal positif dari pendidik yang lain. Ternyata dengan jalan selalu berdiskusi dapat menemukan solusi-solusi permasalah dalam pembelajaran tersebut. Sementara itu kekurangan atau kelemahan yang terdapat dalam pembelajaran pada siklus II adalah mahasiswa peer teaching belum begitu memahami karakteristik siswa sehingga dalam penerapan lesson study belum maksimal. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
149
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Siklus III Pada siklus III pelaksanaan plan dilakukan oleh tim mahasiswa dengan dosen yang terdiri dari tim mahasiswa yaitu 4 mahasiswa dan 2 dosen. Sesi Do, mahasiwa yang sebagai guru model melakukan pembelajaran sesuai dengan Plan dan diobserver oleh mahasiswa dan dosen. Sesi See, guru model dan observer melakukan refleksi secara bersama-sama. Setelah 3 pertemuan dilakukan tes diakhir siklus III . Diperoleh data dari observasi siklus III sebagai berikut: Tabel 8 Hasil observasi sikap Skor Keberhasilan No Indikator sikap Taraf Keberhasilan mahasiswa (%) 1 Keteladanan 87,50 baik 2 tanggung jawab 88,33 baik 3 Semangat 83,33 baik 4 komitmen 83,33 baik 5 empati 85,83 baik 6 kerjasama 85,83 baik 7 disiplin 86,67 baik Rata-rata 85,83 baik Tabel 3 Hasil observasi keterampilan mengajar Skor Keberhasilan No Indikator keterampilan mengajar mahasiswa (%) 1 Menyiapkan Pembelajaran, 89,17 2 Membuka Pembelajaran (presensi, lingkup 81,67 materi, apersepsi, tujuan: KAP), 3 Mengelola Waktu dan Arena Pembelajaran, 83,33 4 Mengelola Pemanasan dan Pendinginan, 79,17 5 Menempatkan Diri (memposisikan diri di arena 81,67 pembelajaran), 6 Membuat Perintah, 85 7 Memonitor Perintah, 77,5 8 memberi Umpan Balik (pengakuan kebenaran/ 82,5 koreksi) 9 Mencatat Kemajuan Belajar Siswa 79,17 10 Bertanya/Refleksi/ Menggali Pengalaman Belajar 80,83 Siswa 11 Menutup Pembelajaran (Apresiasi, tindak lanjut 78,33 pertemuan, pembiasaan), 12 Mengevaluasi Diri 80 Rata-rata 81,53
Taraf Keberhasilan cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik cukup baik baik baik baik baik baik baik baik baik
Tabel 2 Hasil observasi siklus III kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching No 1 2
150
aspek kompetensi Sikap keterampilan mengajar Rata-rata
Skor Keberhasilan mahasiswa (%) 85,83 81,53 83,7
Taraf Keberhasilan baik baik baik
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Berdasarkan tabel hasil observasi siklus III kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching adalah 83,7 % dengan taraf kata lain cukup baik. Untuk kompetensi mengajar mahasiswa per-aspek yaitu: a) aspek sikap sebesar 85,83 % dengan kata lain cukup baik, b) aspek keterampilan mengajar sebesar 81,53% dengan kata lain cukup baik. Hasil pembelajaran yang dilaksanakan di siklus III sudah terlihat perubahan lebih baik lagi dari pada siklus II. Pada siklus III mahasiswa peer teaching mengalami peningkatan yang jelas pada aspek sikap dan keterampilan mengajar. Ini berarti bahwa pembelajaran menggunakan lesson study lebih efektif dan kompetensi mengajar pendidik yang dalam hal ini guru model menjadi meningkat kompetensisnya. Hasil ini selaras dengan penelitian Prof Kiyomi dari Universitas Tokyo Jepang menyatakan bahwa lesson study merupakan bentuk pelatihan professional yang palling efektif (Syamsuri, Istamar dan Ibrohim, 2008).
Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini dapat ambil kesimpulan bahwa pembelajaran lesson study dapat meningkatkan kompetensi mengajar meliputi aspek sikap dan keterampilan mengajar. Kesimpulan dapat diperjelaskan persiklus yaitu: 1. Pada siklus pertama, hampir semua mahasiswa masih mengalami gangguan adaptasi karena mahasiswa peer teaching dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam melakukan plan, do dan see sehingga berpengaruh terhadap kompetensi mengajar mahasiswa peer teaching. 2. Pada siklus kedua, mahasiswa sudah dapat beradaptasi dengan baik, terlihat sebagian besar mahasiswa mengalami perubahan yang jelas terutama pada aspek keterampilan mengajar. 3. Pada siklus ketiga, mahasiswa sudah menunjukan perubahan yang jelas terlihat dari aspek sikap dan keterampilan mengajar.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cerbin, Bill dan Kopp, Bryan. 2005. Lesson Study College Teachers: An. On Line Guide. Kristiyanto, Agus. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Pendidikan Jasmani dan Kepelatihan Olahraga. Surakarta: UNS Press Lutan, R. 1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori Dan Metode. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Lutan, R. Dkk. 2002. Supervisi Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah. Mosston, M. & Ashworth, S. 1994. Teaching Physical Education. 4th. Ed. Machmillan: College Publishing Company Syamsuri, Istamar dan Ibrohim. 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran) model Pembinaan Pendidik secara Kolaboratif dan Berkelanjutan: dipetik dari Program SISTTEMSJICA dikabupaten Pasuruan-jawa Timur (2006-2008). Malang: FMIPA UM
Sudijono, A. 1987. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Jakarta: Hikayat Syarifuddin. 1997. Pokok-pokok Pengembangan Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Usman, Muhamad. 1990. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Angkasa Widiartha, Putu.A dan Sudarmanto, Dwi dan Ratnaningsih, Nining. 2008. Lesson Study Sebuah Upaya Peningkatan Mutu Pendidik Pendidikan Nonformal.Surabaya: Guna Wijaya. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
151
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Student’s Verified Strategies Of Paraphrasing (A Case Study Of The Sixth Semester of English Students Through Verbal Report) Banu Wicaksono 11 ([emailprotected]) Erma Rahayu Lestari 11 ([emailprotected]) Abstract This research is a case study to uncover strategies in paraphrasing verified from their understanding and their quality of paraphrasing. Eight students of the sixth semester of English Department STKIP PGRI Jombang were voluntarily willing to enrol the study. They completed paraphrasing tasks and directly participated in retrospective interview adapted from Ericsson and Simon’s (1993) verbal report protocol. This procedure is done to reveal students’ strategies in paraphrasing verified to the understanding of the results of the interview. To investigate the extent to which students in paraphrasing strategy associated with the quality of their paraphrasing, researchers adapted paraphrase quality assessment from McInnis (2006) using two raters to maintain the validity of the assessment. The results of the verbal report show that there are 15 paraphrases strategies used by the subjects. Cognitive and compensation strategy are strategies that are commonly performed by all subjects. There is also an indication of a discrepancy between the subjects’ strategy in paraphrasing and their knowledge of paraphrasing. Subjects’ quality of paraphrasing is not only affected by strategies used but also their mastery of English. Keywords: Paraphrasing Strategies, Verbal Report Abstrak Penelitian ini adalah penelitian studi kasus untuk mengungkap strategi mahasiswa dalam berparafrase yang terverifikasi dari pemahaman pengertian parafrase dan kualitas parafrase mereka. Delapan mahasiswa semester enam Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang secara sukarela menjadi subyek dalam penelitian ini. Mereka menyelesaikan tugas paraphrase sekaligus melaporkan secara lisan apa yang mereka pikirkan dan kerjakan dengan mengadaptasi langkah verbal report protocol dari Ericsson dan Simon (1993). Prosedur ini dilakukan untuk mengungkap strategi parafrase yang diverifikasikan dengan pemahaman paraphrase dari hasil wawancara. Untuk menyelidiki sejauh mana strategi mahasiswa dalam berparafrase dihubungkan dengan kualitas parafrase mereka, peneliti mengadaptasi penilaian kualitas parafrese dari McInnis (2006) dengan menggunakan dua rater untuk menjaga validitas penilaian. Hasil dari verbal report menunjukan bahwa ada 15 strategi parafrese yang digunakan oleh para subyek. Strategi kognitive dan kompensasi merupakan strategi yang umum dilakukan oleh semua subjek. Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya ketidak sesuaian antara strategi dan pemahaman parafrase, serta kualitas parafrase yang tidak hanya dipengaruhi oleh penggunaan strategi tetapi juga penguasaan subyek terhadap Bahasa Inggris. Kata Kunci: Paraphrasing Strategies, Verbal Report
Introduction The spread of English as the international language is increasing ever more in our globalized world, and the academic community is no exception. In today's academic society, the acquisition of English for Academic Purposes (EAP) skills can be considered to be an essential skill. One of the indicators associate with academic success is often associated with one’s academic writing ability. 11
Dosen Prodi. Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Jombang
152
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Applying academic writing skill, normally students require some techniques on academic skills; one of academic skills is paraphrasing. Oshima and Hogue (2000: 127) describe paraphrasing as “a way of restating other ideas, meaning and information in our own words”. It means that in doing paraphrase, students should have engaged with and understood the ideas from their source materials, whilst still recognizing that the ideas they are discussing are not their own. Campbell in B. Kroll (1990: 211) argues that in order to be a success in academic writing students should appropriately integrate the ideas from other sources. The lack understanding the idea of paraphrasing may result in a suspected case of plagiarism, which is often interpreted as “academic dishonesty”. Considering the arguments, paraphrase is becoming one of the most important techniques in writing skills of English learners. Students may study paraphrasing strategies by the book instructions; however they, as learners, have individual differences. Dornyei (2005: 1) gives the term of individual differences as “characteristics or traits in respect of which individuals may be shown to differ from each other.” In learning, students are exposed to the same materials but they have different brain process that results to different mastery. The brain process is known as learning strategies. Wenden (1987: 6) suggests that “learning strategies refers to language learning behavior learners actually engage in to learn and regulate the learning of second language”. This study is adapted from McInnis (2009) who employs the criteria for “Paraphrase Appropriateness” to analyze the quality of paraphrasing. She graded the students’ appropriateness of paraphrase using her own checklist for paraphrase appropriateness. Depending on the meeting of seven criteria of good paraphrase taken from Purdue University Online Writing Lab (2009), she was able to classify each student’s paraphrase into following four categories: appropriate (meets all criteria), somewhat appropriate (meets 5-6) criteria) somewhat inappropriate (meets 3-4 criteria) and inappropriate (meets fewer than 3 criteria). Verbal protocols as noted by Park (2009: 287) have been widely applied to investigate the process of students’ attempt in learning or performing a task using their own strategies. He also adds that the mind process is “stable and can be verbalized…with their attention still focused on task performance” (Park, 2009: 287). These protocols begin with administering the task for students, and then they are encouraged to verbalize the thought content. The verbal report may occur concurrently with the task The present study is conducted in STKIP PGRI Jombang for there are various concept and strategies of students on paraphrase. It is crucial to conduct a study in viewing students’ definition of paraphrasing strategies as well as their paraphrasing strategies and how their strategies affect the quality of their paraphrase.
Method This research is qualitative. The subjects in this study were 8 students of STKIP PGRI Jombang who were selected from 14 students who already enrolled the recruitment of the research. All the subjects were the sixth semester students who had already taken English Writing I, II, and III courses. Those criteria of selection were taken on the basis that all the students on that semester were already master some techniques on paraphrasing and also have sufficient vocabulary since they already got the paraphrasing material in Writing II course on the third semester and thesis writing seminar in semester five. To sum up, the subject of this study were taken based on a purposeful sampling. This method is in line with the theory of
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
153
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Paton (2002) which states that the purposeful sampling is a non-random method of sampling where the researcher selects “information-rich” cases for study in depth. The researcher employed some instruments to collect the data:
1. Written Task. The written task is used to know the students ability in paraphrasing. The tasks in this study were in the form of sentences that should be paraphrased by the subjects. The task was taken from Brown (2006), “The principle of Language Learning and Teaching” chapter one. The theme of the reading task is also adjusted to the subjects’ background (education). To match with the paraphrasing strategies suggested by Sharpe (2007) and Belly (2006), the six sentences with possible structure for paraphrasing works were chosen. The first sentence was chosen since it dealt with chronological, the second dealt with substituting multiple synonyms, the third dealt with the use of strong verb to report. The last two sentences dealt with chronological and coordination.
2. Verbal Report. Through verbal report subjects reported through verbalization their thought concerning their learning strategies as they were currently perform a task of sentence level paraphrasing. Citing Ericsson and Simon (1993) on the level of verbalization, this study applied the two levels of verbalization, named talk-aloud and think-aloud in the initial process of the data collection. In this process, the student have verbalized all their thinking process and recorded their verbalization using voice recorder tool. The verbal report process ended with retrospection which was conducted in line with interview process so the subjects were not be distracted when they have to verbalized their thinking process. By applying this strategy subjects only focused on their thought while they were performing the given task.
3. Interview. Interview in this study was designed unstructured since the purpose was to elicit students’ paraphrasing strategies. This also completed the data from verbal report. What have been collected in level 1 and 2 of verbal report have been cross checked to the subjects’ response through the interview. This method was benefit to data triangulation in getting valid information. To have a depth analysis, the interview was conducted man-in-man after the task completion. The interview was also recorded. This research applies the following steps of data analysis: Step 1: Transcribing the Verbal Data (Task Completion and Interview). In this step the researcher transcribed in full the reports of the eight subjects who had verbalized their thought during the task completion and the interview session. Step 2 : Coding. After transcribing the verbal data, the researcher categorized each unit of data according to its function and purpose. To answer question number two, the coding system for classifying students’ paraphrasing strategies was done. The coding classified the data into general category (capital alphabet) and sub-category (lowercase alphabet). The researcher also recruited a second coder (one of the lecturers of Writing II, English Department of STKIP PGRI Jombang) to verify and participate on categorizing all of the transcribed verbal reports of the subjects, as well as later to judge the quality of subjects’ paraphrasing through the appropriateness of paraphrases. Step 3: Data Reflection. To address research question 1 on how to the students define paraphrasing, the researcher elaborated the data from the unstructured interview conducted at
154
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
the end of verbal report. The interview was designed to complete the verbal report data to elicit students’ definition or perception on paraphrasing and their paraphrasing strategies. What have been collected in level 1 and 2 of verbal report have been cross checked to the subjects’ response through the interview. Thus this method was also benefit to data triangulation in getting valid information. To address research question 2, to know the verified paraphrasing strategies used by students, the researcher elaborated the data from the verbal report protocol coded using adapted learning strategies from Oxford (1990) and paraphrasing strategies by Sharpe (2007), Oshima and Hogue (2000), and Bailey (2006).To verify the student’s strategies used in paraphrasing, the researcher compared and analyzed the verbal report and interview transcriptions that already coded previously. To address research question 3 on relating the students ’verified paraphrasing strategies and their qualities of paraphrasing, the researcher elaborated the data from grading the students’ paraphrasing quality or appropriateness issued by McInnis (2009). The researcher than verified the data to be cross-checked to reveal students verified perception and strategies of paraphrasing taken from the first and the second research questions.
Finding and Discussion Finding The Subject’s Knowledge of Paraphrasing. After conducting the verbal report protocols and interview as a method of data collection the students perception of paraphrasing revealed. When asked about their typical conception on paraphrasing the subjects’ responses varied. In the case of paraphrasing definition, all of the subjects agreed that paraphrasing was used when they wanted to rephrase or rewrite the information from an outside source in their own words without changing the original meaning. All the 8 subjects believed that changing the sentence or the paragraph in their own language was necessary in order to avoid from doing plagiarism. Therefore, words substitution was needed in order to paraphrase. However, the subjects had varied methods in performing their way to paraphrase. Some of them had missed perception on ways of paraphrasing which latter on would affect their paraphrasing quality. The following table summarizes subjects’ perception, their ways to paraphrase and their mistake seeing from Sharpe’s (2007) suggestions: Table 1. Summary of Subjects’ Definition and their Ways to Paraphrase Definition of Paraphrase Rephrase / rewrite the information from outside sources using their own words without changing the original meaning
Subjects’ Name Subject 1, Subject 2, Subject 3, and Subject 5,
Subject 6
Ways to Paraphrase
Other Findings
Choose synonyms for word and phrases (use keywords and vocabularies substitution) and use alternative grammar structures
Paraphrasing could be shorter or (mostly longer than its original sentence. Personal opinion can be used in order to explain or support the idea.
Choose synonyms for word and phrases (use keywords,
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
155
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Subjects’ Name
Definition of Paraphrase
Paraphrase is simply changing a sentence or paragraph using their own words
Ways to Paraphrase
Subject 4, Subject 7 and Subject 8
Other Findings
vocabularies substitution) and use alternative grammar structures. Paraphrased sentence should be in about the same length) Mostly emphasize on vocabulary substitution
Student’s Verified Strategies for Paraphrasing. In order to map student’s verified paraphrasing strategies, the verbal report data coded and processed using adapted learning strategies from oxford (1990) and suggested paraphrasing strategies from Sharpe (1997). The average data of student’s paraphrasing strategies that used to complete all tasks (6 questions) can be summarized from the following table: Table 2. The Frequency/ Trend of Student’s Paraphrase Strategies was Mapped using Oxford (1990) DIRECT STRATEGIES
S
Memory Strategy
S1
K w 5
S2
Compens Cognitive strategies ation (DS-CogS) Strategies
el
Ct rd
5
1
6
dg rs p y 6 6
2
2
6
S3
5
6
S4
2
S5
6
1
S6
S7
INDIRECT STRATEGIES Affecti Social Metacognitive ve strategi strategies strategi es es
To so Dic
ovl Ipt sm
se
Tr
dcu
1
5
6
1
1
1
6
6
1
4
1
1
2
4
3
6
6
6
1
6
1
4
6
2
6
3
6
4
6
4
6
1
6
1
1
6
6
6
3
5
4
4
3
1
6
6
6
6
6
2
6
5
6
6
6
6
6
6
6
4
6
6
S8
1
6
6
6
1
6
6
6
∑
13 25 2
4
12 32 23 33
%
52. 27.1 1 4.2
Note: s = subject
156
48 34 48 34 12 36 70. 100 8 100 70.8 25.0 75.0
8.3 25.0 66.7 47.9 68.8
5 10.4
dic = using dictionaries or thesaurus
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kw =using keyword from the original source. el =elaborating or associating unknown words from the original source. ct = citing original sources rd = reading to gain understanding dgp = recognizing and using different formula and pattern from the original source to the paraphrase work. rsy =recombining the synonym to = translating the original source. so = summarizing the original source.
ovl = over viewing and linking with already known material. ipt = identifying the purpose of a language task sm = self-monitoring for the mistakes or problems in paraphrasing se = self-evaluating for checking paraphrasing work tr = taking risk in using unknown cues dcu = developing cultural understanding to the nature of paraphrasing. % = the percentage of the strategy used by eight subjects to finish the current task.
a. Direct Strategies 1) Memory Strategies a)
Using Keyword from the Original Source Finding or using keyword as a strategy in paraphrasing was applied by subject 1. He took “production tempo” (speed), “increase” (to be greater), and “multi word” (much more word) as the key words. The words “sophisticated” (high), “repertoire” (vocabularies understanding) and “mushrooming” (increasing) became keywords on task 4. “Complex structures” (complex understanding) and expand (enlarge) became keyword on task 5. Dealing with this study, however not all subjects used key words as their strategy to paraphrase. Subject 2, 3, 4, 6, 7, and 8 did not approve this strategy although they admitted using keywords in the interview. When the researcher interviewed Subject 3 after doing the verbal report, she admitted finding the key words as her method of paraphrasing. While in fact, she actually only found the difficult words. Here we found some misunderstanding about the terms of key words. b) Elaborating or Associating Unknown Words from the Original Source. This strategy is a part of the direct strategy where the subjects associating the unknown word, phrases or even a sentence to elaborate unknown information from the source sentence. In other words, when subjects may not be familiar with a given theme they might associate the phrases or sentences by elaborating the ideas of the sentences. The example of using elaboration to associate unknown words was performed by Subject 3. When Subject 3 got difficulties in deciding the word “what come to be known”, she tried to elaborate this meaning by taking account to the previous words or phrases. She started to translate the sentence in Bahasa Indonesia to have text understanding but in vain. This was caused by her limitation on vocabulary mastery. Her effort to translate the vocabulary was only based on her prediction without checking dictionary. Finally, she decided to elaborate the sentence by connecting each phrases to its context. c) Using Citation. Taking citation to acknowledge the author/ writer ideas is very important to account. In order not to commit in plagiarism, an appropriate paraphrasing should provide the information of from whom the ideas originated. As being discussed in problems of the study number 1, from
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
157
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
the conducted interview, mostly all subjects were aware the important of putting citation. They were also aware of their task to paraphrase the six sentences. However, only two of them realized the important of putting the citation. They admit that they only concentrated on transforming a sentence using their own words or phrases and maintaining the original meaning from the source. This condition can be seen from the following interview excerpt from Subject 3: Interviewer Subject 3 Interviewer Subject 3
: Clark (2003) what does it means? : So, it is from his opinion. : So when we paraphrase, is it important to contribute the name? : yes, actually… but at the previous time I do not focus on the name. … I only focus on how to transform the sentence.
2) Cognitive Strategies a) Reading Text to Gain Understanding. Reading the text carefully was the strategies that applied by all the subjects. To gain comprehension of the text, they read and reread the original sentence they would paraphrase. They identified and grouped words or phrases logically in order to understand the idea of the text. To comprehend the idea of the sentence completely, they often looked up dictionary to find the meaning of words that was not understood. The applied example of this strategy performed by Subject 1 when he was paraphrasing task 1: The first quotation I found was: "Modern" research on child language acquisition dates back to the latter part of the Eighteenth century, after the German philosopher Dietrich Tiedemann recorded his observation of the psychology and linguistics development of his young son”. The word that I still do not understand here is dates back, latter part, and acquisition. However after I searched in the dictionary, acquisition here in my understanding is related to language abilities or language skills and of course dealing with children. b) Recognizing and Using Different Formula and Pattern from the Original Source to the Paraphrase Work. Recognizing text structure in this case refers to understanding meaning through analyzing the cohesive devices and discourse markers that contribute to the logical relation of ideas. Usually the aims of these strategies were to make syntactic shift of paraphrased sentence. As they realized that syntactical shift is needed in paraphrasing, all the subjects of the study applied this strategy to make their paraphrase appropriate.”When we borrow ideas from outside sources or another person’s text we should write that ideas using our own language and sentence pattern without changing the original meaning” (Subject 3) c) Recombining the Synonym and Grammar Change in Paraphrasing. Finding and recombining synonyms seem to be one of the most productive processes in the paraphrasing tasks conducted by all of the subjects (Subject 1 to 8) since they really understood the important of using this the strategies to make appropriate paraphrasing. Before deciding to use a particular synonym of a word, subjects took some specific processes such as checking the appropriateness of the level of formality, accuracy in certain contexts, and word choices. Some of them found the synonyms from dictionary, some of them took the facility of finding synonyms on Microsoft Word program to guess the meaning of the words or check for certain synonyms. The data below reflect such a cognitive strategy:
158
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
I try to reverse the construction … later than the German philosopher Dietrich Tiedemann.. this one recorded.. for the word recorded I will use surveillance.. of psychological and linguistic improvement of his little young oh sorry little son. So, the paraphrasing of this sentence would be) improvement of his little son.. the new research for child language acquisition come from. So at the eight century.. OK, I will put this word in front …. So.. of the eighteen century later than .. I will try to write the paraphrasing)… Of the eighteen century, later than the German Philosopher Dietrich Tiedemann surveillance of the physiological and linguistics improvement of his little son, the new research for child language acquisition come from (Subject 6). d) Translating the Original Source. Translating the original source is a strategy of paraphrasing used by all subjects. Using this strategy, students could bridge their lack understanding and the rules of Standard English. This cognitive strategy allows learners to use their own native language as a basis for understanding the new vocabularies or words in the second/ foreign language. Since all the subjects are not English native, this strategy is very helpful in transforming the source idea. For subjects who have low quality paraphrasing, Subject 7 and Subject 8, translating seemed to be the main strategy to paraphrase after reading the original quotation. Subject 7 for example, when the researcher revealed her first strategies used in paraphrasing, she admitted to translate the original sentences first to Bahasa Indonesia than she paraphrased it still in Bahasa Indonesia. To make English paraphrasing, off course, she just definitely translated her paraphrase she already did in Bahasa Indonesia to the target language (English). The first thing I did in paraphrasing was translating the sentence into Bahasa Indonesia than paraphrase it also in Bahasa Indonesia. After that to have English paraphrasing, I directly translated my paraphrased sentence in Bahasa Indonesia to English (Subject 7) e) Summarizing the Original Source. As one of paraphrasing strategies, summarizing the original source was conducted to reduce or to simplify the original source and to capture the gist or idea of the paragraph. After analyzing the key information and difficult vocabulary in task 1, Subject 2 directly reduced or simplified the original source. To make it simple, this sentence emphasized on how the increase of children’s vocabulary increased day by day to be combined into a sentence. So it can be written as the child acquisition can be seen by their development on vocabularies day by day (Subject 2). This strategy, however, was not widely used by the subject. They prefer to translate the original sentences in order to uncover the ideas of sentence rather than to summarize. Only Subject 5 and 7 applied this strategy to paraphrase.
3) Compensation Strategies. Compensation strategies help students to use the language even they have large gaps in knowledge. This strategy was intended to make up for a lack of knowledge in the areas of grammar and vocabulary. a) Using Dictionaries or Thesaurus. Dictionary appears to be an important tool for almost all the subjects not only to find the meaning of newly encountered words but also to confirm and check their understanding of meaning existing in their repertoire of vocabulary. During the task, all the subjects were provided with dictionary either electronic (through hand phone) or Bilingual (English-English) dictionary. The following excerpt from Subject 1 shows the utilization of dictionary:
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
159
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The word that I still do not understand here is Dates back, latter part, and the latter is acquisition. But after I searched the dictionary for word acquisition here in my understanding related to language abilities or language skills and of course dealing with children or the children. And on the back dates, which I found here is something that has done or something to do ... " (Subject 1) b. Indirect Strategies 1) Metacognitive Strategies. These strategies go beyond purely cognitive devices and provide the students with a way to coordinate their learning process. Metacognitive strategies have positive effects to support cognitive strategies. Meaning the use of metacognitive strategies assists students in applying cognitive strategies in task completion. a) Over Viewing and Linking with Already Known Material. This strategy dealt with over viewing comprehensively a key concept, principle, or set of materials in an upcoming language activity and associating it with what student has already known. This strategy can be accomplished in many different ways, learning why the activity is being done, building the needed vocabulary, and making the associations. Below is the example script taken from Subject 6’s verbalized report in case of linking with already known materials. “…if not mistaken, I ever known the word insight. It means wawasan (perception). For the word “derived” it comes from what come to be known as the series method” (Subject 6). b) Identifying the Purpose of a Language Task. This strategy dealt with the subject consciousness in identifying the purpose of language task. All subjects of the study actually aware their purpose of doing the task. That was why before starting their paraphrasing task they clarified what would they do concerning the task. This strategy helped the students maintained their purpose of doing task in order to fully aware of what they doing. Quotation bellow represented the fact of her awareness of the task: “Here, I will try to quote from many sources about Language Acquisition for Children” (Subject 1). Here I’d like to paraphrase for number one (Subject 2, Subject 4) I have opinion that the key words of this paragraph “Modern” research on child language acquisition so I don’t need to change that sentence but I have to change another sentence as usual I do in paraphrasing (Subject 6) c) Self-Monitoring for the Mistakes or Problems in Paraphrasing. When the subjects got difficulties in paraphrasing the original sentence, they performed many different strategies. Many subjects performed self-monitoring as a metacognitive strategy, in order to take control over their mistakes or their difficulties when they paraphrased. Selfmonitoring actually is an internal mental process in which individual record data of what they were doing in order to adjust or encounter their difficulties. It involved checking, verifying and correcting of their performance during a paraphrasing task. Subject 3, Subject 5, Subject 6, Subject 7 and Subject 8 were the subjects who often practiced this strategy. d) Self-Evaluating for Checking Paraphrasing Work. Evaluating the full sentence of paraphrase was commonly the last step taken by all the subjects in both groups to check the accuracy of grammar and equality of meaning. This was especially visible as this strategy occurred close to the reading of the full original text before the subjects decided to stop doing the task. Subjects 2, 3, 4, 6 and 7 applied this self-evaluating
160
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
strategy. Subject 4 and Subject 8 always used this strategy to check the completeness of their paraphrasing. The following excerpt reflects this strategy. The paraphrase will be: Furthermore the German philosopher Dietrich Tiedemann made a note of his monitoring from his young son which is about expansion of the psychological and linguistics to the last part of the century after seventeenth (Subject 4)
2) Affective Strategies a) Taking Risk in Using Unknown Cues. When subjects found unknown or unsolved words, even after consulting dictionary, to paraphrase the source, they tried to solve the meaning of the unfamiliar words by finding a gist or hint, whether from the context or their previous understanding. In order to complete their paraphrasing finally they had to decide to use the unknown cues, even they might not understand whether the cues was correct or not. “I want to shorten the words more and more words are spoken every day to language since the words already referred to language (Subject 5). In applying this strategy, Subject 5 had already taking risk to simplify the phrases. She made wrong generalization of the words “more words are spoken every day” to language since language cannot replace the words “more and more words are spoken every day”. Whenever the subjects did not comprehend the appropriate meaning, when they did not correlate to the sentence’s context mostly they often made mistakes. The example of this case is performed by Subject 4 when she must replace the word “repertoire” to “list of song”. Thus, this effort leads the subject to wrong perception.
3) Social Strategies a) Developing Cultural Understanding to the Nature of Paraphrasing. This affective strategy provided learners a background knowledge of the culture of the speakers of the language for a better understanding of new vocabulary words and exploring cultural and social norms. This strategy included questioning for clarification, asking for explanation, or verification to become aware of social norms. Over here I find two new vocabularies the first one is tempo and the second is multiword. Ok I will look up at dictionary first. I find that the tempo word is speed ee ... maybe I can change it into speed but this related with the ability of speaking so I will change it into speed of speaking. (Subject 1) Subject 1 noticed that there were two words that he didn’t know the meaning. For the first word, tempo, he looked up the meaning at dictionary, however he thought that the dictionary meaning of the word didn’t match to the sentence meaning. He, then, considered background of the text and he came to an understanding of the word tempo into speed of speaking. The process of considering background of the text might include into the condition of understanding vocabulary by exploring cultural or social norm. He took the way of verifying the word from dictionary.
How do the students’ verified paraphrasing strategies relate to the quality of their paraphrase? This question links three domain areas. The first domain was connected to student’s perceptions on paraphrasing, the second was related to student’s paraphrasing strategies, and the last domain was students’ paraphrasing quality. This discussion revealed how the relationship between them in determining the quality of students paraphrases. The researcher has classified the subject into three categories or paraphrasing quality by finding the mean of their Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
161
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
paraphrasing quality from the two raters based on McInnis (2009: 48) qualification. The lowest achievement (inappropriate paraphrasing) was Subject 5, Subject 7 and Subject 8. Subject 2 and Subject 6 ware in the classification of somewhat inappropriate. The best from all (somewhat appropriate) was Subject 1, Subject 3 and Subject 4. a) Somewhat Appropriate Group. The subjects perceived that the purpose of paraphrasing is to simplify the content, to avoid plagiarism, to improve clarity of the content, and to reformulate the same ideas using different words. To them, such a concept and definition of paraphrasing seemed already set as in their in long-term memory and easily applied when the subjects were writing the paraphrases during the task. The words I don’t’ understand here are: dates back, latter part, and acquisition. After I checked dictionary, the word acquisition relates to language ability, while dates back means something that was done or something to do (Subject 1 finding the appropriate definition or synonyms of difficult vocabularies) Children who are at school age will learn both something which can be talked and which can’t be talked as they learn about the social functions of their language (the use of appropriate alternative grammar structure using coordination performed by Subject 4) The social function of children language is should be learned in their school in order they understand the word that should be avoided or the word is should be used (Subject 3). (the use of sufficient syntactical shift, word order, active to passive performed by Subject 4) b) Somewhat Inappropriate Paraphrasing Group. This group actually also have applied what somewhat appropriate group did. On the understanding on paraphrasing, actually Subject 6 had better capacity of knowledge as revealed from the interview. She had a better understanding on what paraphrasing is and she even gave appropriate way to paraphrase. She stated that paraphrasing was to rephrase / rewrite the information from outside sources using their own words without changing the original meaning. In the matter of how to paraphrase, Subject 6 explained that “when we paraphrase, the paraphrased sentence should be in about the same length. We also should choose appropriate synonyms for word and phrases (use keywords, vocabularies substitution) and use alternative grammar structures”. She also revealed the important to cite or referring attribution to original author by mentioning the source. However, since her lack proficiency in English, she often made some mistakes in elaborating and defining the core of the sentence. “The contraction tempo now days starts to raise many words are uttered in daily life and many combinations uttered as multiword sentences” (Subject 6). Subject 6 made mistakes in finding the synonym or the equivalent word of production tempo and the use of wrong order word to replace “many combinations uttered as multiword sentences” became “combinations of multi-word sentences are uttered”. c) In appropriate Paraphrasing Group. Inappropriate or unacceptable paraphrasing is usually caused by making only superficial changes to the original text such as replacing some of the words with synonyms or changing the sentence order. Unacceptable paraphrasing usually showed ones did not have a significant understanding of the subject and opens the possibility of misrepresenting the original author's ideas.
162
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The last group was classified as inappropriate paraphrasing group since the subjects perform inappropriate paraphrasing. When we referred back to their knowledge or understanding on paraphrasing, this group acknowledge that paraphrasing was simply changing a sentence or paragraph using their own words by “retaining the original meaning” (Subject 7 and Subject 8).
Discussion Through verbal report protocols suggested by Ericson and Simon (1993), the researcher attempted to gather, explore and analyze student’s perception and their strategies in paraphrasing the six sentences provided. It is also approved to describes or investigate the process of student’s attempt in performing a task using their own strategies. This idea is in line with Park (2009: 287) mentioning that this method is widely used to investigate student’s strategies in learning though administering the tasks then encourages them to verbalize the thought content. The finding of the study shows that almost all the subjects (5 subjects: Subject 1, 2, 3, 5, and 6) actually understand well on the definition of paraphrase. They argue that paraphrasing is rewriting the information from outside sources using their own words without changing the original meaning. For example from the interview data, Subject 3 believed that to paraphrase is to cite an outside article using our own words. Therefore, when she paraphrased a sentence she considered that the use of citation is a must. However, from the interview conducted at the end of verbal protocol, she admitted that she forgot to cite the citation since she only focused on how to transform the sentence. Thus, the finding seems to be correlates to Liao and Tseng (2010) from which they discovered the mismatch between the subject perception and behavior. Although the students aware the important of paraphrase they failed to produce acceptable paraphrase since they do not have sufficient experience and practice. However, for some subjects of the study, the application of verbal report protocols to reveal their paraphrasing strategies seems to have some limitation. Obviously, subjects can verbalize only thoughts and processes about which they are consciously aware. Thus, processes that are automatic and executed outside of conscious awareness are not likely to be included in verbal protocols, and other means of assessing such processes must be used. Also, nonverbal knowledge is not likely to be reported. They admit that they do not accustom to this procedure. To eliminate this limitation, the researcher previously provides some examples and instruction deals with verbal report protocols. The researcher applies the paces of data collection includes: subject recruitment, introducing subject to the task (verbal report training session), the paraphrasing session, and ended with post task interview and follow up. This steps, as the result can help the students to follow and complete the verbal report protocols, even though at the time of doing this protocols they still not feeling comfortable. The researchers then evaluated the verified paraphrasing strategies used by students. In doing so, the researcher uses the data from the written task and the interview script. The researcher discovered that the subjects used a variety of strategies, which did not always conform to their self-reported perceptions of what constitutes effective and appropriate paraphrasing. For example, some subjects verbalized an effort to avoid direct copying by citing or referring to original author and mentioning the source but in fact most of them forgot to write the citation. To discover students paraphrasing strategies, the learning strategies taxonomy issued by oxford (1990) can be said to be very helpful in mapping out the students’ paraphrasing Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
163
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
strategies. The use of learning strategies taxonomy also justified by Macaro (2001: 20) that it can be justified to all language learning types. The researcher then evaluated the quality and appropriateness of six paraphrases produced by the eight subjects relates to the subjects’ verified paraphrasing strategies. This study adapted the previous research by McInnis (2009) in which she applied her own taxonomy on criteria for paraphrasing appropriateness. This checklist for paraphrasing appropriateness proved to be able to map the quality of students’ paraphrasing in this study. Using this checklist, all of the subjects’ paraphrasing quality eventually could be graded. The uses of the second coder also help the researcher to have a reliable data. Like Keck (2006) and McInnis (2006) the researcher also recommend the use of the second rater for the further researchers since this method is beneficial to data triangulation in order to get a valid or objective data. Additionally, from the finding, strategies that were verbalized by subjects during the task and from the interview at the end of verbal report process show a disconnection between perceived and actual appropriateness. The result indicates that the quality of subjects paraphrasing determined not only by how the subjects integrate their understanding to the terms of paraphrasing and the variety of paraphrasing strategies they used but also depends on their English proficiency.
Conclussion and Sugestion The perceptions which were obtained from students’ verbalized report on paraphrasing and stimulated recall interview indicate that the subjects had already had sufficient knowledge on paraphrasing. They clarified that paraphrasing is the using of our own words to express someone else’s idea whilst still preserving the main ideas of the original source. However, some subjects reflected misperception on defining paraphrasing. On the matter of students paraphrasing strategies, the data is formulated from Oxford (1990) learning strategies which also taking from Sharpe (2007) suggestions in paraphrasing. The result showed about 15 integrated strategies (direct and indirect strategies) applied by the subjects basing on Oxfords (1990) classifications on direct and indirect strategies. Those strategies were using keyword from the original source, elaborating or associating unknown words from the original source, using citation, reading text to gain understanding, recognizing and using different formula and pattern from the original source to the paraphrase work, recombining the synonym and grammar change in paraphrasing, translating the original source, summarizing the original source, using dictionaries or thesaurus, over viewing and linking with already known material, identifying the purpose of a language task, self-monitoring for the mistakes or problems in paraphrasing, self-evaluating for checking paraphrasing work, taking risk in using unknown cues, developing cultural understanding to the nature of paraphrasing. To the questions of how students’ strategies affect the quality of their paraphrase, the answer revealed from confronted the quality of paraphrasing from McInnis criteria’s to the subjects’ foreknowledge of paraphrasing and the strategies applied in paraphrasing. The result indicates that the quality of subjects paraphrasing determined by how the subjects integrate their understanding to the terms of paraphrasing and the variety of paraphrasing strategies they used. The subjects’ quality of paraphrasing also depends on their English mastery. Thus, even though they have the same perception or even different, the quality of paraphrasing always relate on their English proficiency. Based on the conclusion, it is suggested to English teacher to establish a consistent policy as well as provide the objective nature of judging the quality and appropriateness of 164
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
paraphrases. Hopefully, the teaching of how to paraphrase is not merely thought in the Writing class but integrates this skill to the students’ daily academic writing activities using various strategies of paraphrasing. For the next researchers, the exploration study of other academic skills such as on summarizing and synthesizing will also be worth pursuing.
References Bailey, Stephen. 2006. Academic Writing. A Handbook for International Students. Second Edition. Routledge. 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon OX14 4RN Brown, H. Douglas. 2003. Language Assessment Principle and Classroom Practices. California: Longman. Campbell, C. (1990). Writing with others’ words: Using Background Reading Text in Academic Compositions. In B. Kroll (Ed.), Second language writing: Research Insights for the Classroom (pp. 211-230). Cambridge: Cambridge University Press. Dörnyei, Z. (2005). The Psychology of the Language Learner: Individual Differences in Second Language Acquisition. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Ericsson, K. A., & Simon, H. A. (1993). Protocol analysis: Verbal Reports as Data (Rev. ed.). Cambridge, MA: Bradford Books/MIT Press. Keck, C. (2006). The Use of Paraphrase in Summary Writing: A Comparison of L1 and L2 Writers. Journal of Second Language Writing, 15, 261-278. Liao, Ming-Tzu and Tseng, Chiung-Ying (2010). Students' Behaviors and Views of Paraphrasing and Inappropriate Textual Borrowing in an EFL Academic Setting. PanPacific Association of Applied Linguistics 14(2), 187-211 Macaro, Ernesto. 2001: Learning Strategies in Foreign and Second language Classroom. London: Continuum. Mcinnis, Lara. 2009 Analyzing English L1 and L2 Paraphrasing Strategies Through Concurrent Verbal Report and Stimulated Recall Protocols. Department of Curriculum, Teaching and Learning University of Toronto. Unpublished. Meriam Websters Dictionary, Definition of Synonym, retrieved November 8, 2013. URL: www.merriam-webster.com/dictionary/synonym Oshima, Alice & Hogue, Ann. 2000. Writing Academic English, Third Edition, Young Publishing House. Oxford, R.L. 1990: Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know. Boston: Heinle & Heinle. Park, Siwon. 2009. Verbal Report in Language Testing. The Journal of Kananda University of International Studies Vol. 21 (2009) Purdue University Online Writing Lab. (2009). Quoting, Paraphrasing and Summarizing. Retrieved October 27, 2013, from www.owl.english.purdue.edu/owl/resource/563/01/ Sharpe, Pamela. J. (2007). Barron’s TOEFL iBT Internet-Based Test with 10 audio CDs. Bina Rupa Aksara Shi, L. (2004). Textual Borrowing in Second-Language Writing. Written Communication, 21(2), 171-200. Wenden, A. and Rubin. Joan. 1987. Learner Strategies in Language Learning. New Jersey: Prentice Hall.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
165
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tuturan Fatis Guru Besar dalam Perkuliahan Kelas Linguistik Pahriyono 12 ([emailprotected]) Abstract Interpersonal contact is inevitably occurred in any social lives. It should be maintained to create the convivial gregariousness considerably concented to be a nature of human communication, including in learning interaction and communication. Based on the pragmatic perspective, the interpersonal contact is maintained by performing phatic utterances defined as a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of words. This study is aimed at analyzing and describing the functions of phatic utterances performed by the Professors in the linguistic classes. The phatic utterances are the data of this study analyzed by the model developed by Yin (2011) covering (1) compiling, (2) disassembling, (3) reassembling, (4) interpreting), and (5) concluding. The result reveals that the phatic utterances performed by the Professors have some functions such as (1) to brek silence, (2) to give reinforcement, (3) to keep conversation going on, (4) to make chit-chat, (5) to express solidarity, (6) to create a good sound of feeling, and (7)to say good bye. Keywords: phatic utterance, interpersonal contact, language function, learning interaction. Abstrak Kontak interpersonal yang pasti terjadi dalam setiap kehidupan sosial. Ini harus dijaga untuk menciptakan gregariousness ramah jauh menyetujui untuk menjadi sifat komunikasi manusia, termasuk dalam interaksi dan komunikasi pembelajaran. Berdasarkan perspektif pragmatis, kontak interpersonal yang dipertahankan dengan melakukan ucapan-ucapan phatic didefinisikan sebagai jenis pidato di mana hubungan serikat diciptakan oleh pertukaran hanya kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan fungsi dari ucapan-ucapan phatic dilakukan oleh Profesor di kelas bahasa. Ucapan phatic adalah data penelitian ini dianalisis dengan model yang dikembangkan oleh Yin (2011) yang meliputi (1) kompilasi, (2) pembongkaran, (3) menyusun kembali, (4) menafsirkan), dan (5) hasil concluding. Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa ucapan-ucapan phatic dilakukan oleh Profesor memiliki beberapa fungsi seperti (1) ke brek diam, (2) untuk memberikan penguatan, (3) untuk menjaga percakapan terjadi, (4) untuk membuat chit-chat, (5) untuk mengekspresikan solidaritas, (6) untuk membuat suara yang bagus perasaan, dan (7) untuk mengucapkan selamat tinggal. Kata kunci: tuturan phatic, kontak interpersonal, fungsi bahasa, interaksi belajar.
Pendahuluan Kemampuan berbahasa yang dimiliki manusia merupakan satu dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang patut untuk dikaji sehingga dapat diperoleh manfaat khususnya dalam pengembangan ilmu kebahasaan dan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Berbahasa merupakan bagian hidup manusia, baik verbal maupun non-verbal. Dengan berbahasa manusia bisa menyampaikan apa yang ada di pikiran dan perasaannya, serta apa yang menjadi keinginan dan tujuannya. Dengan berbahasa pula terjadi sebuah interaksi interpersonal dan interaksi sosial sehingga terjadi saling tukar pikiran dan berbagi perasaan.Ini yang menjadi kebutuhan manusia dalam membangun kehidupan sosial di mana mereka berada.Jadi, saling bertutur kata, bertukar kata-kata, dan bercerita antara satu dengan lainnya merupakan kodrat dan kebutuhan dasar manusia. Diakui bahwa ketika seseorang itu bertutur kata dia pasti memiliki maksud (intentionatau sense) yang hendak disampaikan kepada orang lain dan biasanya menghendaki adanya pengaruh 12
Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Jombang
166
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
(efek) dari tuturannya itu (Austin, 1962). Dalam teori penggunaan bahasa dinyatakan bahwa interaksi verbal adalah lebih menitikberatkan pada interaksi makna yang mengedepankan konteks sebagai penentu maknanya dari pada interaksi bentuk.Interaksi semacam ini disebut dengan istilah pragmatik (Huang, 2007; Gazdar, 1979). Dunia pendidikan tinggi juga tidak terlepas dari adanya interaksi atau komunikasi verbal yang terjadi antara dosen/guru besar dan mahasiswa. Komunikasi verbal yang dilakukan partisipan tersebut menggunakan bentuk-bentuk linguistik tertentu yang memiliki makna dan fungsi tertentu pula (Jumanto, 2006). Misalnya, seorang dosen menggunakan tuturan (ungkapan) untuk menunjukkan emosinya, ‘saya senang mengajar Bahasa Inggris’, ‘saya suka berbicara Bahasa Inggris’. Ungkapan semacam itu bersifat ekspresif atau emotif yang menunjukkan perasaan atau isi hati penutur. Juga, terdapat tuturan lain yang dapat digunakan oleh penutur dengan tujuan menyuruh orang lain melakukan sesuatu, misalnya ‘hidupkan AC-nya’, ‘tutup pintu itu’, dan sejenisnya. Tuturan seperti itu bersifat direktif yang bertujuan menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tuturn expresif atau emotif serta tuturan direktif tersebut di atas mengacu pada penutur (speaker) atau mitra tutur (hearer).Di samping itu, terdapat tuturan yang mengacu pada pihak atau orang ketiga atau sesuatu yang dibicarakan, kemudian fungsi tuturan ini dinamakan fungsi referensial (Jakobson, 1960). Misalnya, ‘Bahasa Inggris itu bahasa internasional’, ‘mahasiswa itu bernama Jayanti’, ‘Rani itu cantik sekali’, dan sejenisnya. Dalam komunikasi verbal pada manusia seringkali juga tidak mengacu pada seseorang atau sesuatu apapun tetapi itu lebih berfungsi pada upaya menjaga kontak interpersonal dan/atau kontak sosial di antara mereka.misalnyadalam Bahasa Inggris, ‘hello’, ‘how’re you?’, ‘nice day, isn’t it? Dan dalam Bahasa Indonesia, misalnya ‘selamat pagi, Prof.’, ‘mau mengajar, Prof?’, ‘Wah, kalian Nampak semangat ya, kuliah’, dan sejenisnya.Tuturan-tuturan semacam itu sering diucapkan ketika seseorang saling bertemu yang merupakan fenomena komunikasi verbal yang dikenal dengan istilah ‘komuni fatis’ (phaticcommunion) (Malinowski, 1923), fungsi fatis (phaticfunction)(Jakobson, 1960), ‘tuturan fatis’ (phaticutterance) (Kreidler, 1998), dan komunikasi fatis (phaticcommunication) (Jumanto, 2006). Komuni fatis merupakan komunikasi yang tidak dimaksudkan untuk mencari atau mengirimkan informasi, tetapi lebih sebagai komunikasi yang memiliki fungsi sosial untuk memantapkan atau mempertahankan kontak sosial dan interpersonal (Richard etal., 1992). Sehubungan dengan hal ini, Jumanto (2006) menggunakan istilah komunikasi fatis untuk tujuan yang sama dari hasil penelitiannya pada masyarakat modern penutur jati Bahasa Inggris.Adapun penelitian ini berfokus pada kajian bagaimanakah fungsi tuturan fatis guru besar dalam perkuliahan kelas linguistik Program Doktor Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta? Mengingat pentingnya fungsi tindak tutur fatis untuk menjaga kontak interpersonal dan/atau sosial, maka dalam dunia pendidikan tinggi hubungan atau kontak personal antardosen dan mahasiswamerupakan aspek penting demi keberhasilan aktivitas pembelajaran.Penelitian ini merupakan kajian pragmatik yang menitikberatkan pada aspek tuturan fatis dalam peristiwa tutur yang terjadi di kampus dalam perkuliahan guru besar dalam kelas linguistik Program Doktor Pascasarjana di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tentu penelitian ini berbeda dengan kajian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti Malinowski (1923) yang mengambil objek kajian komuni fatis (phaticcommunion) dalam kehidupan masyarakat primitif yang menggunakan bahasa lokal (daerah) di Papua, dan Jumanto (2006) yang mengkaji komunikasi fatis dengan objek kajian masyarakat modern yang berbahasa Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
167
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Inggris di Jakarta. Adapun penelitian ini mengkaji tuturan fatis (phaticutterance) dengan objek kajian perkuliahan guru besar dalam kelas linguistik Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tipikal penutur juga berbeda antara penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian ini, yaitu kajian komuni fatis (Malinowski, 1923) dengan tipikal penutur primitif berlatar belakang tidak berpendidikan berprofesi bertani/berkebun, dan komunikasi fatis (Jumanto, 2006) dengan tipikal penutur modern berlatar belakang pendidikan tinggi berprofesi nonpendidikan, sedangkan kajian tuturan fatis (penelitian sekarang) dengan tipikal penutur berpendidikan doktor dengan profesi guru besar.Adapun dari aspek metodologi, antara penelitian terdahulu dan sekarang memiliki kesamaan, yaitu menggunakan metode etnografi komunikasi.
Landasan Teori Dalam penggunaan bahasa sehari-hari termasuk dalam kehidupan dunia pendidikan ditemukan penggunaan tuturan seperi ‘apa kabar?’, ‘mau mengajar, pak?’, ‘wah, kalian nampak lebih semangat, ya’, dan sebagainya.Tuturan-tuturan terebut lebih menekankan pada fungsi menjaga hubungan baik antara penutur dan mitra tutur yang disebut sebagai tuturan fatis (Phaticutterance).Tuturan fatis ini masih tetap dipandang penting karena memiliki tujuan dan maksud tersendiri yaitu menjaga kontak interpersonal dalam kehidupan sosial (Kreidler, 1998). Tuturan fatis di antaranya adalah ucapan salam, ucapan perpisahan, ucapan terima kasih, dan sejenisnya. Juga semua ungkapan tentang komentar terhadap cuaca, bertanya tentang kondisi kesehatan.Juga frasa-frasa yang digunaka untuk mendoakan seseorangsaat memulai perjalanan, peringatan hari ulang tahun, hari-hari besar nasional, hari-hari besar keagamaan, dan lain-lain.Dalam aktivitas pembelajaran di kelas juga digunakan tuturan fatis oleh guru, dosen, guru besar, termasuk juga siswa dan mahasiswa, seperti sapaan ‘pak!’, ‘selamat pagi, pak!’, ‘wah, ide anda baik sekali’, ‘tugas kalian sudah bagus, tapi perlu beberapa tambahan’, dan sejenisnya.Jadi, tuturan fatis pada dasarnya memiliki satu fungsi utama yaitu menjaga kontak interpersonal dan/atau kontaks sosial di samping memiliki fungsi spesifik lainnya atas dasar konteks tuturan. Karl Buhler (1918 dalam Jumanto, 2006) seorang berkebangsaan Jerman yang menjelaskan fungsi bahasa dengan model organon. Model tersebut dikembangkan berlandaskan atas kerangka konsep dasar komunikasi yang mencakup tiga komponen pokok yaitu pengirim (sender), pesan (message), dan penerima (receiver). Dalam model Buhler dijelaskan aktivitas komunikasi verbal antara penutur/pengirim (speaker/sender) dan mitra tutur/penerima (listener/receiver) dengan menggunakan media atau tanda (S = sign). Di dalam model itu terdapat lingkaran yang menggambarkan fenomena akustik yang konkrit. Juga, terdapat segitiga yang melambangkan tiga faktor variabel dalam model tesebut, yaitu pengirirm, tanda yang digunakan, dan penerima. Berdasarkan atas model Buhler tersebut, fungsi bahasa mencakup tiga aspek, yaitu 1) fungsi ekspresif, 2) fungsi apelatif, dan 3) fungsi representatif. Fungsi ekspresif adalah fungsi yang didasarkan atas bahasa sebagai gejala dan digunakan untuk mengungkapkan perasaan penutur; fungsi apelatif adalah fungsi yang didasarkan atas bahasa sebagai sinyal yang memiliki daya tarik untuk mengarahkan perasaan dan perilaku penutur; dan fungsi representatif yaitu fungsi yang didasarkan atas bahasa sebagai lambang yang dapat digunakan untuk membicarakan objek dan berbagai keadaan (objectsandstatesofaffairs).
168
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Malinowski (1923) juga mengembangkan nosi fungsi bahasa dengan mendasarkan pemikirannya pada gagasan Buhler.Dalam interaksi dan komunikasi sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai alat yang belakangan diyakini dan ditemukan secara empiris bahwa bahasa berfungsi lebih dari sekedar alat komunikasi.Terdapat fungsi bahasa yang lebih menitik beratkan pada cara bertindak (modeofaction) yang digagas oleh Malinowski (1923) bahwa bahasa berfungsi sebagai pengikat sosial dan pencipta kehidupan yang harmonis, ramah tamah, penuh persahabatan dan kedekatan personal sehingga tercipta kehidupan yang menyenangkan dan damai serta saling menghormati di antara satu dengan lainnya. Kemudian Malinowski (1923) mencetuskan istilah untuk itu yang dikenal dengan nama komuni fatis (phaticcommunion), yaitu tipe tuturan yang digunakan untuk menciptakan ikatan sosial yang harmonis dengan semata-mata saling bertukar kata-kata.Istilah komuni fatis merupakan pernyataan teori (statementoftheart) dari Malinowski (1923) yang didasarkan atas hasil penelitian pada masyarakat primitif di Papua-Melanesia, dengan fokus kajian pada beberapa bahasa dari suku-suku primitif di wilayah tersebut. Jadi, bahasa dalam bentuk asli dan fungsi primitifnya memiliki ciri pragmatik, yaitu sebagai sebuah cara dari perilaku manusia, sebagai sebuah elemen yang tak terpisahkan dari tindakan manusia yang dilakukan secara bersama-sama (concertedhumanaction). Jakobson (1960) menjelaskan bahwa komunikasi itu terjadi mencakup enam faktor penting yang selalu ada dalam tindak komunikasi verbal.Enam faktor tersebut mencakupi 1) penutur (addresser) yang menyampaikan 2) pesan (message) kepada 3) mitra tutur (addressee). Agar supaya pesan tersebut dapat dioperasikan, maka dibutuhkan yang namanya 4) konteks (context) yang diacu, dan dikenali oleh mitra tutur, baik itu yang bersifat verbal ataupun yang bisa diverbalkan, lalu 5) kode, yang juga bisa dikenali oleh penutur dan mitra tutur sebagian ataupun keseluruhannya, yang juga disebut sebagai encoder dan decoder dari pesan; dan selanjutnya 6) kontak (contact), yaitu saluran fisik (physicalchannel) dan hubungan psikologis (psychologicalconnection) antara penutur dan mitra tutur sehingga dimungkinkan komunikasi tetap terjaga dan dipertahankan. Jadi, menurut Jakobson (1960) bahwa enam faktor komunikasi tersebut memiliki peran penting dalam menetapkan sebuah fungsi bahasa sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik dan lancar atau bisa disebut sebagai komunikasi yang efektif. Enam fungsi bahasa menurut Jakobson (1960) tersebut meliputi: 1) fungsi bahasa emotif (emotive), fungsi yang memberikan penekanan pada pengirim pesan (penutur) dan merupakan ungkapan langsung dari sikap penutur tentang apa yang sedang dibicarakan; 2) fungsi bahasa konatif (conative), fungsi yang memberikan penekanan pada petutur; 3) fungsi bahasa referensial (referential), fungsi yang memberikan penekanan pada acuan atau konteks yang sedang dibicarakan; 4) fungsi bahasa fatis (phatic), fungsi yang menitik beratkan pada kontak (contact) yang terjadi antara penutur dan mitra tutur; 5) fungsi bahasa metalingual (metalingual), fungsi yang menitik beratkan pada kode (code) yang digunakan oleh penutur dan petutur; dan 6) fungsi bahasa puitis (poetic), fungsi yang menitik beratkan pada pesan (message) yang disampaikan sehingga dapat melahirkan citra dalam perasaan, kesan yang mendalam, dan pesan dipandang berhasil. Jumanto (2006) melakukan penelitian dengan fokus kajian fungsi komunikasi fatis yang terjadi di kalangan penutur jati (nativespeakers) bahasa Inggris.Tiga ragam bahasa Inggris terbesar di dunia (the American, the British, dan the Australian) dipilih dalam penelitiannya.Dengan berpijak di atas pundak para raksasa terdahulu seperti Malinowski, Buhler, Jakobson, dan lain-lain, Jumanto dapat menemukan dua belas fungsi komunikasi fatis di Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
169
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kalangan penutur jati bahasa Inggris. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa fungsi-fungsi fatis masih banyak digunakan oleh penutur jati bahasa Inggris di era modern seperti sekarang ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada beda antara temuan Malinowski yang obyeknya adalah masyarakat primitif dengan Jumanto dengan obyek masyarakat modern. Sesungguhnya mereka ingin hidup damai, ramah tamah, harmoni, saling menghormati, dan dalam ikatan sosial yang kuat serta hubungan interpersonal yang tetap terjaga dengan berbahasa dan berkomunikasi yang bersifat fatis. Terdapat dua belas fungsi komunikasi fatis dijelaskan Jumanto (2006), yaitu 1) memecahkan kesenyaapan, 2) memulai percakapan, 3) melakukan basa-basi, 4) melakukan gossip, 5) menjaga agar percakapan tetap berlangsung, 6) mengungkapkan solidaritas, 7) menciptakan harmoni, 8) menciptakan perasaan nyaman, 9) mengungkapkan empati, 10) mengungkapkan persahabatan, 11) mengungkapkan penghormatan, dan 12) mengungkapkan kesantunan.
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode etnografi komunikasi.Terdapat beberapa alasan mengapa digunakannya metode etnografi komunikasi dalam penelitian ini. Pertama, metode etnografi komunikasi dapat memperlihatkan proses komunikasi khususnya saat melakukan tindak tutur fatis. Kedua, metode etnografi komunikasi menawarkan suatu cara pendokumentasian yang sistematis dan rinci tentang interaksi komunikasi yang berupa tindak tutur fatis. Ketiga, metode etnografi komunikasi dapat menyingkap peran budaya dalam interaksi komunikasi khususnya ketika melakukan tindak tutur fatis (Watson-Gegeo, 1995). Peristiwa tutur dalam penelitian ini adalah perkuliahan kelas linguistik Program Doktor di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Agustus 2012. Adapun data penelitian ini berupa tuturan fatis yang digali dari sumber data, yaitu guru besar bidang linguistikyang berjumlah empat orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi dengan teknik rekam (recording), simak (listening), dan catat (note-taking). Dalam melakukan observasi, peneliti berpartisipasi aktif di dalam kelas sebagai mahasiswa.Data penelitian yang telah didapat dianalisis dengan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Yin (2011) yang mencakupi lima tahap, yaitu (1) compiling (pengumpulan), (2) disassembling (pelabelan atau pengkodean), (3) reassembling (pengelompokan dalam bentuk tabel, grafik, dafar, dan sejenisnya), (4) interpreting (penafsiran dalam bentuk naratif), dan (5) concluding (penyimpulan).
Hasil Penelitian Tuturan fatis yang diproduksi oleh guru besar dalam perkuliahan kelas linguistik di Program Doktor Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta memiliki beberapa fungsi fatis di antaranya adalah 1) memecahkan kesenyapan (to breakthesilence), 2) memberikan penguatan (to give reinforcement), 3) menjaga percakapan tetap berlangsung, 4) melakukan basa-basi (to make chit-chat), 5) mengungkapkan solidaritas (to express solidarity), 5) menciptakan perasaan nyaman (to create good sound of feeling) , dan 6) mengungkapkan perpisahan (to say good bye). Fungsi fatis tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini. 1. Memecahkan Kesenyapan (to break silence) Suasana senyap yang dimaksud dalam perkuliahan ini adalah suasana di mana para mahasiswa dalam keadaan pasif, tidak bersuara, dan terlihat serius atau nampak tidak 170
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
bersemangat mendengarkan penjelasan guru besar.Dalam situasi seperti ini, guru besar hanya berbicara sendiri tanpa adanya reaksi apapun dari mahasiswa.Situasi semacam ini tentu tidak diinginkan oleh para guru besar sehingga mereka mencoba memecahkan kesenyapan tersebut dengan berbagai cara seperti yang ditemukan dalam penelitian ini yang dijelaskan berikut ini. Fungsi fatis memecahkan kesenyapan dilakukan oleh para guru besar dengan beberapa caraseperti a) memberi salam awal pertemuan kuliah, dan b) memberikan contoh menarik terkait materi perkuliahan, dan c) bercanda. a) Memberi salam awal pertemuan Tuturan berikut ini digunakan oleh para guru besar dalam memberikan salam awal perkulihan, yaitu Selamat Pagi, Bapak-Ibu…!, Selamat Siang, Bapak-Ibu….!, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ketika para mahasiswa duduk tenang tanpa kata di ruang kelas sebelum kuliah dimulai, situasi terlihat senyap lalu guru besar mengucap salam tersebut sebagai salam awal perkuliahan dan dialog atau tanya-jawab seputar materi kuliah atau guru besar yang bersangkutan bercerita terlebih dahulu sebelum memulai kuliahnya. Salam semacam itu termasuk tuturan fatis yang difungsikan untuk membuka kran kontak interpersonal. Oleh karenanya salam tersebut seringkali tidak menghendaki adanya jawaban dari mitra tutur, dan penutur tidak merasa terserang muka positif dan muka negatifnya apabila salamnya tidak mendapat jawaban dari mitra tutur. Jadi, salam awal pertemuan perkuliahan pada umumnya dilakukan oleh semua guru besar, tetapi pada akhir perkuliahan, mereka tidak mengucapkapkan salam akhir pertemuan melainkan hanya ungkapan penutup dan ungkapan perpisahan. b) Memberikan contoh menarik terkait materi perkuliahan Selama perkuliahan berlangsung seringkali terasa senyap, mahasiswa terdiam tanpa ada reaksi apapun, lalu guru besar biasanya memecahkan kesenyapan tersebut dengan cara membuat contoh yang begitu menarik terkait materi yang disampaikan. Contoh yang mereka buat cenderung bernuansa hangat, aktual, segar, dan terkadang berbau seksual sehingga mengundang mahasiswa bereaksi dan merespon pernyataan gur besar tersebut dan suasana kelas berubah menajdi tidak senyap. Di antara tuturan fatis yang digunakan para guru besar tersebut adalah (i) Pak, kalo di Solo sing ati-ati…; (ii) Misalnya, Pak Prih pulang habis kuliah ini, ketika sampek Madiun berhenti pijet, lalu sampai di rumah ditanya sama istri: “kok lama pak”. Pak Prih jawab: “Iya tadi macet di jalan”; (iii) Misalnya, istri masak sampai keringatan, suami datang, lalu dihidangkan. Suami berkomentar enak padahal masakan sejatinya tidak enak. Haaa…haaa….; (iv) Misalnya, ‘mangan gak mangan pokok e kumpul’ sebenarnya ‘kumpul gak kumpul pokok e mangan’. Haaa….haaa….; (v) Misalnya, itu dalam Bahasa Inggrisnya apa pak, orang laki-laki yang serba takut terhadap cewek? Sudah jatuh cinta tapi ndak mau mengunjungi, haaa..haaa… Dalam Bahasa Inggrisnya disebut “chiken”, haa…haaa….; (vii) Jadi orang itu jangan tua-tua keladi, tapi tua-tua kelapa, artinya semakin tua semakin banyak santannya, supaya senang istrinya, haaa…haaa…. Contoh-contoh tersebut berkategori contoh ringan dan sederhana namun terkait dan mengena dan memang ditujukan untuk memecah kesenyapan kelas sehingga terjadi kontak yang akrab, hidup dan menyenangkan dan itu identik dengan karakteristik tuturan fatis. c) Bercanda Cara lainnya yang digunakan oleh guru besar dalam memecahkan kesenyapan dalam perkuliahan adalah dengan bercanda. Di antara tuturan bercanda yang diproduksi para guru besar tersebut adalah (i) Jadi, gini ya, kalo mau tahu tentang hal ini, ya sinau dewe…., Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
171
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
haaa…haaa…; (ii) Jadi, kalau mau jadi doktor kudu sinau maneh; (iii) Saya ndak mau anda jadi lulusan doktor “tembre-tembre” itu; (iv) Orang Inggris itu orang yang paling jelek lidahnya; (v) Coba pak, jelaskan! Sing “ceto” gitu loh….; (vi) Ayo pak Joni coba jawab, pak. Pak Joni ini lama ndak pernah perang, la mau perang gimana ndak ada musuhnya…. Dalam bercanda terkadang tiba-tiba terjadi dialog akrab antara guru besar dengan mahasiswa seperti berikut ini. Guru besar: Pak, buku dan referensi lainnya jadikan istri kedua. Nanti kalo ngerjakan disertasi juga gitu jadikan dia istri kedua. Mahasiswa: Wah, ceritanya nambah ini, Prof. Guru besar: Nambah ndak apa-apa, tapi kalo ganti jangan…, haaa…haaaa…. 2. Memberikan penguatan (to give reinforcement) Tuturan fatis yang digunakan guru besar dalam memberikan penguatan dilakukan dengan cara a) memuji, misalnya Wah, ide itu bagus sekali pak, nanti akan lebih bagus apabila dikembangkan dengan eksplorasi teori-teori lain pak; b) menyatakan setuju dengan pendapat mitra tutur, misalnya Ok, bagus, saya setuju pak. Mungkin ada tambahan dari yang lain? Penutur mengetahui bahwa tuturan tersebut pasti dikehendaki oleh mitra tutur meskipun mungkin secara fakta ide mitra tutur tidak seperti yang dikatakan oleh penutur tetapi tuturan ini memiliki daya ilokusi yang besar dalam memberikan penguatan dan penutur tidak begitu menghendaki adanya respon dari mitra tutur, tetapi yang terpenting yang menjadi tujuan penutur adalah terjalinnya kontak interpersonal antara penutur dan mitra tutur. 3. Menjaga percakapan tetap berlangsung (to keep conversation going on) Untuk menjaga percakapan tetap berlangsung, para guru besar memproduksi tuturan fatis dengan cara a) Menghindari kesenyapan ketika sedang berbicara, di antaranya (i) Hmmmm…, (ii) Aaaa, begini, pak…., dan sebagainya; b) Mengalihkan topik atau fokus pembicaraan, di antaranya (i) Baik!…, (ii) Baiklah, pak!, (iii) Ok…, (iv) Oklah…!, dan sebagainya; dan c) Memberikan tanda sedang mendengarkan, di antaranya (i) iya…iya…, (ii) ya pak.., ya…, (iii) Hhe ehh…, dan sebagainya. Tuturan tersebut di atas tidak menunjukkan arti yang jelas akan tetapi memiliki fungsi yang sangat penting dalam penggunaan bahasa. Penutur memiliki maksud yang dapat dimaknai sebagai cara untuk menjaga percakapan tetap berlangsung atau tidak terputus. Jadi, tuturan tersebut tergolong sebagai tuturan fatis karena dari segi arti dapat dikatakan tidak jelas tetapi memiliki fungsi penting yang secara sengaja diproduksi penutur untuk menjaga percakapan tetap berlangsung. 4. Melakukan Basa-Basi (to makae chit-chat) Para guru besar melakukan basa-basi dengan cara bertanya sesuatu yang sudah jelas dan/atau bertanya sesuatu yang penutur sendiri sudah tahu. Tuturan berikut dapat dikategorikan sebagai tuturan fatis yang berfungsi untuk melakukan basa-basi yang dilakukan guru besar dalam perkulihan mereka, yaitu (i) Kenapa orthografi kata ‘baik’ dan ‘itik’ itu berbeda?; (ii) Bapak tahu orang sakit Polio?; (iii) Itu Kira-kira apa maksudnya?; (iv) Itu masuk tindak tutur apa, pak?; (v) Apa itu yang dimaksud dengan ‘truth conditional semantics’?; (vi) Sekarang hari apa pak? Jumat ya kan?; (vii) Baiklah, sampai di mana pembahasan kita? Sampai pada tindak tutur ya. Guru besar seringkali membuat kalimat tanya semacam itu di tengah-tengah perkuliahannya dan pertanyaan tersebut yang pada akhirnya dijawab sendiri melalui penjelasan atau ilustrasi. Mitra tutur mengetahui bahwa penutur tentu tahu apa jawaban yang sesungguhnya
172
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
dari pertanyaan tersebut, oleh karenanya mitra tutur tidak menjawabnya dan penutur tidak mempermasalahkan hal itu. Jadi, pertanyaan penutur tersebut merupakan pertanyaan basa-basi yang hanya ditujukan agar kontak interpersonal antara penutur dan mitra tutur tetap terjaga dalam perkuliahan. 5. Mengungkapkan solidaritas (to express solidarity) Diantara beberapa cara yang dipakai guru besar dalam mengungkapkan solidaritas, yaitu a) mengucapkan do’a, di antaranyaSemoga hal ini bisa menggugah pemikiran anda semua; b) mengucapkan terima kasih, di antaranya (i)Terima kasih atas perhatiannya ya pak; (ii) Matur nuwun bapak ibu, ketemu lagi hari apa pak?dan c) setuju dan tertarik pada pendapat mitra tutur, di antaranyaSaya tertarik dengan masalah itu, bu. Ungkapan solidaritas dalam bentuk do’a jarang sekali diungkapkan oleh guru besar, tetapi dalam bentuk ungkapan terima kasih seringkali dilakukan. Ungkapan maturnuwun yang diungkapkan guru besar sebagai penutur didasarkan atas pertimbangan kultur jawa tengah (solo) bukan atas dasar pertimbangan power dan distance. Oleh karenanya ungkapan matur nuwun dirasa tidak mengancam muka mitra tutur karena tuturan tersebut dibalut oleh konteks kultural jawa tengah (solo) yang sangat popular dengan ungkapan tersebut dalam setiap situasi. 6. Menciptakan perasaan nyaman (to create good sound of feeling) Dalam hal ini, guru besar melakukannya dengan cara a) memberi semangat, di antaranya (i) Jadi sekalipun S3 tetap sinau lebih giat lagi, bukunya itu “diuyel-uyel” gitu loh, jangan hanya istrinya saja yang “diuyel-uyel” itu, haaa…haaa, (ii) S3 memang harus banyak eksplorasi, (iii) Bacanya yang kuat ya pak; dan b) memberikan ungkapan yang menenangkan, di antaranya (i) Kalo mengalami kebuntuan masalah disertasi, ya jangan diam, tahu-tahu lama ndak pernah kelihatan, waaaahh…., datang saja ke saya, nanti saya bantu, (ii) Sudah pak, yang penting dikerjakan dulu, kalau sudah selesai langsung di email gitu saja, waktunya saya kasi sampai akhir semester ini. Tuturan (ai) tersebut di atas bertujuan memberi semangat dengan strategi bercanda sehingga kontak interpersonal antara penutur dan mitra tutur terasa hangat dan tetap terjaga, tidak ada ketegangan.Penggunaan kata “uyel-uyel” (Bahasa Jawa) mengacu pada suatu tindakan meremas-remas, megang-megang objek secara intensif atau berulang kali tanpa mengenal lelah dan putus asa. Kata tersebut akan terasa humoris apabila digunakan untuk mengungkapkan perilaku suami kepada istri yang dicintai. Atas dasar ini, guru besar meminjam kata tersebut sebagai latar pemberian semangatnya kepada mitra tutur.Adapun tuturan lainnya bersifat langsung atau literal digunakan oleh guru besar dalam memberikan perasaan nyaman kepada mitra tutur. 7. Mengungkapkan perpisahan Pada akhir pertemuan, para guru besar mengungkapkan tuturan perpisahan yang dikategorikan sebagai tuturan fatis. Ungkapan perpisahan berikut digunakan oleh para guru besar dalam mengakhiri perkuliahan mereka, di antaranya adalah (i) Sudah sampai di sini dulu, sudah jam setengah sembilan; (ii) Saya kira cukup, saya sudah siap mau makan siang dulu, haaa…haaa; (iii) Saya kira cukup itu yang bisa saya sampaikan, cukup banyak ya, cukup banyak ya….; (iv) Baik, sekian bapak-ibu, untuk minggu depan kita bicara bagian 3 dan 4 ya…; (v) Demikian bapak/ibu. Kita ketemu lagi minggu depan. Tolong dipelajari materi yang saya berikan; (vi) Matur nuwun bapak ibu, ketemu lagi hari apa pak? (vii) Gitu pak ya. Ini mohon maaf ya, sudah di sms….; (viii) Saya rasa bisa kita akhiri pak ya. Terima kasih atas
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
173
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
perhatiannya….; (ix) Habis ini pak Pri (Supriyadi) ya, ya sudah sampai di sini pak ya….; dan (x) Masih ada kuliah lagi habis ini?, kita sampai di sini aja, terima kasih. Tuturan (i) merupakan tuturan fatis yang digunakan untuk mengungkapkan perpisahan yang diungkapkan secara tidak langsung. Frase sudah jam setengah Sembilan merupakan pemarkah lingual yang menunjukkan waktu berakhirnya perkuliahan sesuai dengan jadual yang telah disepakati oleh penutur dan mitra tutur. Meskipun mitra tutur sudah tahu bahwa jam setengah sembilan itu berakhirnya perkuliahan, penutur memberitahukan kepada mitra tutur dengan tujuan utama bukan menginformasikan akan tetapi untuk mengungkapkan perpisahan dan penutur tidak begitu peduli apakah tuturannya tersebut mendapat jawaban atau tidak dari mitra tutur. Atas dasar itu, tuturan (i) tersebut dikategorikan sebagai tuturan fatis yang berfungsi sebagai ungkapan perpisahan. Demikian juga dengan tuturan lainnya yang memiliki fungsi yang sama. Ungkapan sudah sampai di sini dulu, saya kira cukup, sekian bapak-ibu, demikian bapakibu, gitu pak ya, saya rasa bisa kita akhiri…, ya sudah sampai di sini…., dan kitasampai di sini aja…merupakan ungkapan penutup perkuliahan yang pada umumnya diikuti oleh ungkapan perpisahan baik yang langsung (literal) seperti (v) kita ketemu lagi minggu depan, ataupun yang tidak langsung (non-literal) seperti (iii) saya sudah siap mau makan siang dulu, haaa…haaa; (iv) untuk minggu depan kita bicara bagian 3 dan 4 ya…;(vii) Ini mohon maaf ya, sudah di sms…., dan sebagainya.Pada umumnya ungkapan-ungkapan penutup yang diproduksi guru besar dalam perkuliahan ini bersifat sederhana dan sebagaian besar diikuti dengan ungkapan perpisahan yang berstruktur tidak langsung.Ungkapan perpisahan langsung jarang sekali digunakan karena ungkapan tidak langsung dalam perspektif pragmatik termasuk ungkapan yang berkategori lebih santun.
Simpulan Berdasarkan atas hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa tuturan fatis yang memiliki fungsi utama menjaga kontak interpersonal digunakan oleh para guru besar dalam perkuliahan Program Doktor Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tuturan-tuturan fatis tersebut memiliki fungsi spesifik di antaranya adalah 1) memecahkan kesenyapan yang dilakukan dengan cara a) memberi salam pada awal pertemuan, b) memberikan contoh menarik terkait dengan materi kuliah, dan c) bercanda; 2) memberikan penguatan (reinforcement) dengan cara a) memuji, dan b) setuju dengan pendapat mitra tutur; 3) menajaga percakapan tetap berlangsung, dilakukan dengan cara a) menghindari kesenyapan ketika sedang berbicara, b)mengalihkan topik atau fokus pembicaraan, dan c)memberikan tanda sedang mendengarkan4) basa-basi, dilakukan dengan cara bertanya sesuatu yang sudah jelas dan/atau bertanya sesuatu yang penutur sendiri sudah tahu. 5) mengungkapkan solidaritas, dilakukan dengan cara a) memberikan do’a, b) mengucapkan terima kasih, dan c) setuju/tertarik dengan pendapat mitra tutur; 6) menciptakan perasaan nyaman, dilakukan dengan cara a) memberi semangat, dan b) memberi ungkapan yang menenangkan; dan 7) mengungkapkan perpisahan.
Daftar Pustaka Austin, J.L. (1962). How to do things with words. London: Oxford University Press. Gazdar, Gerald (1979). Pragmatics: Implicature, Presupposition, and Logical Form, Academic Press, Inc., Florida.
174
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Horn, Laurence R. & Ward, Gregory (20060.The Handbook of Pragmatics, Blackwell Publishing Co, Victoria. Huang, Yan (2007). Pragmatics, Oxford University Press, Inc., New York. Jakobson, Roman (1960). ‘Concluding Statement: Linguistics and Poetics’, dalam T. Sebeok (ed.),StyleinLanguage, MIT Press, Cambridge, MA., hal. 350-377. Jumanto (2011).Pragmatik: Dunia Linguistik Tak Selebar Daun Kelor. WorldPro Publishing, Semarang. Jumanto (2008).Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. WorldPro Publishing. Semarang. Kreidler,Charles W. (1998). Introduction to English Semantics, Blackwell Publishing Co., Victoria. Maleong, L.J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Malinowski, Bronislaw (1923). ’The Problem of Meaning in Primitive Languages’, dalam Ogden, C.K. dan I.A. Richards (eds), The Meaning of Meaning. K. Paul, Trend, Trubner, London, hal. 296-336. Mey, Jacob L. (2001). Pragmatics: An Introduction (2nd Edition), Blackwell Publishers Inc., Massachussetts. Richards, J.C., Jonathan Hull, and Susan Proctor. 1990. Interchange: English for Int’lCommunication. Cambridge: Cambridge University Press. Smith, Barry (2003). John Searle: Contemporary Philosophy in Focus, Cambridge University Press, Inc., Cambridge. Watson-Gegeo, Karen Ann. (1995). “Ethnography in ESL: Defining the Essentials,” Reading on Second Language Acquisition, (ed). H. Douglas Brown dan Susan Gonzo, 36-53. Englewood Cliffs,NJ: Prentice-Hall Regents. Wijana, I D ewa Putu (1996).Dasar-Dasar Pragmatik, Andi Offset, Jogyakarta. Yin, Robert K. 2011.Qualitative Research: From Start to Finish. New York: The Guilford Press
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
175
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris dengan Sulih Suara Muhammad Farhan Rafi 13 ([emailprotected]) Tatik Irawati 13 ([emailprotected]) Abstract The intent of this action research was to know how the implementations of dubbing film can improve the ability of the students’ speaking. This study focuses collaborative classroom action research which researchers and the teacher worked together to apply the research. The research had two cycles by applying the procedures; planning, implementing, observing and reflecting. The data collected by having some instruments; observation, questionaire and test. The research subject is 39 students of 2013 C STKIP PGRI Jombang. When the research and data analysis finished, the result showed that there were a significant improvement in students’ participant and thw achievement of speaking skill. At the beginning of research in preliminary study, the average score of the students was 72, whereas Criteria Minimum of Achievement was 78. At the end of cycle 1 improved to 74.48, and improved to 83 at the end of cycle 2. It means that the students’ participant and the score were increasing after doing the action. In particular, dubbing film can improve students’ achievement in speaking. Key Words: Dubbing Film, Speaking Ability Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk menegetahui bagamana perapan tehnik sulih suara yang dapat meningkatkan kemampuan speaking mahasiswa. Penelitian ini difokuskan pada penelitan tindakan kelas secara kolaboratif dimana peneliti dan guru bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus dengan beberapa prosedur: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah observasi, kuesioner, dan tes. Sedangkan subjek penelitian adalah mahasiswa STKIP PGRI Jombang angkatan 2013 C yang berjumlah 39 mahasiswa. Dari hasil penelitian ditemukan ada peningkatan kemampuan mahasiswa baik dari proses pembelajaran yang lebih positif dan nilai yang lebih baik. Pada penelitian awal nilai rata-rata speaking mahasiswa adalah 72 sedangkan standart ketuntasan adalah 78. Pada akhir siklus pertama hasil nilai rata-rata speaking mahasiswa adalah 72 dan meningkat menjadi 83 pada akhir siklus kedua. Dari hasil ini berarti partisispasi dan nilai mahasiswa meningkat setelah penelitian. Maka bisa disimpulkan bahwa sulih suara dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada mahasiswa. Kata kunci: Sulih suara, Kemampuan Berbicara
Pendahuluan Dalam sillabus mata kuliah speaking for daily conversation, diterangkan bahwa pada hasil belajar mahasiswa harus mampu berbicara bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari secara fasih dan lancar. Tetapi pada hasil test pada ujian akhir semester 2013-2014 ditemukan bahwa banyak mahasiswa yang masih belum mampu mencapai hasil yang maksimal. Dalam proses pembelajarannya, ditengarai ada beberapa hal yang mengakibatkan mahasiswa lemah dalam berbicara bahasa inggris diantaranya terbatasnya pembendaharaan kosakata mahasiswa, sehingga membuat mahasiswa kesulitan untuk mengungkapkan idenya, Cara pegucapan yang belum sempurna merupakan penghambat yang lain yang menghasilkan makna yang tidak sesuai dengan yang dimaksutkan, dan susunan kalimat yang tidak sesuai dengan ilmu kebahasaan 13
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia
176
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menimbulkan makna yang membingungkan. Selain itu ketidak percayaan diri dan kurang berani berbicara dalam proses pembelajaran serta merasa takut berbuat kesalahan dalam berbicara membuat mahasiswa untuk memilih menjadi mahasiswa yang pasif. Sedangkan bekomunikasi dalam bahasa inggris dibutuhkan beberapa hal yang harus di miliki, seperti jumlah kosakata yang telah dimiliki, mengetahui bentuk susunan kalimat dan mampu menggunakan, dan menguasai cara pengucapannya. Hal ini akan membuat mahasiswa mampu berkomunikasi secara lancar dan akurat. Menurut Cahyono dan Widiati (2011: 29), keberhasilan mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasinya dapat dilihat dalam kelancarannya, keakuratannya dan keefektifannya. Para mahasiswa saat ini, dituntut untuk mampu menguasai ketrampilan berbahasa, salah satunya adalah berbicara, dan ketrampilan tersebut dapat berhasil dengan seringnya berlatih dengan teman yang juga mempunyai ketrampilan tersebut. Di masyarakat Indonesia sangat jarang seseorang berbicara bahasa inggris sehingga ini mempersulit mahasiswa untuk menemukan partner yang bisa diajak berlatih sehingga mahasiswa hanya bisa berlatih dalam kegiatan formal.di sekolah atau lembaga kursus. Karena pembelajaran ketrampilan ini hanya bisa ditemukan dalam kegiatn formal, maka pengajar harus mampu memaksimalkan dirinya untuk membantu para mahasiswa untuk berlatih. Dalam pengajaran berbicara bahasa inggris, menurut Cahyono dkk (2011:36) pengajaraanya harus menerapkan pendekatan pengajaran bahasayang bersifat komunikatif. Para mahasiswa bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran sehingga mereka mampu meningkatkan kemapuan berbicara bahasa inggrisnya. Berdasarkan fakta di atas, kesulitan mahasiswa dan hasil yang belum memuaskan dalam ketrampilan berbicara pada mahasiswa di STKIP PGRI Jombang mungkin disebabkan karena teknik yang kurang efektif dari pengajaran ketrampilan berbicara dan ini menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi tidak menarik. Ada beberapa masalah, pertama, guru tidak membuat perencanaan yang baik yang mencakup tujuan umum dan khusus instruksional, bahan ajar dan media untuk pengajaran. Blaz (2001:137) menyatakan bahwa penggunaan media pembelajaran selama instruksi dapat memfasilitasi dan meningkatkan belajar mahasiswa. Namun, untuk membantu mahasiswa untuk bisa berbicara, guru harus lebih kreatif untuk mencari tahu bahan otentik dan media yang tepat yang membantu mahasiswa untuk terlibat dalam pengajaran ketrampilan berbicara. Salah satu media yang bisa digunakan adalah film. Penggunaan film dalam pembelajaran, menurut Dewi (2013) film memberi dampak yang positif terhadap para mahasiswa. Mahasiswa termot ivasi dan tertarik untuk belajar serta mahasiswa mempunyai sikap penasaran untuk mengembangkan ketrampilan yang diperolehnya. Selain itu dengan film, kosakata, cara pengucapan dan pemahaman dalam berbicara bahasa Inggris dapat diperoleh dengan baik. Dalam film,terdapat subtitles yang juga membantu pelajar untuk lebih focus terhadap kalimat yang muncul dalam film tersebut, sehingga akam mampu membuat mahasiswa untuk lebih mudah memahami makna kalimat tersebut dan juga cara pengucapannya. Dengan adanya permasalahan dalam pembelajaran ketrampilan berbicara di atas dan efektifnya media film, maka peneliti menggrnakan tehnik Sulih suara untuk menyelesaikannya. Sulih suara merupakan penggatian suara para karakter dalam sebuah film. Tehnik Sulih suara memberikan kemudahan kepada mahasiswa untuk berdialog tanpa kesulitan membuat dialog seperti dalam pembuatan drama. Para mahasiswa hanya perlu menirukan percakapan yang muncul dalam film. Menurut Burston (2005) Keuntungan tehnik Sulih suara dalam pengajaran Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
177
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
ketrampilan berbicara membuat mahasiswa memahami kalimat – kalimat dalam percakapan dengan mudah karena dipraktikkan berulang-ulang, pengucapan yang sesuai dengan penutur asli karena mahasiswa menirukan langsung sesuai dengan percakapan yang muncul dalam film, dan penggunaan kosakata dan susunan kalimat yang benar dalam percakapan mereka. Selain itu, para mahasiswa akan merasa bangga bahwa mereka terlibat dalam pengisisan suara pada sebuah film yang menjadi film favorit mereka. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melibatkan mahasiswa dalam teknik Sulih suara. Peneliti berfokus pada peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris di STKIP PGRI Jombang dengan menggunakan salah satu tehnik pembelajaran kooperatif, yaitu Sulih suara. Landasan Teori
Ketrampilan Berbicara (Speaking) Ketrampilan berbicara bahasa Inggris (speaking) merupakan salah satu ketrampilan bahasa yang dalam proses pembelajarannya memerlukan kemampuan penguasaan komponenkomponen bahasa yaitu kosakata, susunan kalimatdan cara pengucapannya. Menurut Keith dan Morrow (1990:70) Ketrampilan berbicara adalah sebuah kegiatan dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang dilakukan oleh dua atau beberapa orang yang bertindak sebagai pembicara dan pendengar sehingga mereka dapat bereaksi sesuai dengan apa yang mereka maksud. Tarigan (1995: 149) menambahkan bahwa ketrampilan berbicara adalah ketrampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Keterkaitan antara bahasa lisan dan pesan sebagai media penyampaian sangat berat. Pesan yang diterima oleh pendengar adalah dalam bentuk bunyi bahasa bukan dalam bentuk yang lain. Kemudian pendengar mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk apa yang diucapkan oleh pembicara. Dalam ketrampilan berbicara, menurut Tarigan (1995: 149) terdapat beberapa tujuan umum dalam berbicara, yaitu 1) menghibur, pembicara menarik perhatian pendengar denga cara, seperti humor, spontanitasm menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya. 2) menginformasikan, tujuan ini dilaksanakan untuk menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan. 3) menstimulasi berbicara, menurut Tarigan berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Hal ini bisa tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan dan cita-cita pendengarnya. Menurut Arsjad dan Mukti (1993: 17-20) seorang pembicara harus menguasai topic yang sedang dibicarakan dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa factor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah 1) ketepatan ucapan (pronunciation), pengucapan bunyi-bunyian harus tepat, begitu juga dengan penempatan tekanan, durasi dan nada yang sesuai, 2) pemilihan kosakata (vocabulary) harus jelas dan tepat dan bervariasi sehingga dapat memancing kepahaman dari pendengar, 3) Tatabahasa (Grammar), kalimat yang diucapkan harus tepat sesuai dengan susunan bahasa yang benar.
Pengajaran Berbicara di Kelas EFL (English as the Foreign Language). Mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis adalah empat keterampilan bahasa yang diperoleh dalam tahapan yang berbeda dalam fase perkembangan bahasa mahasiswa. Belajar bahasa kedua atau asing berarti belajar untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam berkomunikasi akan melibatkan interaksi dengan satu atau lebih pelaku. Berkomunikasi yang
178
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
efektif juga meliputi pendengaran yang baik, sebuah pemahaman tentang bagaimana perasaan pihak lain dan sebuah pengetahuan tentang bagaimana aturan untuk mengambil giliran atau membiarkan pihak lain untuk berbicara juga. Menurut (Harmer, 1997). Ada beberapa unsur dalam berbicara yaitu keistimewaan bahasa, pengelolaan bahasa dan interaksi pihak lain. Pengajaran berbicara (speaking) di kelas EFL (English as the Foreign Language) di Indonesia sudah menggunakan konsep communicative competence, di mana konsep ini sudah menekankan pada penerapan pendekatan pengajaran bahasa yang bersifat komunikatif (communicative language teaching). Dalam pendekatan ini, para mahasiswa sudah saling berinteraksi dalam proses pembelajaran, aktivitas kelas menjadi pusat kegiatan yang meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa. Menurut Bambang dan Widiati (2011: 38) pengajaran berbicara bisa ditekankan pada latihan berbicara secara akurat dan lancar yang meliputi pengucapan dan tata bahasa. selain itu, bertujuan untuk memahami bentuk bahasa seperti frasa, kalimat dan dialog. Para mahasiswa bisa mempraktikkan dan menghafalkan bentuk bahasa tersebut dengan cara pengulangan dan drilling. Dalam penerapan kelas speaking, kegiatannya bisa diklasifikasikan menjadi kegiatan individu atau kelompok. Kegiatan individu bisa menerapkan bercerita, mendiskripsikan sesuatu dan berpidato. Sedangkan kegiatan kelompok bisa menerapkan Dubbing, role-play, presentasi, debat dan diskusi. Dan saat ini kegiatan kelompok lebih dominan dari pada kegiatan individu. Kegiatan kelas berbicara di Indonesia telah banyak menggunakan instruksi yang bermacam-macam pola. Menurut Kasim (2004) terdapat lima kegiatan kelas yang bisa diterapkan yaitu kegiatan guru dangan kelas,guru dengan kelompok,guru dengan murid, murid dengan murid dan murid dengan guru. Dalam kegiatan ini, guru hanya sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa untuk lebih memahami makna dari pada bentuk kalimat sehingga mahasiswa lebih termotivasi dalam kegiatan kelas berbicara tersebut.
Sulih Suara Salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang dikembangkan adalah Dubbing. Dubbing dalam bahasa Indonesia berarti sulih suara dan biasanya digunakan di dalam dunia perfilman. Penggunaan tehnik ini diperkirakan akan mampu membuat mahasiswa lebih terlibat dan termotivasi untuk belajar berbicara karena rasa penasaran dan tertantang untuk menghasilkan suara yang terdengar bagai suara penutur aslinya. Menurut Suwartono (2006) rasa penasaran, keasyikan dan tantangan dalam kelas berbicara akan menjaga kesinambungan pembelajaran hingga di luar lingkungan akademik. Tehnik Sulih suara adalah tehnik pengisian suara terhadap rekaman yang banyak diteapkan oleh stasiun-stasiun televisi untuk tayangan film atau sinema asing. Dalam tehnik Dubbing biasanya bahasa asing diganti dengan bahasa Indonesia. Dalam dunia entertainment juga terdapat tehnik yang serupa untuk seni tarik suara, yang populer dengan istilah karaoke. Kita bisa memanfaatkan tehnik ini sebagai cara untuk melatih berbicara bahasa Inggris dengan cara menggantikan suara penutur aslinya. Menurut Suwartono (2006) Cara yang demikian memberikan beberapa keuntungan: 1) mahasiswa belajar pelafalan sekaligus mengekspresikan seni, 2) mahasiswa merasa senang dalam belajar, dan 3) seperti pembelajaran bahasa pertama karena dilaksanakn di bawah sadar.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
179
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Prosedur Sulih suara dalam Pengajaran Berbicara Bahasa Inggris Menurut Bintoro (2013) Prosedur tehnik Sulih suara sebagai berikut (1) pemutaran sebuah film dengan durasi yang tidak lama. Tujuan pemutaran film tersebut adalah supaya mahasiswa mengetahui alur cerita film tersebut. (2) mahasiswa menyimak film tersebut untuk mengetahui isi cerita. (3) Bagilah mahasiswa menjadi 5 atau 6 orang sesuai dengan jumlah peran yang akan di dubbing-kan. Kelompok-kelompok harus beragam dalam hal gender, etnis, ras, dan kemampuan. (4) Kelompok berdiskusi dalam menentukan peran atau tokoh yang akan mereka dubbing-kan. Mahmahasiswa bebas menggunakan kreatifitasnya ntuk menentukan perannya. (5) Mahasiswa melatih percakapan yang mereka dapatkan sesuai dengan perannya. Mahasiswa harus berbicara sesuai dengan penutur asli yang terdapat pada film tersebut. (6) Kelompok mempresentasikan hasil dubbing yang telah mereka lakukan dengan merekam atau praktik secara langsung. (7) Pada akhir sesi, memberikan penilaian dari hasil dubbing mereka. Ada beberapa manfaat dari teknik Sulih suara. Pertama, Sulih suara mempromosikan pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan efek menyenangkan pada diri mahasiswa karena pembelajaran tidak monoton. Hal ini senada dengan Suwantoro (2006) ia mengatakan Sulih suara menimbulkan rasa senang dan keasyikan tersendiri bagi mahasiswa yang menggunakannya. Bintoro (2013) menyatakan bahwa di Sulih suara, setiap mahasiswa dapat bereksplorasi sesuai kreativitasnya dalam meningkatkan kemampuan bicara. Suwantoro (2006) menambahkan bahwa Sulih suara melibatkan lebih dari satu orang dan setiap mahasiswa akan melaksanakan tugas pembelajaran bersama-sama. Bahkan diantara anggota dalam kelompok akan bisa saling mengisi, terutama yang kemampuannya kurang akan menampatkan contoh atau model, sehingga timbul rasa percaya diri. Tidak ada mahasiswa dapat berhasil sepenuhnya kecuali semua orang bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim.
Metode Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memecahkan suatu masalah dalam pengajaran berbicara. Oleh karena itu, desain penelitian ini adalah penelitian tindakan di mana suatu aksi dirancang untuk mengatasi suatu masalah, (Kemmis dan Mc Taggart, 1998:5, Ary et.al, 2006:539). Aksi di sini adalah suatu strategi atas beberapa kendala yang muncul, dengan kata lain suatu strategi digunakan untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini desain penelitian tindakan kolaboratif diterapkan karena peneliti bekerja bersama-sama dengan dosen Speaking di STKIP PGRI Jombang yang terlibat dari awal sampai akhir proses kegiatan penelitian. Melalui desain penelitian tindakan kolaboratif, peneliti ingin mengusulkan penggunaan Sulih suara sebagai teknik untuk memecahkan masalah dalam kelas berbicara (speaking), karena masih kurangnya kemampuan mahasiswa dalam berkomnikasi menggunakan bahasa Inggris. Teknik Sulih suara digunakan di dalam kelas dalam bentuk grup lengkap serta tersegmentasi. Dengan adanya segmentasi mahasiswa dapat berlatih untuk berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Dengan teknik dubbing mahasiswa dapat berkomunikasi sesuai dengan susunan kalimat,cara pengucapan yang benar dan kosakata yang sesuai dengan maknanya. Untuk menggambarkan bagaimana teknik tersebut dapat meningkatkan kemampuan menyimak mahasiswa, penelitian ini mengikuti siklus penelitian tindakan sebagai prosedur penelitian (Kemmis dan McTaggart, 2000:595 seperti dikutip dalam Koshy, 2005:4); siklus dapat dilihat pada Gambar 1
180
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Cycle 1
Cycle 2
Cycle n
REVISED PLAN
PLAN ACT
REFLECT
REFLECT
Gambar 1 Diagram Prosedur Penelitian Tindakan (Kemmis dan Mc Taggart, dalam Koshy, 2005: 4)
Peneliti bertindak sebagai praktisi dan memulai penelitian dengan melakukan studi pendahuluan. Di sini, kolaborator adalah dosen mata speaking for daily conversation di STKIP PGRI Jombang yang membantu peneliti dalam mengamati proses belajar, administrasi tes menulis dan kuesioner. Peneliti dengan bantuan kolaborator membuat perencanaan. Dalam merencanakan strategi, peneliti sendiri menyiapkan strategi yang di terapkan dengan teknik Sulih suara. Membuat rencana pelajaran, sedangkan kolaborator membantu peneliti dalam penetapan kriteria keberhasilan. Dalam melaksanakan tindakan peneliti bertindak sebagai praktisi yang mengajar mendengarkan dengan menggunakan Sulih suara sedangkan kolaborator bertindak sebagai pengamat yang mengamati pelaksanaan tindakan di kelas dengan menggunakan ceklis observasi dan catatan lapangan. Pada akhir siklus, tes dan kuesioner diberikan untuk menggambarkan prestasi mahasiswa dan respon terhadap strategi. Setelah menerapkan strategi peneliti dan kolaborator mengevaluasi pelaksanaan strategi dan mendiskusikan kemungkinan memodifikasi strategi jika strategi tidak dapat memenuhi kriteria keberhasilan. Proses siklus berakhir setiap kali masalah telah dipecahkan atau kriteria keberhasilan yang telah dicapai. Dengan menggunakan kolaborator, peneliti percaya bahwa temuan akan lebih dapat dipercaya. Para kolaborator memegang gelar master dari universitas terkemuka dan telah mengajar bahasa Inggris di perguruan tinggi selama lebih dari sepuluh tahun. Setting dari penelitian ini adalah STKIP PGRI Jombang, yang merupakan salah satu kampus di kabupaten Jombang. Subyek penelitian adalah Mahasiswa kelas 2013 C semester genap. Subjek ini dipilih karena di kelas ini ditemukan banyak berkenaan dengan kemampuan bebicara. Ada 39 mahasiswa di kelas 2013 C yang mengikuti proses. Kelas ini terdiri dari mahasiswa yang heterogen dalam hal kemampuan, jenis kelamin, sosial ekonomi, dan etnis.
Penelitian Pendahuluan. Untuk mendapatkan informasi aktual maka studi pendahuluan akan dilakukan. Melalui studi pendahuluan peneliti dan kolaborator-nya akan menganalisis fenomena yang muncul dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, itu akan dapat mengidentifikasi masalah yang mendesak untuk dipecahkan. Data yang akan diperoleh menyangkut kondisi riil permasalahan yang dihadapi oleh dosen dan mahasiswa dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Penelitian pendahuluan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi dan informasi sebagai Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
181
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
alat bukti terhadap masalah. Ini, kemudian, dapat digunakan sebagai dasar dalam memutuskan cara terbaik (action) untuk memecahkan masalah.
Perencanaan. Perencanaan adalah tahap di mana persiapan yang cermat dibuat sebelum melakukan tindakan. Pada bagian ini, peneliti menyajikan: (a) Strategi Pembelajaran (b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan (c) Kriteria keberhasilan
Strategi Pembelajaran. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan menerapkan penggunaan teknik Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris. Dengan memanfaatkan teknik Sulih suara mahasiswa akan mendapatkan lebih banyak kesempatan untuk berlatih keterampilan berbicara dan mendapatkan lebih banyak input bahasa target secara otentik.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dirancang dengan tujuan memberikan guru dengan pedoman kegiatan belajar mengajar dari ajaran mendengarkan dengan memanfaatkan teknik Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris.. Rencana pelajaran yang dikembangkan oleh peneliti mencakup hal-hal berikut: (1) tujuan instruksional (2) bahan pembelajaran dan media pembelajaran (3) kegiatan belajar mengajar dan (4) penilaian. Tujuan instruksional dari mata kuliah Speaking 3 yang berdasarkan silabus adalah bahwa mahasiswa mampu mengembangkan topik pembicaraan dan memiliki ketrampilan dalam berbicara Bahasa Inggris secara tepat, lancar dan akurat pada tingkat intermediate serta mampu menunjukkan kepercayaan diri, keantusiasan dalam bekerjasama dengan tim dan memainkan perannya selama bercakap-cakap menggunakan Bahasa Ingris pada tingkat intermediate. Tujuan instruksional dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana mahasiswa mampu berbicara bahasa Inggris secara tepat, lancar dan akurat dengan topik yang terdapat dalam sebuah film dan mahasiswa mampu berdialog dengan kosakata, pengucapan dan tata bahasa sesuai dengan penutur aslinya. Dalam studi ini, bahan pembelajaran dan media yang dipilih disesuaikan dengan tujuan instruksional. Sulih suara digunakan sebagai teknik. Beberapa media yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan strategi tersebut adalah video, movie dan transcript movie. Kegiatan pembelajaran di kelas dilakukan dengan menerapkan teknik Sulih suara dengan mengikuti prosedur pengajaran strategi seperti disebutkan sebelumnya. Penilaian ini dilakukan pada akhir siklus untuk mengetahui apakah pelaksanaan strategi dapat meningkatkan kemampuan ketrampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Tes prestasi digunakan untuk menilai kemampuan ketrampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Sebuah tes dilakukan untuk melihat apakah mahasiswa telah memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam waktu tertentu (Djiwandono, 1996:17, Brown, 2004:47). Tes prestasi dibuat oleh peneliti untuk mengukur kemampuan ketrampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa, sebagaimana yang ternyatakan dalam tujuan instruksional. Tes diberikan setelah implementasi strategi, yaitu menggunakan tehnik Sulih suara untuk pengajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris.
Kriteria sukses. Kriteria keberhasilan ditetapkan untuk mengkonfirmasi apakah pelaksanaan strategi dapat meningkatkan kemampuan ketrampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Penelitian ini dianggap berhasil jika dua kondisi terpenuhi.
182
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pertama, ditunjukkan dengan data yang dihasilkan dari skor mahasiswa pada tes prestasi sebanyak lebih dari 70% mahasiswa yang nilainya lebih dari standard ketuntasan yang diberikan pada akhir siklus yang menunjukkan peningkatan. Peningkatan yang dimaksud adalah adanya peningkatan skor mahasiswa pada tes prestasi jika dikonfirmasi dengan skor pada studi pendahuluan dengan standard ketuntasan 78. Kedua, mahasiswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar selama pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan teknik Sulih suara. Hal ini tercermin ketika mahasiswa memberikan respon yang baik pada setiap langkah pembelajaran seperti yang ditunjukkan dalam ceklis observasi dan catatan lapangan. Ini berarti bahwa hampir dalam semua kegiatan belajar mengajar di setiap tahap respon mahasiswa muncul di kategori Baik atau 34 sampai 39 mahasiswa terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, peneliti dapat berasumsi bahwa mereka menikmati kegiatan yang diberikan oleh dosen dan merasa bahwa teknik Sulih suara yang disajikan dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris dapat membantu mereka berbicara bahasa Inggris secara tepat, lancar dan akurat.
Implementasi. Peniliti akan berperan sebagai yang melaksanakan pengajaran menulis dengan menggunakan Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris.
Observasi. Pengamatan akan dilakukan selama pelaksanaan tindakan. Mengamati adalah proses pencatatan dan pengumpulan data tentang setiap aspek atau peristiwa yang terjadi selama implementasi. Menurut Suyanto dan Sukarnyana (2001:51) fungsi pengamatan adalah untuk mengetahui (1) kesesuaian untuk melaksanakan dan merencanakan tindakan, dan (2) seberapa sukses pelaksanaan aksi mencapai kriteria keberhasilan. Dalam penelitian ini, observasi adalah proses pengumpulan data dalam penggunaan Sulih suara untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa.
Sumber Data. Data dalam penelitian ini akan menjadi data kuantitatif dan kualitatif. Data tersebut akan diambil dari sumber data yang berbeda. Data kuantitatif diambil dari hasil test menulis, sedangkan data kualitatif diperoleh dari setiap detail faktual yang berhubungan dengan implementasi strategi seperti: sikap mahasiswa terhadap strategi pembelajaran, keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran serta aspek lain yang ditemui selama pelaksanaan penggunaan Sulih suara dalam pengajaran ketrampilan berbicara bahasa Inggris.
Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data. Setelah mendefinisikan sumber data, menentukan instrumen penelitian dan teknik untuk mengumpulkan data pasti dilakukan dalam penelitian. Dalam studi ini, peneliti akan menggunakan tiga instrumen untuk memperoleh data dari sumber data yang berbeda: tes prestasi, ceklis observasi, dan kuesioner. Spesifikasi data berdasarkan kriteria keberhasilan, dan instrumen yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Spesifikasi pada Sumber Data dan Instrumen yang digunakan No 1.
Instrument Test
Data Score
Variable skor penilaian kinerja mahasiswa dalam berbicara bahasa Inggris secara tepat, lancar dan akurat.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
183
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
2.
Ceklis Observasi
Kegiatan mahasiswa dalam proses belajar mengajar di kelas Kinerja mahasiswa dalam penerapan penggunaan teknik Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahaasa Inggris.
Keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Sikap mahasiswa selama proses belajar mengajar. Langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan sebagaimana yang direncanakan.
3.
Kuesioner
Refleksi mahasiswa terhadap pelaksanaan penggunaan Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahaasa Inggris.
Pendapat mahasiswa tentang pelaksanaan penggunaan Sulih suara dalam pembelajaran ketrampilan berbicara bahaasa Inggris.
Refleksi. Dalam merefleksikan, analisis data dilakukan. Data yang diperoleh selama penelitian ini diklasifikasikan dan dianalisis. Analisis ini berfokus pada (1) kemampuan berbicara bahasa Inggris dan (2) partisipasi mahasiswa dalam proses pengajaran dan proses pembelajaran dengan menggunakan Sulih suara. Jika salah satu kriteria keberhasilan tidak tercapai, siklus lain perlu dilakukan, dan beberapa aspek dapat direvisi.
Hasil Penelitian Siklus 1 pada penilitian dilaksanakan pada tanggal 9, 16, dan 23 Pebruari 2015. Peneliti menemukan beberapa temuan pada siklus awal ini di antaranya kebanyakan mahasiswa masih mendapatkan banyak kesulitan dalam melaksanakan prosedur penelitian. Pada awal pertemuan peneliti dan kolaborator melaksanakan kegiatan awal yaitu mahasiswa mendiskusikan bagian film yang akan di sulih suarakan. Pada tahap ini mahasiswa sangat aktif tapi masih merasa kesulitan untuk menentukan bagian film dan pemilihan karakter pada film yang dipilih. Pada pertemuan berikutnya mahasiswa membaca transkrip film yang akan disulih suarakan agar bisa mendapatkan kelancaran dalam berdialog, pada tahap ini ditemukan banyak mahasiswa yang belum memahami arti dialog dan kesalahan dalam pengucapan kata atau kalimat. Pada pertemuan yang ketiga ini peneliti menemukan kebanyakan mahasiswa kesulitan mengikuti dialog para tokoh yang ada pada film sehingga apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan film. Dalam pelaksanaan tehnik sulih suara pada pembelajaran speaking, dari hasil kuesiner, ditemukan motivasi mahasiswa dalam kelas speaking selama pelaksanaan teknik Jigsaw. Persepsi mahasiswa tentang keinginan mereka untuk berbicara bahasa inggris menggunakan tehnik sulih suara masih rendah karena kesulitan mereka pada pengucapan. Isu kedua adalah persepsi mahasiswa tentang kegunaan dari teknik sulih suara juga membantu mereka untuk mengekpresikan kalimat bahasa Inggris sesuai dengan native. Isu ketiga adalah pada persepsi mahasiswa tentang kemudahan berbicara dengan tehnik sulih suara juga masih rendah. Hal ini
184
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
jelas menunjukkan bahwa mahasiswa belum banyak termotivasi selama teknik sulih suara yang diterapkan pada siklus pertama. Berdasarkan hasil nilai berbicara mahasiswa, beberapa mahasiswa masih belum serius dalam melakukan sulih suara film pada kelas speaking. Meskipun ada sedikit peningkatan nilai Rata-rata dari studi awal untuk mahasiswa pada siklus pertama. Rata-rata untuk yang pertama adalah 72 dan nilai rata-rata mahasiswa pada siklus pertama adalah 74,48. Ini menunjukan bahwa nilai mahasiswa masih dibawah criteria ketuntasan yaitu 78. Dari hasil yang telah tertulis diatas, peneliti merevisi beberapa strategi yang akan diterapkan di antaranya peneliti memberikan motivasi kepada mahasiswa dengan mendampingi dalam diskusi pemilihan dialog pada film. Mahasiswa membaca script dengan memperhatikan cara pengucapan dengan lebih serius. Mahasiswa diberi waktu lebih banyak untuk mendrilling dialog dan mempraktekkan hasil latihan sulih suara. Siklus 2. Pelaksanaan siklus kedua pada tanggal 6 dan 13 April 2015, pada siklus ini peneliti menemukan bahwa ada perubahan positif pada proses sulih suara mahasiswa. Kemampuan mahasiswa dalam berbicara juga sudah meningkat yang ditunjukkan pada table 2 Tabel 2 hasil nilai rata-rata pada siklus penelitian tindakan kelas No 1.
Aspek Penilaian awal Hasil nilai speaking 72 mahasiswa
Siklus 1
Siklus 2
74.48
83
Table 2 menunjukkan bahwa pelaksanaan belajar mengajar kelas speaking dengan menggunakan tehnik sulih suara meningkatkan hasil nilai mahasiswa. Melihat dari hasil proses belajar mengajar dan hasil nilai mahasiswa pada siklus kedua, ada peningkatan yang positif pada proses sulih suara pada kelas speaking serta peningkatan nilai pada hasil mahasiswa yang mencapai rata-rata 83 yang berarti lebih besar dari standart ketuntasan. Sehingga penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tehnik sulih suara secara bertahap dan secara positif dapat meningkatkan kemampuan speaking mahasiswa. Pada intinya tehnik sulih suara merupakan tehnik yang efektif untuk meningkatkan kemampuan speaking mahasiswa. Tehnik ini juga mampu meningkatkan motivasi mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan berbicara mereka dengan baik. Mahasiswa lebih lancar dalam berbicara bahasa Inggris dan mampu mengucapkan kalimat dengan fasih. Sulih suara dapat membantu mereka untuk lebih pecaya diri dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan bahasa inggrisnya. Pada kesimpulannya, tehnik sulih suara merupakan salah satu tehnik yang tepat pada pembelajaran kelas speaking pada mahasiswa.
Daftar Pustaka Arsjad, M. G. & Mukti, U. S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Airlangga Bintoro, A. F. 2013. Peningkatan Ketrampilan Berbicara dengan Teknik Sulih Suara dan Analisis Kesalahan Bahasa pada Siswa Kelas V SD Negeri Sriwulan I Sayung Demak. Piwulang Jawi. 2 (1) hal. 1-7 Blaz, D. 2001. A Collection of Performance Task and Rubrics: Foreign Language Larchmont: Eye on Education.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
185
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy (2nd ed.). White Plains: Addison Wesley Longman. Burston, J. 2005. Video Dubbing Projects in the Foreign Language Curriculum. CALICO Journal. 23 (1) hal. 79-92 Cahyono, B.Y, & Widiati, U. 2011. The Teaching of English as a Foreign Language in Indonesia. Malang: UM Press Dewi, A. S. 2013. Using Animation Film to Enhance Students’ Speaking Skill. Language Edu. 2 (7): hal 1984-1990 Kemmis, S. & McTaggart, R. (Eds.).1988. The Action Research Planner (3rd ed.). Victoria: Deakin University Press. Koshy, V. 2005. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. London: Paul Chapman. Suwartono. 2006. Pembelajaran Pelafalan Bahaasa Inggris melalui Teknik Sulih Suara. Cakrawala Pendidikan. 27 (1): hal. 41-56 Tarigan, D. 1995. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Latief, Adnan. 2010. Tanya Jawab Metode Penelitian Pembelajaran Bahasa. Malang: UM Press
186
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The Implementation of Task-Based Writing for Teaching Expository Text Lestari Setyowati ([emailprotected]) Sony Sukmawan ([emailprotected]) Abstract Many EFL students often consider writing as not only the most difficult skill to master, but also a demanding activity. One way to help students to write is through the application of task-based writing. The purpuse of this research is to find out the effect of Task-Based in Writing Expository text. The research was conducted in October 2013, consisting of two cycles in Classroom Action Research design by using task-based writing. The task-based writing consisted of pre-task, during task, and post-task. Unfortunately, the result of the study shows that Task-Based is unable to improve the students’ writing in expository text. In the discussion, some factors that might hinder the success of the application of Task Based Writing are discussed. Keywords: writing performance, task-based writing, expository writing Abstrak Banyak para pembelajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing merasa bahwa menulis adalah keterampilan bahasa yang paling sulit untuk dikuasai. Salah satu cara untuk menolong siswa agar dapat memiliki kemampuan menulis bahasa Inggris adalah dengan menerapkan Task-Based Writing (Menulis Berbasis Tugas). Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari efektifitas TaskBased Writing untuk menulis teks Expositoris. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas di kelas Writing III. Terdapat dua siklus dalam penelitian ini. Dalam pendekatan TaskBased Writing, terdapat tiga tahap pembelajaran, yaitu tahap sebelum menulis (pre-task), selama menulis (during task), dan setelah menulis ( post-task). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Task-Based Writing tidak mampu meningkatkan kemampuan kinerja siswa dalam menulis teks eskpositoris. Dalam bagian pembahasan, disebutkan beberapa kemungkinan faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan metode ini dalam meningkatkan kemampuan menulis teks ekspositoris. Kata Kunci: Kinerja menulis, Task-Based Writing, menulis teks exspositoris
Introduction Having the ability to write in foreign language, especially in English, is very important in this modern era. Many jobs required writing skill and many of our daily activity also require writing skill, such as writing email, letters, job application, writing recipes. However, based on the author’s experience of teaching writing, many writing lectures often trapped in problems which they are not aware of. The first is the product approach writing which is often used in writing classes. This approach will do little benefit for the students since they are only given the example of the model text, then are required to create a composition based on the model. Second, writing classes usually, but not always, are teacher-centered. Based on the observation, during the teaching and learning writing, the students of writing classes were silent as they only listen to the lecturer’s explanation about the introductory paragraph, formulating good sentences, punctuation, spelling, diction, cohesive devices, transitions between paragraph, main ideas, sentence connector grammar, conjunction, and other writing elements, and lillte practice was given to train the student’ writing skill.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
187
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Basically, there are better ways of presenting these in writing classing, rather than merely just ‘explaining’. Ironically, writing classes under the author’s observation for the preliminary study in this mini research do little to write in writing class. Most of the time, the students’ activity was ‘listening task’, and not ‘writing task’. Because of these problems, many students feel writing is boring and not challenging. When the author asked them personally why they did not like writing classes, most of them said‘difficult’, ‘not easy’, or ‘I do not know what to write’. Based on the above description, the author was challenged to solve the students writing problem and to improve quality of the teaching through the application of Task-Based learning by conducting a mini classroom action reserach. In order to achieve the objective, Task-Based Learning, is chosen the students writing problems. Task-Based writing possess several characteristics which is believed able to solve the students’ writing problem. Those characteristics are, according to Ellis (2011), ‘meaning’ focused, goal directed, clearly defined outcome, and the participants choose the linguistics resources needed to complete the task. Interestingly, though Task-based emphasizes meaning over form but it can also be used for learning form. Because of those features, Task-based teaching offers the opportunity for ‘natural’ learning inside the classroom. Ellis further argues that this approach is intrinsically motivating since it is compatible with a learner-centered educational philosophy, and at the same time allows for teacher input and direction.
Literature Review Task-Based Learning (TBL) shares distinctive characteristics from other approaches. TBL is known for its task cycles. Willis (1998) divides the components of Task-Based Learning framework into Pre-task phase (an introduction to topic and task), task cycle (task-planningreport), and Language focus (analysis and practice). The Pre-Task is the preparation stage in which the teacher explores the topic with the class by using various means in order that students get the general idea about the task being completed. The next stage is Task cycle in which students do the task in pairs or small groups while the teacher keep the distance so that they can have the ‘private’ feel and mistakes in language are tolerated. Next, the planning stages. Here, the students prepare to report to the whole class. Since reporting is public, students naturally want to be accurate so the teacher stands by to offer help in language advice. The last stage in Task cycle is Reporting. In this stage, some groups are required to present their reports to the class, or exchange written reports, and compare results. In reporting stage, the teacher acts as a chairperson, and then comments on the content of the reports. In the Language Focus (Analysis) section, students examine the text and then discuss specific features of the text . They can focus on the new words, phrases and patterns . While in the Practice part, the teacher conducts practice of new words, phrases, and patterns occurring in the data, either during or after the Analysis. Components of a TBL Framework PRE-TASK PHASE INTRODUCTION TO TOPIC AND TASK Teacher explores the topic with the class, highlights useful words and phrases, and helps learners understand task instructions and prepare. Learners may hear a recording of others doing a similar task, or read part of a text as a lead in to a task.
188
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
TASK CYCLE TASK Students do the task, in pairs or small groups. Teacher monitors from a distance, encouraging all attempts at communication, not correcting.
PLANNING REPORT Students prepare to report to the Some groups present their reports whole class (orally or in writing) to the class, or exchange written how they did the task, what they reports, and compare results. decided or discovered. The Teacher acts as a chairperson, and teacher stands by to give then comments on the content of language advice. the reports.
LANGUAGE FOCUS ANALYSIS PRACTICE Students examine and then discuss specific features Teacher conducts practice of new words, phrases, of the text or transcript of the recording. They can and patterns occurring in the data, either during or enter new words, phrases and patterns in after the Analysis. vocabulary books. Adapted from Jane Willis 1998 “ Task Based Learning Framework”
Previous Research on Task-Based A lot of research has been done to prove the effectiveness of TBLT in improving students’ writing competence. For example, the result of an experimental Study conducted by Birjandi and Malmir (2009) on 120 Iranian advanced EFL learners’ shows that task-based approach was more effective than traditional approach in teaching narrative and expository writing . Similarly, Cao (2012) in her experimental study shows similar results of study. In her research, she wanted to find out whether Task-based approach can bring forth significant improvement in college EFL learners’ writing competence . The result of her study shows that this approach can enhance the college EFL learners’ writing competence as compared to the common writing methods used in Chinese EFl context. Moreover, the Task-based approach can also help learners creativity in writing. This is confirmed by the research conducted by Marashi and Dadari (2012) who investigated the impact of using task-based writing on EFL learners’ writing performance and their creativity. After doing an experimental study on 89 intermediate EFL learners , they came to a conclusion that this approach can enhance the students’ writing performance as well as their creativity. After being confirmed that this approach is effective to improve the EFL learners writing, I am going to apply the task based writing to solve the students writing problems as well as to improve their writing performance. A lot of research has been done to prove the effectiveness of TBLT in improving students’ writing competence. For example, the result of an experimental Study conducted by Birjandi and Malmir (2009) on 120 Iranian advanced EFL learners’ shows that task-based approach was more effective than traditional approach in teaching narrative and expository writing . Similarly, Cao (2012) in her experimental study shows similar results of study. In her research, she wanted to find out whether Task-based approach can bring forth significant improvement in college EFL learners’ writing competence . The result of her study shows that this approach can enhance the college EFL learners’ writing competence as compared to the common writing methods used in Chinese EFl context. Moreover, the Task-based approach can also help learners creativity in writing. This is confirmed by the research conducted by Marashi and Dadari (2012) who investigated the impact of using task-based writing on EFL learners’ writing performance and their creativity. After doing an experimental study on 89 intermediate EFL learners , they came to a conclusion that this approach can enhance the students’ writing performance as well as their creativity. After being confirmed that this approach is effective to
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
189
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
improve the EFL learners writing, Task-Based teaching is used to teach writing to solve the students writing problems as well as to improve their writing performance.
Method The study employs Classroom Action Research (CAR). Koshy (2005) defines action research as an enquiry which is carried out in order to understand, evaluate and then modify educational program in order to improve educational practice. One of the proposed designs of action research is Classroom Action Research (CAR). The design is based on the consideration that the teacher as researcher attempts not only to solve the problem of the particular classroom, but also to improve the quality of teaching. One of the distinctive features of CAR design is the cycles to be implemented in the research; which consist of planning, acting, observing, and reflecting (Kemmis and Taggart, 2007). The participants of the study were 21 intermediate EFL students taking Writing II in their third semester of English Education at College of Teachers Training and Education (STKIP) PGRI Pasuruan in the academic year 2013-2014 in their third semester. The class which is taken is 2012 D. This class was taken because their writing achievement is the lowest among the other 3 classes. There are 32 students in one class, however, only 17 students were taken as the subjects of the study on the basis of the attendance and papers submitted during the research. Two cycles were conducted in which each cycle consists of two meetings. The duration of each meeting was 90 minutes. The first cycle was conducted on 11 October and 16 October 2013. The second cycle was conducted on 16 October and 22 October 2013. Based on the English Education syllabus, the third semester students should have the ability to write good English paragraph : paragraph writing in narrative, descriptive, and expository type of texts by using different types of paragraph development. This research, however, focused on expository developed by example and detail) (Cycle 1), and expository paragraph developed by process analysis (Cycle 2). The final drafts of the students writing in each cycle were collected along with their draft of brainstorming activities. The scoring criteria for the students writing includes content (the thesis statement, the development of body, and the conclusion), organization of ideas , and language (see Appendix 1). All the writing was marked by the lecturer herself. The cycles are stopped when the criteria of success has been reached (Appendix 2)
First Cycle The topic of the first cycle is entertainment. The pre-task lasted 15 minutes. In this section, A You Tube video about The Avengers (3:00) film thriller was presented. It was played to prepare the students’ background knowledge followed by guided questions and answer, whether they watched the movie, whether they like the movie, and what makes the movie interesting. After that, the students were given a model text taken from the internet about one’s dislike in horor movies. In the model text, the students should identify the thesis statement, main ideas, conclusion, and conjunction. The During Task stage (practice and production phase), lasted 75 minutes. Before students do the practice stage, a short video of Fatin Sidqia singing “Diamond” during the X Factor competition was played. Then the students are given choices to write whether they want to write about their favourite singer or favourite movies. In this stage, the students, in pair, were asked to make brainstorming about their choice, such as what makes them like/dislike the movie or the singer, and give examples and details of their specific characters. Later on, they wrote the first draft in pair. The draft should consist thesis
190
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
statement. When the time is over, the brainstorming activity and the first draft. In Meeting 2, the production phase was continued and lasted 50 minutes. The students revised the draft in pair based on the feedback given by the lecturer in their first draft and brainstorming activity. The post-task (report) lasted 50 minutes. Here, the students were asked to read their writing and friends were invited to give feedback.
Second cycle The topic of cycle two was recycling. In Cycle two, the students were asked to make something from unused materials. Similar to the 1st cycle, the Pre-task last for 15 minutes. In the pre-task a short video from You Tube is shown to the students. The video entitled Making of Table Mats with Waste Plastic (3:51). After the students watched the video, class discussion followed. The lecturer asked the students what were other objects that can be recycled, and what product that be produced from recycled materials. Then, the students were shown slides about empty drinking bottles which transformed into bowling toys. From that point, the students were curious of how to make that. During-Task stage lasted about 75 minutes which covered several activities. First, a model text of how to make bowling toys was given, and, similar to the first cycle, students were asked to indentify its structure, the steps, the transition, and the language. Then, in pair, they were asked to find an unused material that can be recycled and transformed into other beneficial objects, and to brainstorm their ideas. After that, they made the first draft of the writing. During the practice and production stage, the lecturers offers help to the students if they had problems with their composition. In the next meeting, came the post-task phase which lasted 60 minutes. In their report, the students made a process writing of how to make a new item from unused things. In the post-task phase, students in pair, were asked to report their products in front of the class through the use of slides in which they have explain how to make their objects from unused materials. After the presentation, came the language focus. Here, the class gave comments in terms of contents and language.
Finding The impact on the students’ writing quality. In order to know the impact of the implementation of Task-based on the quality of the students’ writing, the final piece of writing in each cycle was marked the lecturer which also become the researcher. The raw scores ranked based on the Institution Standard are shown in Table 1. Table 1. Students’ scores category Score 91 – 100 84 – 90 77 – 83 71 – 76 66 – 70 61 – 65 55 – 60 0 - 54 N
Total Cycle 1 4 13 17
Category % 24%
76% -
Cycle 2 4 13 17
% 24% 76% -
Excellent Very Good Good Average Below Average Poor Very Poor Fail
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
191
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Total Score Mean
1343 79
1343 79
Table 1, the same of percentage reach the criteria of ‘excellent’ and the same amount of students reach the ‘average’ shows us that in Cycle 1, none of the students reaches the criteria of ‘excellent’. Based on the criteria of success no 4, which says that this action research will be considered succesful if 80% of the students’ score falls at the ‘average’ criteria, the result of the research shows that the criteria of success has not been reached.
The Students ability to develop the Content. The criteria of success states that the result of the research is considered successful if 80% students fall under the ‘good’ criteria, in which they are able to make thesis statement and conclusion and develop the body of the paragraph based on the controlling idea as stated in thesis. Table 2 shows that the criteria of success no 1 has not been reached. Table 2Content ( Cycle 1) Criteria Excellent Good Average Below Total Average Content (Paragraph 4 13 17 development) Percentage 24% 76 % 100 Cycle 2 Content development) Percentage
(Paragraph 4 24 %
12
1
17
71 %
5%
100
The Students ability to organize the paragraph. The criteria of success states that the result of the research is considered successful if 80% students fall under the ‘good’ criteria, in which they are able to develop the ideas by using particular paragraph organization (example details and process). The result shows that the criteria number 2 has not been reached. Table 3 Organization ( Cycle 1) Criteria
Excellent
Good
Organization
4
13
Percentage
24 %
76 %
Cycle 2 Organization Percentage
4 24 %
13 76 %
Average
Below Average -
Total
-
-
100
-
-
17 100
-
17
The Students ability in the use of Language. The criteria of success states that the result of the research is considered successful if 75% students have no problems in the language (vocabulary, tenses, spelling) used in the writing. The result shows that criteria number 3 has not not been reached.
192
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Table 4 Language ( Cycle 1) Criteria Language Percentage
Excellent Good Average Below Total Average 6 11 17 35 % 65 % 100
Cycle 2 Language Percentage
-
7 41 %
10 59 %
-
17 100
Discussion One of the disctinction of Classroom Action research is its goal to solve the problems in the classroom and to improve the quality of teaching. The use of Task-based in teaching writing based on many research conducted by previous researchers (Birjandi and Malmir, 2009; Cao, 2012; Marashi and Dadari, 2012) show that Task-Based is effective. However in this research, the result shows otherwise. The result of this mini scale research shows that Task-Based is unable to improve the students’ writing in exspository text. Four criteria of success set prior the research was unable to be reached. Among the four criteria of success, the language criteria is the one which reaches the worst percentage although there is improvement of from cycle 1 (Good: 35 %) to cycle 2 (Good: 41 %). The researchers believed that if the students have better ability in their language, this reserach would have been successful. Let us take a look to one of the students’ writing written by Amri. Kamen Raider My favorite genre of movies is superhero movies because their gesture that excited to copied, their super power, and their costume is unique. My first superhero movies is Kamen Raider. Kamen Raider is a fiction hero from Japan, back then I was around 10 years old when I watch it. Every time I watch it, I copied their gesture. Kamen Raider have a super power, like they can summon a weapon that can destroy a giant stone, and slice an iron. And with their power they can changing and wear a costume. Just the choosen one that can be a Kamen Raider. The enemy of Kamen Raider is a monster. Those monsters hunt human to make them slave and rule the world. The duty of Kamen Raider is to help human from the monster. Until now every time I watch it that’s make me excited copied their gesture, imagine about have a super power, and wear a costume. (Amri, 2012 D, Writing II) Any writing teacher naturally will judge that this writing is not quite good because of its grammatical problems, and it is understandable especially when it disturbs the meaning or the message. In most writing classes, former writing teachers mostly focused on the accuracy . If there are a lot of grammatical errors in the students’ writing, writing teachers will judge that the composition is bad. Writing teacher will be attempted to comment more accuracy instead of content. Because of this, many students feel discouraged and unmotivated when they are assigned to write. Basically, having studied English systematically for almost 10 years (as they have been learning English from Elementary School). College students in general are supposed to have built a solid foundation for sentence structure and other grammatical items, let alone the English Education students. But unfortunately, the expectation does not really reflect the reality. Most students still do not possess solid ground for their grammatical competence.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
193
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Judging the students’ writing quality should not only focus in the perfect sentences created by the students on paper, but good writing should be seen as a whole, whether they have been able to state their thesis statement and developed it well in the body, then concludes the main points in the conclusion. At this point, Task-Based has served its function well since its mainly focus is in content. Task-Based Teaching, as stated by Ellis (2004) and Nunan (2004) offers students to focus more on content or meaning. Because grammar is not the primary focus, students can shift their attention to the content of their writing, such as the topic, the ideas, how to develop and generate the ideas, and how to connect them between paragraphs. In this research, aside of being unable to reach the criteria of success, Task-based helps the students with the content of their writing is through the application of pre-task, the provision of You Tube videos to prepare the background knowledge in the pre-task, and the brainstorming activity. This can be seen that none of the students fall in the criteria of below average in terms of content and organization. Despite of this research inability to reach the criteria of success, it does mean that this research is a failure. The use of Task-Based in teaching writing has given some benefits that students can take. There are some weaknesses in this research which makes the research is unable to reach the criteria of success. First, the first author positioned herself as a lecturer who taught the class and at the same time also acted as the researcher. This is dangerous since it will give bias in the tecahing and scoring. She was also positioned herself as the sole scorer in this research which made her unable to be objective. The previous researcher should have at least two raters to score the same writing to minimize the subjectivity. Second, perhaps the criteria of success is too high so that the reserachers put too much hope to the students. The future researcher perhaps should see the students’ ability in reality and set the criteria of success carefully, not just something thrown away because we believe they can. Third, the writing product was written in group, thus she was unable to see clearly whether their writing products are their true reflection ability in writing. Therefore, the future researchers should give individualize writing assignments, so that the real reflection of the students’ writing ability can be seen. And fourth, more cycles are needed if this resarch was to be successful. During the application of this mini research, the researcher has limited time constraint to finish as the students’ class was planned to be used for the lesson study program. In the researchers’ opinion as writing teachers, Task-Based instruction, has some weaknesses. First, until the end of Cycle 2, students still have problems in their writing, especially in accuracy. Task-Based could not really help these students’ problems in grammar though there is a specific phase called “Language Focus”. Within Willis (1998) framework, the post-task should be the place for language focus in which students and teacher can give feedback. During this phase, feedbacks were given. But when the final drafts were collected and read, it turned out that problems in grammar, sentence structure, spelling, and choice of words were not solved completely. Ideally students should give feedback to other friends, but since not all have a solid ground of grammar ability, many of them were unable to give appropriate feedback. Peers should have sufficient background knowledge in the language itself to be able to give proper feedbacks to other students’ writing. If they do not have solid ground in grammar, problems in accuracy will continue to arise. The Post-task or the language focus will work very well if it is applied in EFL context with high level proficiency learners. If it is applied within EFL context with low or intermediate level proficiency, the post task cannot really help students to spot their own weaknesses in the language. 194
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Conclusion The research shows that Task-Based is unable to improve the students’ writing performance due to some weaknesses discussed above. When it is said to be unable, it does not mean it is a failure. Looking at the tables presented in the finding section, it can be seen that none of the students in this mini scale research is in the category of below average. In terms of content and organization criteria, almost none of the student are in the average criteria. These shows that basically Task-Based is an appropriate technique to be implemented in the writing classes. It shares benefits to the students with its phases of learning. Some suggestions are addressed to the future researcher. First, more detail and planned preparations are needed to better the result of the study. Second, the writing product should be done individually, not in pair/group. Three, more time is needed to find the real impact of writing. And Fourth, realistic criteria of success should be set carefully so that the students’ writing skill can be reached realistically.
References Birjandi, Parviz and Ali_Malmir. 2009. The Effect of Task-Based Approach on the Iranian Advanced EFL Learners’ Narrative vs. Expository Writing. The Iranian Journal of Applied Language Studies (IJALS) Vol 1, No 2. Cao, Linying. 2012. A Feasibility Study of Task-based Teaching of College English Writing in Chinese EFL Context. English Language Teaching; Vol. 5, No. 10 Ellis, Rod. 2004. Task-Based Language Learning and Teaching. Oxford: Oxford University Press. Kemmis, Stephen and Robin McTaggart.2007. Participatory Action Research: Communicative Action And The Public Sphere. (Online). (http://www.sagepub.com/upmdata/21157_Chapter_10.pdf), accessed on 20 March 2013 Koshy, V. 2005. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. Great Britain: TJ International Ltd. Marashi, Hamid and Lida Dadari. 2012. The Impact of Using Task-based Writing on EFL Learners’ Writing Performance and Creativity. Theory and Practice in Language Studies. Vol. 2, No. 12: 2500-2507. Nunan, David. 2004. Task-Based Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Willis, Jane. 1998. Task-Based Learning: What kind of Adventure?. UK: Ashton University. (Online). (http://www2.uni-uppertal.de/FB4/anglistik/multhaup/ methods_elt/pop_ups/ tbl_willis.htm), accessed on 14 March 2013.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
195
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
EFL Students Mispronouncing English Vowels Ninik Suryatiningsih 14 & Addini Zuhriyah14 ([emailprotected]) Abstract Pronunciation as the part of speech component is the important part of spoken language. The researcher focuses the pronunciation made by English Department Students of STKIP PGRI Pasuruan, because she wants to know their ability to pronounce English words, especially in English vowels whether their pronunciation correct or not. The design of this study is a descriptive study. The aimed of this research is to give original view of variable, indication and condition. The result from the students mispronunciation was showed that there were five kinds of vowels; [I] vowel, [i:] vowel, [æ] vowel, [α] vowel and [Ɛ] vowel known as mispronunciation. The mispronouncing vowels include of mispronouncing on [I] vowel 68 times or 46 %, [i:] vowel 9 times or 6 %, [æ] vowel 24 times or 16 %, [α] vowel 19 times or 13 % and [Ɛ] vowel 29 times or 19 %. And the dominant mispronouncing on vowel is mispronouncing on [I] vowel 68 times or 46 %. Keywords: Pronunciation, Vowel, Mispronouncing Abstrak Pronunciation adalah bagian dari komponen kata dan merupakan bagian yang sangat penting dalam berbahasa. Peneliti fokus pada pronunciation yang dihasilkan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pasuruan, sebab peneliti ingin mengetahui kemampuan pengucapan kata-kata Bahasa Inggris, khusunya vowel dengan benar. Disain penelitian ini adalah diskriptif kualitatif yang bertujuan untuk memberikan beberapa fariabel, indikasi dan kondisi. Hasil dari kesalahan mahasiswa melafalkan terdapat pada 5 (lima) vowel, yaitu [I] ,[i:], [æ], [α] dan [Ɛ]. Dan kesalahan pelafalan [I] sebesar 46% ,vowel [i:] awbwaE 6%, vowel [æ] sebesar 16%, vowel [α] sebesar 13% dan vowel [Ɛ]sebesar 46% Kata Kunci: Pronunciation, Vowel, Kesalahan pengucapan
Introduction Pronunciation as the part of speech component is the important part of spoken language. It provides the basic knowledge of the sound including the stress, rhythm, and intonation. So, in speaking English we must have pronunciation ability in producing kinds of English sounds, to avoid misunderstanding when we want to say something to another person. Many students in Indonesia have a problem in pronunciation. Some of them cannot pronounce words well. It is caused on many factors, such as : (1) the area in which they grew up; (2) the area in which they now live; (3) the existence of speech or voice disorder; (4) their ethnic group; (5) their social class; and (6) their education. If there is one who wants to learn pronunciation, he might be ready to face the difficult problems like what Jones (1973 : 2), that the student of spoken English or any other spoken language is faced at the outset with 5 kinds of difficulties in pronunciation, such as (1) they have to recognize readily and certainly the variation of speech sounds occurring in the language, (2) they have to learn to make the foreign sound with his own organs of speech. (3) they must learn the proper usage in the matter of the sound attributes or prosodies as they are often called 14
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP PGRI Pasuruan, Jawa Timur
196
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
(especially length, stress and voice pitch). (4) they must learn to use those sounds in their proper places in connected speech. (5) they must learn to pronounce sounds, i.e. to join a sequence rapidly and without stumbling. The ability in pronouncing sounds correctly without stumbling cannot be achieved in a short time. Clarey and Dixson in their book “Pronunciation Exercise” in English say that a student must first hear a sound clearly before they can reproduce it. Consequently, all pronunciation details should be continued over as long as a period of time as possible (Clarey and Dixson, 1976: 7). The researcher conducted the study at second semester students of the English Department of STKIP PGRI Pasuruan because in that time they get pronunciation course for the first time. And pronunciation is important part in speaking. So, the researcher wants to know their ability in pronouncing words. Based on the background above, the problem is : are the students’ pronunciation in pronouncing the English vowel [i:], [I],[æ], [ε] and [α] correct ?
Review of Related Literature In this chapter some related literature in accordance with the pronunciation of English vowels is discussed. It covers : (1) Pronunciation; (2) The nature of pronunciation; (3) Technique of teaching pronunciation; (4) The expectations of teaching pronunciation; and (5) English segmental elements.
Pronunciation. Pronunciation is one of the basic elements that one must possesses when he or she learns a language. Most people think that the most important thing in learning a foreign language is to be able to use the foreign language in communication. Soemardono (1991 : 3) says that actually everything one wants to express originally appears in the form of speech. Speech is inseparable from pronunciation. This statement confirms that even though there is written form of communication, which makes pronunciation a very crucial matter. Learn the pronunciation of an English word by looking it up in a dictionary and reading about how it is pronounced. Dictionaries tell us about pronunciation through a special system called phonetic transcription. To communicate effectively the speaker and the listener must have good pronunciation that can be understood by both. Carrel and Tiffany (1960 : 1) say that what one says may be more important then how he says it; yet it is an evident that there can be no fully effective communication through spoken language unless the manner of speaking gives force and impact to the thoughts and feeling that are to be conveyed. The acquisition of speaking skill, through whatever study and practice, is necessary; therefore it deserves a careful and conscientious attention from serious students. No two people pronounce exactly alike. The differences arise from a variety of causes such as locality, early influences, and social surroundings. Besides, there are also individual peculiarities for which it is difficult or impossible to account (Jones, 1967 : 11). The foreign learner often find difficulties in recognizing which type of language is spoken due to these differences. We cannot possible at the present time to regard any special type as ‘standard’ or intrinsically ‘better’ than other types.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
197
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The pronunciation of a foreign language is a two-fold process. It involves aural receptivity or the recognition of sounds as well as the actual production of sounds. In other words, a student is faced with the problem of recognizing the significant sounds in the language he or she is learning before he or she can learn to produce them (Lado and Fries, 1968 : iii). For the information, Carrel and Tiffany (1960) say that the ability to speak well is an attribute that has both utility and beauty. There are many other kinds of English through out the world. American English is a kind of English, which is used in the United States of America (USA). It is one of the two most popular kinds of English in the world. When people talk about teaching or learning American English, they usually think of the General American Standard of English. General American is the kind of English used by educated American on television and in the press, and it is described in the dictionaries of American English, such as Merriam-Webster and Random House Dictionaries (www.esl-about.com). Pronunciation refers to the way a word or a language is usually spoken, or the manner in which someone utters a word. If someone said to have “correct pronunciation” then it refers to both within a particular dialect. A word can be spoken in different ways by various individuals or groups, depending on many factors, such as : (1) the area in which they grew up, (2) the area in which they now live, (3) the existence of a speech or voice disorder, (4) their ethnic group, (5) their social class, and (6) their education.
The Meaning of Pronunciation. Pronunciation is definitely the biggest thing that people notice when we are speaking English ([emailprotected]). Good pronunciation should be one of the first things that we learn in English. We can live without advance vocabulary—we can use simple words to say what we want to say. We can live without advance grammar—we can use simple grammar structures instead. But there is no such thing as “simple pronunciation”. If we don’t have good pronunciation, we have bad pronunciation. And the results of bad pronunciation are tragic. Pronunciation is the way in which a language for a particular word or sound is pronounced. Fachrurrazy (2002) explains that pronunciation includes pronunciation itself (i.e. the way of certain sound is produced, stress (i.e. the pronunciation of the words or syllables with more force than the surrounding words or syllables), and intonation (i.e. rise and fall of pitch of the voice in speaking, especially as this effects the meaning of what is said). Harris (1969 : 81) also underlines that pronunciation includes the segmental features— vowels and consonants—and the stress and intonation patterns. One of the definitions of pronunciation is given by Carrel and Tiffany (1960 : 4). According to them, pronunciation refers to the choice of sounds used in forming words.
The Technique of Teaching Pronunciation. As stated in [emailprotected]. itesm.mx, most of the literature on pronunciation deals with what and how to teach, while the learner remains an abstract, silent body in the classroom. By examining our students’ reflection, we give voice to their beliefs and concern about pronunciation learning. The finding suggests that students benefit from detailed phonetic or phonological instruction, which in turn, allows them to employ metacognitive strategies in a larger communicative context. The article also underlines that socio-affective factors, while often ignored, are a significant aspect of pronunciation learning.
198
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Morley (1994 : 70) underlines that the prevalent focus in pronunciation teaching nowadays should be on designing “new-wave instructional programs. We assume that by giving students the skills to analyze their language learning processes, we would help them keep improving even after they have left the context of the classroom. Reflective practice has played an important role in both teaching and learning. Pennington (1992), for example, asserts that reflective practice should become the means for not only enhancing classroom practice, but also developing motivated and confident second language learners. According to Fachrurrazy (1993: 57), there are some techniques which can be used for teaching pronunciation. They are : (1) giving a model for the correct pronunciation, stress, or intonation and asking students to repeat or imitate, (2) giving example sound or stress at the initial, medial and final position, and asking students to read, (3) putting sound in minimal pairs and asking students to pronoun, (4) introducing students to regular pattern of stress or pronunciation, and (5) predicting the students’ problem in pronunciation, stress or intonation and training them. Morley (1994), underscores the importance of speech-monitoring abilities and speech modification strategies for use beyond the classroom as an important goal for pronunciation teaching. Writing about the role of perception in pronunciation learning, Yule, Hoffman and Domico (1987), emphasize the need for self-monitoring skills. Self-monitoring is critical for creating independent and competent learners and is a necessary part of the consciousness raising process.
The Expectation of Teaching Pronunciation. The role of pronunciation in the different schools of language teaching has varied widely from having virtually no role in the grammar-translation method to being the main focus in the audio-lingual method where emphasis is on the traditional notions of pronunciation, minimal pairs, drills and short conversations (Castillo, 1990 : 3). Morley (1991 : 484) states, ‘the pronunciation class … was one that gave primary attention to phonemes and their meaningful contrasts, environmental allophonic variations and combinatory phonotactic rules, along with … attention to stress, rhythm, and intonation.’ In many language programmers the teaching of pronunciation was pushed aside, as many studies conclude ‘that little relationship exists between teaching pronunciation in the classroom and attained proficiency in pronunciation; the strongest factors found to affect pronunciation (i.e. native language and motivation) seem to have little to do with classroom activities’ (Suter, 1976 : 233-53, Purcell and Suter, 1980 : 271-87).
English Segmental Elements. Two main classes in English segmental elements are consonant and vowel. A consonant is defined as sound made by a closure in the vocal tract, or by a narrowing which is so marked that air cannot escape without producing audible friction. Vowels are sounds that have no such structure : air escape in a relatively unimpeded way through the mouth or nose. (Crystal,1995b : 152).
English Vowel. Vowel is a voice sound in the pronunciation which the air passes through mouth in a continuous stream, there being no construction and no narrowing such as would produce audible friction (Ward, 1952 : 65). Vowels can be classified according to the part of the tongue that is raised, the height to which it is raised, and the position of the lips (Jones, 1956).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
199
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
According to the part of the tongue which is raised, there are three kinds of vowels (Jones, 1956 : 15). First, in front vowel. In the production of these vowels the ‘front’ of the tongue is raised in the direction of the hard palate. The front vowels include : i:, I, e, and æ. The second is back vowels. In the pronunciation of these vowels, the ‘back’ of the tongue is raised in the direction of the soft palate. The back vowels include : α:, Ɔ, Ɔ:, u, u: and Λ. The third is central vowels. These vowels are the intermediate between front and back vowels. The central vowels include : Ə: and Ə. According to the height to which it is raised, there are four kinds of vowel (Jones, 1956 : 56). First is close vowel. Close vowels are vowels produced by holding the tongue as high as possible, consistently without producing a frictional noise. Close vowels include : i:, I, u and u:. Second is an open vowel. Open vowels are vowels produced by holding the tongue as low as possible. They are : æ, α:, Ɔ, Ɔ:. The third is half close vowel. Half close vowels are vowels produced by positioning the tongue at one third of the distance from close to open vowels. They include : Ə: and Ə. The fourth is half open vowels. Half open vowel are vowels produced by positioning the tongue at two third of the distance from close to open vowels. They include : e and Λ.
English Diphthongs. Beside pure vowels, there are also vowels, which are not pure, called diphthong. Diphthong is a vowel during the formation of which the organs of speech perform a clearly perceptible movement (Jones, 1967). There are many diphthongs in English. A diphthong is defined as an independent vowel-glide not containing within itself either a ‘peak’ or a ‘through’ of prominence. By a vowel-glide it means that the speech-organs start at in the position of one vowel and move in the direction of another vowel. By independent we mean that the glide is expressly made, and is not merely an unavoidable concomitant of sounds preceding and following (Jones, 1967). During the formation of a diphthong the tongue does not remain stationary, as the case with pure vowels (monophthong), but performs a gradual movement in the direction of the second element, till the position required for that sound is reached. From this it is understood that a diphthong is not a succession of two well – defined vowels (as for instance in doing), but a gliding sound which only the beginning and the end have more or less clearly definable tongue – position. Another classification of English diphthong is based on the change of prominence (Jones, 1967). A diphthong is called falling diphthong when the beginning of a diphthong is more prominent than the end (Kruisinga, 1970 : 9). There are many falling diphthongs in English, but there are nine of them, which are essential for foreign learners (Jones, 1967). He numberes them from 13 to 21. They are eI, ou, aI, au, ƆI, IƏ, ƐƏ, ƆƏ, uƏ as mentioned previously. A diphthong is called a rising diphthong when the beginning of the diphthong is less prominent than the end. According to Jones (1967), there are three raising diphthongs ĭƏ, ŭƏ, ŭǐ. The mark over the first letter indicates the prominence.
Research Method The design of this study is a descriptive study. According to Arikunto (2005 : 34), descriptive study is aimed to give original view of variable, indication and condition. This study was conducted to depict a situation at the time of the study in order to get definite information. It was intended to identify mispronouncing in pronouncing vowels [i:], [I],[æ], [ε] and [α],
200
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
which exist in the students’ speeches in their attempt to use the target language and to determine the areas of the difficulties faced by the students in pronouncing [i:], [I],[æ], [ε] and [α] vowels. The subjects of the study were the second semester students of English Department of STKIP PGRI Pasuruan taking pronunciation course. Because it is the first time they got the pronunciation course. There were four classes, those are class A, class B, class C and class D. The researcher observed in class A. There are 35 students in this class. The researcher chose this class randomly, because, the distribution of the students not based on their ability. So, the researcher had assumption that all of the classes had equal ability and the ability all of the classes’ enough to represented with one class. And certainly the second semester students of English Department have to pronounce English vowels [i:], [I],[æ], [ε] and [α] well. It’s to improve the sound in that case. The reading aloud test was done to collect the data. It was because the reading aloud test is easy to score. The administration of the test on vowels [i:], [I], [æ], [ε] and [α], were done with the help from an English lecturer of pronunciation course of the second semester students of English Department at STKIP PGRI Pasuruan. The researcher also gives the right pronunciation with its phonetic symbols to make the readers know how the right pronunciation of each words. Table 3.1 Table of Phonetic Symbol Kinds of Words [æ] vowel : 1. After 2. Answer 3. That 4. Thanks 5. Cat [i:] vowel : 6. Please 7. Leave 8. People 9. Be 10. See [I] vowel : 11. Hit 12. Milk 13. Big 14. Swim 15. Minute [α] vowel : 16. Month 17. Young 18. Sun 19. Brother 20. Colour [Ɛ] vowel :
Phonetic Symbol æftƏ(r) ænsƏ(r) ðæt θæŋk kæt pli:z li:v pi:pl bi: si: hIt mIlk bIg swIm mInIt mαnθ jαŋ sαn brαðƏ(r) cαlƏ(r)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
201
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
21. 22. 23. 24. 25.
Men Yellow Said Yesterday Friend
mƐn yƐlloƱ sƐit ‘jƐstƏdI frƐnd
In order to make this research run effectively the researcher used an instrument. The instrument is tape recorder. The researcher used a tape recorder to record the students’ voices. The researcher gave some words on a piece of paper and then the researcher asked the students to read it. There were 25 words, i.e. 5 words testing [i:] sound, 5 words testing [i] sound, 5 words testing [æ] sound, 5 words testing [ε] sound and 5 words. When the students read, the researcher recorded their voices. After all of the students finished to read, the researcher analyzed it. In this study, the data were presented quantitatively in order to find out the frequency of occurrence of the mispronunciations. To analyze the data the researcher did some activities. First, the researcher prepared some words for a test. Second, the researcher recorded the students’ voices and the last the researcher calculated their mispronouncing. The frequency of occurrence of the mispronouncing previously identified were counted and tabulated. The number of mispronouncing were then presented in the form of percentage, the quantitatively data are expected to show the students’ difficulties in pronouncing vowels [i:], [i], [æ], [ε] and [α]. The higher percentage of mispronouncing, and the more difficult the pronunciation for the students, will be presented with the table. Then, to know the proportion of the type of mispronouncing, it was calculated by using this formula: Number of mispronouncing of vowel x 100% Total number of mispronouncing
Findings The classification of mispronunciation is classifying mispronunciation in pronouncing English vowels. The researcher identified the students’ mispronunciation in pronouncing English vowel, as follow : Mispronouncing on Pronouncing. a. Mispronunciation in pronouncing [I] vowel. Mispronunciation of this vowel was because the students’ lips were too relaxed. And they didn’t make their tongue a little bit lower. The students were not habitual to pronounce [I] sound because in Indonesian they didn’t find this vowel so they need a process. e.g. a. Big – bi:g b. Milk – mi:lk c. Hit – hi:t The right pronunciation is as follows : a. Big – bIg b. Milk – mIlk c. Hit – hIt 202
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
b. Mispronunciation in pronouncing [i: ] A mispronunciation in this vowel was because the students’ didn’t spread their lips. So, the sound that produced was like [I] vowel. And the students still confused to differentiate betweens [i:] vowel and [I] vowel. e.g. a. Please – plIz b. Leave – lIv c. People -- pIpl The right pronunciation is as follows : a. Please – pli:z b. Leave – li:v c. People – pi:pl c. Mispronunciation in pronouncing [æ] vowel. Mispronunciation in this vowel was because the students’ mouths were almost closed. They didn’t spread their lips, push their tongue to the front. So, the sound that produced was like [Ɛ] vowel. And, because the students didn’t find this vowel in Indonesian words. e.g. a. Cat – kƐt b. Answer – ƐnsƏr c. That -- ðƐt The right pronunciation is as follows : a. Cat – kæt b. Answer – ænsƏr c. That – ðæt d. Mispronunciation in pronouncing [α] vowel. A mispronunciation of this vowel was because the student’s mouth was not too opened. So, the sound that produced was like [Ə] vowel. e.g a. Month – mƏnθ b. Sun – sƏn c. Colour – colƏ(r) The right pronunciation is as follows : a. Month – mαnθ b. Sun – sαn c. Colour – cαlƏ(r) e. Mispronunciation in pronouncing [Ɛ] vowel Mispronunciation of this vowel was because the students were not habitual to pronounce [Ɛ] sound because in Indonesian they didn’t find this vowel and they need a process. So, the sounds that produced were like [Ə] or æ sound. e.g. a. Men – mƏn b. Yellow – yælloƱ c. Said -- sæit The right pronunciation is as follows : a. Men – mƐn b. Yellow – yƐlloƱ c. Said -- sƐit
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
203
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabulating Mispronunciation. The result from the students mispronunciation was showed that there were five kinds of vowels; [I] vowel, [i:] vowel, [æ] vowel, [α] vowel and [Ɛ] vowel known as mispronunciation. The mispronouncing vowels include of mispronouncing on [I] vowel 68 times or 46 %, [i:] vowel 9 times or 6 %, [æ] vowel 24 times or 16 %, [α] vowel 19 times or 13 % and [Ɛ] vowel 29 times or 19 %. And the dominant mispronouncing on vowel is mispronouncing on [I] vowel 68 times or 46 %. The data were taken from the students’ pronunciation given by the lecturer, so the researcher collected and calculated them. The result was showed that the mispronunciation on words ‘after’, ‘month’, and ‘men’ were 6 times or 0,04 %; ‘please’, ‘yellow’, ‘brother’, ‘see’ and ‘friend’ were 1 time or 0,006 %; ‘young’ was 9 times or 0,06 %; ‘hit’ was 17 times or 0,11 %; ‘milk’ and ‘swim’ were14 times or 0.09 %; ‘big’ was 21 times or 0,14 %; ‘leave’ and ‘that’ were 5 times or 0,03 %; ‘answer’ was 3 times or 0,02 %; ‘people’, ‘minute’ and ‘cat’ were 2 times or 0,01 %; ‘said’ was 20 times or 0,13 %; ‘thanks’ was 8 times or 0,05 % and ‘color’ was 4 times or 0,03 %. The dominant mispronouncing on the type of mispronunciation in words was ‘big’ 21 times or 0,14 %. There were three words that the students well in their pronunciation; they were ‘sun’, ‘be’ and ‘yesterday’. The data were taken from the students’ pronunciation given by the researcher, so the researcher collected and calculated them.
Discussion. This part of chapter IV discusses the finding that has been described in the previous part. The discussion attempts to the problem, and explain the findings. Mispronouncing on Pronunciation. a. Mispronunciation in pronouncing [I] vowel. These mispronunciations were happened because they couldn’t differentiate betweens [I] vowel and [i:] vowel. The right pronunciation [I] vowel could produce if the students’ lips were relax and lower their tongue a little. e.g. a. Big – bIg b. Swim – swIm c. Minute – mInIt b. Mispronunciation in pronouncing [i:] vowel. Mispronunciation on [i:] vowel were happened because when they pronounced [i:] vowel not too long, sometimes like [I] vowel or [Ɛ]. If they wants to produce the right [i:] vowel they should spread their lips. e.g. a. Be – bi: b. See – si: c. Please – pli:z c. Mispronunciation in pronouncing [æ] vowel Mispronunciation in this vowel was happened because they’re pronouncing like [Ɛ] vowel. The right pronouncing [æ] vowel can be produced if they open their mouth, spread their lips, push their tongue to the front. e.g. a. That – ðæt b. Thanks – θæŋk c. Cat -- kæt
204
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
d. Mispronunciation in pronouncing [α] vowel. This mispronounciation was happened because the students were not too opened their mouth. If they want to produce the right pronouncing of [α] vowel, their mouth should be opened. e.g. a. Young -- yαŋ b. Sun -- sαŋ c. Brother -- brαð Ə(r) e. Mispronunciation in pronouncing [Ɛ] vowel. Mispronunciation on [Ɛ] vowel happened because sometimes their pronunciation like [Ə] vowel. The right pronunciation [Ɛ] vowel can be produced if the students’ mouths are almost closed, and the students spread their lips. e.g. a. Said -- sƐd b. Yesterday – yƐstƏda Based on the findings that have been described on the previous part, it can be seen that the highest percentage of mispronunciation made by the second semester students of English Department at STKIP PGRI Pasuruan was in the [I] vowel. It showed on table 4.1, that mostly students have made mispronunciation especially in the [I] vowel which reached 68 times or 46 % than the other vowels, which involved mispronouncing on [i:] vowel; [æ] vowel; [α] vowel and [Ɛ] vowel. And the lowest percentage of the type of mispronouncing is [i:] vowel, which reached 9 times or 6 %. One of the factors caused of the highest percentage of mispronouncing English vowels were the students’ pronunciation were not correct. It means that the students’ lips didn’t relax, and they didn’t make their tongue a little bit lower. There are many factors that make the students’ pronouncing is not correct, for examples : (1) the area in which they grew up; (2) the area in which they now live; (3) if they have speech or voice disorder; (4) their ethnic group; (5) their social class; (6) their education; (7) the English pronunciation is different with Indonesian pronunciation; and (8) in Indonesian pronunciation of vowels they didn’t faced the vowels like in EnglishNo two people pronounce exactly alike. The differences arise from a variety of causes such as locality, early influences, and social surroundings. Besides, there are also individual peculiarities for which it is difficult or impossible to account (Jones, 1967 : 11). Someone ability in pronunciation influenced with kinds of factors. Pronunciation problems happened when speaking a second language because most people are used to hearing and making sounds, which only exist in their mother tongue. Here are a few suggestion on how to train the students’ pronunciation : (1) the students’ learn to recognize that English sounds and Indonesian sounds are different; (2) they learn to hear clearly and think about how sounds are made when they are listening; (3) discover how this sounds are made and (4) practice moving your jaw, tongue, lips etc. as correctly as possible so that they are able to make the problematic English sounds clearly (www.freeencyclopedia.com). Considering those factors the students have made errors very frequently in pronouncing [I]. Most of the students felt that learning pronunciation was difficult enough for them. It is a good idea to try to imitate English words whenever we are listening to anything in English such as watching TV, watching a movie, listening to the radio or music, etc. We should also try to pronounce English words whenever we are somewhere alone with a little time to spare, e.g. while waiting for the bus, taking a shower, or surfing the web. Once your mouth and tongue get used to the new sounds, you will not find them difficult at all. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
205
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
The researcher also gives some tips for the reader who wants to learn the English pronunciation: (1) do not confuse pronunciation of words with their spelling; (2) imagine a sound in our mind before we say it. Try to visualize the positioning of your mouth and face. Think about how we are going to make the sound; (3) listen to and try to imitate each word when listening the radio or watching TV; (4) the English language has many different dialects, and words can be pronounced differently. It is important, however, that we are pronouncing words clearly to ensure effective communication and finally (5) we must practice what we are learning. Remember that we are teaching our mouth a new way to move. We are building muscles that we do not use in our own language. It is like going to the gym and exercising our body. Use the program to exercise our mouth a little bit each day
Conclusion The total numbers of mispronouncing were 149, mispronouncing on [I] vowel was 68 times or 46 %; mispronouncing on [i:] vowel was 9 times or 6 %; mispronouncing on [æ] vowel was 24 times or 16 %; mispronouncing on [α] vowel was 19 times or 13 %; and mispronouncing on [Ɛ] vowel was 29 times or 19 %. The researcher also tried to find out the causes of that mispronouncing from the students’ pronunciations. The factors causes of mispronunciations were : (1) the English pronunciation is different from Indonesian pronunciation; (2) the students couldn’t differentiate betweens the short i or [I] and the long i or [i:] and (3) in Indonesian pronunciation of vowels they didn’t face the vowels like in English. The other factors for examples : (1) the students forgot to pronounce English vowel correctly, although they had already learnt in their previous meeting; (2) sometimes the students feel nervous; (3) the area in which they grew up; (4) the area in which they now live; (5) if they have speech or voice disorder; (6) their ethnic group; (7) their social class; and (8) their education.
Suggestions At the end of this study, the researcher would like to give some suggestions based on the result of this study as follows : 1. To the Lecturer. From the frequency of those mispronouncing, it shows that pronunciation still needs more attention especially in [I] vowel, the teaching strategy or method used in process of teaching learning English especially in pronouncing skill, giving feedback to know the area of the difficulties in learning English pronunciation. 2. To the Students. They should pay attention to the English pronunciation that are different from the Indonesian pronunciation, they also should listen to how the sounds in real words and sentences and listen to and try to imitate each word when listening the radio or watching TV. References _____. Defitinion of Phonology, (OnLine), (http :// www.freedictionary.com, accessed on March, 15th 2014). _____. Defition of Mispronouncing, (OnLine), (http://www.yourdictionary.com/misprono uncing, accessed on March, 14th 2014).
206
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
_____. Pronunciation Problems, (OnLine), (http :// www.lc.usk.hk.com/sac/advice/english/ pronunciation, accessed on March, 14th 2014). Adhistiani, E.L. 2004. A Study of the Pronunciation of English Diphthong Use by Having Javanese Language Background. Thesis : State University of Malang. Dalton, D.F.2009. Some Techniques for Teaching Pronunciation, (OnLine), (http;//d [emailprotected], accessed on March, 24th 2014). Gimson, A.C. 1969. An Introduction to the Pronunciation of English. London : Edward Arnold. Hedeman, C. & Westerbeek, J.J. 1969. An Introduction to the Study of English Sound. Groningen : Noordhoff N.V. Jones, Daniels. 1973. The Pronunciation of English. Cambridge : The University Press. Kenyon, J.S. 1969. American Pronunciation. Michigan : George Wahr Publishing Company Ann Weber. Lane, Linda. 2005. Focus on Pronunciation 1. New York : Pearson Education. Manser, M.H. 1995. Oxford Learner’s Pocket Dictionary : New Edition. Oxford ; Oxford University Press. Otlowski, Marcus.2009. The Expectation of Pronunciation, (OnLine), (http://otlowski @cc.kochi-u.ac.jp, accessed on March, 24th 2014). Rakhmawati, Indra. 2008. The Error Analysis in Writing Descriptive Paragraph Made by the First Year Students of SMAN 4 Pasuruan. Thesis : STKIP PGRI Pasuruan. Rini, Sulistyo. 2008. A Study on Teaching Speaking of the Second Year Students on SMA Negeri 1 Pasuruan. Thesis : STKIP PGRI Pasuruan. Sirindorn, Y.R. 2008. A Study on the Students’ Error of English Pronounce in Expository Text at the Second Year Students of SMA Negeri 1 Kejayan. Thesis : STKIP PGRI Pasuruan. Vitanova, Gergana & Miller, Ann.2009. Reflective Practice in Pronunciation Learning, (Online), (http ://[emailprotected], accessed on March, 21st 2014).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
207
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Kesalahan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pasuruan dalam Menyelesaikan Soal Persamaan Diferensial Linier Homogen dan Tak Homogen Rif’atul Khusniah 15 ([emailprotected]) Abstract Identify errors in the student work on the problems need to be done by each lecturer of course, this identification system aims to improve the course in order to obtain better results. The purpose of this study was to: (1) Identifying and classifying any mistakes done by the students in solving problems associated with PD Linear Homogeneous material and not homogenous, (2) Finding what causes students to make mistakes in completing questions relating to materials of PD Linear Homogeneous and PD Linear Non-Homogeneous. This research is a qualitative descriptive study conducted at the department of mathematics education student 2012 class A that followed the course Differential Equations II. The result showed that the most common mistake is to determine y p in the method of indeterminate coefficients and error integrating the inverse operator method. While in the method of variation of parameters, many students are not able to resolve a matter within the prescribed period. Keywords: Analysis of error, Lesson Study, Differential Equations. Abstrak Identifikasi kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan soal perlu dilakukan oleh setiap dosen pengampu mata kuliah, identifikasi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem perkuliahan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi dan mengelompokkan kesalahan apa saja yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal yang terkait dengan materi PD Linier Homogen dan Tak Homogen, (2) Menemukan apa yang menjadi penyebab mahasiswa melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan pada mahasiswa prodi pendidikan matematika kelas 2012 A yang mengikuti mata kuliah Persamaan Diferensial II. Hasil penelitian diperoleh kesalahan yang paling banyak terjadi yaitu pada penentuan y_p di metode koefisien tak tentu dan kesalahan mengintegralkan pada metode invers operator. Sedangkan di metode variasi parameter, banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan soal dalam jangka waktu yang ditentukan. Kata Kunci: Analisis kesalahan, Lesson Study, Persamaan Diferensial.
Pendahuluan Pada setiap perkuliahan pastilah terjadi proses “belajar” yang dialami oleh dosen maupun mahasiswa yang hadir pada perkuliahan tersebut. Proses belajar ini melibatkan banyak pihak dan berbagai macam sumber belajar yang akhirnya memberikan suatu perubahan pada pihak yang telah belajar. Perubahan yang terjadi bisa pada tingkah laku, pemahaman maupun pengetahuan. Mata kuliah Persamaan Diferensial II merupakan mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa semester V program studi pendidikan matematika. Mata kuliah ini memuat materi tentang persamaan diferensial orde tinggi dan cara-cara untuk menyelesaikannya. Sebelum menempuh mata kuliah ini mahasiswa wajib menempuh terlebih dahulu mata kuliah persamaan diferensial I yang memuat materi persamaan diferensial orde I. Akan tetapi, pada 15
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Pasuruan
208
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kenyataannya mata kuliah persamaan diferensial II tidak hanya memerlukan pengetahuan dari mata kuliah prasyarat persamaan diferensial I. Banyak pengetahuan dari mata kuliah lain yang diperlukan untuk menyelesaikan soal-soal-soal PD Linier Homogen orde tinggi dan PD Linier Tak Homogen. Yang paling banyak diperlukan yaitu materi-materi pada mata kuliah Kalkulus I dan Kalkulus II khususnya materi tentang turunan dan integral. Perbedaan kemampuan mahasiswa pada materi prasyarat menyebabkan banyak terjadi kesalahan pada saat penyelesaian soal-soal PD Linier Homogen orde tinggi dan PD Linier Tak Homogen. Kesalahan yang banyak dilakukan mahasiswa biasanya berkaitan dengan kurangnya pemahaman terhadap konsep dasar yang harus dikuasai, kurangnya pemahaman terhadap materi persamaan diferensial linier orde tinggi dan persamaan diferensial linier tak homogen, kurangnya ketelitian siswa dan kurangnya penguasaan pada teknik perhitungan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat penyelesaian soal-soal PD Linier Homogen orde tinggi dan PD Linier Tak Homogen hampir sama dan selalu berulang pada angkatan berikutnya. Untuk meminimalisir kesalahan yang berulang dan untuk memperbaiki kualitas belajar dan pembelajaran di kelas, maka diperlukan suatu penelitian yang membahas tentang kesalahan-kesalahan yang sering muncul. Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi jenis-jenis kesalahan yang ada dan menemukan faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi dan mengelompokkan kesalahan apa saja yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal yang terkait dengan materi PD Linier Homogen dan Tak Homogen, (2) Menemukan apa yang menjadi penyebab mahasiswa melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi PD Linier Homogen dan PD Linier Tak Homogen. Winkel (1996:53) mengemukakan bahwa Belajar adalah aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan pemahaman keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas. Sedangkan Purwoto (1997: 24) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi tahu atau dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi teliti dan seterusnya. Pada pembelajaran matematika, mahasiswa dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan materi yang dibelajarkan. Menurut Polya (1973) terdapat empat langkah yang dilakukan dalam pemecahan masalah matematika, yaitu: 1) memahami masalah dan mengetahui apa yang diperlukan 2) mengetahui bagaimana berbagai materi dihubungkan kepada data, dalam rangka memperoleh gagasan solusi untuk membuat suatu rencana penyelesaian 3) menyelesaikan persoalan 4) periksa kembali proses dan hasil yang diperoleh. Malau (1996:44) menyatakan bahwa kesalahan yang sering terjadi pada saat menyelesaikan soal-soal matematika dapat dilihat dari beberapa hal antara lain karena kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari, kurangnya penguasaan bahasa matematika, keliru menafsirkan atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti dan lupa konsep. Sependapat dengan itu, Suherman (2001:5) menyatakan bahwa konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Hal ini
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
209
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
mengindikasikan bahwa didalam matematika terdapat konsep prasyarat dimana konsep ini menjadi dasar untuk memahami suatu topik atau konsep selanjutnya. Sriati (1994:8) dalam penelitian yang dilakukannya menyatakan bahwa kesalahan yang biasanya terjadi dalam mengerjakan soal matematika antara lain: 1) Aspek bahasa / terjemahan Yaitu kesalahan dalam mengubah informasi ke dalam ungkapan matematika atau kesalahan memberi makna suatu ungkapan matematika. 2) Aspek tanggapan / konsep Kesalahan dalam menafsirkan konsep, rumus dan dalil matematika. 3) Aspek strategi / langkah penyelesaian Kesalahan ini terjadi jika mahasiswa salah dalam memilih jalan penyelesaian atau jalan yang dipilih tidak tepat, sehingga tidak dapat menentukan pemecahan soal. 4) Kesalahan sistematik Adalah kesalahan yang berkenaan dengan pemilihan yang salah atas teknik ekstrapolasi 5) Kesalahan tanda Adalah kesalahan dalam memberikan atau menulis tanda atau notasi matematika 6) Kesalahan hitung Adalah kesalahan menghitung dalam operasi matematika. Identifikasi kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan soal dilakukan dengan memberikan soal dalam bentuk Lembar Kerja Mahasiswa yang harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentu. Hasil pekerjaan mahasiswa ini nantinya akan diidentifikasi mengenai kesalahan apa saja yang muncul dan hasilnya akan dikelompokkan dalam beberapa tipe kesalahan dari setiap materi. Materi-materi yang menjadi pokok bahasan pada penelitian ini antara lain: Penyelesaian PD Linier Homogen Orde Tinggi, Penyelesaian PD Linier Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu, Penyelesaian PD Linier Tak Homogan dengan Metode Variasi Parameter dan Penyelesaian PD Linier Tak Homogen dengan Metode Invers Operator. Analisis kesalahan dalam penelitian ini merupakan penyelidikan dari aspek letak, jenis dan faktor penyebab terjadinya kesalahan dengan cara menguraikan kesalahan yang dilakukan mahasiswa pada hasil pengerjaan Lembar Kerja Mahasiswa. Dalam penelitiannya Siyepu (2013) menyebutkan bahwa “The nature of errors is based on mistakes displayed by students when they attempt to solve mathematical problems. Students demonstrate different mistakes, which arise owing to many different reasons”. Kesalahan yang dimaksud diatas adalah kesalahan yang dilakukan mahasiswa pada saat mengerjakan permasalahan matematika. Dimana kesalahankesalahan tersebut muncul karena berbagai macam alasan yang berbeda dari setiap mahasiswa.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi dosen pengampu mata kuliah Persamaan Diferensial II untuk memperbaiki rencana pembelajarannya sehingga dapat meminimalisir kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan dan menghindari terjadinya kesalahan yang berulang. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kaprodi untuk memperbaiki kurikulum yang ada sehingga materi prasyarat yang diperlukan pada mata kuliah ini benar-benar telah diperoleh oleh mahasiswa sebelum menempuh mata kuliah ini.
210
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan letak kesalahan mahasiswa, jenis kesalahan dan faktor penyebab kesalahan tersebut. Data penelitian ini diperoleh dari hasil pekerjaan mahasiswa pada Lembar Kerja Mahasiswa (LKM). Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi pendidikan matematika STKIP PGRI Pasuruan yang mengambil mata kuliah persamaan diferensial II pada tahun ajaran 2014/2015 khususnya kelas 2012 A yang mengikuti Open Class pada kegiatan Lesson Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Nopember 2014 selama kegiatan Lesson Study berlangsung. Pada saat kegiatan Open Class mahasiswa diberikan soal dalam bentuk Lembar Kerja Mahasiswa yang dikerjakan secara berkelompok dan ada pula yang dikerjakan secara individu. Hasil pekerjaan inilah yang nantinya akan diidentifikasi letak dan jenis kesalahannya serta dianalisa faktor penyebab terjadinya kesalahan tersebut.
Hasil Penelitian Dari 4 (empat) pokok bahasan yang menjadi bahan penelitian, yaitu: Penyelesaian persamaan diferensial linier orde tinggi, penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan metode koefisien tak tentu, penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan metode variasi parameter dan penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan metode invers operator diperoleh beberapa kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa. Kesalahan-kesalahan yang muncul dari setiap pokok bahasan akan dianalisa secara terpisah. Bentuk-bentuk kesalahan yang muncul diuraikan sebagai berikut:
Pokok bahasan Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier orde tinggi Jumlah responden sebanyak 4 kelompok masing-masing terdiri dari 4 mahasiswa.
Soal: Bentuk umum PD Linier Homogen Orde-n , , adalah konstanta. Dengan menggunakan notasi operator diferensial (D), Persamaan Diferensial dapat ditulis menjadi: Kesalahan jawaban responden: Kelompok 1:
Kelompok 2: Kelompok 3:
Jawaban seharusnya:
Soal: Pembentukan persamaan karakteristik Kesalahan jawaban responden: Kelompok 1: Kelompok 3:
Kelompok 4:
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
211
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Jawaban seharusnya: Kedua soal diatas merupakan soal yang saling berhubungan, kelompok 1 dan 3 menjawab salah untuk keduanya. Sedangkan kelompok 2 menjawab salah dalam penulisan persamaan menggunakan operator diferensial tetapi benar dalam pembentukan persamaan karakteristiknya. Untuk kelompok 4 terdapat sedikit kesalahan pada saat penulisan persamaan karakteristiknya, yaitu pangkat dari m tidak perlu diletakkan dalam tanda kurung (melambangkan turunan ke) cukup dengan menuliskan pangkatnya saja.
Soal: Selesaikan PD Kesalahan jawaban responden: Kelompok 1: Solusi umum PD Kelompok 2: Solusi umum PD Kelompok 4: Solusi umum PD Jawaban seharusnya: Kesalahan yang banyak terjadi disini adalah pada saat membentuk solusi umum PD. Banyak mahasiswa yang kurang memahami konsep dasarnya. Sedangkan untuk pemfaktoran menggunakan metode sintetis Horner, hampir semua mahasiswa menguasai metode tersebut sehingga tidak ada kesalahan pada saat penentuan akar-akar persamaannya.
Soal: Selesaikan PD Kesalahan jawaban responden: Kelompok 1: memfaktorkan ;
;
Solusi umum PD
Kelompok 3: memfaktorkan ;
;
Solusi umum PD
Jawaban seharusnya: ;
;
Solusi umum PD Letak kesalahan mahasiswa pada soal ini adalah ketika menentukan akar persamaan dimana Diskriminannya < 0, akar yang diperoleh adalah pasangan bilangan kompleks. Sebanyak 25% responden tidak bisa menentukan akar-akar persamaan dan 25% salah dalam perhitungan. Hal ini mengakibatkan kesalahan pada solusi umum PD.
212
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pokok bahasan Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu Jumlah responden 7 kelompok masing-masing terdiri dari 3 mahasiswa. Soal: Selesaikan PD Kesalahan Jawaban Responden: Langkah 1 menentukan solusi umum PD Homogen Kelompok 1: Kelompok 4: Jawaban seharusnya Pada langkah ini mahasiswa tidak kesulitan dalam mencari akar-akar persamaan, tetapi pada saat pembentukan solusi umum masih terdapat beberapa mahasiswa yang kurang memahami konsep dasarnya sehingga pembentukan solusi umumnya kurang tepat. Langkah 2 menentukan solusi khusus PD Tak Homogen Kelompok 1:
Kelompok 2:
Kelompok 3:
Kelompok 4:
Kelompok 5:
Kelompok 6:
Kelompok 7:
Jawaban Seharusnya
(Aturan Modifikasi)
Sebanyak 100% responden melakukan kesalahan pada saat penentuan
. Kesalahan ini karena
mahasiswa kurang memahami aturan-aturan yang berlaku pada metode ini sehingga mengakibatkan kesalahan pada langkah berikutnya. Kesalahan ini merupakan kesalahan yang fatal karena pembentukan merupakan langkah utama dalam metode ini.
Pokok bahasan Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen dengan Metode Variasi Parameter Jumlah responden 17 mahasiswa. Soal: Selesaikan PD Kesalahan Jawaban Responden: Langkah 2 Menentukan solusi khusus PD Tak Homogen Menentukan persamaan syarat 1 Responden 1 : Responden 11: Tidak menentukan persamaan syarat 1 Jawaban seharusnya
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
213
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Menentukan persamaan syarat 2 Responden 1 : Responden 10: Tidak menentukan persamaan syarat kedua Responden 13: Responden 14: Tidak menentukan persamaan syarat kedua Responden 15 : Responden 16 : Jawaban seharusnya
Menghitung Determinan Wronsky
Responden 1: Tidak menghitung W, hanya menuliskan dengan W saja. Responden 8: Responden 9: Responden 10: Tidak menghitung W Responden 11: Tidak menghitung W Responden 13: Tidak menghitung W Responden 14: Tidak menghitung W Responden 15: Tidak menghitung W Responden 16: Tidak menghitung W
Jawaban seharusnya: Menentukan dan Kesalahan jawaban responden Responden 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15 dan 16 tidak mengerjakan Jawaban seharusnya:
Menentukan
dan
dan
(mengintegralkan)
Kesalahan jawaban responden Responden 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15 dan 16 tidak mengerjakan Responden 2: Tidak diintegralkan Responden 12: Tidak diintegralkan Jawaban seharusnya:
dan
Membentuk solusi umum PD Tak Homogen Responden 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15 dan 16 tidak mengerjakan Responden 17: Tidak membentuk solusi umum PD Tak Homogen
Tidak selesai mengerjakan
Responden 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15 dan 16
Pada pokok bahasan ini, tingkat pemahaman mahasiswa masih sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan besarnya tingkat kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa. Dan sebagian besar dari mahasiswa tidak mampu menyelesaikan soal ini dalam jangka waktu yang ditentukan.
214
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pokok bahasan Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Tak Homogen dengan Metode Invers Operator Jumlah responden 5 kelompok masing-masing terdiri dari 4 mahasiswa. Soal: Selesaikan PD Kesalahan Jawaban Responden: Kesalahan mengintegralkan
Responden 1:
Jawaban seharusnya:
Responden 1:
Responden 2:
Responden 3:
Jawaban seharusnya: Kesalahan memfaktorkan Responden 4:
Jawaban seharusnya:
Kesalahan pemfaktoran ini menyebabkan kesalahan pada proses perhitungan selanjutnya, sehingga jawaban yang diperoleh juga salah. Begitu juga kesalahan pada saat mengintegralkan juga menyebabkan jawaban yang diperoleh salah. Dari uraian diatas, terlihat bahwa kesalahan yang paling sering terjadi yaitu kesalahan pada konsep dasar dan kurangnya pengetahuan dari materi prasyarat.Kesalahan-kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirangkum sebagai berikut menurut pokok bahasan masing-masing: Kegiatan Open Class 1 Sabtu/ 25 Oktober 2014
Materi Penyelesaian Persamaan Diferensial Linier Homogen Orde Tinggi
Jenis Kesalahan yang ditemukan (Prosentase) 1. Penulisan notasi operator diferensial (75%) 2. Pembentukan persamaan karakteristik (75%) 3. Kesalahan dalam menentukan akar-akar persamaan (25%) 4. Kesalahan dalam perhitungan (25%) 5. Kesalahan dalam pembentukan solusi umum PD (50%)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
215
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Kegiatan Open Class 2 Sabtu/ 1 Nopember 2014
Open Class 3 Sabtu/ 8 Nopember 2014
Open Class 4 Sabtu/ 15 Nopember 2014
Materi Penyelesaian PD Linier Tak Homogen dengan Metode Koefisien Tak Tentu Penyelesaian PD Linier Tak Homogen dengan Metode Variasi Parameter
Penyelesaian PD Linier Tak Homogen dengan Metode Invers Operator
Jenis Kesalahan yang ditemukan (Prosentase) 1. Kesalahan dalam pembentukan solusi umum PD Homogen (50%) 2. Kesalahan dalam pembentukan solusi khusus PD Tak Homogen ( ) (100%) 1. Kesalahan menentukan persamaan syarat 1 (5,9%) 2. Tidak menentukan persamaan syarat 1 (5,9%) 3. Kesalahan menentukan persamaan syarat 2 (23,52%) 4. Tidak menentukan persamaan syarat 2 (11,76) 5. Kesalahan menghitung determinan Wronsky (11,76%) 6. Tidak menghitung determinan wronsky (41,17%) 7. Tidak menentukan dan (52,94%) 8. Menentukan dan (Tidak mengintegralkan) (64,70%) 9. Membentuk (47,05%) 10. Membentuk solusi umum PD Tak Homogen (58,82%) 11. Tidak selesai mengerjakan (35,29%) 1. Kesalahan dalam memfaktorkan (20%) 2. Kesalahan mengintegralkan (100%)
Simpulan Dari hasil penelitian diperoleh beberapa temuan yang dapat dijadikan sebagai masukan untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya sehingga tidak terjadi kesalahan yang berulang. Beberapa kesalahan yang paling banyak terjadi dimana tingkat kesalahan mencapai 100% yaitu kesalahan dalam menentukan pada materi metode koefisien tak tentu dan kesalahan menhitung hasil pengintegralan pada materi metode invers operator. Kesalahan yang pertama dapat diminimalisir dengan cara penguatan pada konsep dasar metode koefisien tak tentu. Sedangkan kesalahan yang kedua merupakan kesalahan pada konsep dasar integral parsial yang merupakan materi dari kalkulus II. Sedangkan untuk materi metode variasi parameter, banyak mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan dalam jangka waktu yang ditentukan, hal ini mengindikasikan bahwa pada materi ini mahasiswa perlu waktu yang lebih panjang untuk menguasai konsep dasar metode ini sehingga tidak terjadi kebingungan pada saat menyelesaikan soal.
216
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Daftar Pustaka Malau, L.(1996). Analisis Kesalahan Jawaban Siswa Kelas I SMU Kampus Nommense Pematang Siantar dalam Menyelesaikan Soal-Soal Terapan Sistem Persamaan Linier 2 Variabel. Tesis tidak Diterbitkan. Malang: IKIP Malang Polya, G. (1973). How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press. Purwoto. (1997). Strategi Belajar Mengajar. UNS : UNS Press. Siyepu, S.W. (2003). An exploration of students’ errors in derivatives in a university of technology. Journal of Mathematical Behavior ,32 (577– 592). Sriati, A. (1994). Kesulitan Belajar Matematika Pada Mahasiswa SMA : Pengkajian Diagnostik Jurnal Kependidikan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta. Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Kerjasama JICA dengan FMIPA UPI. Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
217
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Keterampilan Mengajar Calon Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga Dan Kesehatan (Studi pada Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang yang Menempuh Program PPL) Wahyu Indra Bayu 16 ([emailprotected]) Risfandi Setyawan 16 ([emailprotected]) Abstract Teacher which with quality is teacher owning ability at good category its profession area. Teacher competence cover pedagogic competence, personality competence, social competence, and professional competence. In learning process, what most is influencing of learning study is pedagogic competence. Because pedagogic competence this basically is ability of teacher in managing learning start from preparation, execution, evaluation, and assessment of learning to educative participant. This research aim to to obtaining real him about quality teaching skill’s teach candidate of physical education, sport, and health (N=30, Male= 22, Female=8). Assessment of performance use technique of Duration Recording System (DRS), so that can be analysed by using study observation sheet. Result of research indicate that ability in lesson plan category very good (28,4±2,97); ability learning process enter in category good (24±1,26); ability in assessing educative participant enter in category good (10,8±1,21); and teaching skill’s to enter in category good (41,87±7,22). From the result can be concluded that teaching skill’s teach candidate of physical education, sport, and health enter in category good. Keywords: Teaching Skill’s, Teacher Candidate of PESH Abstrak Guru yang berkualitas adalah guru yang memiliki kemampuan pada kategori baik di bidang profesinya. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dalam pembelajaran, yang paling mempengaruhi efektivitas pembelajaran adalah kompetensi pedagogik. Karena kompetensi pedagogik ini pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mulai dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan penilaian pembelajaran bagi peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran nyata tentang kualitas keterampilan mengajar calon guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (N=30, 22 Laki-laki, 8 Perempuan) dalam mengelola pembelajaran. Penilaian kinerja menggunakan teknik Recording Duration System (DRS), sehingga bisa dianalisis dengan menggunakan lembar observasi pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dalam menyusun RPP masuk dalam kategori Baik Sekali (28,4 ±2,97); kemampuan menjalankan proses pembelajaran masuk dalam kategori Baik (24±1,26); kemampuan dalam menilai peserta didik masuk dalam kategori Baik (10,8±1,21); dan keterampilan mengajar masuk dalam kategori Baik (41,87±7,22). Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengajar calon guru pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan masuk dalam kategori Baik. Kata Kunci: Keterampilan Mengajar, Calon Guru PJOK
Pendahuluan Dalam proses pembelajaran PJOK, pertumbuhan dan perkembangan intelektual, sosial dan emosional anak sebagian besar terjadi melalui aktivitas gerak atau motorik yang dilakukan anak. PJOK menekankan aspek pendidikan yang bersifat menyeluruh antara lain kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, 16 1
Dosen Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) STKIP PGRI Jombang
218
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
penalaran dan tindakan moral, yang merupakan tujuan pendidikan pada umumnya. Di dalam pembelajaran yang paling mempengaruhi efektivitas pembelajaran adalah kompetensi pedagogik. Karena kompetensi pedagogik ini pada dasarnya adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mulai dari persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan penilaian pembelajaran bagi peserta didik. Kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya. Penguasaan kompetensi ini, menentukan keberhasilan proses dan hasil pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/sillabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan diaolgis, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktulaisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Agar proses pembelajaran dalam mata pelajaran (mapel) pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK) dapat berjalan dengan efektif, maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi pedagogik tersebut. Pengelolaan proses pembelajaran itu sendiri pada dasarnya merupakan proses interaksi pedagogis antara guru, peserta didik, materi, dan lingkungannya. Makin efektif proses interaksi pedagogis dilakukan guru, maka makin efektiflah proses pembelajaran yang dilakukan guru tersebut (Maksum, 2010). Suroto (2005) menyatakan bahwa guru PJOK yang efektif akan mampu mengelola aktivitas siswanya sehingga dapat menjamin siswanya memiliki kecukupan gerak dan belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru yang berkualitas berpengaruh besar terhadap efektivitas pembelajaran (Suherman, 2007; Rink, 2002) dan pada gilirannya mempengaruhi prestasi anak didik (Siedentop & Tannehill, 2000). Efektivitas pembelajaran pada dasarnya merupakan cerminan dari efektivitas pengelolaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh gurunya. Targetnya adalah siswa belajar. Sementara itu, pengelolaan proses pembelajaran itu sendiri pada dasarnya merupakan proses interaksi pedagogis antara guru, peserta didik, materi, dan lingkungannya. Makin efektif proses interaksi pedagogis dilakukan guru, maka makin efektiflah proses pembelajaran yang dilakukan guru tersebut. Untuk dapat manjalankan proses pembelajaran PJOK secara lebih baik, maka seorang guru harus mampu memerankan fungsi mengajar pada saat menjalankan pembelajarannya. Fungsi mengajar adalah fungsi guru dalam proses belajar mengajar. Penggunaan istilah ini ditujukan agar guru terfokus pada tujuan perilaku yang ditampilkannya pada saat mengajar daripada hanya sekedar terfokus pada perilaku mengajarnya itu sendiri. Lutan, dkk (2002) kualitas pengajaran mencakup dua aspek yaitu proses dan hasil, mutu proses yang melibatkan faktor guru, peserta didik, lingkungan dan tugas ajar sedangkan hasil berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan. Faktor guru diyakini memegang peran yang sangat strategis dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Untuk dapat meraih proses pembelajaran yang lebih efektif, para guru dapat memilih dan menggunakan berbagai teknik dan keterampilan mengajar secara efektif. Keputusan mengenai teknik dan keterampilan mengajar bagaimana yang akan dipilih untuk menampilkan fungsi mengajar bergantung pada apa yang diketahui (what they know), apa yang diyakini (what they believe), minat (interest), keterampilan (skills), dan kepribadian (personality) gurunya itu sendiri. Sindentop (dalam Hickson & Fishburne, 2001: 4), dalam pembelajaran dikjasor yang terpenting yaitu menjelaskan, umpan balik, demonstrasi dan murid dapat menikmati proses pembelajaran. Sedangkan menurut Silverman (dalam Hickson dan Fishburne, 2001: 4), pembelajaran pendidikan jasmani dikatakan efektif jika, (a) Guru dapat merencanakan dan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
219
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
mengatur pembelajaran dengan baik, (b) Guru dapat mengantisipasi situasi dalam kelas, (c) Guru menyadari bahwa kemampuan tiap siswa berbeda, (d) Guru harus pandai dalam merencanakan informasi yang disampaikan pada siswa, (e) Guru harus memiliki pengetahuan, kapan menggunakannya, dan menggunakan gaya mengajar yang sesuai, (f) Guru harus memberikan penjelasan dan demonstrasi yang akurat dan tepat, (g) Guru menentukan waktu latihan yang cukup, (h) Guru mampu meminimalisasi waktu yang tidak tepat ketika siswa latihan, (i) Guru mampu meminimalisasi siswa yang diam untuk menunggu giliran latihan. Hasil riset tentang pengajaran menunjukkan bahwa ada tiga butir hal yang penting untuk diperhatikan agar pengajaran PJOK efektif dalam arti bahwa anak didik akan memiliki keterampilan bergerak yang tinggi dengan sikap yang positif terhadap kegiatan fisik. Ketiga hal itu meliputi: (1) peserta didik memerlukan latihan praktek yang tepat dan memadai, (2) latihan praktek tersebut harus memberikan peluang tingkat sukses (rate of success) yang tinggi, dan (3) lingkungan perlu diintrukturisasi sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim belajar yang kondusif (Mutohir, 2002: 24).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yakni penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan gejala, fenomena atau peristiwa tertentu. Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait dengan fenomena, kondisi, atau variabel tertentu dan tidak dimaksudkan untuk melakukan pengujian hipotesis. Ary, Jacobs, dan Razavieh, (1990: 381) menyatakan :” ... descriptive research is not generally directed toward hypotesis testing. The aim to describe “what exists” with respect to variables or conditions in situation”. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa program studi pendidikan jasmani dan kesehatan (Prodi. Penjaskes) STKIP PGRI Jombang yang menempuh Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada tahun 2014 yang ditempatkan pada satuan pendidikan SMA di Jombang dan Mojokerto. Sampel diambil secara random sebanyak 30 calon guru (mahasiswa) dari total 175 mahasiswa Prodi. Penjaskes yang menempuh Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) pada tahun 2014. Ada empat instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu instrumen untuk penilaian pembuatan RPP, instrumen untuk penerapan proses pembelajaran, instrumen proses penilaian guru pada peserta didik, dan instrumen keterampilan mengajar guru PJOK. Proses pengambilan data dengan menggunakan teknik Recording Duration System (DRS), sehingga bisa dianalisis dengan menggunakan instrumen penelitian yang digunakan.
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dalam menyusun RPP masuk dalam kategori Baik Sekali (28,4±2,97); kemampuan menjalankan proses pembelajaran masuk dalam kategori Baik (24±1,26); kemampuan dalam menilai peserta didik masuk dalam kategori Baik (10,8±1,21); dan keterampilan mengajar masuk dalam kategori Baik (41,87±7,22).
220
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 1. Nilai Keterampilan Mengajar Calon Guru PJOK No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Calon Guru EP NK MAA ASN MK SLM EB FP AK IR AS MM EB TE AP VDP NAA GA FK APN NS EF SNW LI RF FDP FAF SN FH YP
Pembuatan RPP
Proses Pembelajaran
Penilaian Peserta Didik
Teaching Skill's
32 31 30 26 28 31 31 29 25 30 26 30 31 31 21 25 28 30 30 30 30 30 26 29 28 20 29 26 32 27
24 24 25 26 24 26 25 23 24 23 24 24 25 23 25 24 23 26 25 22 26 24 24 25 23 23 22 24 21 23
9 12 12 12 12 12 9 12 9 12 12 12 11 12 9 12 11 12 11 11 9 10 11 10 11 9 11 10 9 10
37 50 47 25 44 52 50 44 27 49 50 51 43 45 34 40 32 39 39 49 39 41 48 33 34 36 48 43 45 42
Tabel 2. Analisis Keterampilan Mengajar Calon Guru PJOK
Rata-Rata Maksimal Minimal Standar Deviasi
Pembuatan RPP 28,40 32 20 2,97
Proses Pembelajaran 24 26 21 1,26
Penilaian Peserta Didik 10,80 12 9 1,21
Teaching Skill's 41,87 52 25 7,22
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
221
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Ada delapan indikator dalam proses penilaian RPP, yaitu (1) menuliskan identitas RPP dengan lengkap; (2) menyusun indikator pencapaian kompetensi yang layak; (3) menyusun tujuan pembelajaran yang layak; (4) memilih materi pembelajaran yang sesuai; (5) memilih & menggunakan sumber belajar secara optimal; (6) memilih dan memanfaatkan media pembelajaran secara optimal; (7) merancang kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik; dan (8) merancang kegiatan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. RPP dirancang sebelum proses pembelajaran dimulai, seperti ungkapan lama “jika kamu ingin sukses, maka kamu harus mempunyai rencana”. RPP layaknya rencana mengajar atau skenario pembelajaran untuk memperoleh tujuan pembelajaran yang sudah dicanangkan. Guru yang efektif adalah guru yang mempunyai perencanaan yang baik tentang pemahaman materi dan pengorganisasian keterampilan untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran PJOK. Hastie & Martin, (2006), menerangkan bahwa ada beberapa ciri dari guru yang efektif dalam membuat rencana pembelajaran, yaitu, patience, flexibility, persistence, dan selfknowledge. Perencanaan yang efektif adalah buah dari usaha dan kesabaran (patience) dari guru, tanpa ciri itu tidak akan dihasilkan suatu perencanaan yang baik. Kadang suasana kelas tidak kondusif dan tidak sesuai dengan apa yang dirancanakan, maka perencanaan juga harus bersifat fleksibel (flexibility). Suasana yang tak terduga adalah masalah yang sulit bagi banyak guru. Bagaimanapun, guru yang kurang berpengalaman akan menemukan hal tersebut dan tampak akan lebih sulit meenyesuaikan rencana pembelajaran dibandingkan dengan guru yang berpengalaman mengajar (Lee, 2003). Kegigihan (persistence), kadang rencana pembelajaran menjadi serba salah, kadang hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh, apabila kita menggunakan gaya mengajar guided discovery dan peserta didik selalu melakukan kesalahn dalam memberikan solusi, maka yang harus dilakukan adalah mengevaluasi rencana pembelajaran, bukan menyalahkan peserta didik yang salah dalam melaksanakan tugas gerak (solusi). Dengan kegigihan, guru tersebut akan menjadi handal dalam membuat rencana pembelajaran. Yang terakhir adalah pengetahuan diri sendiri (self-knowledge), guru harus yakin bahwa rencana yang telah sudah disusun adalah perencanaan pembelajaran yang efektif. Suatu perencaan pembelajaran bisa saja sukses dilakukan oleh lain guru, tetapi belum tentu akan sukses apabila kita yang menjalankan rencana pembelajaran tersebut, begitu juga sebaliknya. Proses pembelajaran terdiri dari tiga bagian besar, yaitu kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan penutup pembelajaran. Ada delapan indikator dalam proses pembelajaran, yaitu (1) melakukan apersepsi, motivasi, penyampaian tujuan; (2) menguasai materi pelajaran; (3) menerapkan strategi pembelajaran yang mendidik; (4) menerapkan pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan berbasis proses keilmuan); (5) memanfaatkan sumber belajar/media dalam pembelajaran; (6) pelibatan peserta didik dalam pembelajaran; (7) menggunakan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran; dan (7) menerapkan langkah menutup pelajaran. Untuk memulai proses pembelajaran, guru harus menyampaikan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, apa keuntungannya, dan bagaimana proses penilaian yang akan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu penyampain oleh guru juga harus menimbulkan rasa tertarik dan tidak lupa adalah motivasi dari guru kepada peserta didik untuk mengitu proses pembelajaran. Pada bagian inti, guru mempraktekkan suatu keterampilan/tugas gerak kepada peserta didik, peserta didik akan lebih beruntung apabila ada demonstrasi langsung dari guru, karena hal tersebut merupakan cara komunikasi yang efektif untuk 222
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
memberikan informasi kepada peserta didik terkait tugas gerak atau keterampilan. Pemberian beberapa isyarat selama demonstrasi akan meningkatkan peforma atau kualitas gerak (Roach & Burwitz, 1986) dan khusus untuk anak muda akan memperoleh pola gerakan yang baru (McCullagh, Stiehl, & Weiss, 1990). Hastie & Martin, (2006), menjelaskan ada empat pendekatan dalam memberikan demonstrasi kepada peserta didik, yaitu (1) demonstrasikan keterampilan, tetapi jangan berbicara; (2) ulangi demonstrasi, tetapi dengan gerakan yang pelan; (3) demonstrasikan gerakan yang diperlukan dengan cepat; dan (4) sediakan pandangan yang berbeda. Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak sedikit guru yang memberikan pertanyaan kepada peserta didik untuk strategi pemecahan masalah. Ada tiga jenis pertanyaan yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu (1) pertanyaan penjelasan; (2) pertanyaan konsekwensi; dan (3) pertanyaa pembenaran atau penalaran, Hastie & Martin, (2006). Pertanyaan yang bagus adalah yang meningkatkan pengetahun peserta didik, menantang pengetahuan peserta didik untuk tahun lebih banyak, dan membangun pengalaman yang baru. Setelah memberikan demonstrasi dan pertanyaan kepada peserta didik, maka tugas guru berikutnya adalah pengecekan pemahaman peserta didik tentang tugas gerak. Sidentop & Tannehill (2000) berpendapat bahwa pengecekan secara spesifik untuk meyakinkan peserta didik mendapatkan informasi yang akurat dari guru. Setelah itu adalah memonitor hasil kerja peserta didik. Bagian akhir dari proses pembelajaran adalah penilaian hasil belajar peserta didik. Hastie & Martin, (2006), ada dua tipe penilaian, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Keuntungan dari proses penilaian formatif adalah dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru tentang kemajuan peserta didik, membantu guru memodifikasi pembelajaran, pemberdayaan peserta didik dalam proses penilaian, dan membatu guru dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan keuntungan untuk penilaian sumatif adalah dilakukan pada akhir proses pembelajaran, penyedian indikator keberhasilan, memungkinkan guru untuk membagi kualitas dan membandingkan peserta didik, bersifat resmi dan ada dokumen pencapaian. Keterampilan mengajar (teaching skills) pada dasarnya adalah berupa bentuk-bentuk perilaku yang bersifat mendasar dan khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai modal awal untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran secara terencana dan profesional. Keterampilan mengajar (teaching skill’s) dalam penelitian ini mempunyai 12 indikator yang dijadikan pedoman dalam mengaliasa, yaitu (1) menyiapkan pembelajaran; (2) membuka pembelajaran (presensi, lingkup materi, apersepsi, tujuan); (3) mengelola waktu dan arena pembelajaran; (4) mengelola pemanasan dan pendinginan; (5) menempatkan diri (memposisikan diri di arena pembelajaran); (6) membuat perintah; (7) memonitor perintah; (8) memberi umpan balik (pengakuan kebenaran/koreksi); (9) mencatat kemajuan belajar siswa; (10) bertanya/ refleksi/ menggali pengalaman belajar siswa; (11) menutup pembelajaran (apresiasi, tindak lanjut pertemuan, pembiasaan); dan (12) mengevaluasi diri. Untuk indikator menyiapkan pembelajaran, penilaian dilakukan terhadap lima aspek yang dilakukan oleh guru, yaitu (1) membuat RPP; (2) merefresh penguasaan materi; (3) mengecek data kemampuan awal siswa; (4) menyiapkan tempat pembelajaran; dan (5) menyiapkan alatalat pembelajaran. Sedangkan indikator membuka pelajaran, lima aspek yang dianalisis adalah, (1) melakukan presensi; (2) menyampaikan ruang lingkup materi; (3) mengadakan apersepsi; (4) menyampaikan tujuan psikomotor; dan (5) menyampaikan tujuan kognitif dan afektif. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
223
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Untuk indikator mengelola waktu dan arena pembelajaran, aspek yang diharapkan dilakukan oleh guru adalah, (1) menyampaikan waktu yang tersedia untuk pembelajaran; (2) menyampaikan waktu yang tersedia untuk setiap tugas belajar; (3) menyampaikan batas-batas arena pembelajaran; (4) membuat tanda-tanda peningkatan level tugas; dan (5) membuat tanda pembeda dari tugas gerak yang berbeda. Guru akan mengajar lebih baik jika telah merencanakan dan menggunakan keterampilan pengelolaan kelas yang telah dikuasai dengan tepat. Indikator untuk pengelolaan pemansan dan pendinginan adalah, (1) menyebut nama gerak/formasi/permainan; (2) menyampaikan tujuan gerak/formasi/permainan; (3) menyampaikan cara melakukan/indikator kesempurnaan; (4) mengaitkan dengan materi inti; dan (5) mengecek hasil pemanasan/pendinginan. Untuk indikator menempatkan diri (memposisikan diri di arena pembelajaran) adalah (1) pada saat posisi perintah verbal, dia menjamin semua siswa mendengar; (2) pada saat posisi demo, memungkinkan semua peserta didik melihat dan mendengar penjelasan guru; (3) pada saat posisi monitoring total, memiliki sudut pandang penuh; (4) pada saat posisi memberi feedback individu, mendekat ke siswa sasaran; dan (5) pada saat membuka pelajaran, menempatkan posisi siswa di tempat yang aman dan nyaman (a.l. dari sinar matahari). Salah satu hal yang penting dalam memberikan sebuah instruksi tugas gerak kepada peserta didik sehingga tugas gerak bisa tuntas dilaksankan dengan baik oleh peserta didik adalah pemberian feedback (umpan balik). Feedback dari guru (orangtua dan pelatih) dapat mempengaruhi bagaimana peserta didik (anak) merasakan tentang kemampuan untuk mempraktekkan tugas gerak tersebut (Graham, 2008). Feedback terbagi atas general feedback, nonverbal feedback, feedback dengan informasi isi yang spesifik, dan feedback yang berisi nilainilai (Sidentop, 1983). Tabel 3. Jenis-Jenis Feedback general feedback nonverbal feedback
Gerakan yang bagus, Tembakan yang bagus Passing yang bagus, Bagus Adi Senyum, Memberi tanda OK, Memberi tanda jempol Tepuk tangan
feedback with specific Gerakan yang bagus, John! Kamu menembak dari sisi yang tepat information content feedback with value Lompatan yang bagus! Kamu dapat melompat lebih jauh lagi content dengan cara lututnya lebih ditekuk lagi Indikator menutup pembelajaran juga terdapat lima aspek yang harus dianalisa oleh observer, yaitu (1) menyimpulkan proses; (2) hasil; (3) memberikan apresiasi; (4) menyampaikan rencana materi berikutnya dan persiapan yang diperlukan; dan (5) menyampaikan tindak lanjut dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Simpulan “Sukses” dalam pembelajaran bisa diartikan sebagai peserta didik belajar dan mengembangkan perilaku secara positif. Dalam pembelajaran PJOK, “sukses” bisa diartikan apabila dalam proses pembelajaran peserta didik “sibuk, senang, dan baik” (Placek, 1984). Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengajar calon guru PJOK masuk dalam kategori Baik. Sehingga calon guru PJOK bisa dikatakan baik dalam mengelola proses pembelajaran PJOK dan hal ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam meningkatkan 224
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kualitas mengajar calon guru PJOK. Kelemahan harus segera ditutupi dan kelebihan harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga kualitas guru PJOK yang akan datanag semankin berkembang dan menjadi lebik baik lagi. Perlu diingat bahwa, tugas dasar mengajar adalah untuk menemukan cara membantu peserta didik belajar dan berkembang; untuk mendesain pengalaman pembelajaran supaya peserta didik bisa berkembang dalam hal keterampilan, pemahaman, dan sikap.
Daftar Pustaka Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. (1990). Introduction to Research in Education. Fort Worth: Harcourt Brace College Publishers. Graham, G. 2008. Teaching Children Physical Education: Becoming a Master Teacher. Champaign, IL: Human Kinetics. Maksum, A. (2010). Kualitas guru pendidikan jasmani di sekolah: antara harapan dan kenyataan. Makalah dipresentasikan dalam forum penelitian Balitbang Depdiknas. McCullagh, P., Stiehl, J., & Weiss, M.R. (1990). Developmental Modeling Effect on the Quatitative and Qualitative Aspects of Motor Performance. Research Quarterly for Exercise and Sport. 61(4): 344-350. Hastie, P. & Martin, E. (2006). Teaching Physical Elementary Education: Strategies for The Classroom Teacher. San Francisco: Pearson Education Inc. Lee, A. (2003). How the Field Envolved. In S.J. Silverman & C.D. Ennis (eds). Student Learning in Physical Education (2nd Edition). Champaigh, IL: Human Kinetics. Placek, J. 1984. A Multicase Study of Teacher Planning in Physical Education. Journal of Teaching in Physical Education. 4: 39-49. Rink, J. E. (2002). Teaching Physical Education for Learning (4th edition). New York: McGraw Hill. Roach, N.K & Burwitz, L. (1986). Observational Learning in Motor Skills Acquisition: The Effet of Verbal Directing Cues. Trend and Developments in Physical Education: Proceedings of the VIII Commonwealth and International Conference on Sport, Physical Education, Dance, Recreation, and Health. Conference ’86 Glasgow, 18-23 Juli. Publication Information: London, New York: E. & F.N. Spon, 1986. Sidentop, D. 1983. Developing Teaching Skills in Physical Education (2nd Edition). Mountain View, CA: Mayfield Publishing Company. Sidentop, D. & Tannehill, D. (2000). Developing Teaching Skills in Physical Education (4th Edition). Mountain View, CA: Mayfield. Suherman, A. (2007). Teacher’s Curricullum Value Orientations dan Implikasinya Pada Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Disertasi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Suroto. (2005). Examining the relationship among students’ physical activity level, students’ learning behaviors, and students’ formative class evaluation during elementary school physical education classes. (Unpublish Doctoral Disertation). University of Tsukuba. Japan
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
225
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Permasalahan Pemanfaatan Media Karikatur dalam Pembelajaran Ekonomi (Analisis pada Mahasiswa Praktikan Micro Teaching STKIP PGRI Jombang) Nanik Sri Setyani 17 ([emailprotected]) Abstract This study aims to identify the practitioner student problems when trying utilize caricature media on Micro Teaching training process. The success of using instructional media in the learning process depends on (1) the content of the message, (2) how to explain the message, and (3) the characteristics of the message recipient. For that in choosing and using the media, to consider three factors. If the three factors are able to be delivered in the course of learning media will give maximum results. Economic utilization of instructional media at the high school level is required maximum preparation. This is because the characteristics of the message recipient / high school students are students who often or easily bored. One of the interesting learning media according to researchers is the caricature media. It is very suitable for high school students who like to receive the new information, more over when they are learning. This study is a descriptive-qualitative research. It is a method to observe, analyze and describe the phenomenon that occurs, the practitioner issues when utilizing the caricature media on learning process. Conclusion This study shows that students who try to practice the caricature media on the training process Micro Teaching majority (70%) had difficulty in determining / match with the contents of the message. This is due to the limited ability of the caricature media, most still use the media caricature that has been available on the internet. Though the media on the internet is not easy to be associated with the material. So the researchers suggest that there is additional material in the course Learning Media, it is a Photoshop computer program to help the practitioner more easily match the caricature with the material to be taught. Keywords: caricature, media Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan mahasiswa praktikan pada saat berlatih memanfaatan media karikatur pada Micro Teaching. Keberhasilan menggunakan media pembelajaran tergantung pada isi pesan, cara menjelaskan pesan, dan karakteristik penerima pesan. Untuk itu dalam memilih dan menggunakan media, perlu diperhatikan ketiga faktor tersebut. Apabila ketiga faktor tersebut mampu disampaikan dalam media pembelajaran tentunya akan memberikan hasil yang maksimal. Pemanfaatan media pembelajaran Ekonomi di tingkat SMA sangatlah diperlukan persiapan yang maksimal. Hal ini karena karakteristik siswa SMA adalah sering atau mudah bosan. Salah satu media pembelajaran yang menarik menurut peneliti adalah media karikatur. Hal ini sangat cocok dengan masa remaja siswa SMA, mereka menyukai kebaruan dari informasi yang diterima, termasuk pada saat proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu suatu metode yang mengamati, menganalis dan menggambarkan fenomena yang terjadi, yaitu permasalahan praktikan pada saat memanfaatkan media karikatur pada proses pembelajaran. Kesimpulan penelitian ini menggambarkan bahwa mahasiswa yang mencoba mempraktekan Media Karikatur pada proses latihan Micro Teaching sebagian besar (70%) merasa kesulitan dalam menentukan/mencocokkan dengan isi pesan. Hal ini dikarenakan kemampuan membuat media karikatur terbatas, sebagian besar masih menggunakan media karikatur yang sudah tersedia di internet. Padahal media di internet tidak mudah di kaitkan dengan materi. Sehingga peneliti menyarankan ada tambahan materi di mata kuliah Media Pembelajaran, yaitu program komputer ‘photoshope’ untuk membantu praktikan lebih mudah mencocokkan karikatur dengan materi yang harus diajarkan. Kata Kunci : Media Karikatur 17
Dosen Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Jombang
226
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pendahuluan Untuk meningkatkan kualitas kegiatan Real Teaching (praktek mengajar di sekolah) mahasiswa praktikan harus melalui program penggodokan yang sering disebut dengan Micro Teaching (praktek mengajar di kampus/bersama dengan mahasiswa lain). Pada saat program Micro Teaching mahasiswa diwajibkan menggunakan media pembelajaran dalam latihannya. Mahasiswa sering memilih media power point dan peta konsep karena media ini relatif mudah dibuat dan dipraktekkan. Meskipun pemilihan media sering tidak maksimal, praktikan sering memanfaatkan media power point untuk menghafalkan naskah dengan cara dibaca, sehingga media ini menjadi tidak berfungsi bahkan membosankan. Materi Ekonomi adalah materi yang dinamis, selalu mengalami perubahan setiap saat. Untuk itu pemanfaat media pembelajaran sangatlah penting, apalagi untuk jenjang SMA (sering digunakan tolak ukur program micro teaching). Siswa dalam tahap remaja akan lebih senang belajar dengan menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang semakin abstrak. Pemanfaatan media pembelajaran Ekonomi di tingkat SMA sangatlah diperlukan persiapan yang maksimal. Hal ini dikarenakan karakteristik penerima pesan/siswa SMA adalah siswa yang sering atau mudah bosan. Untuk menghindari kebosanan yang sering muncul di pembelajaran Ekonomi perlu dikembangkan media pembelajaran yang dimunculkan berganti ganti. Salah satu media pembelajaran yang menarik menurut peneliti adalah media karikatur. Hal ini sangat cocok dengan masa remaja siswa SMA, mereka menyukai kebaruan dari informasi yang diterima, termasuk pada saat mereka belajar. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti memilih judul penelitian sebagai berikut: “Analisis Permasalahan Pemanfaatan Media Karikatur dalam Pembelajaran Ekonomi.” (Analisis pada Mahasiswa Praktikan Micro Teaching STKIP PGRI Jombang )
Landasan Teori Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti ‘tengah’, ‘pengantar’ atau ‘perantara’(Munadi (2008:6). Menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Comunication Technologi/ AECT) di Amerika, yakni sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi” (Munadi, 2008:8). Sedang pengertian media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. (Munadi, 2008:7-8). Kegunaan Media dalam proses pembelajaran menurut Sadiman (1986:17) adalah: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata kata tertulis atau lisan belaka) b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera c. Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatassi sikap positif anak didik. Dalam hal ini media berguna untuk: 1) menimbulkan kegairahan belajar 2) memungkinkan interaksi yanglebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan 3) memungkinkan anak didik belajar sendiri sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
227
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media, yaitu kemampuannya dalam: 1) memberikan rangsangan yang sama 2) mempersamakan pengalaman 3) menimbulkan persepsi yang sama. Untuk itu seorang guru harus selalu memperhatikan kegunaan media yang dipakai, agar tidak terjadi kesalahan. Guru hanya menghasilkan siswa belajar dengan gembira namun tidak mempengaruhi hasil belajarnya.
Klasifikasi Media Klasifikasi media berdasarkan indera menurut Munadi (2008:54-57), dapat dibagi menjadi empat kelompok: a. Media Audio adalah media yang hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata. Ditinjau dari sifat pesan yang diterima terdiri dari verbal dan non verbal. Ada beberapa jenis media yang dapat dikelompokkan dalam media audio antara lain radio, alat perekam pita magnetic, piringan hitam dan laboratorium bahasa. b. Media visual adalah alat bantu mengajar yang berhubungan dengan indera penglihatan. Jenis media ini gambar, tulisan, maupun objek. c. Media audio visual adalah alat bantu mengajar yang mempunyai bentuk gambar dan mengeluarkan suara secara simultan. Dengan media audio visual ini seseorang tidak hanya melihat tetapi sekaligus dapat mengdengar sehingga dikenal dengan istilah audio visual aids (AVA) atau alat pandang dengar. d. Multi Media adalah media yang melibatkan berbagai indera dalam sebuah proses pembelajaran. Termasuk dalam media ini adalah segala sesuatu yang memberikan pengalaman secara langsung bisa melalui komputer, internet, melalui pengalaman berbuat ataupun terlibat. Masing-masing media tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Guru harus pandai untuk mengkombinasikan atau mencocokkan dengan isi materi, cara penyampaikan dan karakteristik/kemampuan siswa.
Landasan Pengembangan Penggunaan Media Pembelajaran Menurut Daryanto (2012: 12-16) ada beberapa tinjauan tentang landasan pengembangan penggunaan media pembelajaran, yaitu: a. Landasan Filosofis; Ada suatu pandangan jika mnggunakan jenis media yang menggunakan tehnologi baru akan mengakibatkan proses pembelajaran menjadi kurang humanis. Hal ini tidak benar proses pembelajaran tetap haru humanis (pembelajaran masih tetap menganggap siswa memiliki kepribadian, harga diri, motivasi dan kemmampuan pribadi yang berbeda). b. Landasan Psikologis; Dengan memperhatikan keberagaman dan keunikan proses belajar, ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Agar pelaksanaannya efektif perlu memperhatikaniadakan hal-hal sebagai berikut: 1) Diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa dan memberikan kejelasan obyek yang diamati
228
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
2) Bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa. c. Landasan Teknologis; Proses teori dan praktek perancangan, pengembangan, penerapan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber belajar harus dikombinasian sehingga menjadi sistem yang maksimal. d. Landasan Empiris; Berdasarkan landasan rasional empiris akan mengakibatkan kesesuaian antara karakteristi pembelajar, materi pelajaran dan media itu sendiri, bukan karena kesukaan guru. Pemanfaat media pembelajaran yang efektif sebaiknya memperhatikan semua landasan tersebut, agar fungsi media pembelajaran untuk mempercepat pemahaman siswa dapat terwujud, tidak sebaliknya siswa menjadi bingung. Seringkali siswa SMA menyatakan bahwa pembelajaran Ekonomi itu membosankan karena selalu diajak untuk menghafalkan konsep yag sering kali tumpang tindih karena materi ekonomi pembagian sangat banyak. Sudut pandang buku satu dengan yang lain kadang berbeda. Ada sebagian buku membagi menjadi empat misalnya, kadang dibuku lain dibagi menjadi lebih banyak, hanya sekedar tinjauannya diperkecil/lebih detail. Peran guru Ekonomi harus bijaksana dalam menghadapi berbagai macam sumber yang berbeda tersebut. Guru harus mampu menyampaikan penyebab dari perbedaan isi buku tersebut. Guru berkewajiban untuk memberi tambahan wawasan melalui proses analisis. Di setiap bahasan/pertemuan hendaknya guru selalu mengerjakan soal/kasus yang komprehensif. Siswa secara otomatis dilatih untuk mengaplikasikan sekaligus menguasai materi dari konsep yang telah dipelajari. Menurut Ritonga (2007) buku paket SMA dilengkapi dengan bahasan Cinta Ekonomi” yang berisikan artikel mengenai tokoh-tokoh mulai dari ekonomi hingga praktisi di dunia bisnis dan juga sinopsis buku-buku Ekonomi. Materi Ekonomi adalah materi yang dinamis, selalu mengalami perubahan setiap saat. Untuk itu pemanfaat media pembelajaran sangatlah penting, apalagi untuk jenjang SMA. Siswa dalam tahap remaja akan lebih senang belajar dengan menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang semakin abstrak. Pemanfaatan media pembelajaran Ekonomi di tingkat SMA sangatlah diperlukan persiapan yang maksimal. Hal ini dikarenakan karakteristik penerima pesan/siswa SMA adalah siswa yang sering atau mudah bosan. Untuk menghindari kebosanan yang sering muncul di pembelajaran Ekonomi perlu dikembangkan media pembelajaran yang dimunculkan berganti ganti. Salah satu media pembelajaran yang menarik menurut peneliti adalah media visual berupa gambar karikatur. Hal ini sangat cocok dengan masa remaja siswa SMA, mereka menyukai simbol yang abstrak dan kebaruan dari informasi yang diterima, termasuk pada saat mereka belajar. Menurut Munadi (2008:85-89) media Visual berupa gambar dibagi tiga, yaitu sketsa, lukisan, dan photo. Media Karikatur termasuk media Sketsa yaitu gambar sederhana atau draf kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek tanpa detail. Karikatur menurut Ahmad Rohani dalam Munadi (2008:87) adalah suatu bentuk gambar yang sifatnya klise, sindirian, dan lucu. Karikatur merupakan ungkapan perasaan seseorang yang biasanya diekspresikan berdasarkan masalah-masalah politik dan sosial (termasuk ekonomi). Dalam komunikasi pembelajaran, karikatur dapat digunakan untuk melatih siswa berfikir kritis dan memiliki kepekaan atau kepedulian sosial, lebih mempertajam daya pikir dan daya imajinasi peserta didik (Munadi, 2008:87-88). Saat siswa memperhatikan suatu gambar, mereka akan terdorong untuk berbicara lebih banyak, berinteraksi baik dengan gambar-gambar tersebut, maupun dengan sesamanya, membuat hubungan di antara paradoks dan membangun Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
229
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
gagasan-gagasan baru. Gambar merupakan media visual yang penting dan mudah didapat. Dikatakan penting sebab ia dapat mengganti kata verbal, mengkonkritkan yang abstrak, dan mengatasi pengamatan manusia. Gambar membuat orang dapat menangkap idea tau informasi yang terkandung di dalamnya jelas, lebih jelas daripada diungkapkan oleh kata-kata (Munadi, 2008:89). Berdasarkan kajian tersebut media karikatur sangatlah cocok untuk diterapkan pada matapelajaran Ekonomi, khususnya materi yang seringkali membosankan bagi siswa. Siswa diharapkan akan dengan senang hati mengkaji materi melalui media karikatur yang penuh misteri. Kelemahan media ini tentunya pada kesulitan atau kendala mencocokkan gambar karikatur dengan tujuan materi yang diajarkan. Menurut Munadi (2008:86) alasan utama guru tidak menggunakan atau menghadirkan gambar dalam proses pembelajaran adalah ‘tidak bisa menggambar’. Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik media maupun unsur pendukung yang lain. Agar pemanfaatan media pembelajaran dapat memberi hasil yang optimal terhadap hasil belajar siswa, maka dalam pemilihan media harus dipertimbangkan beberapa hal, yaitu : a) isi pesan, b) cara menjelaskan pesan, dan c) karakteristik penerima pesan. Apabila ketiga faktor tersebut mampu disampaikan dalam media pembelajaran tentunya akan memberikan hasil yang maksimal. Pemanfaatan media pembelajaran Ekonomi di tingkat SMA diperlukan persiapan yang maksimal. Hal ini dikarenakan karakteristik penerima pesan/siswa SMA adalah siswa yang sering atau mudah bosan. Salah satu media pembelajaran yang menarik menurut peneliti adalah media karikatur. Hal ini sangat cocok dengan masa remaja siswa SMA, mereka menyukai kebaruan dari informasi yang diterima, termasuk pada saat proses pembelajaran di kelas.
Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan mahasiswa praktikan pada saat mencoba memanfaatan media karikatur pada proses latihan Micro Teaching. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu suatu metode yang mengamati, menganalis dan menggambarkan fenomena yang terjadi, yaitu permasalahan praktikan pada saat memanfaatkan media karikatur pada proses pembelajaran.
Hasil Penelitian Keberhasilan menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran tergantung pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan. Untuk itu dalam memilih dan menggunakan media, perlu diperhatikan ketiga faktor tersebut. Apabila ketiga faktor tersebut mampu disampaikan dalam media pembelajaran tentunya akan memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan hasil angket dan wawancara dengan mahasiswa praktikan micro teaching dapat dijelaskan bahwa: 1. Berdasarkan Isi Pesan a. Pada saat memilih Media Karikatur, sebagian besar (90%) menentukan Materi terlebih dahulu baru membuat Karikatur yang cocok. b. Sebagian besar (80% ) Mahasiswa praktikan memilih Media Karikatur dengan cara menentukan Materi terlebih dahulu, kemudian mencari Karikatur (tidak membuat sendiri ) yang cocok, misal lewat internet 230
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
c. Beberapa mahasiswa praktikan (70%) membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menentukan karikatur yang cocok dengan materi. Karena sulit mencocokkan materi dengan karikatur yang diperoleh dari internet. 2. Berdasarkan Cara Menjelaskan Pesan a. Beberapa mahasiswa praktikan (60%) sangat diuntungkan dengan media karikatur, karena saya dapat menjelaskan materi dengan menyenangkan. b. Sebagian besar (60%) mahasiswa ada kendala dalam melaksanakan pembelajaran dengan media. c. Beberapa mahasiswa praktikan (60%) kebingungan pada saat proses pembelajaran untuk mengkaitkan Materi dengan media Karikatur 3. Karakteristik Penerima Pesan a. Beberapa mahasiswa praktikan (70%) merasa siswa yang diajar terlihat antusias pada saat menggunakan media Karikatur b. Beberapa mahasiswa praktikan (60%) merasa pada saat menggunakan Media Karikatur siswa terlihat lebih mudah memahami maksud dari materi pembelajaran. c. Beberapa mahasiswa praktikan (70%) merasa rasa bosan yang sering muncul di materi pembelajaran Ekonomi terlihat relatif berkurang pada saat menggunakan media karikatur. Berdasarkan hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan mahasiswa praktikan pada saat mencoba memanfaatan media karikatur pada proses latihan Micro Teaching adalah : a. Beberapa mahasiswa praktikan (70%) membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menentukan karikatur yang cocok dengan materi. Karena sulit mencocokkan materi dengan karikatur yang diperoleh dari internet. Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut: ” … karikatur saya peroleh dari asli internet (berkali kali tidak cocok), pingin menggambar sendiri tapi tidak bisa/tidak ada yang mengajari….”. b. Beberapa mahasiswa praktikan (60%) kebingungan pada saat proses pembelajaran untuk mengkaitkan Materi dengan media Karikatur. Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut: “ … karena karikaturnya saya peroleh dari internet, seringkali siswa masih bingung mengkaitkan dengan materi yang saya ajarkan”. “ … saya juga bingung pada saat siswa tidak jelas dengan pembelajaran saya/dalam hati memang muncul tidak terlalu pas dengan karikatur yang ditampilkan jika dikaitkan dengan materi yang diajarkan…” Untuk mengatasi hal tersebut, mahasiswa praktikan mencoba menggunakan beberapa strategi untuk mengurangi kelemahan tersebut: 1) memberi bacaan melalui fotocopy sebelum diberi gambar/karikatur. Hal ini didukung dengan hasil wawancara :’ … siswa diberi fotocopy buku/materi terlebih dahulu dan disuruh membaca sebelum digunakan media karikatur. Yang membaca pasti nyambung dengan maksud karikatur. Sehingga kegembiraan mereka melihat karikatur diikuti dengan pemahaman konsep materi lebih cepat.” 2) memngkombinasi dengan foto asli. Hal ini didukung dengan hasil wawancara: ”… Saya menggunakan karikatur yang saya kombinasi dengan foto asli yang diketahui siswa/lingkungan sekitar. Sehingga siswa tidak bosan dengan media yang digunakan…”. 3) mencoba menggambar sendiri melalui program computer photoshope, namun membutuhkan waktu yang lama karena belajar otodidak.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
231
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
4) mahasiswa menyarankan untuk menambah materi pada matakuliah Media Pembelajaran dengan materi menggambar melalui media computer program photoshop misalnya.
Simpulan Kesimpulan penelitian ini menggambarkan bahwa mahasiswa yang mencoba mempraktekkan Media Karikatur pada proses latihan Micro Teaching sebagian besar (70%) merasa kesulitan dalam menentukan/mencocokkan dengan isi pesan. Hal ini dikarenakan kemampuan membuat media karikatur terbatas, sebagian besar masih menggunakan media karikatur yang sudah tersedia di internet. Padahal media di internet tidak mudah di kaitkan dengan materi. Sehingga peneliti menyarankan ada tambahan materi di mata kuliah Media Pembelajaran, yaitu program komputer photoshope untuk membantu praktikan lebih mudah mencocokkan karikatur dengan materi yang harus diajarkan.
Daftar Pustaka Munadi, Yudhi, 2008, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, Gunung Baru Pers, Jakarta Daryanto, 2012, Media Pembelajaran, PT Sarana Tutorial Nurani Sejahtera, Bandung Ritonga, 2007, Ekonomi untuk SMA Kelas XI, PT Phibeta Aneka Gama, Jakarta Sadiman, Arief.S, 1986, Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatnnya, PT Radja Grafendo Persada, Jakarta
232
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Perbandingan Bentuk Pemberian Hadiah Berupa Nilai dengan Hukuman Berupa Tugas Terhadap Hasil Belajar Matakuliah Gulat pada Mahasiswa Angkatan 2011D dan 2011E Program Studi Penjaskes STKIP PGRI Jombang Rahayu Prasetiyo 18, Yudi Dwi Saputra 18, & Joan Rhobi Andrianto 18 Abstract This study aims to examine indept the comparative form of a gift of value to the punishment of the task to the learning outcomes of students in the course of wrestling. This type of research is comparative research . Samples were 80 students of Physical Education and Health, grade 2011D and 2011E . The Methods of data collection usied the final value of the course of wrestling . The analysis using paired sample t- test at the significant level 0.05 . The analysis results showed that the learning outcomes of students who are rewarded in the form of a lower value than the punishment of the task Keywords: reward, punishment, learning outcomes Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan bentuk pemberian hadiah berupa nilai dengan hukuman berupa tugas terhadap hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah gulat. Jenis penelitian ini adalah penelitian perbandingan (comparative research). Sampel dalam penelitian adalah 80 mahasiswa program studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, kelas 2011D dan 2011E. Metode pengumpulan data menggunakan nilai akhir mata kuliah gulat. Teknik analisis data menggunakan paired sample t-test pada taraf signifikansi 0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diberi penghargaan berupa nilai lebih rendah daripada hukuman berupa tugas. Kata Kunci: hadiah, hukuman, hasil belajar
Pendahuluan Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai upaya yang bukan saja membuahkan manfaat yang besar, pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering dirasakan belum memenuhi harapan. Hal itu disebabkan karena pengajaran tradisional menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, 2007). Metode ini tidak menerapkan apakah bahan pelajaran yang diberikan itu sesuai atau tidak dengan kesanggupan, kebutuhan, minat dan tingkat perkembangan serta pemahaman murid. Metode ini tidak pula memperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan atas motif – motif dan tujuan yang ada pada murid. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur -unsur manusiawi adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi peserta didik. Dengan seperangkat teori dan pengalaman yang dimiliki, guru gunakan untuk bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis. Dengan pemberian reward dan punishment oleh guru kepada peserta didik
18
Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan STKIP PGRI Jombang
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
233
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran diharapkan akan tercipta lingkungan belajar yang bergairah sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Dalam kegiatan belajar mengajar, terkadang siswa tidak menunjukkan perilaku yang diharapkan seperti halnya siswa terlihat lesu, pendiam, tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru. Maka hal tersebut perlu diselidiki faktor-faktor penyebabnya. Penyebab tersebut biasanya berasal dari beberapa faktor antara lain karena siswa merasa terpaksa atau takut pada gurunya, siswa dalam keadaan sakit, lapar, atau memiliki masalah pribadi dan lainlain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memiliki semangat atau tidak terangsang afeksinya untuk melakukan suatu kegiatan belajar mengajar sehingga inti dari pembelajaran tidak tersampaikan secara maksimal. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka seorang pendidik diharapkan mampu menerapkan pola belajar mengajar yang dapat memotivasi semangat belajar siswa. Jadi salah satu tugas penting seorang guru adalah bagaimana cara menumbuhkan motivasi pada diri siswanya. Selain itu juga motivasi belajar sangat mempengaruhi diri peserta didik karena dapat menimbulkan niat belajar untuk menjamin kelangsungan kegiatan belajar. Seseorang yang mempunyai motivasi belajar tinggi adalah seseorang yang mempunyai kebutuhan untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Peran aktif pendidik sangat penting. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik untuk memotivasi siswa adalah memberikan penghargaan ketika siswanya bisa menjawab pertanyaan dari gurunya, baik dengan cara memberikan hadiah atau berupa nilai yang bagus ataupun dengan hukuman berupa tugas. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih seksama perbandingan bentuk pemberian hadiah berupa nilai dengan hukuman berupa tugas terhadap hasil belajar.
Landasan Teori Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Murid yang mendapat angka baik, akan mendorong motivasi belajarnya menjadi lebih besar. Sebaliknya murid yang mendapat angka jelek mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik. Sedangkan arti nilai menurut kamus umum bahasa Indonesia nilai adalah: Nomor; gambar bilangan; nilai. Sedangkan menurut Anas sudijono (1996:311), nilai adalah angka (bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standart tertentu. Nilai, pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi-materi atau bahan yang di teskan, sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan. Nilai pada dasarnya juga melambang penghargaan yang diberikan oleh testert kepada testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi. Sebaliknya jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga kecil atau rendah. Angka dalam hal ini sebagai symbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada rapot angkanya baik-baik. Nilai-nilai yang baik
234
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
itu bagi para siswa merupakan motivasi yang kuat. Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa – siswa yang menginginkan nilai baik. Namun demikian semua itu harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum melupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angkaangka dapat dikaitkan dengan values yang terkandung didalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya. Hukuman adalah salah satu alat belajar yang juga diperlukan dalam pendidikan. Hukuman diberikan sebagai akibat dari pelanggaran kejahatan atau kesalahan yang dilakukan anak didik. Tidak seperti akibat yang ditimbulkan oleh ganjaran, hukuman mengakibatkan penderitaan atau kedukaan bagi anak didik yang menerimanya. Pemberian hukuman tidak bisa sembarangan, ada peraturan yang mengaturnya. Tidak ada alasan menghukum seseorang tanpa kesalahan. Jadi,hukuman itu dilaksanakan karena ada kesalahan. Di sinilah pangkal bertolaknya. Oleh karena itu, menurut Purwanto hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan. Jika begitu, sebagai alat pendidikan, maka hukuman hendaklah senantiasa merupakan jawaban atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik, sedikit banyak selalu bersifat menyusahkan peserta didik, dan selalu bertujuan ke arah perbaikan dan untuk kepentingan peserta didik. Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua macam yaitu : Hukuman preventif yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran, sehingga hal itu dilakukan sebelum pelanggaran itu dilakukan. Hukuman represif yaitu hukuman yang dilakukan disebabkan oleh pelanggaran, karena dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan. Dalam konteks ilmu mendidik, tidak tepat jika istilah “preventif” dan “represif” hanya dihubungkan dengan hukuman. Lebih sesuai jika kedua istilah itu dipergunakan untuk memberikan sifat terhadap alat- alat siasat atau alat-alat pendidikan pada umumnya. Tujuan pemberian hukuman bermacam -macam. Itu berarti ada tujuan tertentu yang ingin dicapai dari pemberian hukuman. Dalam perspektif paedagogis, hukuman dilaksanakan dengan tujuan melicinkan jalan tercapainya tujuan pendidikan dan engajaran. Dari berbagai tujuan itulah pada akhirnya melahirkan teori-teori hukuman, sebagai berikut: a. Teori pembalasan Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam atas kelalaian dan pelanggaran dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini seratus persen tidak bisa diterapkan dalam pendidikan. Karena dalam kamus pendidikan tidak ada istilah pembalas dendam. Bahkan sifat balas dendam inilah yang hendak dibasmi dan dijauhkan dari diri anak didik. b. Teori perbaikan Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk membasmi kejahatan atau untuk membetulkan kesalahan. Hukuman jenis ini dilakukan untuk membuat seseorang jera melakukan kesalahan yang sama. Karena hukuman ini bersifat paedagogis, maka penerapannya sangat baik dilakukan dalam pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan untuk meluruskan sikap dan perilaku anak didik sesuai apa yang diharapkan. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
235
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
c. Teori perlindungan Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk melindungi masyarakat dari perbuatanperbuatan yang tidak wajar. Tujuan dilaksanakannya hukuman ini agar masyarakat dapat dilindungi dari berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh pelanggar. d. Teori ganti rugi menurut teori ini hukuman dilakukan untuk mengganti kerugian yang telah diderita akibat kejahatan atau pelanggaran. e. Teori menakut-nakuti Menurut teori ini, hukuman dilakukan untuk menimbulkan emosi negatif dari dalam diri seseorang. f. Hasil Belajar Hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah peserta didik menerima pengalaman belajar. Menurut Gagne hasil belajar harus harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku melalui stimulus respon (Sudjana, 2005:19) Hasil belajar berkenaan dengan kemampuan siswa di dalam memahami materi pelajaran. Menurut Hamalik (2007: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”. Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Hamalik, 2007: 155).
Metode Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian perbandingan (comparative research). Subyek penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011D Prodi Penjaskes sebanyak 40 orang dan mahasiswa angkatan 2011E Prodi Penjaskes sebanyak 40 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kartu hasil studi selama mengikuti mata kuliah Gulat. Data dalam penelitian ini dianalisismenggunakan uji beda mean (uji-t).
Hasil Penelitian Mahasiswa kelas 2011 D yang menggunakan penghargaan berupa nilai hasil belajarnya lebih rendah dibandingkan mahasiswa kelas 2011E yang menggunakan bentuk hukuman berupa tugas. Hal ni bisa dilihat dari nilai mean penghargaan berupa nilai sebesar X (144,55) dan mean Y (150,5 dan hukuman berupa tugas mean X (146,4) dan mean Y (154,9). Tabel 1.1 Deskripsi data hasil belajar siswa dengan bentuk penghargaan berupa nilai NO 1 2 3 4 5
236
DESKRIPSI JUMLAH SAMPEL (N) RATA-RATA / MEAN (X) RATA-RATA / MEAN (Y) STANDART DEVIASI (STD DEV) t hitung
STATISTIK 40 144,55 150,5 3,6 -7,51
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 1.2 Deskripsi data hasil angket motivasi belajar siswa dengan bentuk hukuman berupa tugas. NO 1 2 3 4 5
DESKRIPSI JUMLAH SAMPEL (N) RATA-RATA / MEAN (X) RATA-RATA / MEAN (Y) STANDART DEVIASI (STD DEV) t hitung
STATISTIK 40 146,4 154,9 33,7 -1,146
Adanya perbedaan besar hasil belajar yang menggunakan bentuk penghargaan berupa nilai dan bentuk hukuman berupa tugas terhadap mata kuliah Teori dan Praktek Gulat, jadi dapat kita lihat pada simpulan diatas mahasiswa yang menggunakan bentuk penghargaan berupa nilai lebih rendah daripada siswa yang menggunakan bentuk hukuman berupa tugas. Pada siswa yang menggunakan bentuk penghargaan berupa nilai diperoleh T hitung (-7,51) < t tabel (1,99). Sedangkan siswa yang menggunakan bentuk hukuman berupa tugas diperoleh T hitung (-1,146) < T tabel (1,99).
Simpulan Mahasiswa kelas 2011 D yang menggunakan penghargaan berupa nilai hasil belajarnya lebih rendah dibandingkan mahasiswa kelas 2011E yang menggunakan bentuk hukuman berupa tugas. Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar mahasiswa yang menggunakan bentuk penghargaan berupa nilai lebih rendah daripada siswa yang menggunakan bentuk hukuman berupa tugas. Hal ini disebabkan karena pemberian tug bisa diparaktekkan mahasiswa. Sehingga mahasiswa termotivasi untuk memperbaiki gerakannya. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu juga motivasi belajar sangat mempengaruhi diri peserta didik karena dapat menimbulkan niat belajar untuk menjamin kelangsungan kegiatan belajar. Seseorang yang mempunyai motivasi belajar tinggi adalah seseorang yang mempunyai kebutuhan untuk mencapai hasil belajar, yang optimal.
Daftar Pustaka Hamalik, Oemar. 2007. Proses belajar mengajar. Jakarta: Pt Bumi Aksara. M, Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Maksum, Ali. 2006. Metodologi Penelitian Dalam Olahraga. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Sudijono, A. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Cet. 14.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
237
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Persfektif Sikap Berperilaku Moral Ekonomi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Kependidikan UM Muhammad Basri 19 ([emailprotected]) Abstract This study examines the attitudes perspective of Students of Economics Faculty of Economics Education Program State University of Malang in moral behavior economy. This study used a qualitative research design, data collection is done by focus group interviews. The study findings suggest the following things: moral behavior of economics attitudes: there are two criteria imperative positive attitude, namely (a) the attitude of trying to pay tuition on time and (b) hasten to pay debts attitude. There is a negative attitude, delaying the fulfillment of debt attitude. On the criterion of generalization, there are three positive attitude, namely (a) seeks volunteer disaster victims attitude, (b) return the goods being proactive in finding, (c) giving assistance to disaster victims attitude. Associated with the symmetry criteria, there are two positive attitude, namely (a) aspires to increase the burden of fuel a small community and (b) the attitude of trying to help the scavengers to collect junk and give it to scavengers. There are also two attitudes that are less expected, namely (a) stand against fuel price increases that could burden the economic life of small communities, and (b) economically dispose of used goods attitude. Next on the criteria of intrinsic motivation, it was revealed three positive attitude, namely (a) the attitudes of play an active role in the completion of the task group to avoid the neglect of moral norms as well as a changing role in the completion of the task group to hand over some money. (B) the attitude of avoiding the use of public facility for the sake of personal interest, and (c) participation in economic cooperation with the shopping at the cooperative as a consequence of membership. On the other, there are two negative attitude, namely (a) the attitude of using public facilities to private intention, and (b) the attitude of ignoring the consequences of cooperation. Keywords: Pesfective, attitudes, economic morality Abstrak Penelitian ini mengkaji tentang persfektif sikap mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Kependidikan Universitas negeri Malang dalam berperilaku moral ekonomi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan focus group interview. Temuan penelitian menunjukkan hal-hal berikut: sikap perilaku moral ekonomi: Kriteria imperatif ada dua sikap positif, yakni (a) sikap berupaya membayar SPP tepat waktu dan (b) sikap menyegerakan membayar hutang. Terdapat sikap negatif, yaitu sikap menunda pemenuhan kewajiban. Pada kriteria generalisasi, ada tiga sikap positif, yakni (a) sikap berupaya menjadi sukarelawan korban bencana, (b) sikap proaktif dalam mengembalikan barang temuan, (c) sikap memberikan bantuan terhadap korban bencana. Terkait dengan kriteria simetri, terdapat dua sikap positif, yakni (a) beraspirasi terhadap kenaikan BBM yang memberatkan masyarakat kecil dan (b) sikap berupaya membantu pemulung dengan mengumpulkan barang bekas dan memberikannya kepada pemulung. Terdapat pula dua sikap yang kurang diharapkan, yakni (a) berdiam diri terhadap kenaikan harga BBM yang dapat memberatkan kehidupan ekonomi masyarakat kecil, dan (b) sikap membuang barang bekas bernilai ekonomis. Selanjutnya pada kriteria motivasi intrinsik, terungkap tiga sikap positif, yakni (a) sikap berperan aktif dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menghindari sikap mengabaikan norma moral berupa mengganti peran serta dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menyerahkan sejumlah uang. (b) sikap menghindari penggunaan fasilitas umum demi kepentingan pribadi, serta (c) peran serta dalam kerjasama ekonomi dengan berbelanja di koperasi sebagai konsekuensi keanggotaan. Di sisi lain, terdapat dua sikap negatif, yakni (a) sikap menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi, serta (b) sikap mengabaikan konsekuensi kerjasama. Kata kunci: Persfektif, sikap, moralitas ekonomi. 19
FKIP Universitas Tanjungpura
238
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pendahuluan Perilaku ekonomi dapat berupa tindakan di bawah kontrol kemauan (voli-tional behavior) maupun tindakan karena diwajibkan (mandatory behavior), kedua jenis tindakan ini tidak serta merta terjadi, tetapi harus melalui tahapan terbentuknya sikap dan minat ekonomi terlebih dahulu (terutama volitional behavior) (Jogiyanto, 2007). Sikap ekonomi diartikan sebagai kondisi mental yang kompleks sebagai cara menempatkan dan membawa diri yang melibatkan keyakinan dan perasaan serta disposisi untuk bertindak terkait aktivitas ekonomi dengan cara tertentu, sementara minat ekonomi adalah keinginan untuk melakukan perilaku-perilaku ekonomi. Minat dibatasi pada keinginan, dan belum tentu menjadi faktor penentu terjadinya perilaku/tindakan ekonomi. Tahapan dari sikap ke minat hingga menjadi perilaku melalui proses yang disebut proses internalisasi, internalisasi sikap ekonomi akan menghasilkan penentuan sikap yang berhubungan dengan nilai, yang selanjutnya menjadi dasar perilaku ekonomi berupa tindakan ekonomi. Internalisasi sikap dan perilaku ekonomi yang diharapkan dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakan baik di bangku pendidikan formal, maupun non formal adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan ekonomi peserta didik/warga belajar, sebagai upaya meningkatkan keadilan dan kesejahteraan ekonomi secara khusus bagi peserta didik/warga belajar dan masyarakat Indonesia secara umum. Hal ini sejalan dengan paham demokrasi ekonomi yang dianut di Indonesia yang berbeda dengan demokrasi ekonomi 'Barat', yang saat ini justru telah menjadi kiblat demokrasi di Indonesia. Terjemahan demokrasi ekonomi di Indonesia adalah bahwa kesejahteraan ekonomi bagi seluruh masyarakat Indonesia (well–being), bukan kesejahteraan dalam arti sempit (welfare) (Swasono, 2010). Selain well– being demokrasi ekonomi di Indonesia juga bermakna keadilan ekonomi. Perilaku ekonomi terdiri atas rasionalitas ekonomi, moralitas ekonomi dan gaya hidup, termasuk di dalamnya adalah efektifitas dalam aktivitas produktif dan efisiensi dalam aktifitas konsumtif (Wahyono, 2001). Dalam penelitian ini dibatasi pada perilaku ekonomi yang berupa moralitas ekonomi, yang teraktualisasi pada: 1) imperatif, yang terdiri atas (a) ketaatan pada aturan pranata dalam perekonomian (b) pemenuhan kewajiban dalam perekonomian; 2) tenggang rasa, yang terdiri atas (a) kepedulian terhadap ke-beradaan orang lain (b) kemampuan untuk menimbang dampak tindakan terhadap pihak lain; 3) kesetaraan, yang terdiri atas (a) kemampuan untuk menimbang kondisi masyarakat sekitarnya dalam perilaku ekonomi (b) Penghargaan terhadap persamaan hak sebagai pelaku ekonomi; dan 4) komitmen, yang terdiri atas (a) sikap mengutamakan norma moral dalam perilaku ekonomi (b) sikap prososial dalam perilaku ekonomi dan (c) sikap mengutamakan kerjasama dalam perilaku ekonomi. (Wahyono, 2001). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku seseorang berhubungan dengan sikap dan minat, artinya bahwa sikap seseorang dimediasi oleh minat akan membentuk perilaku seseorang. Bagozzi (1981) melakukan penelitian yang berjudul Attitudes, intentions, and behavior: A test of some key hypotheses, menguji hipotesis tentang hubungan sikap dengan perilaku terhadap 157 sarjana dan staf fakultas, menemukan bahwa sikap mempengaruhi perilaku tetapi melakukannya dengan cara yang tidak langsung, melainkan melalui dampak sikap terhadap minat. Ajzen (1991) yang melanjutkan penelitian sebelumnya atas namanya sendiri, tentang The Theory of Planned Behavior (1985 dan 1987) menemukan bahwa niat untuk
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
239
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
melakukan perilaku dapat diprediksi dengan akurasi yang tinggi dari sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku dirasakan. Selanjutnya Kim dan Hunter (1993) meneliti tentang Relationships Among Attitudes, Behavioral Intentions, and Behavior: A Meta-Analysis of Past Research, Part 2, menemukan bahwa ada hubungan yang kuat antara sikap dengan perilaku, yang dimediasi oleh minat berperilaku. Dari ketiga kajian empris tersebut, dalam proyeksi peneliti ada hal penting yang terlupakan, bahwa perilaku terjadi melalui sikap dan minat tidak berlaku pada semua perilaku, melainkan hanya terjadi pada perilaku volitional (perilaku berdasarkan kontrol kemauan), sementara pada perilaku mandatory (perilaku yang diwajibkan) tidak mempertimbangkan minat seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Berdasarkan hal tersebut, peneliti memandang penting untuk melakukan kajian mendalam tentang anteseden minat terhadap perilaku seseorang. Sementara itu, moralitas ekonomi pada prinsipnya tidak dikesampingkan oleh adanya rasionalitas ekonomi, Wahyono (2001) meneliti tentang pengaruh perilaku ekonomi kepala keluarga terhadap intensitas pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga. Penelitian dilakukan di kota Malang, dengan sampel penelitian sebanyak 376 orang kepala keluarga yang telah memiliki anak umur 15 tahun ke atas, atau telah duduk di kelas 3 SLTP. Temuan penelitian ini mendukung postulat yang diajukan oleh Klasik, sekaligus membuktikan kebenaran proposisi yg diajukan Etzioni bahwa manusia yang rasional tidak harus mengesampingkan komitmen moral dalam perilaku ekonominya. Penelitian ini juga menyarankan kajian yang lebih komprehensif dan mendalam tentang masalah perilaku ekonomi masyarakat, terutama dalam hubungannya dengan intensitas pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga. Pentingnya meneliti persfektif sikap berperilaku moral ekonomi serta proses internalisasinya, dengan asumsi bahwa internalisasi moralitas ekonomi secara teoritis dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non formal, dan informal (lingkungan keluarga dan masyarakat), sehingga memungkinkan untuk dilakukan upaya-upaya yang efektif proses internalisasi dimaksud. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Ekonomi program kependidikan dimaksudkan bahwa: a) mahasiswa telah melewati masa pendidikan yang cukup lama dan diproyeksikan telah memperoleh pengetahuan ekonomi yang memadai, selain itu boleh jadi (diproyeksikan) pula bahwa mahasiswa tersebut telah memperoleh pembelajaran ekonomi, baik pada pendidikan nonformal maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya; b) sebagai calon guru ekonomi, mahasiswa akan menjadi asset penting dalam mengimplementasikan proses internalisasi sikap dan minat ke dalam moralitas ekonomi peserta didiknya. Berdasarkan konteks penelitian di atas, penelitian ini secara umum difokuskan pada pencarian persfektif sikap berperilaku ekonomi serta proses internalisasinya kepada mahasiswa.
Landasan Teori Jogiyanto (2007) mengatakan bahwa “sikap (attitude) adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus me-lakukan perilaku yang akan ditentukan”. Selanjutnya Fishbein dan Ajzen (dalam Jogiyanto 2007) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai “jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan
240
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek; setuju atau menolak dan lainnya”.
Sementara Maxwell (2004: 28) menyebutkan "Bagi sementara orang sikap itu menimbulkan kesulitan dalam setiap peluang, bagi yang lain sikap itu membe-rikan peluang dalam setiap kesulitan. Ada yang mendaki dengan sikap positif, se-mentara yang lain jatuh dengan perfektif negatif". Dengan demikian, sikap seseorang terhadap perilaku yang akan dilakukaan menunjukkan seberapa jauh perasaannya menunjukkan perilaku itu baik atau jelek. Selanjutnya Chaplins (dalam Iskandar, 2010) menyatakan bahwa minat memiliki arti: Suatu sikap yang berlansung terus-menerus yang memusatkan perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek niatnya. Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti bagi individu. Suatu keadaan motivasi, menuntun tingkah laku menuju satu arah (sasaran) tertentu. Pendapat di atas menunjukkan bahwa sikap berlangsung terus menerus dalam diri individu yang berupa perasaan yang menuntun atau mengarahkan seseorang untuk berperilaku. Terkait dengan hubungan sikap dengan perilaku, Azwar (2010) menyebutkan “sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan”. Selanjutnya Baron dan Byrne, juga Myers dan Gerungan (dalam Wawan dan Dewi, 2010) ada tiga komponen yang membentuk sikap, yaitu: Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap sikap. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hat yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hat yang negatif Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Sikap ekonomi berarti seberapa jauh perasaan seseorang tentang baik atau buruknya perilaku-perilaku ekonomi, baik rasionalitas, moralitas, gaya hidup, efisiensi dalam aktivitas konsumtif, maupun efektivitas dalam aktivitas produktif. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada sikap berperilaku ekonomi yang berupa moralitas ekonomi. Moralitas ekonomi adalah bagian dari perilaku ekonomi yang berkaitan de-ngan sikap dan tindakan ekonomi seseorang dalam interaksinya dengan orang lain atau kelompok orang, yang menekankan pada kepedulian seseorang terhadap ke-beradan orang lain. Berbicara moralitas dalam perilaku ekonomi melibatkan paradigma yang cenderung berlawanan. Moralitas berbicara tentang kepedulian terhadap orang la-in, sementara paradigma perilaku ekonomi yang berterima umum yang dilandasi rasionalitas lebih menekankan bagaimana memenuhi laba yang diharapkan. Pencapaian kepuasan yang berupa laba seringkali mengabaikan kepentingan orang lain, dengan kata lain selama tidak bertentangan dengan hukum, apa saja boleh dilakukan untuk
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
241
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
mengumpulkan pundi-pundi laba yang dikehendaki. Sayangnya hukum di Indonesia belum mengatur secara mendalam dimensi moralitas ekonomi secara rasional. Mendalami moralitas ekonomi pancasila akan melahirkan jawaban dari persoalan di atas, meskipun latar belakang yang berbeda akan melahirkan persepsi yang berbeda pula. Latar belakang dimaksud adalah anutan teori klasik-neokalsik/liberal-neoliberal/kapitalis, teori sosialis maupun syariah. Terkait dengan persoalan paradigma di atas, Etzioni (1992) menawarkan paradigma yang dikenal dengan “aku dan kita” atau “komunitas responsif” sebagaimana ungkapannya sebagai berikut: Istilah komunitas responsif digunakan untuk memberikan kedudukan penuh, baik bagi individu maupun kolektivitas bersama. Komunitas yang responsif lebih bersifat mengintegrasikan dibanding agregasi individu pada individualisme yang bersifat sementara, karena agregasi terbentuk dari jalinan kepentingan masing-masing individu untuk memaksimumkan diri, dan kurang hierarkis dan terstruktur dibadingkan komunitas yang otoriter. Baik individu maupun komunitas sepenuhnya esensial, dan karenanya memiliki kedudukan yang sama. individu dan komunitas saling mem-bentuk dan saling membutuhkan. Pandangan Etzioni di atas, jika kita pahami secara mendalam pada prinsipnya terdapat kesamaan dengan konsep moralitas ekonomi pancasila yang ditawarkan para pendiri bangsa. Sudarmanto (2008) mengatakan bahwa: Ekonomi Pancasila sebagai ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila mengandung 5 asas yang mana semua substansi sila Pancasila yaitu (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan sosial, harus dipertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Disinilah kelima sila di atas menjadi substansi etika dalam Ekonomi Pancasila. Kalau sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi landasan rangsangan moral maka sila 2 sampai 5 menjadi landasan rangsangan sosial ekonomika etik Ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila dengan kata lain merangkum secara tepat dua elemen utama pencapaian kesejahteraan ekonomi. Selanjutnya konsep ekonomika etik ekonomi Pancasila, yang dikemukakan oleh Mubyarto (dalam Sudarmanto, 2008) dalam bukunya Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila dicirikan sebagai berikut: (1) Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, moral dan sosial. (2) Ada kehendak kuat dari seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan keadaan kemerataan sosial ekonomi. (3) Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat dan tangguh, yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. (4) Koperasi merupakan soko guru perekonomian nasional. (5) Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara sentralisme dan desentralisme kebijaksanaan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan keadilan sosial dengan sekaligus menjaga efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Pancasila menjunjung tinggi asas keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat, sehinggga konsep efisiensi harus berbanding dengan konsep keadilan sosial. Karena konsep keadilan sosial berbicara pemerataan sementara efisiensi berbicara pertumbuhan.
Metode Penelitian Pelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini lebih bersifat natural, deskriptif, dan induktif. natural bermakna bahwa latar penelitian
242
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
merupakan sumber data langsung yang alami, sehingga peneliti harus mampu masuk secara langsung ke dalam latar penelitian di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Sifat deskriptif dapat diartikan bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar-gambar, sehingga untuk memberikan dukungan terhadap uraian yang disajikan dalam laporan penelitian, diungkapkan kutipan-kutipan dari data sebagai hasil pengungkapan responden. Pemilihan sumber data atau subjek-subjek penelitian akan berlangsung secara bergulir sesuai kebutuhan hingga mencapai kejenuhan, dengan asumsi bahwa data penelitian ini bersumber dari orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan situasi yang ada pada latar penelitian. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Tata Niaga, Pendidikan Administrasi Perkantoran, Pendidikan Akuntansi, dan Pendidikan Ekonomi yang berada pada semester 4, 6 dan 8, dengan asumsi mereka telah memperoleh pembelajaran bidang ekonomi yang memadai, di antaranya Dasar-dasar Ekonomi (Fundamental economics), Ekonomi Mikro (Microeconomics), Ekonomi Makro (Macroeconomic), Ekonomi Internasional (International Economics) dan Ekonomi Indonesia (Indonesian Economics). Prosedur pengumpulan data yang tepat akan menghasilkan terkumpulnya data sesuai dengan yang diharapkan. Penelitian ini menggunakan menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu: (1) Wawancara mendalam (in depth interview); (2) Studi dokumen (study of documents). Dalam penelitian ini digunakan focus group interview, yang terdiri atas enam group dengan jumlah anggota kelompok bervariasi, antara tiga hingga tujuh mahasiswa, dengan jumlah keseluruhan informan 32 mahasiswa. Focus group interview dihentikan setelah data yang diperoleh dianggap jenuh, dalam penelitian ini dihentikan setelah kelompok ke enam. Studi dokumentasi (study of documents) digunakan untuk mengumpulkan data non manusia, teknik ini dapat digunakan untuk mendapatkan data pendukung secara efisien, yakni data-data tentang visi Fakultas Ekonomi UM, program studi yang ada, mata kuliah yang diajarkan dan jumlah mahasiswa pada program studi bidang kependidikan. Analisis data pada penelitian kualitatif pada dasarnya telah dimulai pada saat peneliti memasuki latar penelitian bahkan ketika studi pendahuluan dilakukan, tetapi secara umum dimulai ketika menelaah data yang tersedia. Analisis data penelitian ini menggunakan menggunakan model Spradley (1980), yaitu analisis domain (domain analysis), analisis taksonomi (taxonomy analysis), dan analisis komponensial (componential analysis). Validasi terhadap hasil penelitian perlu dilakukan dalam upaya memperoleh kredibilitas hasil penetitian, antara lain dengan perpanjangan waktu pengamatan, triangulasi, member check, audit trail dan expert opinion.
Hasil Penelitian Temuan terkait sikap mahasiswa terhadap perilaku moral ekonomi dengan kriteria imperatif ada dua, Sikap positif yang sangat diharapkan, yakni (1) sikap berupaya membayar SPP tepat waktu dan (2) sikap menyegerakan membayar hutang. Di sisi lain terdapat sikap yang harus dihindari, yaitu sikap menunda pemenuhan kewajiban. Sikap terhadap perilaku moral dengan kriteria generalisasi terungkap bahwa kecenderungan bersikap positif, yakni (1) sikap berupaya menjadi sukare-lawan korban bencana baik mengumpulkan maupun menyalurkan sumbangan, dan (2) sikap proaktif dalam mengembalikan barang temuan, di samping itu terdapat pula sikap positif yang lain yakni (3) sikap memberikan bantuan terhadap korban bencana. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
243
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Terkait dengan kriteria simetri, terdapat dua sikap yang sangat diharapkan, yakni (1) beraspirasi terhadap kenaikan BBM yang memberatkan masyarakat kecil dan (2) sikap berupaya membantu pemulung dengan mengumpulkan barang bekas dan memberikannya kepada pemulung. Sementara itu terdapat dua sikap negatif, yakni (1) berdiam diri terhadap kenaikan harga BBM yang dapat mem-beratkan kehidupan ekonomi masyarakat kecil, dan (2) sikap membuang barang bekas bernilai ekonomis . Selanjutnya yang terkait dengan kriteria motivasi intrinsik, terungkap tiga sikap positif yang sangat diharapkan, yakni (1) sikap berperan aktif dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menghindari sikap mengabaikan norma moral berupa mengganti peran serta dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menyerahkan sejumlah uang. (2) sikap menghindari penggunaan fasilitas umum de-mi kepentingan pribadi, serta (3) peranserta dalam kerjasama ekonomi dengan berbelanja di koperasi sebagai konsekuensi keanggotaan. Di sisi lain, terdapat dua sikap negatif yang tidak diharapkan, yakni (1) sikap menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi, serta(2) sikap mengabaikan konsekuensi kerjasama. Secara umum, sikap terhadap perilaku moral ekonomi mahasiswa terlihat pada gambar 1. Sikap mahasiswa terhadap perilaku moral dengan kriteria imperatif terlihat bahwa terdapat dua sikap yang sangat diharapkan, yakni sikap berupaya membayar SPP tepat waktu dan sikap menyegerakan membayar hutang. Di sisi lain terdapat sikap yang harus dihindari, yaitu sikap menunda pemenuhan kewajiban. Temuan tersebut menggambarkan bahwa sikap terhadap moralitas ekonomi yang diharuskan (imperatif) merujuk pada norma-norma subjektif yang melahirkan sanksi, sehingga cenderung melahirkan kondisi perseptual, emosional dan konasi seseorang untuk mentaati atau mematuhi aturan dan norma yang ada. Etzioni (1992) menyatakan “ Sifat imperatif tindakan moral itu tercermin pada orang-orang yang bertindak secara moral, merasa bahwa mereka "harus" berperilaku dengan cara yang ditetapkan” . Sementara masih adanya sikap negatif terhadap perilaku moral imperatif lebih karena sanksi (termasuk sanksi moral) yang akan diterima akibat sikap negatif tidak berdampak signifikan terhadap yang bersang-kutan. Sikap terhadap perilaku moral dengan kriteria generalisasi terungkap bahwa kecenderungan bersikap positif, yakni sikap berupaya menjadi sukarelawan korban bencana baik mengumpulkan maupun menyalurkan sumbangan, dan sikap proaktif dalam mengembalikan barang temuan, di samping itu terdapat pula sikap positif yang lain yakni sikap memberikan bantuan terhadap korban bencana. Sikap positif tersebut muncul sebagai dorongan afeksi yang merasakan empati terhadap korban bencana, selanjutnya melahirkan rasa iba (compassion), sehingga terbentuklah perseptual dan kecenderungan untuk membantu sesama. Terkait dengan kriteria simetri, terdapat dua sikap yang sangat diharapkan, yakni beraspirasi terhadap kenaikan BBM yang memberatkan masyarakat kecil dan sikap berupaya membantu pemulung dengan mengumpulkan barang bekas dan memberikannya kepada pemulung. Sementara itu terdapat dua sikap negatif, yakni berdiam diri terhadap kenaikan harga BBM yang dapat memberatkan kehi-dupan ekonomi masyarakat kecil, dan sikap membuang barang bekas bernilai ekonomis. Sikap positif di atas dilandasi oleh perasaan iba (compassion) yang begitu kuat, mengingat beraspirasi terhadap sesuatu yang meberatkan masyarakat kecil merupakan barang langka, apalagi sikap bersedia untuk mengumpulkan barang bekas yang selanjutnya diberikan kepada pemulung secara cuma-cuma. Sementara itu sikap negatif di atas pada dasarnya bukanlah sikap yang betul-betul tidak diharapkan, membuang sampah yang bernilai ekonomis bagi pemulung, tetapi bagi yang bersangkutan belum tentu, 244
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
belum lagi jika dihadapkan bahwa yang bersangkutan berharap pemulung akan memungutnya sendiri di tempat sampah. Sikap negatif yang lainnya yakni sikap cuek terhadap kenaikan harga BBM yang memberatkan masyarakat kecil adalah wajar adanya jika yang bersangkutan mempercayai bahwa pemerintah mencabut subsidi BBM dengan tujuan yang baik. Selanjutnya yang terkait dengan kriteria motivasi intrinsik, terungkap tiga sikap positif yang sangat diharapkan, yakni sikap berperan aktif dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menghindari sikap mengabaikan norma moral berupa mengganti peran serta dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menyerahkan sejumlah uang. Sikap positif kedua adalah sikap menghindari penggunaan fasilitas umum demi kepentingan pribadi, serta sikap positif ketiga adala peranserta dalam kerjasama ekonomi dengan berbelanja di koperasi sebagai konsekuensi keanggotaan. Di sisi lain, terdapat dua sikap negatif yang tidak diharapkan, yakni menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi, serta sikap mengabaikan konsekuensi kerjasama yang terungkap dengan rasa kurang memiliki terhadap koperasi di mana yang bersangkutan memiliki status keanggotaan. Motivasi intrinsik (mastery atau effectance motivation ) yang dapat menimbulkan sikap positif merupa-kan motivasi berefek besar, sehingga motivasi intrinsik menjadi modal utama dalam banyak hal termasuk penentuan sikap, minat dan perilaku seseorang. Seja-lan dengan hal tersebut, White (1959, dalam Broussard, 2002) menyatakan bahwa Mastery motivation is defined as a general tendency to interact with and to epress-in fluence over the environment.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
245
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015
Gambar 1. Persfektif Sikap Berperilaku Moral Ekonomi
ISSN 2443-1923
246
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Secara umum peneliti menggambarkan pengungkapan informan terkait internalisasi moralitas ekonomi yang dialami oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Kependidikan Universitas Negeri Malang melalui tiga jalur, yakni pendidikan formal, non formal dan informal, serta media informasi sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2. Jalur Pendidikan Proses Internalisasi Sikap terhadap Moralitas Ekonomi Pidarta (2007) membagi jalur pendidikan di Indonesia menjadi tiga bagian, yaitu (1) Lembaga pendidikan jalur formal, (2) Lembaga pendidikan jalur nonformal (3) Lembaga pendidikan jalur informal pada keluarga dan masyarakat. Terkait dengan temuan penelitian, bahwa ketiga jalur tersebut secara bersama-sama melakukan proses internalisasi moralitas ekonomi kepada mahasiswa, yang membentuk sikap, membentuk minat dan melahirkan tindakan nyata (overt behavior). Selanjutnya Pidarta (2007) menyebutkan:Perbedaan utama kewajiban ketiga lembaga itu ialah pada orientasi pendidikannya. Kalau lembaga pendidikan jalur formal berorientasi kepada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, maka lembaga pendidikan jalur nonformal dan informal mengutamakan pengembangan afeksi dan psikomotor, yang sudah tentu juga mengembangkan kognisi sebagai unsur penunjang. Jika pendidikan formal terkait dengan moralitas akan berorientasi pada kognisi, afeksi dan psikomotor yang lebih bermakna membentuk rasionalitas, perasaan dan tingkah laku bermoral (mempertibangkan keadaan orang lain), maka jalur pendidikan non formal dan informal lebih berorientasi pada pembentukan afeksi dan psikomotor yang bermakna mengedepankan perasaan dan tingkah laku.
Simpulan Penelitian Berdasarkan paparan data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sikap perilaku moral ekonomi mahasiswa memperlihatkan dua sisi, yakni sikap positif dan sikap negatif. Sikap moralitas ekonomi tersebut diawali oleh dari persepsi mahasiswa terhadap suatu kejadian, kemudian secara bersama-sama perasaan sebagai bagian kondisi emosional menentukan kecenderungan seseorang untuk berperilaku moralitas ekonomi atau tidak. Temuan terkait sikap mahasiswa terhadap perilaku moral ekonomi dengan kriteria imperatif, terdapat sikap positif yang berupa sikap berupaya membayar SPP tepat waktu dan menyegerakan membayar hutang, sementara di sisi lain terdapat sikap negatif yaitu sikap menunda pemenuhan kewajiban. Sikap yang terakhir terjadi karena adanya persepsi mahasiswa
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
247
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
bahwa pemenuhan kewajiban terkait dengan membayar hutang kepada teman tidak memiliki dampak yang signifikan, sehingga ada kecenderungan mengabaikan kewajiban tersebut. Sikap berperilaku moral ekonomi dengan kriteria generalisasi terungkap bahwa kecenderungan bersikap positif, dalam hal ini digambarkan sikap terhadap korban bencana, terlihat ada kecenderungan bahwa persepsi dan perasaan mahasiswa membentuk kecenderungan untuk berperilaku memberikan bantuan kepada korban bencana. Terkait dengan kriteria simetri, ada kecenderungan persepsi dan perasaan memberikan kecondongan untuk berperilaku peduli terhadap kenaikan harga BBM yang memberatkan masyarakat kecil dan membantu pemulung dengan mengumpulkan barang bekas bernilai ekonomis, meskipun ada pula persepsi bahwa hal tersebut bukan urusan mahasiswa, sehingga cukup berdiam diri terhadap kenaikan harga BBM, begitu pula halnya sikap membuang barang bekas bernilai ekonomis. Selanjutnya yang terkait dengan kriteria motivasi intrinsik, sikap positif berperan aktif dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menghindari sikap mengabaikan norma moral berupa mengganti peran serta dalam penyelesaian tugas kelompok dengan menyerahkan sejumlah uang, lebih pada peran perseptual mahasiswa bahwa perilaku tersebut merupakan tanggungjawab, begitu pula halnya sikap menghindari penggunaan fasilitas umum demi kepentingan pribadi, serta peranserta dalam kerjasama ekonomi dengan berbelanja di koperasi sebagai konsekuensi keanggotaan adalah hasil persepsi positif yang menimbulkan kecenderungan berperilaku moral ekonomi. Di sisi lain, sikap negatif menggunakan fasilitas umum untuk kepentingan pribadi, sikap mengabaikan konsekuensi kerjasama juga lahir sebagai hasil perseptual. Proses internalisasi moralitas ekonomi pada mahasiswa tersebut berdasarkan ungkapan informan, bahwa sekolah, orang tua/keluarga, pengajian/ kerohanian, media informasi dan masyarakat sekitar menjadi jalur internalisasi yang dominan dalam membentuk sikap berperilaku moral ekonomi mahasiswa. Sementara lingkungan kampus, teman sebaya, organisasi dan seminar/pelatihan juga menjadi sarana terinternalisasinya sikap berperilaku moral ekonomi meskipun tidak dominan.
Daftar Pustaka Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Journal of Organizational Behavior and Human Decision Processes. 50: 179–211. Azwar, S. 2010. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bagozzi, R.P. 1981. Attitudes, intentions, and behavior: A test of some key hypotheses. Journal of Personality and Social Psychology. 41(4): 607–627. Broussard, S.C. 2002. The Relationship Between Classroom Motivation and Academic Achievement In First And Third Graders. B.CJ., Lousiana State University. Etzioni, Amitai. 1992. Dimensi Moral Menuju Ilmu Ekonomi Baru, Terjemahan Tjun Surjaman. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Iskandar, H. 2010. Tumbuhkan Minat Kembangkan Bakat. Jakarta: ST Book Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keprilakuan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kim, M.S., Hunter, J.E. 1993. Relationships among Attitudes, Behavioral Intentions, and Behavior: A Meta-Analysis of Past Research, Part 2. Communication Research Journal. 20 (3) 331–364. Maxwell. J.C. 2004. Sikap 101, Terjemahan Arvin Saputra. 2004. Batam: Interaksara. Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta 248
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Sudarmanto, R.Gn. Konsep Dasar Ekonomi Pancasila, http://blog.unila.ac.id/radengunawans/ files/2010/07/Makalah-Filsafat-Ilmu.pdf, diakses pada 06 November 2010. Swasono, Sri Edi. 2010. Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial: dari Klasikal dan Neoklasikal sampai ke The End of Laissez-Fire. Jakarta: Perkumpulan Pra Karsa. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Wahyono, Hari. 2001. Pengaruh Perilaku Ekonomi Kepala Keluarga terhadap Intensitas Pendidikan Ekonomi di Lingkungan Keluarga. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPSUM. Wawan, A., Dewi M.. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
249
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Re-Konstruksi Perilaku Melalui Pembelajaran Karakter Ulul Albab Dalam Rangka Mewujudkan SDM Perbankan Syariah Berdaya Saing Global Siswanto 20 Yayuk Sri Rahayu 20 & Nihayatu Aslamatis Sholekah 20 ([emailprotected]) Abstract Research purpose is to conduct a re-construction of attitudes and behavior through a series of learning processes in order to enhance the globally Islamic banking human competitiveness. Paradigmatically, this research used critical paradigm to grasp transformation process. Research strategy used theory of planned behavior which is extended with ulul albab concept as the value of local wisdom. The sites of research are learning process in SIM university of Singapore, University Sains Malaysia, and Islamic department – Economic Faculty of UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. The results showed that behavior can be formed with a systems approach, both the State and institutional system. Furthermore, behavior can be shaped with reward and coercion system. Provide challenges to students as a means of empowering. Giving some penalties as coercion reinforcements, are the ways make them to be more discipline and hard work. Keywords: reconstruction, behavior, learning, global competitiveness Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah melakukan re-konstruksi sikap dan perilaku melalui serangkaian proses pembelajaran guna mewujudkan calon sumberdaya manusia perbankan syariah yang kompetitif dan berdaya saing global. Secara paradigmatik penelitian ini menggunakan paradigma kritis untuk memahami proses transformasi perilaku. Strategi penelitian menggunakan teori perilaku yang direncanakan -the theory of planned behavior- yang dipertajam dengan konsep ulul albab sebagai nilai-nilai kearifan lokal pada situs penelitian. Situs penelitian tentang proses pembelajaran di SIM University of Singapura, University Sains Malaysia (USM), dan Prodi Perbankan Syariah UIN Maliki Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku dapat dibentuk dengan pendekatan sistem, baik negara maupun institusi, dan pendekatan penguatan perilaku melalui bentuk penghargaan dan paksaan. Bentuk penghargaan dapat berupa proses pembelajaran yang memberdayakan kemampuan para mahasiswa dengan memberikan tantangan (challenge). Sedangkan bentuk penguatan perilaku melalui paksaan berupa punishment guna mendorong perilaku disiplin dan kerja keras. Kata Kunci: rekonstruksi, perilaku, pembelajaran, daya saing global
Pendahuluan SDM perbankan syariah di Indonesia perlu ditingkatkan. Ascarya dan Yusmanita (2008) menunjukkan bahwa kualitas SDM perbankan syariah Malaysia lebih tinggi dibandingkan dengan SDM perbankan syariah di Indonesia. Berbagai upaya dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas SDM perbankan syariah di Indonesia. Siswanto (2011) menunjukkan bahwa pemberdayaan psikologikal karyawan perbankan syariah dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perbankan syariah, terutama dalam meningkatkan komitmen organisasional. Siswanto (2014) juga menunjukkan bahwa kualitas SDM perbankan syariah dapat ditingkatkan melalui implementasi praktek manajemen sumberdaya manusia berbasis quran (quran-based human resource management). Disamping itu, Siswanto (2013) dalam sebuah peper pada Forum Riset Ekonomi Dan Keuangan Syariah ke-2 di UIN Jakarta juga 20
Jurusan Perbankan Syariah-Fakultas Ekonomi UIN Maliki Malang
250
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menunjukkan bahwa kualitas SDM perbankan syariah dapat ditingkatkan melalui implementasi variabel spiritualitas di tempat kerja (workplace spirituality). Beberapa kajian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM perbankan syariah, namun masih sangat minim kajian sistematis yang berkaitan dengan upaya merubah sikap dan perilaku melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan. Upaya ini sebenarnya telah dilakukan oleh Siswanto, dkk (2013) dengan melakukan sebuah studi pelacakan (treasure study) guna mewujudkan SDM perbankan syariah yang unggul melalui gagasan kurikulum. Penelitian tersebut menghasilkan serangkaian profil lulusan pada program studi perbankan syariah berdasarkan ekspektasi para stakeholders, yakni; calon pengguna lulusan (lembaga keuangan syariah), praktisi dan akademisi, mahasiswa dan orang tua wali mahasiswa. Berdasarkan serangkaian profil lulusan yang merefleksikan ekspektasi stakeholders tersebut diajukan serangkaian mata kuliah yang merupakan bagian dari kurikulum. Namun demikian, penelitianpenelitian tersebut masih ada celah yang perlu dilengkapi, terutama berkaitan dengan; (1) belum memasukkan aspek SDM perbankan syariah yang berdaya saing global, (2) belum mencakup keseluruhan ruang lingkup kurikulum sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 32, Tahun 2013, (3) perlu mengembangkan kurikulum yang berbasis pelaksanaan program yang meliputi bentuk pembalajaran yang betul-betul dilaksanakan (actual curriculum), (4) mendudukkan peran strategis kurikulum pendidikan, yakni sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yakni membangun manusia seutuhnya yang berkarakter (DIKTI, 2008: 5), (5) adanya tuntutan peningkatan daya saing SDM Perbankan Syariah di era global dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MAE) tahun 2015. Berdasarkan latar belakang dan celah penelitian ini, maka dirasa perlu untuk merekonstruksi perilaku melalui serangkaian proses pembelajaran. Proses tersebut diproyeksikan untuk merubah sikap dan perilaku calon lulusan prodi perbankan syariah guna mewujudkan SDM perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah yang berdaya saing global. Penelitian ini memiliki fokus dan tujuan melakukan re-konstruksi sikap dan perilaku melalui serangkaian proses pembelajaran guna mewujudkan calon sumberdaya manusia perbankan syariah yang kompetitif dan berdaya saing global. Situs penelitian adalah program studi perbankan syariah, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Landasan Teori Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior adalah teori yang meramalkan pertimbangan perilaku karena perilaku dapat dipertimbangkan dan direncanakan.Peach et. al.(2006) dan Wellington et. al. (2006) menyatakan bahwa Theory of Planned Behavior memiliki keunggulan dibandingkan teori keperilakuan yang lain, karena Theory of Planned Behavior merupakan teori perilaku yang dapat mengidentifikasikan keyakinan seseorang terhadap pengendalian atas sesuatu yang akan terjadi dari hasil perilaku, sehingga membedakan antara perilaku seseorang yang berkehendak dan yang tidak berkehendak. Ajzen (2002) mengemukakan bahwa Theory of Planned Behavior telah muncul sebagai salah satu dari kerangka kerja yang paling berpengaruh dan konsep yang populer pada penelitian di bidang kemanusiaan. Menurut teori ini, perilaku manusia dipandu oleh 3 jenis
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
251
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pertimbangan: a) Kepercayaan mengenai kemungkinan akibat atau tanggapan lain dari perilaku (kepercayaan perilaku). b) Kepercayaan mengenai harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan – harapan yang dimiliki berdasarkan kepercayaan normatif. c) Kepercayaan mengenai kehadiran faktor – faktor yang mungkin lebih jauh melintang dari perilaku (Kepercayaan Pengendalian). Teori perilaku yang direncanakan berasumsi bahwa manusia pada umumnya memiliki suatu kesadaran perilaku, dimana mereka senantiasa menimbang serangkaian informasi yang tersedia dan secara implisit maupun eksplisit mempertimbangkan implikasi dari tindakannya (Ajzen, 2005: 117). Beberapa kata kunci dalam teori perilaku yang direncanakan meliputi; sikap yang mendorong perilaku (attitude toward the behavior), norma subyektif (subjective norm), kontrol perilaku yang diharapkan (perceived behavioral control), niat (intention), dan perilaku (behavior).
The theory of Planned Behavior diperluas Konsep Ulul Ablab. Pembelajaran pada program studi Perbankan Syariah (S1) dilakukan sesuai dengan pengembangan pendidikan di Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang berdasarkan QS Al Baqarah : 151, artinya: Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Dan Quran Surat Al Jumu’ah ayat , artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata
Dimana diharapkan dari implementasi ayat tersebut memiliki lima ciri utama: 1. Selalu sadar akan kehadiran Tuhan disertai dengan kemampuan menggunakan potensi kalbu (dzikir), dan akal (pikir) sehingga sampai pada keyakinan adanya keagungan Allah dalam segala ciptaan-Nya 2. Tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah, mampu membedakan yang baik dan yang buruk 3. Mementingkan kualitas hidup baik dalam keyakinan, ucapan maupun perbuatan, sabar dan tahan uji. 4. Bersungguh-sungguh dan kritis dalam menggali ilmu pengetahuan 5. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada masyarakat dan terpanggil hatinya untuk ikut memecahkan problem yang dihadapi masyarakat. (Pusat Studi Tarbiyah Ulul Albab, 2010 : 115)
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Strategi penelitian menggunakan teori perilaku yang direncanakan -the theory of planned behavior- (Ajzen, 1985) yang dipertajam dengan konsep ulul albab sebagai nilai-nilai kearifan lokal pada situs penelitian. Teori perilaku yang direncanakan berasumsi bahwa manusia pada umumnya memiliki suatu kesadaran perilaku, dimana mereka senantiasa menimbang serangkaian informasi yang tersedia dan secara implisit maupun eksplisit mempertimbangkan implikasi dari tindakannya (Ajzen, 2005: 117). Beberapa kata kunci dalam teori perilaku yang direncanakan meliputi; sikap yang mendorong perilaku (attitude toward the behavior), norma subyektif (subjective norm), kontrol perilaku yang diharapkan (perceived behavioral control), niat (intention), dan perilaku (behavior).
252
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Penelitian ini secara paradigmatik menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis memiliki tujuan untuk melakukan perubahan (to transform) dan untuk membebaskan (to emancipate). Paradigma ini dirasa mampu mencapai tujuan yakni melakukan perubahan sikap dan perilaku melalui proses pembelajaran. Ajzen (2005: 117-118) menjelaskan bahwa berdasarkan teori perilaku yang direncanakan, niat dan perilaku merupakan fungsi dari 3 faktor utama, yakni; pertama, sifat dasar individu, kedua, pengaruh lingkungan sekitarnya, dan ketiga, berkaitan dengan persoalan peraturan. Berdasarkan paradigma dan strategi penelitian, diajukan serangkaian langkah-langkah praktis berupa alur pemikiran penelitian dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sikap dan Perilaku SDM Perbankan Syariah Unggul Persepsi Stakeholders The theory of Planned Behavior diperluas Konsep Ulul Ablab
Actual Curriculum
Pembelajaran Pada Prodi Perbankan Syariah Berwawasan global
Gambar 1. Alur Penelitian Tujuan penelitian adalah melakukan re-konstruksi sikap dan perilaku melalui serangkaian proses pembelajaran yang diselenggarakan program studi. Proses pembelajaran yang berorientasi pada pelaksanaan program kegiatan pembelajaran disebut dengan actual curriculum. Program-program kegiatan pembelajaran tersebut berbasis pada proses yang merujuk pada teori perilaku yang direncakan (theory of planned bahavior) dari Ajzen (1985) yang diperluas dengan konsep kearifan lokal ulul albab. Adapun data yang diperoleh untuk melakukan analisis berdasarkan teori perilaku yang direncanakan berasal dari persepsi stakeholders pengguna lulusan prodi perbankan syariah dan dari proses pembelajaran yang berawawasan global. Proses pembelajaran yang berwawasan global yang dimaksud adalah serangkaian proses kegiatan pembelajaran yang dijalankan prodi perbankan syariah yang memiliki orientasi internasional.
Hasil Penelitian Pembelajaran di School of Management Dalam rangka mewujudkan misi, tujuan dan motto dari SOM (School of Management) untuk memberikan lulusan yang tidak hanya kompeten dalam pengetahuan bisnis dan keterampilan, tetapi juga sangat dipandu oleh keyakinan spiritual mereka dan termotivasi oleh altruisme mereka, SOM telah melakukan banyak hal mulai dari penataan sistem pembelajaran, kurikulum sampai pada penyusunan kegiatan pendukung pembelajaran yang diarahkan untuk pembangunan karakter mahasiswa sesuai dengan yang telah ditetapkan. 1. Sistem Pembelajaran
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
253
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dalam penataan sistem pembelajarn, SOM menetapkan masa studi mahasiswa adalah minimal empat tahun. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa lulusan benar-benar telah menguasai ilmu sesuai dengan kompetensinya dan karakternya telah terbentuk sebagai lulusan SOM University Sains Malaysia. Beberapa syarat kelulusan yang ditetapkan SOM, antara lain: (a) Memenuhi persyaratan minimum yang diperlukan selama penelitian. (b) Memenuhi persyaratan kredit untuk inti umum, inti utama, pilihan, minor dan universitas kursus. (c) Mendapatkan CGPA dari 2,00 dan di atas untuk komponen inti. (d) Mendapatkan CGPA dari 2,00 dan di atas untuk program tersebut. (e) Mencapai kelas C minimum atau titik kelas 2,00 untuk Program University untuk Bahasa Malaysia, Bahasa Inggris, Islam dan Peradaban dan Hubungan Etnis Asia. Sistem pembelajaran untuk beberapa mata kuliah tertentu dibuat berbeda dengan yang lain. Misalnya, mata kuliah Hubungan Etnis, mahasiswa wajib mempelajari kehidupan dan etika yang berlaku pada etnis yang lain. Seorang mahasiswa dengan etnis Melayu wajib mempelajari kebudayaan etnia lain yaitu India dan China, demikian juga sebaliknya. Karena tiga etnis tersebut adalah etnis terbesar di Malaysia maka setiap kelas harus terdiri dari mahasiswa yang berasal dari ketiga etnis tersebut. Tidak boleh ada satu kelas yang terdiri dari satu etnis saja. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa perbedaan etnis dan masalah-masalah sosial terkait dengan etnis. Pembelajaran pada mata kuliah Keterampilan, mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih keterampilan yang akan dipelajarinya sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Pembelajaran pada mata kuliah ini dapat dilakukan di dalam internal SOM, Universitas, dan kursus eksternal di luar Universitas. Hal ini dilakukan untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan lain di luar ilmunya tapi sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Sedangkan pada mata kuliah Bahasa Ketiga, mahasiswa diwajibkan untuk memilih salah satu bahasa lain selain Bahasa Malaysia dan Bahasa Inggris. Sama seperti sistem pembelajaran pada mata kuliah keterampilan, pada sistem pembelajaran Bahasa ketiga mahasiswa juga diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Hal ini dilakukan untuk membekali mahasiswa dengan berbagai kemampuan bahasa asing sehingga mereka mampu berdaya saing global. Kegiatan magang atau internship dilakukan selama 6 bulan bagi mahasiswa semester enam. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih tempat magang sesuai dengan kualifikasi masing-masing yang biasanya dilakukan pada perusahaan multinasional yang ada di sekitar kampus dan kota-kota lain. Selain itu, bagi mahasiswa yang tidak mampu mencari tempat magang sendiri maka pihak SOM akan mencarikan melaui koneksi yang ada pihak eksternal dan juga internal SOM atau Universitas. Tugas akhir atau skripsi merupakan pilihan sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan kuliah tanpa melalui proses skripsi. Setiap semester dilakukan pertemuan semua mahasiswa untuk dilakukan briefing akademik dan character building. 2. Kurikulum Kurikulum terdiri dari 136 SKS yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu minimal empat tahun dan tidak boleh kurang dari empat tahun. Kurikulum terdiri dari mata kuliah wajib universitas sebanyak 21 SKS yang berlaku untuk semua mahasiswa baik untuk mahasiswa Malaysia maupun asing, mata kuliah inti umum yang dipelajari oleh semua konsentrasi, dan mata kuliah konsentrasi. Mata kuliah wajib universitas ini terdiri dari Bahasa Malaysia, Bahasa Inggris, Kebudayaan Islam dan Asia, Hubungan Etnis, Kursus Ko-kurikulum, Kursus 254
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Keterampilan, Kursus Bahasa yang Ketiga. Mata kuliah inti umum terdiri dari 59 SKS 17 mata kuliah. Mata kuliah inti utama terdiri dari 20 SKS dan 16 SKS mata kuliah pilihan sesuai dengan jurusan atau konsentrasi masing-masing. Penyusunan kurikulum dilakukan dengan memperhatikan peraturan pemerintah (presentasi pada kementerian pendidikan), masukan dari stakeholders, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan peninjauan kurikulum dilakukan setiap 5 tahun sekali. 3. Kegiatan Pendukung Untuk mendukung proses atau sistem pembelajaran dan kurikulum menuju pencapaian visi, misi, dan tujuan SOM juga melakukan beberapa kegiatan pendukung seperti yang talah dijelaskan di atas, yang terdiri dari: (a) Community Outreach, (b) Industry and Community Advisor Panel (ICAP), (c) Unit Keusahawanan dan Kepimpinan Lestari (UKKL), (c) Internship, dan (d) Entrepreneurship and Innovation Unit (EIU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa SOM mempunyai misi, tujuan, dan motto untuk memberikan lulusan yang tidak hanya kompeten dalam pengetahuan bisnis dan keterampilan, tetapi juga sangat dipandu oleh keyakinan spiritual mereka dan termotivasi oleh altruisme mereka. Hal ini menjadi latar belakang SOM untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka pencapaian misi, tujuan, dan mottonya tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut terdiri dari sistem pembelajaran, kurikulum, dan kegiatan pendukung yang semuanya mengarah kepada pembentukan karakter mahasiswa dan lulusan sesuai dengan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan. Pada sistem pembelajaran pihak SOM menentukan jangka waktu kelulusan adalah minimal empat tahun untuk memastikan bahwa lulusan telah memiliki kemampuan dan karakter seperti yang diinginkan. Karakter yang dinginkan adalah lulusan yang tidak hanya kompeten dalam pengetahuan bisnis dan keterampilan, tetapi juga sangat dipandu oleh keyakinan spiritual mereka dan termotivasi oleh altruisme mereka. Setiap awal semester dilakukan briefing akademik kepada seluruh mahasiswa baik mahasiswa baru maupun lama sehingga dapat menyegarkan menguatkan kembali misi, tujuan, dan motto SOM. Mahasiswa selalu di-charge rohaninya dengan mengingatkan bahwa mereka adalah civitas akademika SOM yang harus berkarakter tertentu. Selain itu, mahasiswa dibekali dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Mahasiswa diwajibkan untuk memilih mata kuliah keterampilan tertentu untuk menunjang kemampuan mereka dalam bidang akademik. Kemudian terdapat mata kuliah-mata kuliah tertentu yang pelaksanaan metode pembelajarannya berbeda dengan mata kuliah yang lain. Jika proses belajar mengajar pada umumnya dilakukan di kelas dengan sistem tutorial, maka untuk mata kuliah tertentu dilaksanakan secara lebih fleksibel. Dalam proses ini, mahasiswa diberi kesempatan dan kebebasan untuk memilih jenis pembelajaran yang dinginkan yaitu dapat dengan mengikuti kursus yang telah disediakan oleh pihak kampus atau mengikuti kursus yang dilaksakna oleh pihak eksternal kampus. Proses pembelajaran internal maupun eksternal ini, dua-duanya diakui sebagai mata kuliah dan dengan bobot yang sama. Dalam menciptakan daya saing global pada lulusan, SOM tidak hanya menekankan pentingnya penguasaan Bahasa Inggris tetapi juga bahasa ketiga sehingga mereka memasukkan bahasa ketiga sebagai salah satu mata kuliah dengan bobot yang cukup besar. Bahasa ketiga ini dapat di pilih bahasa lain selain Bahasa Malaysia dan Bahasa Inggris. Pihak SOM telah memfasilitasi hal ini dengan menyediakan beragam pilihan bahasa. Hal ini dilakukan karena Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
255
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
penguasaan bahasa asing adalah mutlak bagi para lulusan agar mereka mampu bersaing dengan lebih baik. Pada sisi yang lain, SOM juga berusaha memberikan bekal yang baik kepada mahasiswa tentang toleransi dalam ras, etnis, dan suku bangsa. Hal ini dilakukan dengan membuat kelas terdiri dari beragam etnis dan memasukkan mata kuliah ethnic relations pada kelompok mata kuliah inti umum yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa. Sistem pembelajaran pada mata kuliah ini dilakukan dengan saling mempelajari kebudayaan dan kehidupan etnis lain. Pelaksanaan magang juga dilakukan cukup lama yaitu selama 6 bulan untuk membekali mahasiswa dengan ilmu praktis secara langsung di tempat kerja. Dengan jangka waktu yang panjang tersebut, mahasiswa akan benar-benar tahu bagaimana kondisi di tempat kerja dan kemampuan apa saja yang menjadi tuntutan dunia kerja. Proses ini akan membuat mereka lebih siap untuk masuk ke dunia kerja pada saat lulus dan mengurangi kecanggungan serta ketidakpercayaan diri mereka. Selain itu, beragai kegiatan pendukung yang dilakukan seperti Community Outreach, Industry and Community Advisor Panel (ICAP), Unit Keusahawanan dan Kepimpinan Lestari (UKKL), Internship, dan Entrepreneurship and Innovation Unit (EIU) mampu untuk mendukung pembentukan karakter mahasiswa. Misalnya pada kegiatan UKKL berfungsi sebagai katalis dalam mempromosikan dan mengembangkan peran kepemimpinan yang berkelanjutan di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat yang mencakup berbagai disiplin ilmu dan organisasi yang akan disampaikan melalui program pengembangan profesional. UKKL juga akan berfungsi sebagai inkubator untuk mengumpulkan ide-ide dan praktek-praktek yang akan disebarkan melalui berbagai program yang diselenggarakan oleh UKKL inovatif. Sedangkan pada kegiatan EIU, menanamkan pola pikir kewirausahaan yang menggabungkan kreativitas, inovasi dan kemampuan analitis kalangan mahasiswa sambil membantu USM dalam merampingkan pengembangan produk baru yang layak secara komersial. EIU mempromosikan kegiatan lintas disiplin dengan menyatukan ide-ide dan inovasi untuk menciptakan peluang dan pertumbuhan baru bagi siswa dan masyarakat. Beragam usaha dan program tersebut di atas yang dilakukan pada dasarnya untuk mencapai misi, tujuan, dan motto SOM. Demikian juga dengan Prodi Perbankan Syariah (S1) Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada dasarnya telah melakukan banyak cara dan program untuk mencapai visi, misis, dan tujuannya. Namun demikian, Prodi Perbankan Syariah (S1) dapat mereplikasi beragam kegiatan yang telah dilakukan di SOM tetapi belum dilakukan di prodi ini. Misalnya untuk kegiatan magang yang terstruktur (PKL), ada baiknya Prodi Perbankan Syariah (S1) meniru pelaksanaan magang di SOM yaitu dengan memperpanjang jangka waktu magang. Saat ini direncanakan bahwa kegiatan magang dilakukan selama 40 hari, mengingat bahwa Prodi Perbankan Syariah (S1) merupakan prodi yang special di mana lulusannya harus mempunyai keterampilan praktek perbankan selain keilmuan perbankan maka tidak ada salahnya jika kegiatan magang (PKL) dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama. Hal ini untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mempelajari atau mempraktekkan ilmunya secara langsung sehingga mereka menjadi lebih siap untuk bersaing di dunia kerja. Penguasaan bahasa juga harus menjadi perhatian khusus. Prodi Perbankan Syariah (S1) telah melakukan program intensif Bahasa Inggris dan Bahasa Arab sesuai dengan kebijakan universitas. Namun demikian tetap perlu adanya penekanan akan kemampuan berbahasa asing
256
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
karena ini merupakan bekal utama agar mahasiswa dan lulusan mampu berdaya saing global atau menambahkan kemampuan bahasa asing lain selain Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Pembentukan karakter yang dilakukan oleh pihak Prodi Perbankan Syariah (S1) juga sudah cukup baik, di mana mahasiswa baru diwajibkan untuk mengikuti program ma’had selama dua semester dan mendapatkan pola pendidikan ala pesantren. Sehingga mahasiswa tidak hanya mahir secara keilmuan tetapi juga mempunyai kepribadian yang ulul albab.
Krisis Membawa Perubahan Perilaku Singapura merupakan negara kota, karena wilayahnya kecil, dikelilingi oleh negara-negara yang besar seperti Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu, mereka merasa terancam. Berkenaan dengan ini, para siswa di sekolah dididik untuk mampu bersainga, istimewa dan meraka tidak boleh gagal. Singapura menyadari tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Sumberdayanya adalah manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh atase pendidikan Indonesia di Singapura, Bapak Dr. Ismunandar, sebagaimana berikut; Jadi psikologis mereka, orang Singpura, merasa terancam. Meraka sadar, negaranya kecil, tidak punya sumberdaya alam. Jadi mereka seringkali merendah, tapi kesannya sombong juga. Mereka mengatakan, “kami ini tidak punya sumberdaya alam apa-apa. Sumberdaya alamnya ya manusia-manusianya.” Tingkat stress di tingkat pendidikan juga nampak. Mereka sudah dikelompokkan berdasarkan kemampuan dan keahliannya. Mereka yang nilainya bagus dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Sedangkan, mereka yang nilai minim diarahkan ke jenjang kejuruan. Jenjang sekolah meliputi, setingkat SD selama 6 tahun, setingkat SMP selama 4 tahun. Setelah tingkat SMP, bagi yang nilainya bagus dapat langsung melanjutkan ke politeknik atau ke jenjang SMA untuk melanjutkan perguruan tinggi. Bagi mereka yang nilainya kurang masuk ke tingkat SMK. Namun untuk praktek, pemerintah menyediakan sarana praktek yang sangat memadai. Bahkan untuk jurusan mesin, pemerintah menyediakan praktek mengotak-atik pesawat terbang. Menurut Mr. Goh (Chairman Temasek Foundation) menyatakan bahwa Singapura adalah negara kota yang tidak punya sumberdaya alam apa-apa, tapi justru dengan ketiadaan SDA di Singapura itu membuat kami merasa selalu dalam kondisi krisis, risau, dan karena itu menimbulkan sikap waspada dan selalu siaga masa depan (Huda, 2012: 194).
Negara Denda Menuju Keteraturan Singapura dikenal dengan negara denda. Memang kalau kita cermati, kehidupan dan perilaku masyarakat Singapura terkesan teratur dan tertata sangat rapi. Mulai masuk bandara internasionalnya, Changi, nampak bersih dan teratur. Sangat sulit menemui sampah berserakan. Walaupun tidak nampak petugas bandara yang nampak bersih-bersih, namun kebersihan terjaga dengan baik. Keluar dari bandara, nampak jalan raya yang asri ditumbuhi pohon-pohon terawat di sepanjang jalan tol. Berdasarkan penjelasan salah seorang guide yang memandu rombongan riset jurusan ini, jumlah pohon di Singapura lebih banyak daripada jumlah penduduk Singapura sendiri. Diperkirakan setiap orang Singapura memiliki 6 pohon. Hal inilah yang menjadikan udara di Kota Singapura berkisar kurang lebih 330c. Pohon-pohon tersebut terawat dengan rapi, dan bahkan setiap pohon dilengkapi dengan chip yang diprogram dalam rangka perawatan. Kapan saatnya disiram, dan waktunya dipupuk. Perawatan tersebut demikian tertata. Dan tidak ada
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
257
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
satu orangpun yang berani merusak tanaman di pinggir jalan, karena takut terkena denda. Harga dendanya per daun yang diambil atau dirusak.
Simpulan Penelitian memiliki fokus tentang bagaimana rekonstruksi perilaku melalui proses pembelajaran guna mewujudkan sumber daya insani yang kompetitif. Hasil penelitian berdasarkan pelacakan pada perguruan tinggi di luar negeri (SIM di Singapura dan USM di Penang-Malaysia) menunjukkan bahwa perilaku dapat dibentuk dengan pendekatan sistem, baik Negara maupun institusi, dan pendekatan penguatan perilaku melalui bentuk penghargaan dan paksaan. Bentuk penghargaan dapat berupa proses pembelajaran yang memberdayakan kemampuan para mahasiswa dengan memberikan tantangan (chalange). Sedangkan bentuk penguatan perilaku melalui paksaan berupa denda maupun hukuman guna mendorong perilaku disiplin dan kerja keras. Sistem pemerintah sangat berperan penting dalam proses pembentukan perilaku dan budaya pada tingkat yang lebih mikro.
Saran Penelitian bersifat eksplorasi bagaimana proses pembentukan perilaku di Negara lain guna menyiapkan sumberdaya manusia yang kompetitif dalam persaingan global. Penelitian ini perlu diperluas penerapannya berdasarkan budaya atau culture pendidikan di Indonesia yang memiliki sistem dan pendekatan yang berbeda. Disamping itu, memasukkan kearifan lokal pendidikan di UIN Maliki Malang berdasarkan konsep ulul albab menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan hasil temuan ini pada tataran action research berupa pengembangan pembelajaran guna menyongsong era global, terutama dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN pada masa mendatang.
Daftar Pustaka Ajzen, I (2005). Attitude, Personality, and Behavior (second editon). England: Open University Press Alamsyah, H (2012). Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015. Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012. Ascarya dan Yusmanita D (2008). Comparing The Efficiency Islamic Banks in Malaysia and Indonesia. Buletin Ekonomi & Moneter Bank Indonesia, Vol. 11 No. 2. 2008 Cooper R.K, Sawaf A, (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. DIKTI (2008). Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta: Sub Direktorat KPS. Gibson, Ivancevich dan Donnelly. (1996). Organisasi. Jakarta: Binarupa Aksara Goleman D. (2003). Emotional Intelligence. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Huda, M. (2012). Dari Langit Turun ke Bumi: Best Practice for Spiritual Leadership. Surabaya: Pena Semesta Kelompok Penerbit JP Books Kelemen, K and Rumens, N (2008). An Introduction to Critical Management Research. LA: Sage Publication McShane S.L and Von Glinow M.A (2003). Organizational Behavior: Emerging Realities for the Workplace Revolution (second edition). America: McGraw-Hill Robbins, Stephen P. Judge, Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi Jilid I. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Robbins, Stephen P. (2003). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks
258
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia Robbins, Stephen P. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain & Aplikasi. Jakarta: Arcan Siswanto (2011). Creating the Superior Islamic Banking trough Improving Quality of Human Resources, Pak.J.Commer.Soc.Sci., Vol. 5 (2), 2011, pp. 216-232. Siswanto (2013). Pengembangan Kualitas SDM Perbankan Syariah Integratif Melalui Implementasi Workplace Spirituality, Finalis Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah ke-2, 13-14 November 2013. Siswanto, Yayuk Sri Rahayu, Anas Budiharjo, Nihayatu Aslamatis Sholekah, Ahmad Sidi Pratomo, Eko Fajar Cahyono, Esy Nur Aisyah, Putri Kurnia Widiati (2013). Mewujudkan SDM Perbankan Syariah Yang Unggul Melalui Gagasan Kurikulum Berbasis Karakter Ulul Albab, Riset Kompetitif Fakultas Belum dipublikasikan, Malang 2013. Siswanto (2014). Improving Competitiveness of Islamic Banking Human Resources through Implementation of Quran-Based HRM Practices, European Journal of Business and Social Sciences, Vol 3, No. 3, June 2014, pp. 1-13 Winardi. (2003). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: RajaGrafindo Persada Wursanto, Ig. (2003). Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
259
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Manajemen Sarana Prasarana Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran Di STKIP PGRI Pasuruan Suchaina 21 ([emailprotected]) Abstract This research was conducted with the aim to describe the management of infrastructure to improve the learning process in STKIP PGRI Pasuruan. This study used a qualitative descriptive research design case study. The research data on the management of infrastructure were in the form of descriptive to improve the learning process. Data collected by interview, documentation and observation. Instruments used to collect data were in the form of human resource, which was the researcher herself. In order to maintain the validity of the data, it was needed to do performed data triangulation activity. The data analysis activities ranging from stage data reduction, data display, drawing conclusions, and verification of data. Based on the results of the data analysis, four conclusions obtained the following results; First, the state of completeness existing infrastructure in STKIP PGRI Pasuruan in improving the learning process is in good condition, adequate, and has been in a state of high school standards although still much damage and continue to be pursued reform. Second, the problem of management of existing infrastructure in Pasuruan PGRI STKIP concerns in several processes, namely procurement, inventory, use, maintenance, and removal. Third, the problems of infrastructure management efforts undertaken by STKIP PGRI Pasuruan in improving the learning process, namely: (1) compliance standards, (2) review and compliance infrastructure completeness. Fourth, the problem of enabling and inhibiting factors management infrastructure to improve the learning process in STKIP PGRI Pasuruan, namely supporting factors: (1) there is a reliable administrative personnel, (2) the administration team work and good funding, inhibiting factors: (1) lack of administration experts, (2) the user infrastructure that does not fit the technical specifications, (3) the fulfillment of standards towards the University, (4) the layout of the establishment of the building. Keywords: Infrastructure management, learning process Abstrak Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan tentang manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif jenis studi kasus. Data penelitian berupa paparan tentang manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik interview, dokumentasi, dan observasi. Instrument yang digunakan berupa manusia, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan kegiatan trianggulasi data. Kegiatan analisis data di mulai dari tahap reduksi data, display data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi data. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh empat kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut; Pertama, keadaan kelengkapan sarana prasarana yang ada di STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran dalam keadaan baik, memadai, dan sudah dalam keadaan standart sekolah tinggi meskipun masih banyak terjadi kerusakan dan terus diupayakan pembenahan. Kedua, masalah manajemen sarana prasarana yang ada di STKIP PGRI Pasuruan menyangkut dalam beberapa proses, yakni pengadaan, inventarisasi, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan. Ketiga, masalah upaya manajemen sarana prasarana yang dilakukan STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran, yakni: (1) pemenuhan standart, (2) peninjauan ulang dan pemenuhan kelengkapan sarana prasarana. Keempat, masalah faktor pendukung dan penghambat manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan, yakni faktor pendukung: (1) terdapat tenaga administrasi yang handal, (2) kerjasama tim administrasi dan pendanaan yang baik, faktor penghambat: (1) kurangnya tenaga ahli administrasi, (2) pemakai sarana prasarana yang tidak sesuai spesifikasi teknis, (3) pemenuhan standart menuju Universitas, (4) tata letak pendirian gedung. Kata Kunci: manajemen sarana prasarana, proses pembelajaran 2118
Dosen STKIP PGRI Pasuruan
260
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pendahuluan Pada era globalisasi seperti sekarang, kita dituntut kesiapan yang lebih matang dalam segala hal. Bidang pendidikan merupakan salah satu andalan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menghadapi tantangan zaman. Persiapan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan dilakukan sejak dari masa pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Lembaga pendidikan pun juga ikut berbenah diri secara terus-menerus dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut dengan meningkatkan mutu pendidikan menjadi lebih baik. Supaya peningkatan mutu pendidikan bisa tercapai, maka dalam kegiatan tersebut perlu di tunjang oleh layanan manajemen/pengelolaan yang terencana. Pembelajaran akan berhasil bila didukung adanya pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan yang ada secara efektif dan efisien. Sarana dan prasarana yang ada perlu didayagunakan dan dikelola demi kepentingan proses pembelajaran. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 45 ayat 1 disebutkan bahwa: "Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik". Satu sisi harapan yang dibebankan pada dunia pendidikan sangat banyak, tetapi di sisi lain dunia pendidikan mempunyai banyak masalah yang menghambat dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah. (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tenatng Sisdiknas Pasal 45 Ayat 1). Salah satu masalah yang dihadapi oleh Perguruan Tinggi Swasta adalah masalah sarana pendidikan. Sarana belajar yang lengkap akan menunjang konsentrasi belajar mahasiswa. Seseorang yang belajar dibutuhkan konsentrasi, perhatian, dan pemusatan terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Konsentrasi ini tidak akan berjalan dengan baik apabila tempat atau alat yang digunakan tidak memadai. Masalah sarana pendidikan yang sering dihadapi setiap Perguruan Tinggi Swasta antara lain, sarana penunjang yang kurang memadai dan pengelolaan sarana prasarana kurang optimal. Dalam pengelolaannya, pemeliharaan, atau perawatan yang sering menjadi kendala utama. Mengingat belum ada tenaga profesional yang khusus menangani manajemen sarana prasarana. STKIP PGRI Pasuruan merupakan salah satu Perguruan Tinggi swasta yang menjalankan peranannya di dalam dunia pendidikan yang memiliki visi dan misi yakni: “Perguruan tinggi unggulan dalam bidang kependidikan”. Sedang salah satu misinya adalah: “Menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan mengedepankan aspek relevansi, daya saing, serta perluasan akses bagi masyarakat”. Untuk mencapai visi dan misinya, STKIP tentu memilki sejumlah aset dalam bentuk sarana dan prasarana dalam menunjang proses perkuliahan agar berjalan efektif dan efisien. Oleh karena itu, STKIP perlu mengelola sarana dan prasarana yang dimilikinya. Sarana prasarana penunjang yang ada di STKIP sudah cukup baik, akan tetapi masih banyak kekurangan, misalnya pada saat penelitian ini dilakukan tempat parkir yang tersedia tidak teratur, media pembelajaran berupa proyektor dengan jumlah yang terbatas, tidak terdapat kantin, tidak banyak terdapat penghijauan kampus, tidak ada lapangan olah raga, cat tembok hampir memudar, dan perpustakaan yang tidak tertata rapi Akan tetapi, demi menuju Universitas STKIP melakukan banyak perubahan dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
261
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pengelolaan sarana dan prasarana. Perguruan Tinggi Swasta ini mencanangkan menuju Universitas, sehingga Perguruan Tinggi ini sedang merencanakan beberapa program pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana menuju Universitas mulai dari pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan sarana dan prasarana, dan pembenahan manajemen sarana dan prasarana. Upaya tersebut dilakukan untuk lebih meningkatkan mutu Perguruan Tinggi. Dalam hal fasilitas STKIP PGRI Pasuruan melakukan banyak pembenahan, diantaranya pada saat penelitian ini dilakukan terdapat penyediaan media pembelajaran LCD, pengecatan gedung, penataan tempat parkir terpusat, pengadaan food corner dan business center, kampus hijau, serta penataan perpustakaan dengan buku-buku yang cukup lengkap. Akan tetapi, sarana prasarana juga ada yang belum memadai. Ada beberapa sarana prasarana yang sudah memenuhi standarisasi sarana prasarana akan tetapi belum merata serta belum maksimal dalam pengelolaannya. Misalnya pada saat penelitian ini dilakukan terdapat ruang perkuliahan dan laboratorium bahasa yang belum terpenuhi kelengkapannya. Karena itu penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian di STKIP PGRI PASURUAN. Rumusan/fokus penelitian ini adalah; 1) Keadaan kelengkapan sarana dan prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan. 2) Manajemen sarana prasarana di STKIP PGRI Pasuruan. 3) Upaya manajemen sarana dan prasarana yang dilakukan STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran. 4) faktor pendukung dan penghambat manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan.
Kajian Pustaka Manajemen sarana dan prasarana Pengertian manajemen sarana prasarana pendidikan Manajemen sarana dan prasarana dapat didefinisikan sebagai seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam proses belajar mengajar. Manajemen ini dilaksanakan demi tujuan pendidikan yang tealah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien (Mulyono, 2009:184)
Proses manajemen sarana prasarana pendidikan Manajemen sarana dan prasarana pendidikan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasaan, dan evaluasi kegiatan pengadaan barang, pembagian dan penggunaan barang (inventaris), perbaikan barang, dan tukar tambah maupun penghapusan barang. (Mulyono, 2010: 157) Proses yang dilakukan dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan memiliki beberapa tahap, yaitu sebagai berikut, 1)Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan, 2) Pengadaan Sarana dan Prasarana, 3) Pemeliharaan dan Penyimpanan Sarana dan Prasarana, 4) Penggunaan Sarana dan Prasarana, 5) Penghapusan Sarana dan Prasarana.
Ruang lingkup manajemen sarana prasarana pendidikan Ruang lingkup sarana prasarana mencakup fasilitas-fasilitas yang disediakan untuk para civitas akademika. Fasilitas-fasilitas tersebut juga didasarkan pada standar minimum seperti ruang belajar, ruang laboratorium, lapangan olahraga serta pengadaan teknologi yang menunjang pembelajaran siswa. Standar-standar tersebut telah dimuat dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
262
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tinjauan Tentang Proses Pembelajaran Pengertian proses pembelajaran Secara umum, proses dapat diartikan sebagai rentetan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Proses bisa juga berarti cara terjadinya perubahan dalam diri siswa atau respon yang ditimbulkan (Muhibbinsyah, 2010:47). Menurut Sadiman (1986), pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dengan pengertian lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik. Proses belajar mengajar/pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (Arief S, 2009).
Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian ini adalah kajian tentang pengelolaan manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan. Kerangka konsep penelitian menggambarkan paradigma hubungan manajemen sarana prasarana di STKIP PGRI Pasuruan dan proses pembelajaran. Maka dari itu peneliti akan mencari informasi tentang pengaruh (1) keadaan kelengkapan manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan, (2) manajemen sarana prasarana di STKIP PGRI Pasuruan yang terdiri dari pengadaan, inventarisasi, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan, (2) upaya manajemen sarana prasarana yang dilakukan STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran, (4) faktor pendorong dan penghambat manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan terhadap manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan. Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif studi kasus yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai macam kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
263
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.
Kehadiran Peneliti Peneliti dalam melakukan penelitian bertindak sebagai instrument dan pengumpul data. Peneliti berpartisipasi penuh dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan data yang valid dan orisinil. Adapun kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di STKIP PGRI Pasuruan yang terletak di Jl. Ki Hajar Dewantara No. 27-29 Kelurahan Tembokrejo Kecamatan Purworejo Kota Pasuruan.
Sumber Data Data yaitu kata-kata atau tindakan dan selebihnya itu adalah suatu tambahan seperti dokumen dan lain-lain. (Lexy J. Moleong. 2005:157). Sumber data penelitian yang diambil adalah: 1) Sumber Data Literatur. Yaitu sumber data yang diperoleh peneliti dari buku karangan para ahli yang sesuai dengan masalah yang diteliti, termasuk dalam hal ini karya ilmiah, makalah serta terbitan-terbitan yang berkaitan dengan Manejemen Sarana Prasarana. Termasuk dalam hal ini adalah dokumen-dokumen tentang keadaan lembaga pendidikan dan catatan lain yang mendukung dalam manejemen. 2) Sumber Data Lapangan. Yaitu sumber data yang diproses dari lapangan penelitian, yaitu sumber data manusia, yang terdiri dari Ketua, Pembantu Ketua 1,2, dan 3, kepala BAAK, kepala BAU, satpam, penjual di food corner, pustakawan, laboran, dosen dan mahasiswa STKIP PGRI Pasuruan. Subjek penelitian adalah sumber utama penelitian yang memiliki data penelitian. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling dan snowball sampling. Adapun subjek penelitian yang akan penulis ambil sebagai sampel adalah orang yang mengetahui, memahami, dan mengalami permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Subjek yang dimaksud adalah: 1) Dr. Hj. Dies Nurhayati, M.Pd selaku ketua STKIP PGRI Pasuruan 2) Drs. Supriyo, M.Pd selaku pembantu ketua 2 bidang administrasi umum dan keuangan STKIP PGRI Pasuruan 3) Dra. Irfah Rasyida, MM selaku pustakawan, Diah Anita, M.Pd selaku laboran, Sugianti, S.Pd selaku kepala BAU STKIP PGRI Pasuruan 4) Drs. Nurus Sobakh, SE,MM selaku dosen ekonomi, M. Yudi H R, SS, M.Pd selaku dosen bahasa inggris, M. Zaini, M.Pd selaku dosen bahasa indonesia di STKIP PGRI Pasuruan 5) Adi selaku kepala keamanan STKIP PGRI Pasuruan 6) Narko selaku penjual di food corner STKIP PGRI Pasuruan 7) Mirna fidatusyaida (prodi matematika), Septian Indra Pratama (prodi bahasa dan sastra Indonesia), Agus Wijayanto (prodi ekonomi), Hirin Muzaki (prodi bahasa inggris), Vina (prodi PKN) sebagai mahasiswa STKIP PGRI Pasuruan
Prosedur Pengumpulan data Untuk mendapatkan data-data yang akurat dalam penelitian maka dalam hal ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
In-depth interview (Wawancara mendalam). Wawancara mendalam dilakukan secara berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian (bungin, 2012; 111). Informan dalam penelitian ini adalah
264
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
beberapa anggota personil STKIP PGRI Pasuruan sebagaimana sudah tertera di subjek penelitian. Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang pengelolaan sarana dan prasarana, upaya manajemen sarana dan prasarana, dan factor pendukung dan penghambat manajemen sarana dan prasarana dalam peningkatan proses pembelajaran.
Metode observasi Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan (Bungin, 2012; 118) Penulis melakukan observasi ini untuk mendapatkan data tentang keadaan kelengkapan sarana dan prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI.
Metode Dokumentasi. Metode yang digunakan untuk menelusuri data historis (Bungin, 2012; 124), dimana penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan sumber data yang berkaitan dengan penelitian, profil perguruan tinggi, struktur organisasi, visi dan misi, keadaan dosen, mahasiswa, karyawan, sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran serta dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Analisis Data. Menurut Robert C. Bogdan (2007) Analisis data kulitatif adalah proses secara sistematis mencari dan mengola berbagai data yang bersumber dari wawancara, pengamatan lapangan, dan kajian dokumen (pustaka) untuk menghasilkan suatu laporan temuan penelitian.
Pengecekan Keabsahan Temuan Menurut Moleong (dalam Bungin, 2012;262) pengujian keabsahan temuan meliputi: 1) Perpanjangan keikutsertaan, 2) Ketekunan pengamatan, 3) Triangulasi, 4) Pengecekan sejawat, 5) Kecukupan referensional, 6) Kajian kasus negatif, 7) Pengecekan anggota. Peneliti melakukan pengecekan data dengan sumber yang sama tetapi dengan metode yang berbeda. Dari hasil wawancara, penulis cocokan dengan observasi dan dokumentasi. Hasil yang didapat yaitu kecocokan data yang disampaikan dengan apa yang peneliti lihat dan dapatkan berupa dokumentasi.
Tahap-tahap penelitian a. b.
c. d.
Proses pelaksanaan penelitian melaui tahapan-tahapan sebagai berikut: Penelitian pendahuluan, dengan menentukan masalah penelitian. Pengembangan desain, dengan pengumpulan data dengan istrumen yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada tahap ini peneliti mulai terjun ke lapangan untuk menggali informasi tentang sarana prasarana serta proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan. Penelitian sebenarnya, dengan analisis dan penyajian data yaitu menganalisa data dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan Tahap pelaporan, peneliti membuat laporan.
Hasil Penelitian Keadaan kelengkapan sarana dan prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan Sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan. Keberadaannya selalu ditinjau kelengkapannya untuk meningkatkan mutu suatu lembaga pendidikan. STKIP PGRI Pasuruan termasuk salah satu Sekolah Tinggi yang menuju Universitas yang sudah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
265
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
memenuhi kelengkapan sarana prasarana dan terus melakukan pembenahan dalam meningkatkan proses pembelajaran.
Manajemen Sarana Prasarana Di STKIP PGRI Pasuruan a. Pengadaan dan Inventarisasi STKIP PGRI Pasuruan merupakan Perguruan Tinggi Swasta yang sedang menuju Universitas, dalam hal ini STKIP PGRI Pasuruan sedang melaksanakan program peningkatan mutu STKIP PGRI Pasuruan ke arah Universitas melalui pelaksanaan manajemen sarana prasarana yang baik yakni proses pengadaan, penggunaan, pemeliharaan, inventarisasi, dan pengahapusan sarana prasarana oleh pihak BAU (Bidang Administrasi Umum) dan Pembantu Ketua II. b. Penggunaan Selain perencanaan dan pengadaan sarana prasarana, ada juga proses penggunaan, pemeliharaan, inventarisasi, dan penghapusan. Dalam penggunaan sarana prasarana dalam proses pembelajaran sangat bervariatif, semua sarana prasarana dapat dijadikan sebagai alat atau media pembelajaran tergantung dari strategi atau metode yang digunakan oleh dosen dalam mengajar, selain itu faktor materi ajar juga berpengaruh dalam menentukan penggunaan sarana prasarana. Dalam hal ini pemilihan dalam penggunaan sarana prasarana sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, disini dosen mempunyai peranan yang penting, dibutuhkan kreativitas dosen dalam pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang selama ini diinginkan dapat terwujud dengan baik. c. Pemeliharaan dan penghapusan Semua sarana prasarana yang telah dimiliki hendaknya dirawat dan dijaga dengan baik supaya tidak cepat rusak dan tahan lama. Dengan pemeliharaan yang baik terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki maka sarana prasarana pendidikan yang dimiliki akan selalu dalam keadaan siap pakai sehingga dapat dipakai kapan saja saat dibutuhkan. Dengan sarana prasarana yang selalu dalam kondisi siap pakai itu semua civitas akademika dapat dengan lancar menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam rangka itu, tentunya semua perlengkapan bukan saja ditata sedemikian rupa melainkan juga dipelihara dengan sebaik-baiknya. Dalam proses pemeliharaan barang di STKIP PGRI Pasuruan diserahkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab pada masing-masing sarana. Proses ini menyangkut pendistribusian, penggunaan dan peminjaman sarana dan prasarana oleh civitas akademika yang membutuhkannya, peletakan sarana prasarana sesuai dengan tempatnya, serta perawatan sarana prasarana agar dapat berhasil guna dengan baik.
Upaya manajemen sarana prasarana yang dilakukan STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran. a. Pemenuhan standar Dalam melaksanakan manajemen sarana prasarana yang baik, berbagai upaya dalam perbaikan sarana prasarana terus dilakukan oleh STKIP PGRI Pasuruan demi meningkatkan proses pembelajaran maupun peningkatan mutu STKIP PGRI Pasuruan. Menyangkut upaya yang dilakukan oleh STKIP PGRI Pasuruan dalam manajemen sarana prasarana adalah berupaya untuk memenuhi standar Sekolah Tinggi yang telah di tentukan oleh Pemerintah. b. Peninjauan Ulang Dan Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana Upaya terbaik dilakukan oleh STKIP PGRI Pasuruan untuk memberikan pelayanan terbaik tarhadap sarana prasarana yang ada, karena tidak dapat di pandang sebelah mata bahwa
266
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
manajemen sarana prasarana mempunyai peranan penting dalam peningkatan proses pembelajaran maupun mutu dari STKIP PGRI Pasuruan
Faktor Pendukung dan Penghambat Manajemen Sarana Prasarana dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan. Suatu program yang telah direncanakan tidak akan bisa berjalan/berhasil secara maksimal jika tersedia faktor pendukung, sedangkan faktor pendukung bisa berasal dari internal maupun eksternal, antara lain: a. Tenaga ahli yang handal Faktor pendukung manajemen sarana dan prasarana pendidikan dalam meningkatkan proses pembelajaran tidak hanya berupa dana saja, akan tetapi partisipasi dan kerjasama seluruh stakeholders dalam hal apapun juga sangat dibutuhkan. Adapun faktor pendukung manajemen sarana dan prasarana pendidikan dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan adalah pelaksanaan manajemen sarana dan prasarana pendidikan ditangani oleh tenaga-tenaga administrasi yang ahli dalam bidangnya yang bekerjasama dalam proses pengadaan, pemeliharaan, serta penghapusan barang demi terealisasinya program Sekolah Tinggi. b. Kerjasama tim dan pendanaan Dalam melaksanakan suatu manajemen kerjasama pihak-pihak yang terkait dalam manajemen tersebut merupakan tolak ukur keberhasilan suatu program, di STKIP PGRI Pasuruan kerjasama tim dalam manajemen sarana prasarana merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan manajemen sarana prasarana dalam memenuhi kebutuhan sarana prasarana. Selain faktor-faktor yang dapat mendorong pelaksanaan manajemen sarana prasarana, terdapat pula beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan manajemen sarana prasarana, antara lain: a. Kurangnya Tenaga Ahli dan Pemakai Yang Tidak Sesuai Dengan Spesifikasi Teknis Dalam pemakaian sarana yang berbasis IT, pemakai yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis atau kurangnya pengetahuan mengakibatkan banyak barang yang disediakan cepat mengalami kerusakan. Selain itu, tenaga administrasi manajemen sarana prasarana yang kurang memadai dan kurangnya perhatian dan rasa memilki dari civitas akademik dapat menghambat pelaksanaan manajemen sarana prasarana. b. Pemenuhan Standar Menuju Universitas Untuk menuju Universitas, STKIP PGRI Pasuruan harus melakukan tata ulang manajemen sarana prasarana sesuai dengan standar Universitas, hal ini merupakan salah satu kendala yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan manajemen sarana prasarana. c. Tata Letak Gedung Dalam pembangunan sarana prasarana gedung tata letak akan mempengaruhi kenyamanan para pemakai fasilitas. Di STKIP PGRI Pasuruan tata letak gedung perkuliahan yang dekat dengan food corner berakibat pada kendala dalam proses pembelajaran.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
267
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dalam kondisi baik dan terus melakukan pembenahan Keadaan kelengkap an sarana prasarana dalam meningkat kan proses pembelaja ran di STKIP PGRI Upaya Pasuruan. manajemen
Disesuaikan inventarisasi tahun lalu, pendanaan, pembuatan proposal, dan pembagian jobdiscription
Pendataan dan pencatatan buku keluar masuk barang
Penga daan
Manajemen Sarana Prasarana Dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran Di STKIP PGRI Pasuruan
(penjelasan terlampir di halaman berikutnya) faktor
2.
3. 4.
268
Perencanaan pengadaan sarpras mengacu pada inventarisasi pada tahuntahun sebelumnya mengenai penambahan, dan penggantian serta analisis kebutuhan sarpras melalui pengamatan dan permintaan tiap kepala unit. Pengadaan disesuaikan pendanaan yang akan dikeluarkan Membuat proposal pengadaan Apabila pengadaan disetujui maka diadakan pembagian jobdiscription melalui rapat yaitu menyangkut penenggung jawab pembelian yang bertugas mendaftar dan memelihara, penerima barang yang bertugas inventarisasi barang yang dimiliki, dan pendistribusian barang ke masing-masing kepala unit, dan kepala unit bertugas dalam pemeliharaan barang
Pendistribusi an, pemeliharaan berkala, dan pengecekan Wewenang pihak PPLPPT dalam mengelola
Pemeli haraan Pengh apusa n
Manajem en sarana prasarana di STKIP PGRI Pasuruan.
pendu kung
Tenaga ahli administra si handal Kerjasam a tim administra si dan pendanaa n baik
pendukung dan penghambat manajemen pengh sarana ambat prasarana dalam meningkatka Kurangnyn proses Pemakai Pemen a tenaga uhan pembelajara sarpras ahli n di STKIP yang standar tidak administr PGRI menuju sesuai asi Pasuruan univers spesifika itas si teknis
prasarana
1.
Peng gunaa n
invent arisasi
sarana dan prasarana yang dilakukan STKIP PGRI Pasuruan dalam Pemenu meningkatkan Peninjauan han proses ulang dan standar pembelajaran pemenuha menuju n universit kelengkapa as n sarana
PENGADAAN
Sesuai kebutuhan/mat eri ajar dan prosedur peminjaman
INVENTARIS ASI 1. Sarpras yang sudah dibeli atau yang disediaka n didata dan dimasukk an kedalam file computer. 2. Inventaris asi peminjam an atau pengguna an barang dicatat di buku keluar masuk barang
MANAJEMEN SARANA PRASARANA PENGGUNAAN 1.
2.
3.
Penggunaan sarpras disesuaikan kebutuhan agar diperoleh manfaat. Penggunaan sarpras dalam proses pembelajaran disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipelajari. Peminjaman dan penggunaan harus memenuhi prosedur dengan menghubungi petugas yang bertangggung jawab mencatat di buku keluar masuk barang.
PEMELIHARAAN
1.
2.
3.
Pendistribusian barang pada pihak yang bertanggung jawab dengan perintah Pembantu Ketua II dan izin Ketua STKIP PGRI Pasuruan. Pemeliharaan dilaksanakan tiap hari dan secara berkala yang meliputi pengawasan, pengecekan keluar masuk barang, pencegahan kerusakan, dan pembersihan barang. Pembantu ketua II melakukan pengecekan dengan berkeliling dan atas laporan tim sarpras serta civitas akademika.
Tata letak gedung
PENGHAPUSAN
1. Apabila terjadi kerusakan sarpras maka menjadi wewenang pihak PPLPPT untuk pengelolaan meliputi diperbaiki atau diganti
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Simpulan Keadaan kelengkapan sarana prasarana yang ada di STKIP PGRI Pasuruan dalam meningkatkan proses pembelajaran dalam keadaan baik, memadai, dan sudah dalam keadaan standar Sekolah Tinggi meskipun masih banyak terjadi kerusakan dan terus diupayakan pembenahan. Manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan, meliputi pengadaan sarana dan prasarana dilakukan dengan cara perencanaan pengadaan barang dengan analisis kebutuhan akan sarana dan prasarana menampung aspirasi tiap Kepala Unit/melalui observasi langsung oleh staf BAU dan Pembantu Ketua II tentang sarana prasarana yang dibutuhkan, sarana dan prasarana diperoleh dengan cara pembelian, pendayagunaan sarana dan prasarana bervariasi dan pemakaiannya sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan sarana dan prasarana dalam pembelajaran disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari. Dalam peminjaman barang semua civitas akademik terlebih dahulu menghubungi petugas dan mengisi buku daftar peminjaman. Pemeliharaan sarana dan prasarana dilaksanakan setiap hari dan secara berkala. Pemeliharaan sehari-hari meliputi pengecekan dan pembersihan sarana dan prasarana sedangkan pemeliharaan secara berkala meliputi pengawasan, pemeliharaan yang bersifat pencegahan serta perbaikan sarana dan prasarana. Pemeliharaan dilakukan secara teratur agar selalu dalam keadaan siap pakai ketika dibutuhkan, penghapusan sarana prasarana dilakukan oleh pihak PPLP-PT sehingga barang yang rusak tidak bisa segera dibenahi tanpa keputusan pihak PPLP-PT, dengan demikian banyak barang-barang yang rusak didiamkan tanpa pembenahan secara cepat. Upaya manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan adalah dengan pemenuhan standar dari standar Sekolah Tinggi menjadi standar Universitas dan juga memenuhi kelengkapan sarana prasarana yang kurang ataupun yang belum dimiliki dengan melakukan pembangunan dan pembelian. Faktor pendorong manajemen sarana prasarana dalam meningkatkan proses pembelajaran di STKIP PGRI Pasuruan antara lain tenaga ahli yang handal yang dimiliki STKIP PGRI Pasuruan untuk menangani pengelolaan sarana prasarana, kerjasama tim, dan dukungan pendaan dalam penyediaan sarana prasarana. Sedangkan faktor penghambat manajemen sarana prasarana adalah kurangnya tenaga ahli dan pemakai yang tidak sesuai
dengan spesifikasi teknis serta tata letak gedung. Daftar Pustaka Alex Aldha Yudi.2012.Pengembangan Mutu Pendidikan Ditinjau Dari Segi Sarana Dan Prasarana.Jurnal Sarana Dan Prasarana,(online), 9 (1): 3-4, (www.ppmunpak.web.id)), diakses 4 Pebruari 2014 Arief S.2009. Media Pendidikan.Jakarta: Rajawali Pers Arikunto, Suharsimi & Lia Yuliana. 2008. Manajemen Pendidikan.Yogyakarta: Aditya Media. Barnawi & Arifin, M.2012.Manajemen Sarana Prasarana Sekolah.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Hariyanto. 2011. Analisis dan Intepretasi Data Kualitatif serta pemeriksaan. (online),(http://www.academika.edu/1422518/analisis_dan_intepretasi_dat a_kualitatif_sertapemeriksaan keabsahan data), diakses 11 Maret 2014 Lexy J Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Minarti, Sri.2011. Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
269
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.Bandung: Rosda Karya. Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah.Bandung: Rosda Karya Mulyono. 2010. Manajemen Administrasi Dan Organisasi Pendidikan.Solo: Ar-Ruzz Media. Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan Tinggi.(online),(www.dikti.go.id), diakses 4 Pebruari 2014 Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sarana Prasarana.Bandung: Citra Umbara Warsita, Bambang. 2008. Tekonologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta Yusuf, Ahmad. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif, (online), (web.Unair.ac.id), diakses 11 Maret 2014 Zain.2013.SaranadanPrasarana.(online),(http://gadogadozaman.blogspot.com/2013/06/manaje men-sarana-dan prasarana.html), diakses 20 pebruari 2014.
270
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Kinerja Pengurus Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang Munawaroh 22 ([emailprotected]) Abstract The purpose of this study is to explain the existence of a democratic leadership style influence on the performance of the board Cooperative Karpindo PPLP PT PGRI Jombang. Method used by the researchers is Simple Linear Regression analysis with SPSS 16.0 for Windows. The population in this study were all cooperative management Karpindo which amounted to 7 people. While the data collection technique using observation, interview and questionnaire. The results of data analysis showed that the correlation of X and Y is equal to 0.074 means that the influence of these two variables is weak. Democratic leadership style does not have a significant effect on the performance of the board Cooperative Karpindo PPLP PT PGRI Jombang by 6% and 94% are influenced by other factors such as the individual's ability, motivation, solidarity among administrators, and educational level. Keywords: Democratic Leadership Style, Performance Board Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan ada tidaknya pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah analisis Uji Regresi Linier Sederhana dengan bantuan software SPSS 16.0 for windows. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengurus koperasi Karpindo yang berjumlah 7 orang. Sedangkan teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan observasi, wawancara dan penyebaran angket. Hasil analisis data diperoleh bahwa nilai korelasi X dan Y adalah sebesar 0,074 artinya pengaruh kedua variabel tersebut lemah. Gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengurus Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang sebesar 6% dan 94% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kemampuan individu, motivasi, solidaritas antar pengurus, dan tingkat pendidikan. Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan Demokratis, Kinerja Pengurus
Pendahuluan Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memiliki kepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraan. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup strategis bagi anggota dalam mencapai tujuan ekonomis yang pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Akan tetapi dari tahun ke tahun jumlah koperasi yang ada di tanah air berkurang bahkan gulung tikar. Penyebab koperasi gulung vakum adalah salah urus, dibentuk hanya untuk mendapatkan program kredit dan yang paling dominan koperasi dililit utang akibat salah urus manajemen, menurut Sesmen Koperasi dan UKM. Guru Besar Ikopin Bandung, Prof Dr Yuyun Wirasasmita menyebutkan, kelemahan koperasi bukan kelemahan kaidah namun dikarenakan adanya penyimpangan dari kaidah koperasi sehingga membuat badan usaha itu tidak efektif. Menurut teori keberhasilan koperasi salah satunya adalah kinerja pengurus. Pengurus dalam koperasi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan bagi keberhasilan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berwatak sosial. Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh 22
Dosen Prodi. Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Jombang
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
271
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
anggota koperasi dalam rapat anggota. Oleh karena itu kinerja pengurus mempunyai kedudukan yang menentukan keberhasilan koperasi. Dengan pengurus yang memiliki kompetensi baik akan dapat membuat koperasi berkembang menjadi lebih baik. Tidak hanya itu hubungan antara pimpinan dan karyawan/pengurus sangat diperlukan untuk menunjang kinerja perusahaan dan sesuai dengan tujuan. Pemimpin juga berguna sebagai pemantau para karyawannya dan menyelaraskan gaya kepemimpinan demokratis yang dapat meningkatkan kinerja karyawan/pengurus secara maksimal, agar dapat mencapai tujuan koperasi. Gaya kepemimpinan demokratis sudah banyak diterapkan di berbagai perusahaan dan organisasi tidak menutup kemungkinan kegagalan dalam usaha yang didirikan akan dialami oleh perusahaan dan organisasi. Apabila itu terjadi keadaan bagi perusahaan dan organisasi yang menerapkan kepemimpinan demokratis akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. Disamping itu gaya kepemimpinan akan mempengaruhi bawahan organisasi ,karena sejatinya pemimpin berpengaruh besar terhadap sukses tidaknya organisasi yang dipimpin. Apabila kepemimpinannya baik bisa mempengaruhi bawahannya akan tugas yang harus dilaksanakan maka bawahan melaksanakan tugas dengan baik pula. Begitu pentingnya disiplin kerja bagi setiap instansi di lingkungan pemerintah maupun swasta, maka pimpinan harus dapat memberikan motivasi kepada pegawai agar dapat menjalankan segala aturan yang diberlakukan. Pemerintah mempunyai peran sangat besar dalam pembuatan program pembentukan karakter kepemimpinan. Tanggung jawab pemerintah tidak sekedar membuat program tersebut tetapi yang lebih penting justru identifikasi apakah program sudah sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat untuk bisa berkreasi dan produktif. Pengukuran kinerja secara periodik sangat perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kesenjangan yang terjadi. Kinerja merupakan konsep yang multidimensional dan banyak dipengaruhi berbagai macam faktor. Ukuran kinerja yang layak bagi organisasi koperasi ini tidak sekedar bersifat finansial (input). Selanjutnya monitoring kinerja perlu dilakukan sebagai alat untuk mengevaluasi apakah pembentukan karakteristik jiwa kepemimpinan sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat yang ingin belajar . Monitoring kinerja dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi apakah pengaruh yang diberikan pimpinan sudah baik. Dengan dilakukan monitoring kinerja secara berkelanjutan, sebenarnya akan membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas gaya kepemimpinan demokratis itu sendiri. Jiwa kepemimpinan tidak hanya dibutuhkan oleh masyarakat melainkan penting pula untuk pemimpin suatu perusahaan atau organisasi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas tujuan yang ingin dicapai. Tidak hanya itu, karakter seorang pemimpin apabila sudah baik maka kinerja pengurus koperasi juga akan tercermin oleh gaya kepemimpinan yang dipakai yaitu gaya kepemimpinan demokratis karena seyogyanya pemimpin tugasnya adalah mempengaruhi pegawai guna mencapai tujuan yang sudah ditargetkan. Tujuan dari sebuah koperasi salah satunya adalah mensejahterakan anggotanya, apabila kepemimpinan suatu koperasi itu bisa mempengaruhi pengurus/pegawai maka tujuan tersebut akan terwujud, Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang yang anggotanya berasal dari STKIP PGRI Jombang dan STIE Dewantara Jombang yang beranggotakan 133 orang. Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang sementara hanya menangani bidang simpan pinjam. Permodalan pada
272
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
koperasi karpindo mengalami kemajuan yang pesat hingga saat ini mencapai satu milyar lebih dengan pertumbuhan modal sendiri mencapai Rp. 663.430.000. Untuk mengurangi resiko usaha simpan pinjam Koperasi Karpindo menempuh beberapa cara:1) kerjasama dengan Asuransi Bumi Putera yaitu asuransi kumpulan yang dikelola oleh asuransi Bumi Putera, artinya setiap anggota secara otomatis mendapatkan perlindungan berupa penghapusan Pinjaman anggota apabila meninggal sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2) Mengatasi kelalaian pinjaman, artinya memberlakukan pinjaman berdasarkan kemampuan anggota untuk mengembalikan dengan cara pemotongan gaji, 3) menganalisa pengajuan pinjaman dengan meminta persetujuan pembantu Ketua II 4) Memotong simpanan apabila tidak membayar pinjaman sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Melihat perkembangan dari koperasi karpindo berkembang cukup pesat dapat dikatakan kinerja pengurus maupun anggota koperasisudah baik. Tidak hanya itu, kepemimpinan yang diterapkan adalah kepemimpinan demokratis, sehingga gaya kepemimpinan tersebut bisa diterima oleh pengurus koperasi Karpindo karena gaya kepemimpinan demokratis tidak terfokus pada pimpinannya saja yang ikut andil dalam kebijakan koperasi, melainkan pengurus/anggotanya diikut sertakan dalam hal memberi kebijakan ataupun ide untuk memajukan koperasi Karpindo. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: adakah pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang. Sedangkan tujuan yang hendak di capai adalah untuk menjelaskan ada tidaknya pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang
Landasan Teori Gaya Kepemimpinan Demokratis Seorang pemimpin yang demokratis menyadari benar–benar bahwa akan timbul kecenderungan di kalangan para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan di kalangan para anggota organisasi untuk melihat peranan satuan kerja di mana mereka berada sebagai peranan yang paling penting, paling strategis dan paling menentukan keberhasilan organisasi mencapai berbagai sasaran organisasional (Sondang, 2010: 41). Seorang pemimpin yang demokratis dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasional. Perilakunya mendorong para bawahannya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya, dengan sungguh – sungguh pemimpin yang demokratis mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik orang lain terutama para bawahan. Bahkan pemimpin yang demokratis tidak akan takut membiarkan para bawahan berprakarsa meskipun ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat pada kesalahan. Jika terjadi kesalahan, pimpinan yang demokratis berada di samping bawahan yang berbuat kesalahan itu bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskan sedemikian rupa sehingga bawahan tersebut belajar dari kesalahan itu dan dengan demikian menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab. Satu lagi karakteristik penting seorang pemimpin yang demokratis yang sangat positif ialah cepat ia menunjukkan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi tinggi. Penghargaan itu dapat mengambil berbagai bentuk seperti kata-kata pujian, tepukan pada bahu bawahan itu, mengeluarkan piagam penghargaan, kenaikan pangkat atau bahkan juga mengkin promosi jabatan jika keadaan memungkinkan. Seorang pemimpin yang demokratis akan sangat bangga
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
273
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
bila para bawahannya menunjukkan kemampuan kerja yang bahkan lebih tinggi dari kemampuannya sendiri (Sondang, 2010: 43-44). Adapun kinerja adalah pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan (Rivai dan Basri, 2005:14).
Pengertian Kinerja Kinerja adalah tingkatan keberhasilan seseorang atau keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005:14). Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:67). Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2005:75). Lebih lanjut Mangkunegara (2005:75) menyatakan bahwa pada umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok. Kinerja karyawan adalah hasil pekerjaan atau kegiatan seorang pegawai secara kuantitas dan kualitas untuk mencapai tujuan organisasi yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya dimana tugas pegawai negeri adalah bersifat pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat (Sondang,2003:3). Agar seseorang dapat mencapai kinerja yang tinggi tergantung pada keuletan, konsistensi, kedisiplinan, mau menerima saran dari orang lain, kepemimpinan, kerjasama antar rekan kerja, pemgetahuan pekerjaan dan ketangguhan.
Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan, program dan kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi. Karenanya, sudah merupakan suatu hal yang mendesak untuk menciptakan system yang mampu untuk mengukur kinerja dan keberhasilan organisasi. Untuk dapat menjawab pertanyaan tingkat keberhasilan organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak program orgaisasi (Sedarmayanti, 2007:195). Sistem pengukuran kinerja membantu pimpinan dalam memantau implementasi strategis kegiatan dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri dari metode sistematis dalam penetapan sasaran dan tujuan dan pelaporan periodik yang mengindikasikan realisasi atas pencapaian sasaran tujuan.
274
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengukuran kinerja merupakan metode menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan berperan sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan atau hukuman, akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat menajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi (Sedarmayanti, 2007:196).
Metode Penelitian Rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian kuantitaif dengan uji regresi linier sederhana yang tujuannya untuk menjelaskan pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus Koperasi Karpindo PPLP PT PGRI Jombang dengan desain penelitian sebagai berikut:
Gaya Kepemimpinan Demokratis (X)
Kinerja Pengurus (Y)
Gambar 3.1 variabel X mempengaruhi variabel Y
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengurus koperasi sekunder Mitra Tani . Populasi yang hendak di teliti terdiri dari 7 orang pengurus koperasi sekunder Mitra Tani. Karena populasi kurang dari 100 maka sampel ditiadakan.
Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (X) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan demokratis. dengan indikator: tipe kepemimpinan, pengambilan keputusan, fungsi kepemimpinan, bersikap ramah , mudah ditemui, controlling, Komunikasi, kemampuan memotivasi bawahan 2. Variabel terikat (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja pengurus. dengan indikator: Kesetiaan, prestasi kerja, kedisiplinan, kerjasama, kreatifitas, kecakapan, tanggungjawab, kepribadian
Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi, wawancara dan angket dengan 5 alternatif jawaban dan di ujivaliditas dan reliabilitas. Dari hasil uji validitas menunjukkan bahwa untuk butir variabel independen dapat diketahui bahwa keseluruhan dari 20 butir pertanyaan yang diuji, ada 12 butir pertanyaan menunjukkan hasil yang valid. Sedangkan yang tidak valid ada 8 butir dihapus karena 12 butir pertanyaan sudah mewakili indikator. Untuk variabel dependen dapat diketahui bahwa 20 butir pertanyaan yang diuji, ada 15 butir pertanyaan yang menunjukkan hasil sedangkan yang tidak valid ada 5 butir pertanyaan dihapus karena 15 butir pertanyaan sudah mewakili indikator. Adapun hasil analisis uji reliabilitas variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
275
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 1 Hasil Uji Reliabilitas angket penelitian Variabel Cronbach Alpha Independent (Gaya Kepemimpinan 0,964 Demokratis) Dependent (Kinerja Pengurus)
0,986
Keterangan Reliabel Reliabel
Sumber: hasil penelitian yang sudah diolah dari program SPSS tahun 2014 Teknik Analisis Data Teknik Analisis data yang peneliti gunakan adalah dengan menggunakan uji regresi linier sederhana dengan rumus sebagai berikut:
Y = a+b.X+e Keterangan: Y = variable terikat (kinerja organisasi) X = variable bebas (gaya kepemimpinan demokratis) a = konstanta b = koefisien regresi e = standard estimation of error (kesalahan prediksi) Peneliti menggunakan software SPSS 16 for windows untuk membantu mengetahui variabel X (variabel bebas) yaitu Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan variabel Y (variabel terikat) yaitu kinerja organisasi.
Hasil Penelitian Jumlah responden yang peneliti gunakan adalah 7 responden dari seluruh karyawan Koperasi Karpindo yang ditemui selama 3 hari dan seluruh kuesioner kembali dan layak untuk dianalisis. Pada variabel gaya kepemimpinan demokratis indikator tipe kepemimpinan demokratis mendapat responden paling dominan. Dilihat dari angka yang diperoleh dari tabulasi hasil angket dengan nilai sebesar 71,4% yang menyatakan bahwa pimpinan Koperasi Karpindo senang menerima saran dari bawahan. Pernyataan ketidaksetujuan pada variabel gaya kepemimpinan demokratis yang paling dominan terdapat pada indikator fungsi kepemimpinan yang menyatakan bahwa pimpinan koperasi Karpindo sulit untuk ditemui. Dengan nilai sebesar 28,5% dari nilai tabulasi data angket. Pada variabel kinerja pengurus indikator kesetiaan mendapat responden yang paling dominan. Dilihat dari angka yang diperoleh dari tabulasi hasil angket dengan nilai sebesar 71,4% yang menyatakan bahwa pengurus dapat menjaga nama baik instansi. Pernyataan ketidaksetujuan pada variabel kinerja pengurus terdapat pada indikator kerjasama yang menyatakan bahwa petugas bertanggung jawab dalam melayani anggota. Dengan nilai sebesar 42,8% dari nilai tabulasi data angket.
276
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 2. Data Hasil Penelitian Angket No. Responden Variabel X Variabel Y 1 Res 1 60 47 2 Res 2 36 58 3 Res 3 46 51 4 Res 4 54 75 5 Res 5 52 75 6 Res 6 57 63 7 Res 7 53 62 Sumber: data yang diolah peneliti dari hasil kuesioner tahun 2014
Analisa Regresi Linier Sederhana Pengujian hipotesis menggunakan analisa regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus yang dapat diinterprestasikan sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (deskripsi statistik) Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
Kinerja pengurus
61.5714
10.79903
7
Gaya kepemimpinan demokratis
51.1429
7.96719
7
Hasil analisis descriptive diketahui rerata kinerja pengurus sebesar 61,57 atau dalam kategori tinggi berdasarkan interval 1 sampai dengan 100. Rerata gaya kepemimpinan demokratis berada pada nilai 51,14 yang mempunyai arti gaya kepemimpinan demokratis Koperasi Karpindo dapat dikategorikan tinggi berdasarkan interval 1 sampai dengan 100. Tabel 4. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (korelasi) Correlations Gaya kepemimpina n demokratis
Kinerja pengurus Pearson Correlation
Kinerja pengurus
Sig. (1-tailed)
Gaya kepemimpinan demokratis Kinerja pengurus
N
Gaya kepemimpinan demokratis Kinerja pengurus Gaya kepemimpinan demokratis
1.000
.074
.074
1.000
.
.437
.437
.
7
7
7
7
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
277
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hasil pengujian dapat diketahui nilai korelasi X dan Y adalah sebesar 0,074 artinya hubungan kedua variabel tersebut rendah. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kinerja Pengurus searah. Untuk melihat hubungan antara variabel antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kinerja Pengurus signifikan atau tidak dapat dilihat dari angka probabilitas (sign). Jika angka probabilitas < 0,05, maka ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel, tapi jika angka probabilitas > 0,05, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan. Pada perhitungan diatas menunjukkan nilai p value (sign) sebesar 0,437, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Gaya Kepemimpinan Demokratis tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pengurus (karena p value > 0,05). Tabel 5. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (variabel entered/removed) Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Gaya kepemimpinan demokratisa
Method
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Kinerja pengurus Keterangan: Dari tabel diatas, menunjukkan variabel yang dimasukkan adalah variabel Gaya Kepemimpinan Demokratis, sedangkan variabel yang dikeluarkan tidak ada (variabel remove-nya tidak ada).
Analisa Koefisien Determinasi (R2) Adapun koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel Gaya Kepemimpinan Demokratis menjelaskan atau mempengaruhi variabel Kinerja Pengurus (Y). Tabel 6. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (model summary) Model Summaryb
Model 1
R .074a
R Square
Adjusted R Square
.060
-.193
Std. Error of the Estimate 11.79692
a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan demokratis b. Dependent Variable: Kinerja pengurus Hasil analisis diketahui nilai R koefisien korelasi (R) sebesar 0,074 atau sebesar 7,4% menunjukkan hubungan yang tidak seberapa signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sedangkan koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,060 atau sama dengan 6% yang artinya sebesar 6% variabel Gaya Kepemimpinan Demokratis dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel Kinerja Pengurus, sedangkan 94% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yang mana variabel tersebut tidak diteliti oleh peneliti.
278
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 7 Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (anova) ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression Residual
Df
Mean Square
3.877
1
3.877
695.837
5
139.167
F
Sig. .028
.874a
Total 699.714 6 a. Predictors: (Constant), Gaya kepemimpinan demokratis b. Dependent Variable: Kinerja pengurus Berdasarkan uji anova atau F test, diperoleh F hitung 0,028 dengan tingkat signifikan 0,874 oleh karena probabilitas 0,874 jauh lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat dipakai untuk memprediksi kinerja pengurus. Atau dapat dikatakan gaya kepemimpinan demokratis tidak mempunyai pengaruh dengan kinerja pengurus. Tabel 8. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana (Coefisien) Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
56.411
Gaya kepemimpinan .101 demokratis a. Dependent Variable: Kinerja pengurus
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
T
31.235 .604
.074
Sig.
1.806
.131
.167
.874
Berdasarkan hasil pengujian diatas maka dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Y = 56,411 + 0,101 X. Dimana nilai konstanta sebesar 56,411 artinya jika gaya kepemimpinan demokratis (X) nilainya adalah 0, maka kinerja pengurus (Y) nilainya positif yaitu sebesar 56,411. Pada nilai koefisien regresi sebesar 0,101, ini menunjukkan bahwa jika ada kenaikan variabel kinerja pengurus sebesar 1% maka dapat meningkatkan kinerja pengurus sebesar 10,1%.
Analisa Uji t Penguji Hipotesis (t-Tes) digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan antar variabel Gaya Kepemimpinan Demokratis (X) dengan variabel Kinerja Pengurus (Y). Uji signifikan untuk memeriksa benar atau tidak suatu hipotesis nol (Ho). Keputusan menolak atau menerima Ho dibuat dasar nilai statistik (Uji t) yang diperoleh dari hasil perhitungan dan dibandingkan dengan nilai tabel pada derajat bebas tertentu.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
279
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Tabel 9. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Gaya kepemimpinan demokratis
Std. Error
56.411
31.235
.101
.604
Standardized Coefficients Beta
T
.074
Sig.
1.806
.131
.167
.874
a. Dependent Variable: Kinerja pengurus Hasil penelitian dapat dilihat dari nilai t hitung sebesar 0,167 dan signifikan 0,874 pada derajat kebebasan (df) = n-k-l (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel independent ) maka df = 7-1-1=5, nilai t tabel 2,571 diperoleh dengan taraf signifikan 0,05. Dengan membandingkan t hitung dengan t tabel dapat di ketahui bahwa: - Apabila t hitung < t tabel, dengan p > α maka Ho diterima dan Ha ditolak, dengan diketahui hasil sesuai ketentuan tersebut artinya secara nyata variabel independen tidak ada pengaruh terhadap variabel dependen. - Demikian pula apabila t hitung > t tabel, dengan p < α maka Ho ditolak maka Ha diterima, dapat diartikan bahwa koefisien tersebut mempunyai pengaruh yang nyata atau variabel independen tersebut secara nyata berpengaruh tehadap variabel dependen. Karena t hitung diketahui sebesar 0,167 < dari t tabel yaitu 2,571 dengan angka probabilitas yaitu sebesar p = 0,874 dengan taraf kesalahan α = 0,05, menunjukkan berarti p > α maka artinya Ho diterima dan Ha ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel independen (gaya kepemimpina demokratis) terhadap variabel dependen (kinerja pengurus). Setelah data penelitian dianalisis dan memperoleh kesimpulan langkah selanjutnya melakukan interprestasi. Interprestasi merupakan langkah terakhir untuk mendeskripsikan atau menyajikan hasil analisis data. Dari berbagai langkah penelitian yang disajikan sebelumnya dapat di interprestasikan sebagai berikut: a) berdasarkan hasil analisis data diatas, dapat diinterprestasikan hasilnya, bahwa dari uji regresi linier sederhana diperoleh hasil pengujian dapat diketahui nilai korelasi X dan Y adalah sebesar 0,074 artinya hubungan kedua variabel tersebut rendah. Korelasi positif menunjukkan bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan kinerja pengurus; b) pada perhitungan diatas menunjukkan nilai p value (sig) 0,437, dengan demikian dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengurus (karena p value > 0,05); c) perhitungan koefisien determinasi (R square) diketahui sebesar 0,060 atau sama dengan 6% yang artinya sebesar variabel 6% gaya kepemimpinan demokratis dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel Kinerja Pengurus, sedangkan sisanya sebesar 94% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain; d) pada Uji T, t hitung diketahui sebesar 0,167 < dari t table yaitu 2,571, artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif atau secara signifikan antara 280
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
variabel independent (gaya kepemimpinan demokratis) terhadap variabel dependent (kinerja pengurus). Berdasarkan hasil analisis data yang peneliti lakukan, berhasil membuktikan bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh terhadap kinerja pengurus. hal ini di buktikan dengan pengujian koefisien korelasi x dan y adalah sebesar 0,074 artinya pengaruh kedua variabel tersebut rendah. korelasi positif menunjukkan bahwa pengaruh antara gaya kepemimpinan demokratis dengan kinerja pengurus searah. Jadi gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh sebesar 6% terhadap kinerja pengurus Koperasi Karpindo karena kepemimpinan demokratis tidak seberapa diperlukan dalam kinerja pengurus instansi sebuah koperasi. Karena kinerja koperasi dapat baik dikarenakan dengan adanya kerja sama dan gotong royong antar pengurus maupun anggota koperasi. Hasil signifikannya rendah dikarenakan jumlah responden yang diteliti hanya tujuh orang. Hanya sedikit karena objek yang diteliti adalah pengurus koperasi. Hal ini juga di dukung oleh adanya pengertian umum koperasi di Indonesia menurut UU nomor 17 tahun 2012, didefinisikan sebagai badan hukum yag didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Jadi kinerja operasional di koperasi semuanya adalah sama kinerjanya berdasarkan kekeluargaan. Pengertian umum menurut UU nomor 25 tahun 1992 bahwa koperasi baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Suatu koperasi dalam pencapaian tujuan ditetapkan harus melalui sarana organisasi yang terdiri dari sumber daya manusia yang berperan aktif dalam mencapai tujuan organisasi atau instansi yang bersangkutan. Kinerja perorangan mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja lembaga. Tidak hanya itu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan koperasi atau lembaga tertentu harus bercermin pada visi, misi dan asas yang telah ditetapkan. Hasil penelitian juga didukung oleh penelitian Titin Nur Cahyati (2013) meneliti tentang “Pengaruh Kinerja Pegawai Terhadap Kepuasan Pelayanan Pada Kantor Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang” . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pegawai berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelayanan pada kantor Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang sebesar 51,90% dan 48,10% dipengaruhi oleh faktor lain. Sedangkan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa di koperasi Karpindo tentang pengaruh gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pengurus, mempunyai taraf rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kinerja pengurus dapat dikatakan kurang baik apabila gaya kepemimipinan demokratis tidak bisa diterapkan dengan baik. Hal ini juga didukung dengan hasil uji regresi linier sederhana menunjukkan adanya korelasi yang positif dan bergantung rendah, dan signifikan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan kinerja pengurus sebesar 6% sedangkan sisanya dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain yaitu kemampuan individu, motivasi, solidaritas antar pengurus, dan tingkat pendidikan. Melihat dari analisa peneliti menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis tidak cukup berhasil untuk membuat kinerja pengurus koperasi Karpindo dalam kegiatan operasional.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
281
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain, faktor pertama yaitu motivasi, yang dimiliki oleh pengurus adalah motivasi intern yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Dimana semua para pengurus timbul minat untuk bekerja dengan baik dan tepat sesuai dengan pekerjaan yang telah diterima. Faktor yang kedua yaitu amanah, para pengurus juga selalu amanah dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh pimpinan sehingga pekerjaan telah selesai dikerjakan sesuai dengan deadline (batas waktu yang telah ditentukan). Faktor yang ketiga yaitu solidaritas antar pengurus, para pengurus sebenarnya sudah mempunyai tugas masing-masing, akan tetapi apabila ada salah satu misalnya dari bagian kesekretariatan yang tugasnya belum selesai, maka pengurus yang lain ikut membantu tentunya dari bagian yang lain (bendahara). Pengurus tidak membeda-bedakan dalam segi bagian pekerjaan. Mereka mempunyai tujuan yang sama, maka mereka saling membantu, bekerja sama apabila ada pekerjaan yang belum selesai sehingga pekerjaan mereka selesai tepat waktu sehingga kinerja mereka baik. Faktor keempat yaitu kemampuan, kemampuan pengurus juga menjadikan alasan kenapa gaya kepemimpinan demokratis tidak mempengaruhi kinerja pengurus. Kemampuan mereka dapat dikatakan baik, karena sebelum menjadi pengurus di koperasi Karpindo calon pengurus di training terlebih dahulu dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dilihat dari kinerjanya yang baik selama menyelesaikan pekerjaan. Selain di training untuk mendapatkan mutu kinerja yang baik, pihak koperasi Karpindo diikutkan dalam seminar apabila ada acara seminar tentang koperasi di daerah sekitar. Faktor yang kelima yaitu pelayanan, koperasi Karpindo bergerak dibidang Simpan pinjam yang sistem pembayarannya lewat pemotongan gaji.. Apabila ada anggota yang ingin pinjam mereka dilayani oleh pengurus dengan baik. Faktor keenam yakni koreksi, pihak koperasi Karpindo tiap minggu dan tiap akhir bulan mengadakan koreksi dari setiap pembagian kerja yang telah diberikan kepada pengurus. Apakah sudah sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Suatu contoh setiap satu tahun sekali bendahara di koreksi oleh pimpinan, apakah pembukuan sudah balance (seimbang) antara pengeluaran sama pemasukan. Agar bendahara tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan oleh atasan. Beberapa faktor diatas yang peneliti peroleh dari data observasi dan wawancara bisa dikatakan hasil penelitian tidak sesuai dengan teori yang ada. Bahwa teori gaya kepemimpinan demokratis perilakunya mendorong para bawahan menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitas. Teori yang ada tidak berlaku untuk kinerja pengurus koperasi Karpindo karena dapat dilihat dari penjelasan beberapa faktor diatas bahwa kinerja pengurus tergolong mandiri dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawabnya sehingga gaya kepemimpinan demokratis tidak mempengaruhi kinerja pengurus koperasi Karpindo.
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian yang telah dilakukan maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa dari uji regresi linier sederhana diperoleh hasil pengujian dapat diketahui nilai korelasi X dan Y adalah sebesar 0,074 artinya pengaruh kedua variabel tersebut lemah. Korelasi positif menunjukkan bahwa pengaruh antara gaya kepemimpinan demokratis dengan Kinerja Pengurus “searah”. Pada tabel koefisien menunjukkan nilai p value (sig) sebesar 0,874, dengan demikian dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan demokratis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Pengurus (karena p value > 0,05) dikarenakan jumlah respondennya kecil yakni sebesar tujuh responden. 282
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Saran Beberapa saran peneliti yang dapat dikemukakan sebagai pertimbangan antara lain: 1. gaya kepemimpinan demokratis rendah sehingga tidak dapat meningkatkan kinerja pengurus koperasi. Diharapkan kedepannya pemimpin dapat lebih meningkatkan gaya kepemimpinan demokratis yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja pegurus koperasi Karpindo 2. gaya kepemimpinan demokratis seharusnya dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kinerja pengurus koperasi, karena pada dasarnya gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemiminan yang sangat positif bagi bawahan. 3. untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menambah variabel lain yang dapat dijadikan indikator dalam penelitian lanjutan. Hal ini karena masih adanya variabel yang belum ditemukan peneliti yang masih memiliki hubungan yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan demokratis dan kinerja pengurus. 4. untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk menambah jumlah responden dengan sampel yang besar minimal 30 respoden dan cukup representative (mewakili).
Daftar Pustaka Alfahrisy, Salim.( 2012). Definisi Angket (online) http://mediainformasill .blogspot. com/2012/04/pengertian-definisi angket.html [19 September 2013 Ammelia, Ima. (2013). Survey Kepuasan Pelanggan Program Study Magister Manajemen Universitas Sriwijaya. Palembang: Universitas Sriwijaya Bungin, Burhan. 2005. Edisi 2. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana. Burhani, Rusian. (2012). Kepemimpinan Indonesia di APEC Harus di Manfaatkan Secara Optimal(online)http://www.Antaranews.com/berita/333273/kepemimpinan- indonesia di-apec-harus-dimanfaatkan-optimal[15 September 2013] Cahyati, Titin Nur. (2013.) Pengaruh Kinerja Pegawai Terhadap Kepuasan Pelayanan Pada Kantor Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Jombang: STKIP PGRI Jombang. Davina.( 2012). Krisis Kepemimpinan di Indonesia (online) http://www. Davina news.com/2012/06/krisis-kepemimpinan-di-indonesia.html[18 September 2013] Deva. (2008). Kepemimpinan. (online) http:// emperordeva. wordpress. com/ about/makalahtentang-kepemimpinan/ [24 September 2013] Elqorni, Ahmad Kurnia.( 2012). Kinerja Organisasi (online) http:// reconia 4training.wordpress.com/2012/08/23/kinerja-organisasi/ [23 Agustus 2013] Futriana, Merlita. 2013. Metodologi Penelitian (online) http:// merlita futriana0. blogspot.com/p/wawancara.html [19 September 2013] Handoko, T. Hani. (2003). Edisi ke 2. Manajemen. Yogyakarta:BPFE Ilahisa, Maya. (2010). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Terhadap Produktivitas Kinerja Karyawan Bagian Produksi Di UD. Logam Jaya Ds. Tambar Kec. Jogoroto Kab. Jombang. Jombang: STKIP PGRI Jombang. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2005). Penilaian Kinerja Karyawan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Misbah, Daqoiqul. (2013). Tipe atau Macam Kepemimpinan (online) http:// daqoiqul.blogspot.com/2012/05/tipe-atau-macam-kepemimpinan.html [21 Agustus 2013] Mondy, R. Wayne. (2008). Edisi ke 10 jilid 1. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga. Munawaroh. 2012. Panduan Memahami Metodologi Penelitian. Malang: Intimedia. Pratiwi, Riska.( 2012). Pegaruh Budaya Organisasi Terhadap kinerja Pegawai pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makasar. Skripsi UNIP. Makasar. Priyatno, Duwi. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
283
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Sedarmayanti. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: Refika Aditama. Siagian, Sondang P.( 2010). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta. Sugi. (2012). Pengertian Populasi dan Sampel Dalam Penelitian (online) http:// sugithewae.wordpress.com/2012/11/13/pengertian-populasi-dansampel-dalam-penelitian Sugiyono. (2011). Cetakan ke 18. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi, Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Thoha, Miftah.( 2010). Edisi 1. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers. Tommy. (2008). Pengaruh Faktor Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, dan Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua (online) http:// www.skripsi-tesis.com/07/02/pengaruh-faktor-budaya-organisasigaya-kepemimpinandankualitas-sumber-daya-manusia-terhadap-kinerja-dinaspendidikan-dan-pengajaran-provinsi-papua-pdf-doc.htm [25 Agustus 2013] Undang –Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Koperasi. Veithzal Rivai, Ahmad Fawzi Moh. Basri. (2005). Performance Appraisal. Jakarta: Rajawali. Wadi, Edi Susilo. (2013). Pengertian Metode Observasi Defini Menurut Para Ahli Dalam Penelitian (online) http://shilomediaart- toili. blogspot. Com 2013/05/ pengertianmetode-observasi-definisi.html [18 November 2013] Yulk, Gary. (2001). Edisi ke 5. Kepemimpinan Dalam Organisasi. New York: Indeks.
284
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Kota Surabaya Norida Canda Sakti 23 ([emailprotected]) Abstract As the second largest city in Indonesia, Surabaya not escape from poverty. Many factors affect poverty in Surabaya, including economic growth, unemployment, population growth rate and others. Residents an important factor to consider because, according to the Malthusian theory that population growth is very rapid and the process will be the source of the causes of poverty. In addition, the unemployment rate and educational progress of an area also influence the rise and fall of the poverty level. In accordance with the identification of problems, the proposed objective is to determine the effect of economic growth, population, education and unemployment on poverty in the city of Surabaya. The results of statistical analysis using the program Eviews 4 shows that economic growth, population, education and unemployment together have significant impact on poverty in the city of Surabaya. Economic growth, education and unemployment have a significant impact on poverty in the city of Surabaya in the period 2004-2013. Keywords: Economic Growth, Population, Education, Unemployment, Poverty Abstrak Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya tidak luput dari masalah kemiskinan. Banyak faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Surabaya, diantaranya pertumbuhan ekonomi, pengangguran, laju pertumbuhan penduduk dan lainnya. Penduduk merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan karena menurut teori Malthus bahwa pertumbuhan penduduk yang sangat pesat akan menjadi sumber dan proses penyebab kemiskinan. Selain itu, tingkat pengangguran dan kemajuan pendidikan suatu daerah turut mempengaruhi naik turunnya tingkat kemiskinan. Sesuai dengan identifikasi masalah, maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, penduduk, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Hasil analisis statistik dengan menggunakan program Eviews 4 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, penduduk, pendidikan dan pengangguran secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan pengangguran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemiskinan di Kota Surabaya dalam kurun waktu tahun 2004-2013. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Pendidikan, Pengangguran, Kemiskinan
Pendahuluan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian banyak orang di dunia ini. Kemiskinan dapat menghambat kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan mempunyai keterkaitan yang erat. Terdapat pendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk terhadap kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut tidak akan mungkin dapat tercapai bila penduduk masih dibelenggu oleh kemiskinan itu sendiri. Secara ekonomi, kemiskinan dapat diartikan sebagai adanya kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.
23
Universitas Negeri Surabaya
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
285
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikannya. Jika dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktifitas ini akan meningkatkan pendapatan baik pendapatan individu tersebut, maupun pendapatan nasional. Pertumbuhan penduduk yang disertai peningkatan kualitas pendidikan perlu diupayakan dan dikembangkan guna menurunkan tingkat pengangguran. Pemerintah Kota Surabaya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) menargetkan menurunkan persentase penduduk miskin dari sekitar 15,01% di tahun 2004 menjadi sekitar 13,01% di tahun 2009. Sedangkan dalam RPJMD 2009-2014 pemerintah menargetkan dari 13,01% menjadi 9,01%. Hasil dari upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surabaya memperlihatkan pengaruh yang kurang mencapai dari hasil yang diharapkan. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan mengalami fluktuasi pada setiap tahun yaitu dalam kurun waktu tahun 2004 sampai 2013. Rendahnya tingkat kehidupan yang sering sebagai alat ukur kemiskinan hanyalah merupakan salah satu mata rantai dari munculnya lingkaran kemiskinan. Banyak tokoh, peneliti, badan resmi pemerintah, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai pendapat tersendiri dalam memandang masalah kemiskinan ini. Dalam penelitian ini Kota Surabaya merupakan kota metropolitan yang tak luput dari masalah dimensional ini. Surabaya memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi dibandingkan di daerah lain di Jawa Timur, sehingga dalam kenyataannya masih terbelenggu kemiskinan dilihat dari data Badan Pusat Statistik dan BAPPEKO. Pada tahun 2004 tingkat kemiskinan sebesar 15,23% dan turun menjadi 11,54% di tahun 2005 dimana target penurunan kemiskinan telah tercapai. Pada tahun 2009 target penurunan kemiskinan telah terlampaui, sedikit meningkat menjadi 12,48%. Pada tahun 2010 kemiskinan mencapai 10,57% dan telah melampaui target dan menurun menjadi 11,50%, di tahun 2012 dan kembali meningkat menjadi 12,88% di tahun 2013. Keberhasilan Kota Surabaya dalam menanggulangi kemiskinan belum sepenuhnya berhasil. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, yaitu angka diatas hard core atau diatas 10%. Pemerintah bertugas menekan angka kemiskinan agar tidak terus merangkak naik. Kerjasama dengan Dinas-dinas terkait perlu di galakkan seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Dinas Kesehatan. Semua dinas tersebut bisa mengikis angka kemiskinan secara signifikan. Pada tahun 2009 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Jawa Timur, karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya. Tahun 2010 jumlah penduduk miskin kembali mengalami penurunan. Kota Surabaya sebagai ibu kota Jawa Timur pun tidak terlepas dari masalah kemiskinan sehingga pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap upaya pengentasan kemiskinan. Jumlah pengangguran di Surabaya tiap tahun mengalami peningkatan. BPS menyebutkan tingkat pengangguran di Kota Surabaya tahun 2008 sebesar 7,16 % dan terjadi kenaikan menjadi 9,68 % pada tahun 2010. Tingginya angka pengangguran di Surabaya ini berpengaruh terhadap jumlah kemiskinan.
286
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Kajian Pustaka Kemiskinan. Menurut Suharto (2009:15), kemiskinan berhubungan dengan kekurangan materi, rendahnya penghasilan dan adanya kebutuhan sosial. (1) Kekurangan materi, yaitu kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian dan perumahan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kesulitan yang dihadapi orang dalam memperoleh barang-barang yang bersifat kebutuhan dasar. (2) Kekurangan penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” disini sering dikaitkan dengan standar atau garis kemiskinan (proverty line) yang berbeda-beda dari satu negara ke negara lainnya, bahkan dari satu komunitas ke komunitas lainnya dalam satu negara. Contohnya, Bank Dunia menetapkan seorang dianggap miskin jika pendapatannya kurang dari $2 perhari. Sedangkan BPS berdasarkan asupan kalori (2100 kal). (3) Keterkucilan sosial (social exclution), yaitu ketergantungan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan pelayanan sosial dan rendahnya aksebilitas lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti lembaga pendidikan, kesehatan dan informasi. Penduduk miskin menurut BPS (2012:124) adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Sedang, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Sudarwati,2009:28) mendefinisi kemiskinan “sebagai kondisi dimana seseorang atau kelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat”. Indikator kemiskinan (BPS, 2012:125) berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada 3 indikator yaitu: Head Count Index, Indeks kedalaman kemiskinan, dan Indeks keparahan kemiskinan. Adapun Head Count Index (HCI-P0), merupakan persentase penduduk miskin yang berada dibawah garis kemiskinan.
Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan output nasional suatu periode tertentu terhadap periode sebelumnya. Faktor – faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang – barang modal dan tingkat teknologi, sistem sosial dan sikap masyarakat, dan luas pasar sebagai sumber pertumbuhan. Adapun tanah dan kekayaan alam lainnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin cepat terjadi apabila negara tersebut mampu mengelola kekayaan alam yang dimilikinya. Pertumbuhan ekonomi hendaknya menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Sedangkan secara tidak langsung, hal ini berarti diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal.
Penduduk. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis RI selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. Jumlah penduduk suatu daerah atau negara pada setiap saat selalu berubah. Perubahan ini karena adanya kelahiran, kematian, migrasi dan emigrasi. Gambaran mengenai perubahan
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
287
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
jumlah penduduk pada umumnya dilukiskan dalam sebuah tabel yang berisi besar pertambahan jumlah dan prosentase pertambahan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertumbuhan tenaga kerja, sedangkan kemampuan NSB dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka jumlah usia produktif pun juga bertambah. Apabila tidak diikuti dengan bertambahnya lapangan pekerjaan dan sumber daya manusia yang memadai, maka dapat dipastikan jumlah pengangguran akan bertambah dan pendapatan menurun.
Pendidikan. Berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia (human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan tidak langsung untuk meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Angka melek huruf memberikan gambaran tentang kemajuan pendidikan suatu bangsa, serta adanya pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Semakin besar angka melek huruf orang dewasa, berarti semakin banyak penduduk yang mampu dan mengerti baca tulis yang akan berpengaruh terhadap penerimaan informasi dan ilmu pengetahuan yang lebih banyak. Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktifitas ini akan meningkatkan pendapatan baik pendapatan individu tersebut, maupun pendapatan nasional. Peningkatan pendapatan individu akan meningkatkan kemampuan konsumsi mereka, sehingga dapat mengangkat kehidupan mereka dari kemiskinan. Oleh karena itu, investasi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap pengentasan kemiskinan sebagaimana yang telah dibuktikan pada penelitian Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti (2008).
Pengangguran. Menurut Sadono Sukirno (2008;13) menjelaskan “pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tapi belum dapat memperolehnya”. Pengangguran bisa diartikan sebagai angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan pendidikan yang mereka miliki. Sehingga dengan keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki menjadikan angkatan kerja tersebut sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan pendapatan yang mereka peroleh dari bekerja. Jika mereka tergolong pengangguran baik pengangguran penuh maupun setengah menganggur maka mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena pendapatan yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan untuk mereka yang tergolong pengangguran penuh tidak akan mendapat pendapatan sama sekali
288
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sehingga memungkinkan adanya tabungan negatif (hutang) untuk dapat bertahan hidup. Dengan kata lain pengangguran dapat meningkatkan kemiskinan di suatu daerah.
Hasil penelitian yang relevan. Penelitian Rizky dan Majidi (2009) hasilnya adalah (1) Besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 sampai 2009 mengalami kenaikan, (3) Secara keseluruhan pendapatan perkapita penduduk di kota Surakarta pada tahun 2005 sampai 2009 mengalami kenaikan, dan (4) Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan garis kemiskinan, Sedangkan penelitian yang dilakukan Desmiwati (2005) hasil penelitian menyebutkan (1) Terdapat hubungan yang positif antara jumlah penduduk miskin terhadap kemiskinan, (2) Terdapat hubungan yang negatif antara PDB terhadap kemiskinan, (3) Angka melek huruf di Indonesia mengalami kenaikan secara signifikan, dan (4) Angka melek huruf berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Siregar dan Wahyuniarti (2008) hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa (1) pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin walaupun dengan magnitude yang relatif kecil seperti inflasi, populasi penduduk, share sektor pertanian dan industri, dan pendidikan. (2) Sektor pendididikan berpengaruh relative besar dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Penelitian juga dilakukan oleh Butar-Butar (2008), hasil penelitiannya adalah (1) Metode yang digunakan adalah analisis statistik regresi berganda, (2) Tingkat pendidikan dari keluarga, jenis pekerjaan dan kepemilikan sumber daya ekonomi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di pedesaan. Dengan demikian tingkat kemiskinan akan mengalami perubahan apabila jumlah penduduk berubah dari titik keseimbangannya. Angka melek huruf, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran pun turut mempengaruhi naik turunnya tingkat kemiskinan dimana variabel lainnya ceteris paribus.
Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan eksplanasi asosiatif. Pendekatan eksplanasi adalah menjelaskan data yang ada dan menginterprestasikannya, kemudian digunakan analisis regresi berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, penduduk, pendidikan dan pengangguran di kota Surabaya. Sedangkan teknik pengambilan sampel yakni sampling purposive. Sampel yang diambil adalah pertumbuhan ekonomi, penduduk, pendidikan dan pengangguran di kota Surabaya selama periode tahun 2004-2013. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi (X1), Penduduk (X2), Pendidikan (X3) dan Pengangguran (X4) di kota Surabaya. Sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah kemiskinan di Kota Surabaya yang dinyatakan dengan Y. Teknik analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk, tingkat pendidikan (angka melek huruf), tingkat pengangguran terbuka dan persentase penduduk miskin di kota Surabaya
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
289
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pada tahun 2004-2013 menggunakan uji statistik Analisis regresi berganda dan uji asumsi klasik. Hasil Penelitian Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Surabaya. Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat menjadi ukuran keberhasilan dalam pembangunan dari berbagai sektor ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara berarti semakin makmur negara tersebut sebab kebutuhan masyarakatnya bisa lebih banyak terpenuhi. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan menggunakan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Perkembangan pertumbuhan ekonomi ini mengalami fluktuasi diakibatkan oleh sectorsektor usaha ekonomi sehingga perkembangan pertumbuhan ekonomi rata-rata setiap tahun ini mengalami kenaikan dan penurunan. Pada tahun 2004 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,21%, sedangkan pada tahun 2005 mengalami peningkatan dibanding tahun lalu yaitu menjadi sebesar 4,26%, dalam tahun ini rata-rata sektor dalam PDRB mengalami kenaikan. Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan menjadi sebesar 3,80% karena penurunan peranan sektor pertanian dan investasi. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dibanding tahun lalu yaitu menjadi sebesar 4,22%. Kenaikan ini disebabkan oleh perkembangan sektor perdagangan, hotel, restoran dan kenaikan jumlah investasi yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan menjadi 5,66%. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan menjadi sebesar 6,33% dibanding tahun lalu. Keduanya disebabkan oleh peningkatan sektor yang serupa pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi mengalami sedikit peningkatan menjadi sebesar 6,35%. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi juga mengalami sedikit peningkatan dibanding tahun sebelumnya menjadi 6,38%.
Perkembangan Penduduk di Kota Surabaya. Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan terus meningkat setiap tahunnya Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta saat ini telah mengalami permasalahan tersebut. Terlihat dengan semakin meningkatnya jumlah lahan yang tersedia dialihfungsikan sebagai tempat perumahan bagi warga kota Surabaya. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya ini pada umumnya dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah urbanisasi, fertilisasi (kelahiran) semakin meningkat dan mortalitas (kematian) yang cenderung menurun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur selama periode 2004-2013, laju Pertumbuhan Penduduk di Kota Surabaya setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya sebesar 1,62% dan pada tahun 2005 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya mengalami kenaikan sebesar 0,13% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 1,75%. Kenaikan ini disebabkan peningkatan jumlah angka kelahiran. Tahun 2006 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya mengalami penurunan yang cukup signifkan sebesar 0,23% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 1,52%, hal ini dipengaruhi oleh program pemerintah kota yaitu penggalakan program Keluarga Berencana
290
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
(KB). Pada tahun 2007 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 0,04% sehingga menjadi 1,48%, hal ini disebabkan peningkatan intensifitas kerjasama program pemerintah dengan Dinas Kesehatan. Tahun 2008 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya turun sebesar 0,11% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 1,37%. Penurunan angka ini disebabkan adanya penurunan angka kelahiran bayi (fertilitas). Pada tahun 2009 Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota Surabaya mengalami kenaikan yaitu sebesar 0,08% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 1,45%. Kenaikan ini disebabkan peningkatan jumlah urbanisasi. Tahun 2010 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya mengalami kenaikan sebesar 0,14% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 1,59% hal ini disebabkan adanya peningkatan angka mortalitas. Tahun 2011 dan 2012 kondisi pertumbuhan penduduk Kota Surabaya naik turun yaitu sebesar 1,63% dan 1,56%. Kenaikan ini dipengaruhi oleh adanya fluktuasi angka kelahiran. Kemudian tahun 2013 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar menjadi 1,66% dan peningkatan sebesar 0,10% dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan urbanisasi.
Perkembangan Pendidikan di Kota Surabaya. Pendidikan adalah salah satu indikator yang dapat digunakan utuk melihat perkembangan kota, termasuk tingkat kecerdasan masyarakat. Di Surabaya, pengembangan kegiatan pendidikan beserta penyediaan fasilitasnya, tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh pihak swasta dan organisasi sosial kemasyarakatan. Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Tahun 2004 angka melek huruf Kota Surabaya sebesar 95,51% dan pada tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 0,37% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 95,88% . Tahun 2006 angka melek huruf Kota Surabaya mengalami peningkatan sebesar 0,36% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 96,24%, hal ini disebabkan oleh kerjasama Dinas Pendidikan Kota dan Lembaga Pendidikan di Surabaya dalam program pengentasan angka buta huruf. Tahun 2007 angka melek huruf Kota Surabaya mengalami kenaikan 1,16% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 97,40% kenaikan ini salah satunya disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan. Tahun 2008 angka melek huruf Kota Surabaya mengalami peningkatan yakni sebesar 1,56% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 98,96%. Hal ini disebabkan oleh adanya investasi pendidikan dari Pemerintah Kota Surabaya. Pada tahun 2009 angka melek huruf Kota Surabaya juga mengalami kenaikan sebesar 0,30% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 99,26% pada tahun ini banyak program pendidikan digalakkan seperti lomba antar sekolah se-Surabaya. Tahun 2010 angka melek huruf Kota Surabaya mengalami sedikit penurunan sebesar 1,02% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 98,24%, dan pada tahun 2011 angka melek hurufnya naik menjadi 99,26%. Tahun 2012 angka melek huruf Kota Surabaya mengalami kenaikan yaitu sebesar 1,6% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 99,84% dan pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 0,19% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 99,65%.
Perkembangan Pengangguran di Kota Surabaya. Pengangguran merupakan suatu masalah yang sangat sulit ditangani yang dapat memberikan efek buruk bagi suatu masyarakat dan negara. Secara umum pengangguran dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana sesorang atau individu yang sudah tergolong sebagai
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
291
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
angkatan kerja yang belum mendapat pekerjaan meskipun sudah mencari kerja. Apabila tingkat pengangguran tinggi maka pendapatan nasional negara menjadi menurun dan apabila sesorang menganggur maka mereka tidak bisa mencapai kemakmuran. Oleh karenan itu diharapakan setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harusnya bisa membawa dampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2004 tingkat pengangguran Kota Surabaya sebesar 6,1% dan pada tahun 2005 tingkat pengangguran Kota Surabaya menglami kenaikan sebesar 1,3% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 6,18%. Kenaikan ini disebabkan peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tidak disertai kenaikan tingkat kesempatan kerja. Tahun 2006 tingkat pengangguran Kota Surabaya mengalami kenaikan sebesar 15% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 7,11%, hal ini dipengaruhi oleh menurunnya tingkat kesempatan kerja dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2007 tingkat pengangguran Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 4,4% sehingga menjadi 6,88%, hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah kesempatan kerja. Tahun 2008 tingkat pengangguran Kota Surabaya mengalami kenaikan sebesar 5,3% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 7,16%. Kanaikan ini disebabkan adanya peningkatn tingkat partisipasi angkatan keja. Kemudian pada tahun 2009 pengangguran di Kota Surabaya mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu sebesar 77% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 12,07%. Kenaikan ini disebabkan penurunan tingkat kesempatan yang yang cukup banyak sedangkan tingkat partisipasi angkatan kerja menglami kenaikan yang cukup tinggi. Tahun 2010 tingkat pengagguran Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar 23% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 9,68% hal ini disebabkan adanya peningkatan kesempatan kerja. Tahun 2011 dan 2012 kondisi tingkat pengangguran Kota Surabaya cukup tinggi yaitu sebesar 11,59 dan 11,84 kenaikan ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan partisipasi angkatan kerja. Kemudian tahun 2013 tingkat pengangguran Kota Surabaya mengalami penurunan sebesar menjadi 8,63% dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah kesempatan kerja.
Perkembangan Kemiskinan Di Kota Surabaya. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi kota Surabaya dan kota lainnya. Indikator untuk mengetahui kemiskinan di daerah dapat menggunakan jumlah penduduk miskin dibawah garis kemiskinan maupun persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan yang disebut dengan tingkat kemiskinan. Persentase jumlah penduduk miskin di kota Surabaya mengalami fluktuatif mulai dari tahun 2004-2013. Hal-hal yang melatarbelakangi naik turunnya angka penduduk miskin, diantaranya yaitu naiknya jumlah pengangguran dan berkembangnya sistem pendidikan yang digalakkan oleh pemerintah Kota Surabaya. Tahun 2004 kemiskinan Kota Surabaya sebesar 15,23% dan pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 3,69% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 11,54%. Ini merupakan dampak dari kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya. Tahun 2006 kemiskinan Kota Surabaya mengalami peningkatan sebesar 5,02% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 16,56%, hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah pengangguran. Tahun 2007 kemiskinan Kota Surabaya mengalami penurunan 0,39% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 16,17%. Tahun 2008 kemiskinan Kota Surabaya mengalami penurunan yakni sebesar 4,25% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 11,92%. Hal ini 292
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
disebabkan oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi terutamam pada sektor restoran, hotel dan perdagangan. Pada tahun 2009 kemiskinan Kota Surabaya mengalami kenaikan sebesar 0,56% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 12,48% karena peningkatan jumlah angka pengangguran. Tahun 2010 kemiskinan Kota Surabaya mengalami penurunan yang berarti sebesar 1,91% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 10,57%. Hal ini merupakan dampak dari penurunan angka pengangguran. Pemerintah pun ikut menunjang turunnya angka tersebut dengan penggalakan Job Fair. Pada tahun 2011 kemiskinan naik menjadi 11,40% akibat kenaikan tingkat pengangguran, begitu pula pada tahun selanjutnya. Tahun 2012 kemiskinan Kota Surabaya mengalami kenaikan yaitu sebesar 0,10% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 11,50%. Meskipun tingkat pengangguran mengalami penurunan namun pertumbuhan ekonomi pun melemah maka pada tahun 2013 kemiskinan Kota Surabaya mengalami kenaikan kembali sebesar 1,38% dari tahun sebelumnya sehingga menjadi 12,88%.
Hasil Analisis Uji Asumsi Klasik. Dari hasil uji normalitas diketahui nilai probabilitas sebesar 0,542766. Jika digunakan tingkat kepercayaan 95% (α 5%), maka nilai α = 0,05 < probabilitas (0,542766) atau probabilitas sebesar 0,542766 > α 0,05 artinya data berdistribusi normal. Untuk mendeteksi gejala adanya multikolinieritas pada penelitian ini digunakan matriks korelasi (correlation matrix) untuk mengetahui korelasi antar variabel independen dalam suatu persamaan. Dari hasil eviews 4 menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara X1 dengan X2 adalah sebesar -0.190954, koefisien korelasi antara X1 dengan X3 sebesar 0.697846, koefisien korelasi antara X1 dengan X4 sebesar 0.647546, koefisien korelasi antara X2 dengan X3 sebesar 0.300533, koefisien korelasi antara X2 dengan X4 sebesar -0.136812, koefisien korelasi antara X3 dengan X4 sebesar 0.574524. Karena tidak ada koefisien korelasi antara variabel bebas yang lebih besar dari 0,8 maka dapat dikatakan pada penelitian ini tidak terdapat adanya gejala multikolinieritas. Untuk menguji ada tidak variasi eror yang berpola (heteroskedastisitas) pada penelitian ini digunakan metode Whiteheteroscesdaticity tes yang telah disediakan dalam program eviews. “Jika probabilitas obs*R-squared > 5% menujukkan tidak ada heteroskesdastisitas dan sebaliknya”. (Yuliadi, 2009:44). Dari hasil uji heteroskedastisitas diketahui nilai probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.305259. Jika digunakan tingkat kepercayaan 95% (α 5%), maka nilai α = 0,05 < probabilitas (0.305259) atau probabilitas Obs*R-squared sebesar 0.305259 > 0,05 berarti tidak terdapat heterokedastisitas. Berdasarkan hasil uji autokorelasi diketahui bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 2.015020. Berdasarkan Tabel Kaidah Durbin Watson maka d terletak pada range dU < d < 4 dU (1.7209 < 2.015020 < 2.2791). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi karena besarnya Durbin-Watson sebesar 2,0. Uji linieritas atau uji stabilitas pada penelitian ini dapat diketahui dari nilai probabilitas dengan uji RESET tes melalui program eviews. “Jika nilai probabilitasnya > 5% menunjukan bahwa data tersebut memenuhi asumsi linieritas dan sebaliknya” .(Yuliadi, 2009:64)
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
293
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dari hasil uji linieritas diketahui nilai probabilitas F statistik sebesar 0,214103. Karena nilai probabilitas F statistik sebesar 0,214103 > 0,05 berarti model pada penelitian ini memenuhi asumsi linieritas.
Analisis Regresi. Berdasarkan analisis regresi ganda (multiple regression)maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Y = -31.18112773 – 3.109676264*X1 – 6.345333589*X2 – 0.679209604*X3 + 0.41974495*X4 + ei Tanda koefisien regresi tersebut mengandung makna sebagai berikut: a = -31.18112773 b1 = -3.109676264, artinya jika variabel pertumbuhan ekonomi (X1) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka variabel persentase penduduk miskin di Kota Surabaya (Y) mengalami penurunan sebesar 3,10%. b2 = -6.345333589, artinya jika variabel laju pertumbuhan penduduk (X2) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka variabel persentase penduduk miskin (Y) mengalami peningkatan sebesar 6,34%. b3= -0,679209604, artinya jika variabel pendidikan (X3) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka variabel persentase penduduk miskin akan menurun sebesar 0,67%. b4 = 0,41974495 artinya jika variabel tingkat pengangguran terbuka (X4) mengalami kenaikan sebesar 1%, maka variable persentase penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 0,41%.
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Pertumbuhan ekonomi mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,0086 < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan yaitu negatif atau berbanding terbalik dan signifikan. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Siregar (2008) bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi efektif dalam mengurangi kemiskinan. Syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desmiwati (2005) bahwa pertumbuhan ekonomi memang sesuatu yang dibutuhkan dalam mengurangi kemiskinan dengan syarat bahwa pertumbuhan tersebut diiringi dengan pemerataan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya bergerak fluktuatif setiap tahunnya dengan didominasi oleh tiga sektor yaitu perdagangan, hotel dan restoran; industri pengolahan; angkutan dan komunikasi. Berdasarkan fenomena di atas, dapat dipahami bahwa di Surabaya mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan. Hal ini terjadi karena sektor pertumbuhan ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar yaitu ketiga sektor diatas banyak menyerap tenaga kerja sehingga pendapatan yang diterima oleh masyarakat miskin dapat mengangkat mereka pada posisi kemakmuran. Penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Moch. Alim dalam jurnal ekonomi nasional yang berjudul “Analisis Faktor Penentu kemiskinan Di Indonesia”. Dari penelitiannya tersebut menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemiskinan
294
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ini sesuai dengan teori penentang Malthus yaitu Simon dalam bukunya “The Economic of Population Growth” yang berpendapat bahwa pengaruh pertumbuhan penduduk adalah negatif terhadap kemiskinan. Ini berdasarkan bahwa pertumbuhan penduduk akan menstimulasi pembangunan ekonomi. Ide dasarnya adalah dengan penduduk yang banyak akan berakibat pada produktivitas yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan. Hasil uji t diperoleh kesimpulan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Kota Surabaya. Hasil dari penelitian ini samam dengan hasil studi yang dilakukan oleh Dinar Butar-Butar (2008) tentang “Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan Kemiskinan di Perdesaan (Studi Kasus di Kabupaten Tapanuli Tengah)”. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Hasil dari analisis data menjelaskan bahwa nilai t untuk variabel pengangguran, nilai probabilitasnya sebesar 0,0148 dengan tingkat signifikansi 5% (0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini membuktikan bahwa pengangguran sangat berpengaruh terhadap kemiskinan. Dari hasil pengolahan data dengan Eviews 4 diperoleh hasil uji F terlihat bahwa nilai signifikansinya adalah sebesar 0,014 < α (0,05), maka Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan pengaruh pertumbuhan ekonomi, penduduk, pendidikan dan pengangguran terhadap kemiskinan di Kota Surabaya adalah signifikan.
Simpulan Perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya selama tahun 2004-2013 rata-rata setiap tahunnya mengalami fluktuatif. Berdasarkan analisis deskriptif pertumbuhan ekonomi sektor yang mempunyai kontribusi terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perkembangan penduduk di Kota Surabaya selama tahun 2004-2013 mengalami naik turun (fluktuatif) disebabkan oleh kenaikan angka kelahiran, kurang berjalannya program KB, dan tingginya urbanisasi. Perkembangan pendidikan di Kota mengalami peningkatan dan tergolong baik. Perkembangan tingkat pengangguran Kota Surabaya selama tahun 2004-2013 masih tergolong cukup tinggi. Berdasarkan analisis deskriptif tingkat pengangguran di Kota Surabaya dipengaruhi oleh jumlah tingkat partisipasi angkatan kerja dan jumlah kesempatan kerja yang tidak seimbang. Tingkat kemiskinan paling rendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 10,57% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 282.492 jiwa. Terdapat pengaruh yang signifikan secara bersamasama antara Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Pendidikan dan Pengangguran secara besamasama terhadap Kemiskinan di Kota Surabaya. Pendidikan dan pengangguran mempunyai pengaruh yang cukup sedang terhadap kemiskinan sedangkan pertumbuhan ekonomi dan penduduk mempunyai pengaruh cukup besar.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta: Rineka Cipta, Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: STIM YKPN. Badan Pusat Statistik, 2012. Statistik Indonesia, Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
295
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Desmiwati. 2009. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia ( http://wongdesmiwati.files.wordpress.com, diakses 12 Desember 2010) Harminto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin, Available http://deptan.go.id. PDRB Kota Surabaya. 2012. Surabaya: BPS Rizky, Awalil dan Majidi, Nasyith. 2009. Misteri Penurunan Angka Kemiskinan. (http://www.scribd.com/doc/21255142/Misteri-Penurunan-Angka-Kemiskinan, diakses 12 Desember 2010) Sadono Sukirno, Sadono. 2010, Ekonomi Pembangunan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta. Sumodiningrat, Gunawan, 2007. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Suparmoko. 2007. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: CV Andi Offset T.H. Tambunan, Tulus. 2009, Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris, Jakarta: Ghalia Indonesia Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.
296
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia: Pendekatan Error Correction Model (ECM) Lina Susilowati 24 ([emailprotected]) Abstract This research is aimed at analysis some factors that affect inflation rate in Indonesia during period 1970– 2012. Using stationary test, cointegration test and error correction model analysis this research will investigate the relationship between independent variable and dependent variable in both short run and long run. Exchange Rate and Money growth variable have significant influence on inflation rate in the long run and short run. Interest rate variable not significant influence on inflation rate in the short run. Keywords: Inflation rate, exchange rate, interest rate, money growth, cointegration, ECM Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama periode 1970-2012. Dengan menggunakan uji stasioneritas, uji kointegrasi dan analisis error correction model, penelitian ini akan menganalisis pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel nilai tukar dan pertumbuhan jumlah uang beredar secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat inflasi baik dalam janggka panjang maupun jangka pendek. Variabel suku bunga tidak signifikan berpengaruh terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek. Kata Kunci: tingkat inflasi, exchange rate, interest rate, jumlah uang beredar, kointegrasi, ECM
Pendahuluan Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam menganalisis perekonomian suatu Negara, terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap variabel makroekonomi agregat, pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan bahkan distribusi pendapatan. Inflasi juga sangat berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Tingkat harga merupakan Opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang (holding) asset financial. Artinya masyarakat akan merasa beruntung jika memegang asset dalam bentuk riil dibandingkan asset financial luar negeri dimasukkan sebagai salah satu pilihan asset, maka perbedaan tingkat inflasi dalam negeri dan internasional dapat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi overvalued dan pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas Indonesia, (Endri, 2008). Sebelum terjadinya krisis keuangan Asia yang melanda perekonomian Indonesia pada tahun 1998, Bank Indonesia sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kestabilan tingkat inflasi telah secara dini memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan moneter yang mempertahankan stabilitas nilai tukar . Namun dalam kenyataannya pencapaian tujuan mempertahankan stabiltas nilai tukar lebih mendominasi sasaran kebijakan moneter, sebaliknya pencapaian pertumbuhan besaran moneter dan inflasi menjadi sering terabaikan. Terlebih lagi dengan meningkatnya arus modal masuk pada awal 1990-an, sasaran target berupa money base menjadi kurang dapat dikendalikan. Seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap rupiah,
24
Dosen Pendidikan Ekonomi, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
297
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
maka pada bulan Agustus 1997 Bank Indonesia melepaskan rentang intervensi dan mengambangkan nilai tukar rupiah. Bertumpu pada UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia memfokuskan kebijakannya pada pencapaian kestabilan nilai rupiah, dengan menempatkan “inflasi” sebagai landasan dalam kebijakan moneternya. Inflation targeting (IT) secara implisit telah diterapkan di Indonesia sejak Bank Indonesia mengumumkan target inflasi secara transparan kepada public di awal tahun 2000. Penerapan IT di Indonesia didasarkan pada beberapa pertimbangan (Alamsyah, et al., 2001). Pertama, dengan telah ditinggalkannya system nilai tukar sebagai nominal anchor, diperlukan adanya anchor alternatif yang kredibel. Kedua, penerapan inflation targetting merupakan konsekuensi dari independensi Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter yang difokuskan pada pengendalian inflasi. Mulai juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan moneter yang baru konsisten dengan Inflation Targetting Framework, yang mencakup empat elemen mendasar yaitu penggunaan suku bunga BI rate sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, stategi komunikasi yang lebih transparan dan penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Studi ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia yang terdiri dari variabel-variabel domestik, maupun variabel eksternal. Variabelvariabel domestik terdiri dari variabel suku bunga (interest rate), pertumbuhan jumlah uang beredar (M2), sementara variabel eksternal adalah nilai tukar (exchange rate)
Landasan Teori Exchange Rate. Di Iindonesia, ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 menganut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat (USD). Sejak 15 november 1978 sistem nilai tukar berubah menjadi mengambang terkendali (managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, maksud dari nilai tukat tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya di lepas ke pasar (free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinan adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif dengan melemahnya nilai tukar mata uang Indonesia menandakan lemahnya kondisi untuk melakukan transaksi luar negeri baik itu untuk ekspor-impor maupun hutang luar negeri. Terdepresiasinya mata uang Indonesia menjadi
298
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap mata uang domestik.
Interest Rate. Pandangan umum yang berlaku saat ini, suku bunga memiliki hubungan negatif dengan inflasi, menaikkan suku bunga berarti menurunkan inflasi. Ketika suku bunga dinaikkan, maka orang akan tertarik untuk menyimpan uang di bank, sehingga akan mengurangi jumlah uang beredar, akibatnya saat itu inflasi turun. Tetapi konsekuensi dari penerapan suku bunga ialah adanya besaran tertentu yang nilainya sudah ditentukan di awal. Nilai itu harus dibayar bank kepada nasabah pada saat bunga tersebut jatuh tempo. Dalam buku pengantar ilmu ekonomi selalu disebutkan ketika pemerintah mencetak uang terlalu banyak, maka yang terjadi adalah inflasi. Tapi seringkali kita lupa, bank juga dapat ‘mencetak’ uang dengan cara menyalurkan kredit dan mengenakan bunga atasnya, money creation by the bank, dan itupun dapat menyebabkan inflasi. Inflasi akan merugikan orang yang berpenghasilan tetap, yakni naiknya nominal harga tidak diikuti naiknya nominal pendapatan kita. Tetapi akan menguntungkan mereka yang memiliki deposito dalam jumlah besar di bank konvensional (Mankiw, 2006). Efek Fisher mampu menjelaskan dengan baik fluktuasi dalam tingkat bunga nominal. Bila inflasi tinggi, tingkat bunga nominal biasanya tinggi, dan ketika inflasi rendah, tingkat bunga nominal biasanya juga rendah. Dukungan serupa untuk efek Fisher datang dari hasil penelitian variasi di berbagai negara pada satu waktu, tingkat inflasi suatu negara dan tingkat bunga nominalnya sangat berkaitan. Negara-negara dengan inflasi yang tinggi cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang tinggi dan negara-negara dengan inflasi rendah cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang rendah (Mankiw, 2006).
M2 (Jumlah Uang Beredar). Nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Jumlah uang beredar ditentukan oleh bank sentral (selaku otoritas moneter) sedangkan permintaan akan uang, ditentukan oleh; antara lain harga rata – rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang diminta oleh masyarakat untuk melakukan transaksi akan tergantung dari tingkat harga barang dan jasa yang tersedia. Semakin mahal tingkat harga barang dan jasa yang ada di masyarakat maka akan semakin tinggi pula jumlah uang yang akan diminta oleh masyarakat. Value of Price Money, 1/p Level, P (High)
1
1
¼
133
½A Equilbrium Value of money
A
((Low)
2 Equilbrium Price level
4
¼ 0
Money demand
(Low)
(High) Quantity fixed By the Fed
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
299
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Grafik di atas, menggambarkan hubungan antara supply dan demand terhadap uang. Sumbu horisontal menggambarkan jumlah uang beredar, sumbu vertikal kiri menggambarkan nilai uang, 1/P, dan sumbu vertikal kanan menggambarkan tingkat harga, P. Sumbu – sumbu vertikal menggambarkan bahwa pada saat nilai uang tinggi maka tingkat harga akan rendah, dan sebaliknya, pada tingkat harga yang tinggi, maka nilai uang akan rendah. Kedua kurva menggambarkan supply dan demand terhadap uang. Kurva supply berbentuk vertikal karena jumlah uang beredar ditentukan sepenuhnya oleh bank sentral. Kurva demand memiliki slope negatif, mengindikasikan bahwa pada saat nilai uang rendah, dan tingkat harga tinggi, maka permintaan akan uang akan tinggi. Pada titik equlibrium A, jumlah uang yang diedarkan akan sama dengan jumlah uang yang diminta. Equilibrium antara supply dan demand akan menentukan terhadap uang menentukan nilai uang dan tingkat harga barang dan jasa. Apabila bank sentral mengambil kebijakan, misalkan saja dengan mencetak lebih banyak uang, maka supply dan demand terhadap uang akan berubah. Perubahan tersebut seperti berikut: Value of Money, 1/p (High) 1 2……decreases The value of Money……..
MS1
Price Level, P (Low)
MS2
1
1 An increase In the money supply
A
¼ ½
133 2
B ( Low )
Money clemend
¼
3….and increases the price level
4 (High)
0 M1
M2
Quantity of money
Bertambahnya jumlah uang beredar akan menggeser kurva MS1 ke MS2,sehingga titik equilibrium akan bergeser dari titik A ke titik B. sebagai akibatnya, nilai uang akan turun dari ½ ke ¼ dan tingkat harga equilibrium akan naik dari 2 ke 4. Dengan kata lain, meningkatnya jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga yang pada akhirnya akan menurunkan nilai uang. Lebih jelasnya, dapat digambarkan di sini, bahwa penambahan uang beredar merupakan dampak langsung dari kebijakan yang dilakukan oleh otorita moneter tersebut. Sebelum bank sentral melakukan penambahan jumlah uang beredar, perekonomian digambarkan berada di titik equilibrium A, saat jumlah uang beredar meningkat, pada tingkat harga yang sama seperti sebelumnya, masyarakat memegang lebih banyak uang tunai daripada yang mereka inginkan. Naiknya jumlah uang ini akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Apabila perekonomian tidak bisa memenuhi tambahan permintaan barang dan jasa tersebut, maka akan terjadi peningkatan harga terhadap barang dan jasa secara umum. Peningkatan harga barang dan jasa, akan meningkatkan peningkatan permintaan terhadap uang oleh masyarakat. Pada akhirnya, perekonomian akan kembali pada titik keseimbangan baru yaitu titik B. Penjelasan yang menggambarkan bagaimana tingkat harga ditentukan dan berubah seiring dengan perubahan jumlah uang beredar disebut teori kuantitas uang (quantity theory of money).
300
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Berdasarkan teori ini, jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama terjadinya inflasi. Secara umum, teori kuantitas uang menggambarkan pengaruh jumlah uang beredar terhadap perekonomian, dikaitkan dengan variabel harga dan output. Hubungan antara jumlah uang beredar, output, dan harga dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut: MxV=PxY Dimana: P = tingkat harga (GDP deflator) Y = jumlah output (real GDP) M = jumlah uang beredar, PxY = nominal GDP, dan V = velocity of money (perputaran uang). Velocity of money (perputaran uang) mengukur tingkat dimana uang bersirkulasi dalam perekonomian. Atau dapat dikatakan mengukur kecepatan perpindahan uang dari satu orang ke orang lainnya. Velocity of money dapat dihitung melalui pembagian antara GDP nominal dengan jumlah uang beredar. Secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut: V=(PxY)/M Persamaan di atas dapat dianggap sebagai suatu definisi yang menunjukkan perputaran V sebagai rasio GDP nominal, PY, terhadap kuantitas uang M. Persamaan tersebut merupakan suatu identitas. Jika satu atau lebih variabel itu berubah, maka satu atau lebih variabel lainnya juga harus berubah untuk menjaga kesamaan. Misalnya, jika jumlah uang beredar meningkat, maka akibatnya dapat dilihat dari ketiga variabel lainnya: harga harus naik, kuantitas output harus naik, atau kecepatan perputaran uang harus turun. Secara teoretis, hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat harga ekuilibrium yang digambarkan dalam quantity theory of money dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Velocity of money relatif stabil dalam jangka panjang. b. Karena velocity relatif stabil, saat Bank Sentral mengubah jumlah uang beredar (M), terjadi perubahan proporsional dalam nilai output nominal (PY). c. Besarnya output barang dan jasa (Y) ditentukan oleh supply faktor produksi dan teknologi produksi. Secara khusus, karena uang adalah netral, uang tidak memengaruhi besaran output. d. Dengan output (Y) ditentukan oleh supply faktor dan teknologi, saat Bank Sentral mengubah jumlah uang beredar (M) dan menyebabkan perubahan proporsional terhadap nilai output nominal (PY), perubahan tersebut akan tercermin dalam tingkat harga (P). Jadi, teori ini menunjukkan bahwa tingkat e. harga adalah proporsional terhadap jumlah uang beredar. f. Karena tingkat inflasi ditunjukkan oleh perubahan persentase dalam tingkat harga, maka meningkatnya jumlah uang beredar akan menyebabkan inflasi. Persamaan kuantitas dapat ditulis dalam bentuk perubahan persentase, sebagai berikut: Perubahan persen M + Perubahan persen V = Perubahan persen P + Perubahan persen Y Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. (1), perubahan persentase dalam kuantitas uang M berada di bawah pengawasan Bank Sentral (2) perubahan persentase dalam perputaran uang V mencerminkan pergeseran dalam permintaan uang; diasumsikan bahwa perputaran adalah konstan sehingga perubahan persentase dalam perputaran V adalah nol (3) perubahan persentase dalam tingkat harga P adalah tingkat inflasi (4) perubahan persentase Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
301
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
dalam output Y bergantung pada pertumbuhan faktor – faktor produksi dan kemajuan teknologi yang dapat dianggap sebagai baku (given). Analisis ini menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar menentukan tingkat inflasi.
Review Penelitian Sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang menganalis Inflasi di Indonesia dengan menggunakan data-data pada periode sebelum krisis pada umumnya menemukan bahwa pergerakan nilai tukar merupakan suatu determinan yang signifikan terhadap inflasi. Studi yang dilakukan oleh Ahmed dan Kapur (1990) menganalisis efek inflasi dari kebijakan moneter dengan menggunakan metode estimasi OLS. Mereka menemukan bahwa inflasi di Indonesia hanyalah merupakan bagian dari suatu fenomena moneter. Variabel-variabel structural seperti harga impor dan harga beras berpengaruh terhadap inflasi domestik. Kesimpulan yang mereka kemukakan adalah bahwa dengan pertumbuhan uang yang rendah akan dapat mengurangi inflasi, disisi lain transmisi dari inflasi internasional akan mempunyai pengaruh yang besar dan dengan waktu yang segera. Penggunaan teknik kointegrasi untuk menjelaskan pengaruh dari kebijakan pengendalian nilai tukar secara ketat terhadap inflasi dilakukan Siregar (1996). Hipotesis yang dikemukakan adalah bahwa kebijakan devaluasi untuk menstimulasi ekspor akan mempunyai konsekuensi terhadap inflasi, dia juga menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah mempunyai efek terhadap inflasi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia juga dilakukan McLeod (1997), yang mengusulkan base money targetting sebagai pilihan terbaik Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi. Alasannya bahwa kebijakan otorites moneter akan direspon oleh inflasi dalam jangka menengah sampai jangka panjang melalui pengaruh terhadap supply base money. Kesimpulan lainnya adalah bahwa kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia sebelum terjadinya krisis keuangan 1997 yang berkaitan dengan menargetkan besaran moneter dalam arti luas seperti M1 dan M2 serta kredit adalah salah sasaran, terutama dalam masa pertengahan liberalisasi sektor keuangan pada akhir 1980 dan cenderung untuk membiarkan masalah inflasi. Selanjutnya, penelitian mengenai inflasi di Indonesia dengan model yang memasukkan variabel sector moneter, sektor tenaga kerja, dan sektor luar negeri dilakukan oleh Ramakrishnan dan Vavakidis (2002). Dengan menggunakan data kuartalan periode 1980-2000, pemakaian teknik kointegrasi tidak dapat menghasilkan determinan-determinan inflasi yang signifikan. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa nilai tukar dan inflasi luar negeri merupakan kontributor utama terhadap inflasi di Indonesia dengan kekuatan prediksi yang benar, sedangkan pertumbuhan money base meskipun secara statistik signifikan namun hanya berpengaruh kecil terhadap inflasi. Sementara itu, Endri ABFI Institutes PERBANAS Jakarta, penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi di Indonesia, dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) temuan penting yang diperoleh adalah selama periode nilai tukar mengambang, dalam jangka panjang instrumen kebijakan moneter (SBI Rate), out put gap dan nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap inflasi Indonesia. Dalam jangka pendek, kecepatan penyesuaian nilai tukar cukup besar dan signifikan untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya. Dengan menggunakan impulse response dan variance decomposition juga menunjukkan bahwa suku bunga SBI, nilai tukar dan out put gap mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi inflasi di Indonesia. 302
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Metode Penelitian Data dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tahunan dari periode 1970 sampai 2012, variabelvariabel domestik yang dimasukkan dalam model terdiri dari variabel suku bunga, pertumbuhan M2 (jumlah uang beredar), sedangkan variabel eksternal menggunakan nilai tukar. Data yang digunakan adalah dari Asian Development Bank (ADB), Badan Pusat Statistik.
Spesifikasi Model Spesifikasi model dasar untuk menggambarkan pengaruh Exchange rate, Interest rate dan Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi secara empiris diformulasikan dalam fungsi sistematis sebagai berikut : INF = f ( ER, IR, M2) Sehingga dalam persamaan regresi berganda (OLS) dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 + μt Dimana, Y = Inflasi 0, 1, 2, 3 = parameter X1= interest rate X2= exchange rate X3= jumlah uang beredar(M2)
Teknik Analisa Data. Pada umumnya data ekonomi time series seringkali tidak stasioner pada level series, jika hal ini terjadi maka kondisi stasioner dapat terjadi dengan menggunakan diferensiasi satu kali atau lebih apabila data telah stasioner pada level series maka data tersebut dikatakan integrated of order zero atau I(0). Apabila data stasioner pada first difference maka data tersebut adalah integrated of order one atau I(1). Teknik analisis dengan regresi linier biasa (OLS) hanya dapat dipakai jika semua datanya stasioner, baik variabel dependent maupun independent. Namun jika ada data yang tidak stasioner dan apabila estimasi dengan menggunakan teknik OLS dipaksakan, maka dapat terjadi regresi yang palsu (spurious regression).
Uji Unit Root. Sebelum melakukan analisa regresi dengan mengunakan data time series, perlu dilakukan uji stasioneritas terhadap seluruh variabel-variabel baik dependent variable maupun independent variable. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan pengujian unit root yang bertujuan untuk mengetahui apakah data tersebut mengandung unit root, sehingga data tersebut dikatakan data yang tidak stasioner. Penentuan order integrasi dilakukan dengan uji unit root untuk mengetahui sampai berapa kali diferensiasi harus dilakukan agar series menjadi stasioner, terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah (augmented) Dickey Fuller dan Philips-Perron unit root test. Ilustrasi uji unit root dengan menggunakan uji Dickey-Fuller adalah dengan mengikuti proses autokorelasi orde pertama AR(1) sebagai berikut. Yt = a0 + a1Yt-1+ μ...................................(1) Dimana a0 dan a1 adalah parameter dan μ diasumsikan white noise. Yt adalah suatu series yang stasioner jika -1 r tabel.
Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach (Arikunto, 2006:196). Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Sedangkan menurut Danang Sunyoto (2011:67), reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mencari tingkat reliabilitas instrumen:
(Sumber: Suharsimi Arikunto, 2006:196) Keterangan: r : Reliabilitas instrumen k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya butir soal
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
457
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Ʃσb2 : Jumlah varians butir σ 12 : Varians total Dalam penelitian ini, uji reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas angket atau kuesioner. Uji reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha yang terdapat dalam program SPSS for Windows Versi 17.0.
Analisis Angket Motivasi Belajar Uji Validitas Untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen angket motivasi belajar dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Moment. Masrun (1979) dalam sugiyono (2013: 188-189) mengatakan bahwa “Item yang mempunyai korelasi positip dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3. Jadi korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid.” Angka hasil perhitungan rxy kemudian dikonsultasikan dengan tabel korelasi Product Moment pada taraf signifikansi 5%. Butir soal dikatakan valid jika r hitung > r table.
Uji Reliablitas Untuk menguji reliabilitas angket motivasi belajar digunakan rumus Alpha Cronbach dengan rumus: 2 k si ri 1 k 1 st2
Dimana: ri = reliabilitas instrumen k = mean kuadrat antara subyek
S
= mean kuadrat kesalahan
S t2
= varians total
2 i
Rumus untuk varians total dan varians item: 2 t
s
X n
2 t
X t
n
2
2
si2
JKi JKs 2 n n
Dimana: JKi = jumlah kuadrat seluruh skor item JKs = jumlah kuadrat subyek
Uji Prasyarat Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji data dari variabel independen (X) dan data variabel dependen (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan, apakah berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Z. Metode pengambilan keputusan untuk uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Z yaitu jika signifikansi (Asymp.sig) > 0,05 maka data berdistribusi normal dan jika signifikansi (Asymp.sig) < 0,05maka data tidak berdistribusi normal. (Duwi Priyatno, 2010:58)
458
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi data dari kelompokkelompok yang homogeny dengan menggunakan rumus Barlet dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Menghitung variansi gabungan dari seluruh sel.
ni 1Si S ni 1 2
2
b) Menghitung harga satuan B: B=(log S2 ) ∑(n1-1) c) Memasukkan rumus Chi kuadrat X2=1n 10(B-∑(n1-1)) dimana 1n 10 =2,3026 d) Menarik kesimpulan yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan dengan tabel pada taraf signifikansi 5%.
Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi,maka selanjutnya dilakukan pengujian Anova dua jalur. Uji ini digunakan untuk membandingkan dua kelompok data independen atau lebih sebagai variabel pertama dan dua kelompok data non independent atau lebih sebagai variabel kedua (mixed design), Santosa, (2012:82), apakah terdapat interaksi antara dua variabel atau lebih tersebut, uji Anova dengan menggunakan program SPSS for Window Versi 16.0. (1) Hipotesis 1 untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode simulasi dan metode drill, diuji dengan T-test sample Independent, (2) Hipotesis 2 untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah, diuji dengan T-test Sample Independent, dan (3) Hipotesis 3 untuk mengetahui interaksi metode Simulasi, Metode drill serta motivasi belajar terhadap hasil blejar siswa diuji dengan Anova dua jalur.
Hasil Penelitian Hasil Analisis Data Uji validitas Uji coba kuesioner variabel motivasi belajar dilakukan pada 20 orang responden dari kelas XI SMK Negeri I Magetan. Dari data scoring setelah dilakukan uji indeks diskriminasi item kuesioner motivasi belajar dengan komputasi Software SPSS 16.0 for windows untuk 21 item pertanyaan, 21 item dinyatakan valid. Sedangkan Uji coba kuesioner variabel hasil belajar dilakukan pada 20 orang responden dari kelas XI SMK Negeri I Magetan. Dari data scoring setelah dilakukan uji indeks diskriminasi item kuesioner hasil belajar dengan komputasi Software SPSS 16.0 for windows untuk 30 item, 30 item dinyatakan valid.
Uji Reliabilitas Penghitungan reliabilitas kuesioner variabel motivasi belajar dilakukan pada 21 item yang valid, dengan nilai reliabilitas Alpha Cornbach 0.774, yang berarti lebih besar (≥) dari r kritis 0.700. Sedangkan Reliabilitas variabel hasil belajar dilakukan pada 30 item yang valid, dengan nilai reliabilitas Alpha Cornbach 0.760, yang berarti lebih besar (≥) dari r kritis 0.700
Uji Normalitas Setelah dilakukan uji Kolmogrov-Smirnov melalui komputasi Software SPSS Version 16.0 for Windows didapat nilai Kolmogrov-Smirnov K-S Z Motivasi Belajar 0.402 dan Phitung 0.545
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
459
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
lebih besar dari Pkritis 0.05 maka dianggap normal, nilai K-S Z Hasil Belajar 0.480 dan Phitung 0.467 lebih besar dari Pkritis 0.05 maka dianggap normal.
Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi data dari kelompokkelompok yang homogen. Data dikatakan homogen apabila hasil perhitungan dengan tabel pada taraf signifikansi 5%. Tabel Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances XRAT Levene Statistic
df1
.443
df2 2
Sig. 36
.646
Uji Hipotesis Tabel .... Uji Anova Dua Jalur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:YRAT Source
Type III Sum of Squares
df Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
3.424a
3
1.141
21.954
.000
Intercept
3.202
1
3.202
61.591
.000
Simulasi
1.241
1
1.241
23.865
.000
Drill
.518
1
.518
9.966
.003
simulasi * drill
.002
1
.002
.038
.047
Error
1.820 35
.052
Total
14.500 39
Corrected Total
5.244 38
a. R Squared = ,653 (Adjusted R Squared = ,623) Berdasarkan pengujian Anova dua jalur diatas maka dapat diketahui bahwa: 1) Nilai signifikansi metode pembelajaran sebesar 0,00 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara penggunaan metode pembelajaran Simulasi dengan Metode Pembelajaran Drill. 2) Nilai Signifikansi motivasi belajar sebesar 0,003 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara motivasi belajar kurang dengan motivasi belajar tinggi. 3) Nilai signifikansi metode pembelajaran dengan motivasi belajar sebesar 0,047 ≤ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara hasil belajar dengan metode pembelajaran Simulasi dan Metode Pembelajaran Drill. Nilai R = 0,653, hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki korelasi kuat Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran simulasi dan drill serta motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada kompetensi keahlian
460
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
akuntansi di SMK Negeri I Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan Magetan tahun pelajaran 2013-2013.
Perbedaan Hasil Belajar pada siswa antara yang menggunakan metode Simulasi dan Drill di kompetensi Keahlian Akuntansi Berdasarkan hasil uji Anova dua jalur diketahui bahwa Nilai signifikansi metode pembelajaran sebesar 0,00 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara penggunaan metode pembelajaran Simulasi dengan Metode Pembelajaran Drill. Dari distribusi frekuensi dari 39 responden yang mendapatkan metode belajar Drill, setengahnya memiliki hasil belajar tuntas, yaitu 22 responden (56,4%). Sedangkan dari 39 responden yang mendapatkan metode pembelajaran simulasi, setengahnya memiliki hasil belajar tidak tuntas, yaitu 23 responden (59,0%). Hasil belajar siswa yang mendapatkan metode pembelajaran drill terbukti lebih baik, karena metode drill mengajarkan siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang lebih tinggi daripada hal-hal yang telah dipelajari. Dengan metode Drill ketegasan dan ketrampilan siswa meningkat atau lebih tinggi daripada halhal yang telah dipelajari dan seorang siswa benar-benar memahami apa yang disampaikan, sehingga hasil belajar mereka pun dapat meningkat.
Perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah di Kompetensi Keahlian Akuntansi Nilai Signifikansi motivasi belajar sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah di Kompetensi Keahlian Akuntansi karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Dari hasil distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 39 responden yang mendapatkan metode pembelajaran simulasi, setengahnya memiliki motivasi rendah, yaitu 23 responden (59,0%), sedangkan dari 39 responden yang mendapatkan metode pembelajaran Drill, sebagian besar memiliki motivasi tinggi, yaitu 33 responden (84,6%). Peran motivasi menentukan ketekunan dalam pembelajaran, siswa akan belajar seoptimal mungkin untuk belajar dengan tekun. Dengan harapan mendapat hasil yang baik dan lulus. Motivasi dapat melahirkan prestasi seorang siswa, karena pada dasarnya tinggi rendahnya prestasi seseorang siswa selalu dihubungkan dengan tinggi rendahnya motivasi pembelajar seorang siswa tersebut.
Interaksi antara penggunaan metode Simulasi dan Drill serta motivasi belajar terhadap Hasil Belajar siswa di Kompetensi Keahlian Akuntansi Nilai signifikansi metode pembelajaran dengan motivasi belajar sebesar 0,047 ≤ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara metode pembelajaran Simulasi dengan Metode Pembelajaran Drill. Hal ini didukung dengan distribusi karakteristik responden yang diketahui dari 78 responden, sebagian besar memiliki orang tua yang bekerja sebagai petani, yaitu 52 responden (66,7%). Kondisi orang tua siswa yang sebagian besar bekerjas sebagai petani, membuat kondisi ekonomi siswa berada pada kondisi menengah kebawah. Hal ini yang menyebabkan siswa mempunyai semangat untuk belajar dengan giat, dengan tujuan untuk meraih prestasi sehingga dapat merubah kondisi ekonomi yang dialami oleh sebagian besar siswa dalam penelitian ini. Selain itu, metode pembelajaran dengan menggunakan metode drill juga cukup mendukung
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
461
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kemapuan siswa dalam meningkatkan kompetensi bidang akuntansi sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah: a. Nilai signifikansi metode pembelajaran sebesar 0,00 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara penggunaan metode pembelajaran Simulasi dengan Metode Pembelajaran Drill. b. Nilai Signifikansi motivasi belajar sebesar 0,003 ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara motivasi belajar kurang dengan motivasi belajar tinggi. c. Nilai signifikansi metode pembelajaran dengan motivasi belajar sebesar 0,047 ≤ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara hasil belajar dengan metode pembelajaran Simulasi dan Metode Pembelajaran Drill. Nilai R = 0,653, hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini memiliki korelasi kuat
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: a. Guru Diharapkan dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat dan inovatif sehingga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa b. Peneliti Karena keterbatasan waktu dalam penelitian ini, diharapkan bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan variabel yang lebih banyak dan jumlah responden yang lebih variatif sehingga dapat menghasilkan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan yang lebih akurat
Daftar Pustaka Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam kurikulum 2013. Jakarta. Prestasi Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Darmadi Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung. Alfabet, cv Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri, dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fathurrohman Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT Refika Aditama. Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, M.Sobry. 2010. Strategi Belajar Mengajar- Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanamaan Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama. Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik,Oemar 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. Hamalik, Oemar. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT bumi Aksara. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia 462
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hamzah B Uno. 2007. Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Sinar Grafika offset. Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja Rusdakarya. Iskandar. 2012. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Referensi Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyatiningsih, Endang. 2013. Metode Penelitian Terapan, Bidang Pendidikan. Bandung: Alva Beta,cv. Munadi Yudhi, 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press Group) Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana. Priyatno Duwi . 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS dan Tanya Jawab Ujian Pendadaran.Yogyakarta: Gava Media. Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rahayu,Sri. 2002. Modul 6 Keuangan (Akuntansi), Mengelola Kartu Utang. Surakarta: CV Pratama Mitra aksara. Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sanjaya,Wina. 2007. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:Kencana. Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Santoso, Gempur. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Setyawan Sigit. 2013. Nyalakan Kelasmu (20 Metode Mengajar dan Aplikasinya). Jakarta: Grasindo Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Smaldino, Sharon E.; Lowther, Deborah L.; dan Russell, James D. 2011. Instructional technology & Media For Learning : Teknologi Pemebelajaran dan Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana. Sudjana Nana. 2005. Dasar-dasar proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: alfa Beta,cv. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. Syukur Fatah . 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang: RaSAIL Media Group. Umi Muawanah dan Fahmi Poernawati. 2008. Konsep Dasar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang. Wina Sanjaya. 2004. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
463
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Penerapan Metode Role Playing Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Dasar Smash Normal (Open Smash) Dalam Permainan Bolavoli Pada Peserta Didik Kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang Olivia Dwi Cahyani 12 ([emailprotected]) Abstract In the process of learning the use of the method has great significance. Due to the vagueness of the learning activities of students on the material provided can be overcome with the right methods and effective learning. Thus students will be more receptive to the material with the use of effective methods. This study was conducted to determine what role the method of use that apply to the learning umbrella smash volleyball?. The purpose of this study was to determine whether the application of the method of paying role to improve learning outcomes with normal smash material (open smash) in the volleyball game in class X students at SMK PGRI AK1 1 Jombang. This research is quantitative research with experimental research designs. The population was students of class X AK SMK PGRI 1 handsome. Large population of 148 students. Samples taken are class X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang as much as 49 learners by means of random sampling. The results of this study are as follows: (1) the effectiveness of learning PE by using role playing (2) the effectiveness of PE learning by observation (observation) ,. (3) learning volleyball smash by using role-playing gives increase of the ratio of the number of .2,81%. Different test results mean for different samples indicates that the calculated value t 24.625. So we can conclude that there is a significant comparison between the results of learning smash volleyball learners before and after the application of the use of role playing. Keywords: Methods Role Playing, Learning Outcomes Basic Skills Smash Normal (Open Smash), and volleyball games Abstrak Dalam proses belajar mengajar penggunaan metode mempunyai arti yang sangat penting. Karena dalam kegiatan pembelajaran tersebut ketidak jelasan peserta didik terhadap materi yang diberikan dapat diatasi dengan metode pembelajaran yang benar dan efektif. Dengan demikian peserta didik akan lebih mudah menerima materi dengan penggunaan metode yang efektif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seperti apa penggunaan metode role paying yang diterapkan pada pembelajaran smash bolavoli?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan penerapan metode role paying dapat meningkatkan hasil belajar dengan materi smash normal (open smash ) dalam permainan bolavoli pada peserta didik kelas X Ak1 di SMK PGRI 1 Jombang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian eksperimen. Populasi penelitian ini adalah peserta didik kelas X AK SMK PGRI 1 jombang. Besar populasi 148 peserta didik. Sampel yang diambil adalah kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang sebanyak 49 peserta didik dengan cara random sampling. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) efektivitas pembelajaran penjaskes dengan menggunakan metode role playing, (2) efektivitas pembelajaran penjaskes berdasarkan hasil pengamatan (observasi),. (3) pembelajaran smash bolavoli dengan menggunakan metode role playing memberikan peningkatan sebesar dari perbandingan jumlah sebesar .2,81%. Hasil uji beda rata-rata untuk sampel berbeda menunjukkan bahwa nilai hitung t hitung 24,625. Maka dapat disimpulkan ada perbandingan yang signifikan antara hasil belajar keterampilan dasar smash normal (open smash) bolavoli peserta didik sebelum dan sesudah penerapan penggunaan metode role playing. Kata Kunci: Metode Role Playing, Hasil Belajar Keterampilan Dasar Smash Normal (Open Smash ), dan Permainan Bolavoli 12
Mahasiswa S2 Pendidikan Olahraga, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
464
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pendahuluan Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacam – macam ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada juga yang lambat, dengan perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di atas memerlukan strategi pengajaran yang tepat, metodelah salah satu jawabannya (Djamarah 2002: 84). Masalah utama dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di Indonesia saat ini adalah rendahnya efektivitas pengajaran di sekolah. Dalam konteks penciptaan kondisi belajar yang efektif, muncul isu tentang bagaimana pengaturan tugas dalam kegiatan belajar mengajar, berapa kali pengulangan tugas agar proses belajar menjadi efektif, dan rendahnya pemanfaatan waktu melakukan latihan juga merupakan indikator tentang rendahnya efektivitas pengajaran. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan metode atau gaya mengajar dan strategi pembelajaran. Gaya mengajar atau metode merupakan kerangka instruksional tentang bagaimana menyampaikan isi pelajaran kepada peserta didik, karena itu haruslah dirancang sedemikian rupa agar setiap individu memperoleh kesempatan yang sama dan maksimal untuk belajar. Waktu belajar yang tersedia dapat dihabiskan atau dimanfaatkan oleh peserta didik untuk aktif belajar sehingga tidak akan terlihat lagi kegiatan peserta didik yang duduk-duduk saja, mengobrolsaat guru menjelaskan, mengganggu temannya, dan tidak peduli dengan penjelasan yang diberikan guru. Dalam pembelajaran bolavoli di sekolah khususnya untuk tingkat sekolah atas, yang lebih ditekankan adalah bagaimana mempraktikan teknik dasar dari suatu permainan dan olaharaga, khususnya bolavoli yaitu teknik passing, service, dan smash. Permainan bolavoli merupakan salah satu cabang olahraga yang sudah terkenal dimana-mana. Menurut para ahli saat ini tercatat sebagai olahraga yang menempati urutan kedua yang paling digemari di dunia (Yunus 1992:1). Permainan ini cepat menarik perhatian karena sangat menyenangkan, hanya membutuhkan sedikit keterampilan dasar, mudah dikuasai dalam jangka waktu latihan yang singkat, dan dapat dilakukan oleh pemain dengan berbagai tingkat kebugaran. Dalam permainan bolavoli yang terpenting adalah kekompakan antar pemain dalam sebuah tim dalam mencetak angka. Smash adalah salah satu cara agar sebuah tim dapat mencetak angka. Tapi yang paling sering digunakan adalah smash normal (open smash), smash push dan smash pull (quick). Karena dengan smash itulah tim lawan akan kesulitan dalam menahan serangan dengan cara smash. Smash adalah pukulan bola yang keras dari atas ke bawah, jalannya bola menukik (Nuril 2007:31). Sehubungan dengan penjelasan diatas peneliti mencoba menggunakan suatu bentuk metode pembelajaran yaitu salah satu bentuk gaya pembelajaran yang sangat efektif adalah Role Playing ( memainkan peran ) adalah suatu metode yang sangat efektif digunkan untuk mensimulasikan keadaan nyata, metode ini disusun sebuah skenario pembelajaran pada prosedur operasional atau kegiatan tertentu yang akan diajarkan ( Abdurrakhman Ginting : 2008 ). Agar kita dapat mengetahui sejauh mana perkembangan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar khususnya bolavoli. Dengan metode pembelajaran tersebut diharapkan peserta didik akan lebih mudah dalam menerima materi yang diberikan serta melaksanakan tugas gerak yang diberikan oleh guru tersebut. Sehingga tujuan dari proses belajar mengajar itu sendiri dapat tercapai dengan baik dan dapat digunakan sebagai acuan pada pembelajaran mata pelajaran lainnya.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
465
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Landasan Teori Role Playing (Metode Memainkan Peran) Metode Role Playing adalah suatu metode belajar dengan cara penguasaan tugas gerak pembelajaran melalui penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai pelaku utama tugas gerak yang dilakukan secara sadar dan mendiskusikannya tentang peran dalam kelompok tersebut (Djamarah, 2006: 88). Dalam pembelajaran dengan model role playing mempunyai langkahlangkah pelaksanaan, kelebihan-kelebihan, kelemahan-kelemahan, dan saran untuk metode ini, yaitu sebagai berikut: 1. Langkah-langkah yang ditempuh Menurut Ginting (2011: 59) dalam pelaksanaan metode ini terdapat urutan kegiatan sebagai berikut: a. Guru berperan sebagai sutradara yang mengendalikan kegiatan agar simulasi berjalan sesuai dengan skenario dan di laksanakan dengan serius. b. Ingatkan peserta didik yang kurang serius agar memfokuskan diri pada kegiatan supaya memberikan makna bagi dirinya dan kelas. c. Guru membuat catatan-catatan tentang hal-hal yang perlu di diskusikan pada akhir pembelajaran yang meliputi hal-hal yang perlu mendapat pujian dan hal-hal yang perlu di perbaiki. d. Jika waktu masih tersedia, ulangi melakukan langkah demi langkah dengan terlebih dahulu mendiskusikan hal-hal yang perlu di perbaiki. Jika perlu buat rotasi peran di antara sesama peserta didik untuk meningkatkan keluasan penguasaan kompetensi dan juga meningkatkan semangat belajar mereka. e. Meminta peserta didik menyebutkan urutan langkah demi langkah dengan kecepatan sub normal dan guru melakukan langkah sesuai dengan urutan yang di sebutkan oleh peserta didik. 2. Kebaikan Metode Bermain Peran Menurut Djamarah (2006: 89) dalam pelaksanaan metode ini terdapat kebaikan sebagai berikut: a. Peserta didik melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan peserta didik harus tajam dan tahan lama. b. Peserta didik akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. c. Bakat yang terdapat pada peserta didik dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak. d. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya. e. Peserta didik memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya. f. Bahasa lisan peserta didik dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.
466
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hasil belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono ( 2006:3) Hasil belajar adalah berakhirnya suatu proses belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.Dan menurut Hamalik (2010:159) menyatakan hasil belajar adalah sesuatu yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai dalam tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu hasil dari proses belajar. Tipe-tipe hasil belajar penting diketahui oleh guru ,dalam rangka menyusun perencanaan pengajaran. Gagne dalam Sudjana( 2010 : 55 ) mengemukakan ada 5 tipe hasil belajar, yakni: 1. Kemahitan intelektual (kognitif). 2. informasi verbal. 3. Mengatur kegiatan intelektual (strategikognitif). 4. Sikap. 5. Ketrampilan motorik.
Hakikat Bolavoli Dalam kajian bolavoli ini akan dijelaskan tentang permainan bolavoli dan teknik bermain bolavoli. 1. Permainan Bolavoli Bolavoli adalah olahraga permainan dengan tujuan memasukkan bola ke daerah lawan melewati suatu rintangan berupa tali atau net dan berusaha memenangkan permainan dengan mematikan bola itu di daerah lapangan lawan (Yunus, 1992: 1). Permainan ini merupakan permainan yang kompleks sebab dalam permainan bolavoli dibutuhkan koordinasi gerak yang benar-benar bisa diandalkan untuk melakukan semua gerakan yang ada dalam permainan bolavoli (Ahmadi, 2007: 20). Ukuran lapangan bolavoli yang umum adalah 9 m x 18 m. Ukuran tinggi net putra 2,43 m dan untuk net putri 2,24 m. Garis batas serang untuk pemain belakang berjarak 3 m dari garis tengah (sejajar dengan net). Garis tepi lapangan adalah 5 cm (Yunus, 1992: 16). 2. Teknik Bolavoli. Dalam bermain bolavoli terdapat macam-macam teknik dalam permainan bolavoli antara lain: servis, passing, smash dan block. a. Servis (Service) Servis merupakan pukulan pembukaan untuk memulai suatu permainan (Yunus, 1992: 69). Servis ada beberapa macam, yaitu servis atas dan servis bawah. Servis atas adalah servis dengan awalan melemparkan bola ke atas seperlunya kemudian server melompat untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari atas. Sedangkan servis bawah adalah servis dengan awalan bola berada di tangan yang tidak memukul bola, tangan yang memukul bola bersiap dari belakang badan untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari bawah. Yang perlu diperhatikan dalam servis antara lain: sikap badan dan pandangan, lambung keatas harus sesuai dengan kebutuhan, dan saat kapan harus memukul bola. Menurut Yunus (1992: 69) servis atas ada beberapa macam, antara lain: 1) Servis Mengapung (Float Service). 2) Overhand Change-Up Service (Slider Floating Overhand). 3) Overhand Round-Hause Service (Hook Service). 4) Servis Lompat (Jumping Service).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
467
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
b. Passing Menurut Ahmadi (2007: 22) “Passing adalah upaya seorang pemain dengan menggunakan suatu teknik tertentu untuk mengoperkan bola yang dimainkannya kepada teman seregunya untuk dimainkan di lapangan sendiri. Menurut Ahmadi (2007: 23) Passing terdiri dari dua macam, yaitu: 1) Passing Bawah (Pukulan/pengambilan tangan dari bawah) 2) Passing Atas (Pukulan/pengambilan tangan keatas) c. Mengumpan (Set-Up) Yunus (1992: 101) menyimpulkan “umpan adalah menyajikan bola kepada teman dalam satu regu, yang kemudian diharapkan bola tersebut dapat diserangkan ke daerah lawan dalam bentuk smash”. d. Smash Smash adalah bentuk pukulan yang utama dan paling banyak digunakan untuk menyerang dalam upaya memperoleh nilai atau usaha mencapai kemenangan pada suatu tim dalam permainan bolavoli. Proses melakukan smash dapat dibagi menjadi: awalan, tolakan, meloncat, memukul bola, dan mendarat(Yunus, 1992: 108). e. Membendung (Blocking) Yunus (1992: 119) menyimpulkan ”block merupakan benteng pertahanan yang utama untuk menangkis serangan lawan”. Sedangkan menurut Ahmadi (2007: 30) ”block dapat dilakukan dengan pergerakan tangan aktif (saat melakukan block tangan digerakkan ke kanan maupun ke kiri) atau juga pasif (tangan pemain hanya dijulurkan ke atas tanpa digerakkan)” Smash Yunus (1992: 108) menyimpulkan ”smash adalah pukulan yang utama dalam penyerangan dalam usaha mencapai kemenangan”. Proses melakukan smash dapat dibagi menjadi: awalan, tolakan, meloncat, memukul bola, dan mendarat.Menurut Yunus (1992: 108) proses gerakan keseluruhan dalam smash dapat diuraikan sebagai berikut (dengan anggapan pemukul menggunakan tangan kanan dan smash dari daerah posisi empat).
Gambar: Rangkaian gerakan saat melakukan awalan, meloncat, memukul bola, dan mendarat (Yunus, 1992: 113) 1. Awalan Berdiri dengan salah satu kaki dibelakang sesuai dengan kebiasaan individu (tergantung smasher normal atau smasher kidal). Berdiri serong lebih kurang 45 derajat dengan jarak 3 sampai 4 meter dari net. Langkahkan kaki satu langkah kedepan (pemain yang baik, dapat mengambil ancang-ancang sebanyak 2 sampai 4 langkah), kedua lengan mulai bergerak
468
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
kebelakang, berat badan berangsur-angsur merendah untuk membantu tolakan (Yunus, 1992: 108). 2. Tolakan Langkahkan kaki selanjutnya, hingga kedua telapak kaki hampir sejajar dan salah satu kaki agak kedepan sedikit untuk mengerem gerak kedepan dan sebagai persiapan meloncat kearah vertikal. Ayunkan kedua lengan kebelakang atas sebatas kemampuan, kaki ditekuk, dan badan siap untuk meloncat dengan berat badan lebih banyak bertumpu pada kaki yang didepan (Yunus, 1992: 108). 3. Meloncat Mulailah meloncat dengan tumit & jari kaki menghentak lantai sambil mengayunkan kedua lengan berada di belakang badan, segera pemukul melakukan tolakan sambil mengayunkan lengan ke depan atas (Yunus, 1992: 108). 4. Memukul Bola Pada saat loncatan tertinggi, lecutkan lengan kebelakang kepala dan dengan cepat lecutkan kedepan sejangkauan lengan terpanjang dan tertinggi terhadap bola. Kemudian segera meraih dan memukul bola secepat dan setinggi mungkin, perkenaan bola dengan telapak tangan tepat diatas tengah bola bagian atas(Yunus, 1992: 108). 5. Mendarat Saat mendarat tetap jaga keseimbangan badan agar tidak menyentuh dan menabrak net dan mendarat lagi dengan menumpu pada dua kaki sambil mengeper dan mengambil sikap siap normal (Yunus, 1992: 108).
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif. Yatim (2007: 120) menjelaskan penelitian eksperimen adalah penelitian yang sistematis logis dan teliti di dalam melakukan kontrol terhadap kondisi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian one group pretest posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X AK SMK PGRI 1 Jombang. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara Random Sampling. Random Sampling adalah sebuah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi individu yang menjadi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Maksum, 2009:41). Jadi dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang berjumlah 49 peserta didik. Tes yang diberikan pada penelitian ini adalah tes prestasi yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu (Arikunto, 2002:128), yaitu tes smash.
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar smash bolavoli pada peserta didik kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang. Hal ini didapat dari hasil uji-t yang dilakukan terhadap data pretest dan posttest seperti tampak pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Uji-T N X Mean Std. Deviasi D D2 Pretest 49 100 2,041 1,67 281 1739 Posttest 49 381 7,775 2,12
Uji T 24,625
Simpulan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
469
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode role playing, maka dapat disimpulkan bahwa mengalami peningkatan hasil belajar peserta didik kelas X AK 1 SMK PGRI 1 Jombang melalui gerakan smash bolavoli. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan hasil pre-test dan posttest. Terdapat perubahan dari jumlah yang mengalami peningkatan sebesar 2,81%.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta: Rineka Cipta. Ahmadi, Nuril. 2007. Panduan Olahraga Bola voli. Surakarta: Era Pustaka Utama. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Gintings, Abdorrakhman. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Humaniora. Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Muhajir, 2006. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta: Erlangga. Mudjiono, Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Maksum, Ali. 2009. Metode Penelitian Dalam Olahraga Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan – UNESA. Arifin, Zaenal. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Filosofi, Teori & Aplikasinya. Maksum, Ali. 2007. Statistik Dalam Olahraga Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan – UNESA. Sudjana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Yunus, M. 1992. Olahraga Pilihan Bolavoli. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tim penyusun.2009. Buku Pedoman Usulan Penelitian Dan Penulisan Skripsi, Jombang: STKIP PGRI JOMBANG
470
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Media Presentasi Program Adobe Flash, Powerpoint dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar Kompetensi Mengelola Kas Bank pada Siswa Kelas XI Akuntansi di SMK 1 Magetan Dan SMK PSM 2 Kawedanan Tahun Pelajaran 2013/2014 Sri Winarningsih 13 ([emailprotected]) Abstract According to the experience to Mengelola Administrasi Kas Bank, oftenly learning result does not appropriate with the teacher’s wish. It is because of the learning system does not interesting so the students get bored and do not have learning motivation. Finally it makes the learning performance decrease, which makes students can not reach the minimum standart grade. The research method used is a experiment design. This study conducted on 17 - 22 February 2014. Population of this study are 33 students of 11th grade accounting students of SMKN 1 Magetan and 33 students of 11th grade accounting students of SMK PSM 2 Kawedanan. The sample of this research are 33 students of 11th grade accounting students of SMKN 1 Magetan and 33 students of 11th grade accounting students of SMK PSM 2 Kawedanan. Sampling technique in this study is random sampling and using independet t test and Two Way Anova. The independent variable are PowerPoint Program, Adobe Flash Program, and Motivation. The dependent variable is learning performance. The result of this research are: 1) there is a difference in learning result between the students who get powerpoint learning media and adobe flash learning media, 2) there is a difference in learning result between the students who has good motivation and less, 3) there is an interaction between learning media and motivation to learning result. Keywords: Adobe Flash program, Powerpoint Program, Motivation, and Learning Result Abstrak Menurut pengalaman untuk Mengelola Administrasi Kas Bank, hasil oftenly belajar tidak yang sesuai dengan keinginan guru. Hal ini karena sistem pembelajaran tidak menarik sehingga siswa bosan dan tidak memiliki motivasi belajar. Akhirnya membuat penurunan kinerja belajar, yang membuat siswa tidak dapat mencapai standart nilai minimum. Metode penelitian yang digunakan adalah desain eksperimen. Penelitian ini dilakukan pada 1722 Februari 2014. Populasi dari penelitian ini adalah 33 siswa dari mahasiswa akuntansi kelas 11 SMKN 1 Magetan dan 33 siswa dari mahasiswa akuntansi kelas 11 SMK PSM 2 Kawedanan. Sampel penelitian ini adalah 33 siswa dari mahasiswa akuntansi kelas 11 SMKN 1 Magetan dan 33 siswa dari mahasiswa akuntansi kelas 11 SMK PSM 2 Kawedanan. Sampling teknik dalam penelitian ini adalah random sampling dan menggunakan uji t independen dan Two Way Anova. Variabel bebas adalah PowerPoint Program, Adobe Program Flash, dan Motivasi. Variabel dependen adalah kinerja belajar. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) ada perbedaan dalam hasil antara siswa yang mendapatkan media pembelajaran yang powerpoint dan adobe flash pembelajaran media pembelajaran, 2) ada perbedaan dalam hasil belajar antara siswa yang memiliki motivasi yang baik dan kurang, 3 ) ada interaksi antara media pembelajaran dan motivasi untuk hasil belajar. Kata Kunci: Program Adobe Flash, Program Powerpoint, Motivasi, dan Hasil Belajar
Pendahuluan Berdasar pengalaman mengajarkan Mengelola Administrasi Kas Bank selama ini, setelah kegiatan pembelajaran nilai hasil ulangan/evaluasi seringkali tidak sesuai dengan yang 13
Guru SMK Negeri 1 Magetan
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
471
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
diharapkan oleh guru. Berdasarkan penellitian pendahuluan oleh peneliti pada siswa kelas XI Akuntansi 1 bulan Nopember 2013, diketahui bahwa dari 40 siswa terdapat 17 siswa (47,2%) mendapatkan nilai dibawah KKM. Hal ini disebabkan banyak siswa yang kurang memahami permasalahan dan merasa kesulitan belajar mengelola administrasi kas bank sehingga mendapatkan nilai dibawah KKM. Dan tidak hanya nilai yang kurang memuaskan, berdasarkan pengamatan dalam proses pembelajaran di kelas banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru, mengantuk atau berbicara dengan temannya. Hal tersebut memperlihatkan sikap siswa yang kurang semangat, kurang antusias dan kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Menurut Musfiqon (2012:8), hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa (internal factor) dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan (external factor). Salah satu faktor lingkungan (external factor) yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Berbicara kualitas pembelajaran tentu akan berkaitan dengan kualitas/kompetensi guru. Guru merupakan salah satu komponen situasi belajar. Keadaan guru dapat mempengaruhi hasil belajar (Sumiati dan Asra, 2011:61). Kemungkinan yang lain adalah iklim ruang kelas yang negatif. Iklim ruang kelas merujuk pada lingkungan fisik ruangan, hingga tingkatan di mana ruangan itu aman dan tertib dan atmosfer emosionalnya. Iklim ruang kelas positif sangat penting bagi pembelajaran. Tidak ada strategi mengajar atau model mengajar yang akan efektif jika iklim ruang kelasnya negatif, dan masalah manajemen ruang kelas kemungkinan besar terjadi dalam iklim negatif (Weinstein, 2002 dalam Paul Eggen dan Kauchak 2012:43). Selain hal itu, di dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah tidak menggunakan media pembelajaran karena media yang tersedia terbatas. Keterbatasan media pembelajaran di satu pihak dan lemahnya kemampuan guru menciptakan media tersebut di pihak lain membuat penerapan metode ceramah makin menjamur. Kondisi ini jauh dari menguntungkan. Terbatasnya alat-alat teknologi pembelajaran yang dipakai di kelas diduga merupakan salah satu sebab lemahnya mutu pendidikan pada umumnya (Yudhi Munadi, 2013:2). Banyak guru atau pelatih menggunakan media tidak mendasarkan pilihan medianya pada pemikiran logis dan ilmiah, melainkan lebih karena mengikuti perkembangan majunya teknologi atau karena mengikuti kebiasaan yang berkembang di lingkungan sekolah. Selain metode pembelajaran yang tidak sesuai dan kurangnya penggunaan media, faktor motivasi dalam pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Menurut Santrock (2011:510) motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Dan masih menurut Santrock (2011:509), murid yang tidak punya motivasi tidak akan berusaha keras untuk belajar. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar (Hamruni, 2012:25). Begitu pula menurut Sumiati dan Asra (2011:59), tanpa motivasi belajar siswa tidak dapat belajar. Jika kelas tidak kondusif dibiarkan sampai berlarut-larut maka guru tidak akan pernah tahu apakah siswanya sudah paham atau belum materi yang diberikan. Akibatnya tentu akan berimbas pada diri peserta didik dan pada akhirnya hasil belajar siswa pun akan sulit mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pemanfaatan teknologi mengajar dalam pemecahan masalah pembelajaran dapat menjadi solusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Yusufhadi Miarso, (2011:78) digunakannya teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar. Penggunaan media diharapkan dapat mempermudah guru dalam 472
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
menyampaikan materi pelajaran dan bagi siswa dengan menggunakan media dapat memudahkan dalam menerima informasi dari guru sehingga siswa akan mudah mencerna dan memahami materi pelajaran. Sebagaimana dijelaskan dalam Smaldino, Lowther dan Russell (2011:14) teknologi dan media bisa berperan banyak untuk belajar, jika pengajarannya berpusat pada guru, teknologi dan media digunakan untuk mendukung penyajian pengajaran. Apabila pengajaran berpusat pada siswa, para siswa merupakan pengguna utama teknologi dan media. Dalam mengatasi permasalahan diatas, peneliti memiliki pemikiran bahwa penggunaan teknologi pembelajaran melalui penggunaan media pembelajaran yang menarik sepertinya menjadi solusi yang terbaik dalam mengatasi kejenuhan pembelajaran di kelas. Sependapat dengan Sivin-Kachala & Bial, 1994 (Paul Eggen dan Kauchak 2012:76) sejarah penelitian yang kini sudah lebih dari dua puluh tahun menunjukkan bahwa teknologi bisa secara signifikan meningkatkan motivasi murid. Dan Yusufhadi Miarso, (2011:459) mengemukakan bahwa kegunaan media pembelajaran adalah: (1) media membangkitkan keinginan dan minat baru (2) media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar. Dari beberapa pendapat di atas tampak jelas bahwa penggunaan media pembelajaran dapat memberikan rangsangan kepada siswa dalam proses belajar, sehingga dapat mempertinggi kualitas belajar mengajar dan dapat mempertinggi hasil belajar siswa. Media pembelajaran yang hendak digunakan pada penelitian ini adalah program komputer berbasis Microsoft Office Power Point dan Adobe Flash CS3. Menurut Riyana (2008:102) bahwa program Microsoft Office Power Point adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relatif murah karena tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data. Sedangkan Adobe Flash CS3 merupakan software yang mampu menghasilkan presentasi, game, film, CD interaktif, maupun CD pembelajaran, serta untuk membuat situs web yang interaktif, menarik, dan dinamis. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun baik Microsoft Office Power Point maupun Adobe Flash CS3, masing-masing dapat memberikan sentuhan yang menarik pada media pembelajaran dikelas sehingga diharapkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa dan hasil belajar pun meningkat. Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik permasalahan sebagai berikut: (1)Apakah terdapat perbedaan antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Media Presentasi Program Adobe Flash dan Media Presentasi Power Point terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank. (2) Apakah terdapat perbedaan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank. (3) Apakah terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, tujuan penelitian ini adalah: (1)Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Media Presentasi Program Adobe Flash dan Media Presentasi Power Point terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank. (2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank. (3) Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
473
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Landasan Teori Media Pembelajaran Pengertian Media Pembelajaran Media merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Dalam Smaldino, Lowfher dan Russell (2011:7) media, bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan sarana komunikasi. Berasal dari bahasa Latin medium (“antara”), istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Media merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Menurut Daryanto (2011:4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Arsyad (2011:3) mengatakan media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab media berasal dari kata wasaail yang berarti pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesa. Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks serta lingkungan sekolah merupakan media belajar. Secara lebih khusus Arsyad (2011:3) mengatakan media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media pembelajaran merupakan pengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar yaitu siswa dan isi pelajaran. Menurut Gerlach (Sanjaya, 2012:60) media pembelajaran itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetaguan, ketrampilan dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media pembelajaran bukan hanya alat-alat perantara seperti TV, radio, slide, bahan cetakan tetapi juga meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan sebagainya yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, wawasan mengubah sikap sarta untuk menambah kterampilan. Menurut Yusufhadi Miarso (2011:458), Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali. Media merupakan alat bantu yang digunakan guru dengan desain yang disesuaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dan definisi media pembelajaran sebagai alat bantu berupa fisik maupun non fisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien (Musfiqon, 2012:28). Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Yudhi Munadi, 2013:7-8).
Manfaat Media Pembelajaran. Yusufhadi Miarso (2011:458) kegunaan media dalam pembelajaran adalah: (1) media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak kita, sehingga otak kita dapat
474
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
berfungsi secara optimal, (2) media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa, (3) media dapat melampaui batas ruang kelas, (4) media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya, (5) media menghasilkan keseragaman pengamatan, (6) media membangkitkan keinginan dan minat baru, (7) media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar, (8) media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari suatu yang konkrit maupun abstrak, (9) media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri, (10) media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new literacy), yaitu kemampuan untuk membedakaan dan menafsirkan objek, tindakan, dan lambang yang tampak, baik yang dialami maupun buatan manusia yang terdapat dalam lingkungan, (11) media mampu meningkatkan efek sosialisasi, yaitu dengan meningkatnya kesadaran akan dunia sekitar, (12) media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri guru maupun siswa. Djamarah (2010:121) mengklasifikasikan manfaat media pembelajaran menjadi dua yaitu (1) media sebagai alat bantu (2) media sebagai sumber belajar.
Jenis-jenis media pembelajaran Usaha-usaha ke arah taksonomi media tersebut telah dilakukan oleh beberapa ahli. Rudy Bretz (dalam Sumiati dan Asra, 2011:162) mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan adanya tiga ciri yaitu suara (audio), bentuk (visual) dan gerak (motion). Atas dasar ini Bretz membuat delapan kelompok media pembelajaran, yaitu: (1) media audio motion visual, (2) media audio still visual, (3) media audio semi motion, (4) media motion visual, (5) media still visual, (6) media semi motion (semi gerak), (7) media audio, (8) media cetakan. Pengelompokan menurut tingkat kerumitan perangkat media, khususnya media audiovisual, dilakukan oleh C.J Duncan, dengan menyusun suatu hirarki. Dari hirarki Duncan, Sumiati (2008:131) mengatakan semakin tinggi tingkat hirarki suatu media, semakin rendah satuan biaya serta semakin khusus sifat penggunaannya. Namun demikian, kemudahan serta keluwesan penggunaannya semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu media berada pada hirarki paling rendah. Schramm (dalam Sadiman, 2008:62) mengatakan ada dua kelompok media yaitu big media atau media rumit dan little media yaitu media sederhana serta murah. Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada media massal, media kelompok, media individu, didasarkan atas daya liput media. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Arsyad (2011:19) mengklasifikasikan media atas empat kelompok yaitu media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi berbasis computer, dan media hasil gabungan teknologi cetak serta komputer. Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2011:19) membagi media ke dalam dua kelompok besar, yaitu media tradisional serta media teknologi mutakhir. Lebih lanjut Arsyad, (2011:21) menjelaskan sebagai berikut: pilihan media tradisional berupa media visual diam tidak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi seperti teleconference dan media berbasis mikroprosesor seperti permainan komputer dan hypermedia. Wina Sanjaya, (2012:118) mengklasifikasikan media pembelajaran dari berbagai sudut pandang, yaitu: (1) dilihat dari sifatnya, media terdiri dari: media auditif, media visual dan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
475
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
media audio visual. (2) dilihat dari kemampuan jangkauannya, media terdiri dari: media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak misal radio, televisi, media yang mempunyai daya liput terbatas misal film slide, film dan video. (3) dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media terdiri dari: media yang diproyeksikan dan media yang tidak diproyeksikan. (4) media dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya,
Media pembelajaran berbasis computer Pada penelitian ini, penulis akan memfokuskan penggunaan media pembelajaran berbasis komputer dengan menggunakan program Microsoft Office Power Point dan Adobe Flash CS3 Program Microsoft Office Power Point Pada umumnya Microsoft Office Power Point digunakan untuk presentasi dalam classical learning, karena Microsoft Office Power Point merupakan program aplikasi yang digunakan untuk kepentingan presentasi. Berdasarkan pola penyajian yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Microsoft Office Power Point yang digunakan untuk presentasi dalam classical learning disebut personal presentation. Microsoft Office Power Point pada pola penyajian ini digunakan sebagai alat bantu bagi guru untuk menyampaikan materi dan kontrol pembelajaran terletak pada guru.
Program Adobe Flash CS3 Flash tidak hanya menggabungkan elemen multimedia dengan Action Script, flash juga mempunyai kemampuan dalam membuat interaktif scripting. Adobe Flash CS3 mempunyai kelebihan dibanding program lainnya yaitu pengguna adobe flash CS3 dapat dengan mudah dan bebas dalam berkreasi membuat animasi dengan gerakan bebas sesuai dengan adegan animasi yang dikehendaki, adobe flash CS3 menghasilkan file yang berukuran kecil, mampu menghasilkan file bertipe (ekstensi) FLA yang bersifat fleksible, karena dapat dikonversi menjadi file bertipe swf, html, jpg, png, exe, mov.
Motivasi Belajar Hakikat motivasi Menurut Sardiman (2007:73), motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan. Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Menurut Slameto (2010:170) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu proses yang menentukan tingkah kegiatan, intensitas, konsistensi,serta arah umum dari tingkah laku manusia. Menurut Atkinson (Purwa Atmaja Prawira, 2012:319) motivasi sebagai suatu tendensi seseorang untuk berbuat yang meningkat guna menghasilkan satu hasil atau lebih pengaruh. Teori tentang motivasi Menurut Sardiman (2007:82-83) ada beberapa teori tentang motivasi, yakni : (1) Teori Insting (2) Teori Fisiologis (3) Teori Psikoanalitik. Menurut Ngalim Purwanto (2007:74-80) ada beberpa teori motivasi, yakni: (1) Teori Hedonisme (2)Teori Naluri (3) Teori Reaksi yang Dipelajari (4) Teori Kebutuhan.
Macam-macam motivasi Menurut Singgih D. Gunarsa (2004:50-51) yaitu: 1) Motivasi intrinsik merupakan dorongan atau kehendak yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang.
476
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
2) Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan segala sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan sendiri, ataupun melalui saran, anjuran, atau dorongan dari orang lain. Menurut Sardiman (2007:89-91) motivasi dibagi menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik : 1) Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. 2) Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
Tujuan motivasi Menurut Ngalim Purwanto (2007:73), tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperolah hasil atau tujuan tertentu. Karena itu seorang guru harus dapat menggerakan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan diterapkan dalam kurikulum sekolah.
Fungsi Motivasi Dalam Belajar Fungsi motivasi menurut Fudyartanto (Purwa Atmaja Prawira, 2012:320) sebagai berikut: (1) motivasi bersifat mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu. (2) motivasi sebagai penyeleksi tingkah laku individu. (3) motivasi memberi energi dan menahan tingkah laku individu.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut Slameto (2010:54-71), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut. 1) Faktor intrinsik. 2) Faktor ekstrinsik
Hasil Belajar Hasil belajar menurut Wina Sanjaya (2008:27) merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi. Dengan demikian penulis berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan siswa dalam mencapai hasil yang diperoleh sebagai akibat dari proses belajar atau mengikuti kegiatan pembelajaran yang dievaluasi dengan berbagai cara, dan hasilnya dinyatakan dengan nilai. Menurut Sudjana (Iskandar, 2012:128) “hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan”. Sedangkan menurut Iskandar (2012: 128) “hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari data kuantitatif maupun kualitatif”.
Klasifikasi hasil belajar Klasifikasi hasil belajar menurut Sukirman (2012:55-72), secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni: 1) Ranah kognitif 2) Ranah afektif 3) Ranah Psikomotorik
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
477
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hasil belajar banyak di pengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Abu Ahmadi (Saminanto 2010:101) faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: 1) Faktor-faktor stimulasi belajar. 2) Faktor-faktor metode belajar 3) Faktor-faktor individual
Kompetensi “Mengelola Administrasi Kas Bank”. Salah satu standar kompetensi yang terdapat pada mata pelajaran produktif Kompetensi Keahlian Akuntansi adalah “Mengelola Administrasi Kas Bank” yang terdiri dari lima kompetensi dasar yaitu (1) Mempersiapkan pengelolaan administrasi kas bank, (2) Menghitung mutasi kas bank, (3) Membukukan mutasi kas bank, (4) Menyusun laporan rekonsiliasi bank, dan (5) Membukukan penyesuaian kas di bank.
Kerangka Konseptual Berdasar pada latar belakang, rumusan masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, pada penelitian ini akan diungkapkan pengaruh media pembelajaran berbasis Microsoft Office Power Point, media pembelajaran berbasis Adobe Flash CS3 dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Kompetensi Mengelola Kas Bank dengan rincian sebagai berikut: Pengaruh antara Penggunaan Media Presentasi Program Adobe Flash dan Media Presentasi Power Point terhadap hasil belajar siswa. Baik Microsoft Office Power Point memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai unsur media seperti pengolahan teks, warna, gambar, grafik, serta animasi dan Adobe Flash CS3 merupakan software yang mampu menghasilkan presentasi, game, film, CD interaktif, maupun CD pembelajaran, serta untuk membuat situs web yang interaktif, menarik, dan dinamis, keduanya dapat diakses melalui komputer dimana siswa dapat berinteraksi dengannya. Dari teori yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan komputer dalam pembelajaran membantu tercapainya tujuan pengajaran dikarenakan siswa dapat langsung berinteraksi dengan materi yang di ajarkan. Dengan demikian hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
Pengaruh antara motivasi belajar dan hasil belajar siswa Tujuan motivasi adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperolah hasil atau tujuan tertentu. Seorang siswa yang termotivasi akan menunjukkan berbagai upaya agar kegiatan pembelajaran yang diikutinya berlangsung dengan baik. Karena itu seorang guru harus dapat menggerakan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan hasil belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan diterapkan dalam kurikulum sekolah.
Pengaruh antara penggunaan Media Presentasi Program Adobe Flash dan Media Presentasi Power Point serta motovasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Media merupakan sarana komunikasi tidak langsung yang digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun informasi dari seseorang kepada orang lain. Dalam pembelajaran media merupakan sarana yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada seluruh siswa. Penggunaan media pembelajaran Microsoft Office Power Point dan Adobe Flash CS3 yang berbasis audio visual akan dapat menarik perhatian siswa dalam pelaksanaan pembelajaran Kompeteni Mengelola Kas Bank. Bila seorang peserta didik
478
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
merasa tertarik pada kegiatan pembelajaran, maka peserta didik tersebut telah termotivasi untuk belajar dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengaruh antara variabel bebas, variabel moderaotor dan variabel terikat digambarkan dalam bentuk pola hubungan di bawah ini Media: - M. P. Adobe Flash
- Ms. PowerPoint Hasil Belajar Motivasi: - Motivasi Rendah
- Motivasi Tinggi Gambar 2.1
Kerangka berfikir penelitian
Metode Penelitian Rancangan penelitian menggunakan rancangan penelitian Experiment Factorial Design, yaitu rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui efek kombinasi dua atau lebih perlakuan pada unit eksperimen (Santoso, 2012:39). Penelitian ini menggunakan analisa ANOVA dua jalur yaitu rancangan penelitian yang digunakan untuk meneliti pengaruh perlakuan yang berbeda dari dua media pembelajaran yaitu media presentasi program Adobe Flash dan media presentasi Power Point yang dihubungkan dengan motivasi belajar siswa. Kerangka penelitiannya adalah sebagai berikut: Motivasi Belajar (Y) Tinggi (Y1) Rendah (Y2)
Tabel 1 Rancangan Penelitian Media Pembelajaran (X) M. P. Adobe Flash M. P. Power Point(X 2) (X1) Hasil Belajar (X1 Y1)
Hasil Belajar (X2 Y1)
Hasil Belajar (X1 Y2)
Hasil Belajar (X2 Y2)
Keterangan: X : Media Presentasi Program Adobe Flash (X1) dan Media Presentasi Power Point (X2) Y : Motivasi belajar, yaitu Motivasi Belajar Tinggi (Y1) dan Motivasi Belajar Rendah (Y2) X1.Y1: Hasil Belajar dengan Media Presentasi Program Adobe Flash dengan Motivasi Belajar Tinggi. X1.Y2: Hasil Belajar dengan Media Presentasi Program Adobe Flash dengan Motivasi Belajar Rendah. X2.Y1: Hasil Belajar dengan Media Presentasi Power Point dengan Motivasi Belajar Tinggi. X2.Y2: Hasil Belajar dengan Media Presentasi Power Point dengan Motivasi Belajar Rendah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI kompetensi keahlian Akuntansi SMK Negeri 1 Magetan sebanyak tiga kelas dengan jumlah 119 orang dan siswa kelas XI kompetensi
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
479
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
keahlian Akuntansi SMK PSM 2 Kawedanan sebanyak dua kelas dengan jumlah 66 orang. Jadi jumlah seluruh populasi adalah sebanyak 185 orang. Kedua SMK tersebut dipilih sebagai populasi penelitian karena jumlah siswanya cukup sebagai syarat penelitian dan mempunyai kesetaraan dalam status sekolah yng sudah terakreditasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini diawali dengan mengadakan tes awal untuk mendapatkan dua kelas yang dijadikan sebagai subyek penelitian berdasarkan kesetaraan nilai hasil belajar. Teknik pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling dan besaran sampel yang ditetapkan dalam penelitian sebanyak 66 siswa dengan perincian 33 siswa dari kelas yang diajar dengan media presentasi program adobe dan 33 siswa dari kelas yang diajar dengan media persentasi power point. Metode pengumpulan data penelitian menggunakan metode pemberian tes dan metode kuesioner. Sedangkan instrumennya adalah soal tes dan angket kuesioner. Tes digunakana untuk mengumpulkan data hasil belajar dan angket kuesioner digunkan untuk mengumpulkan data motivasi belajar. Bentuk tes yang digunakan adalah tes obyektif pilihan ganda dengan jumlah option lima pilihan jawaban. Pemberian skor untuk jawaban benar adalah 1 dan skor jawaban salah adalah 0. Angket kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket kuesioner berbentuk skala Likert, dengan kriteria jawaban selalu mendapatkan skor 3, jarang mendapatkan skor 2, dan jawaban tidak pernah mendapatkan skor 1. Variabel ini diberi kriteria motivasi belajar tinggi apabila mendapatkan skor lebih dari 50% dan mendapatkan kriteria skor motivasi belajar rendah apabila mendapatkan skor kurang dari 50%. Soal tes dan angket kuesioner sebelum digunakan untuk mengumpulkan data diuji coba terlebih dahulu, untuk mengukur validitas dan rentabilitas. Uji validitas dilakukan dengan analisis faktor konfirmatori. Dengan ketentuan masing-masing indikator besarnya value > 1 signifikansi < 0,05. Adapun rumus yang digunakan adalah:
rxy
n X
n XY X Y
2
X n Y 2 Y 2
2
Keterangan : rxy = Indeks konsistensi internal untuk butir ke-i (daya pembeda) n = banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen). X = skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba). Y = total skor (dari subyek uji coba). ∑XY = jumlah (X)(Y) (Sugiyono, 2012:349) Dan uji reliabilitas diukur dengan rumus sebagai berikut:
2rb ri = 1+ rb ri = reliabilitas internal seluruh instrumen rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua. (Sugiyono, 2012:359)
480
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengujian hipotsis menggunakan teknik analisa varian (ANOVA) dua jalur. ANOVA dua jalur adalah teknik statistik inferensial parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif lebih dari dua sampel (k sampel) secara serempak bila setiap sampel terdiri dari dua kategori atau lebih (Sugiyono, 2012:183). Ringkasan ANOVA Dua Jalur
(Sugiyono, 2012:187-190). Dan pengujian Hipotesis juga menggunakan uji-t. Uji ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial dengan variabel dependen, dengan membandingkan ttabel dengan thitung. Adapun rumus yang digunakan menurut Sugiyono (2012:238) dalam menguji hipotesis (Uji t) penelitian ini adalah:
Di mana: t = nilai uji t r = koefisien korelasi r2= koefisien determinasi n = banyak sampel yang diobservasi Pengambilan data dilaksanakan Tanggal 17 sampai 22 Februari 2014, dengan memberikan pembelajaran menggunakan media pembelajaran Adobe Flash CS3 pada siswa kelas XI Akuntansi SMK Negari 1 Magetan dan pembelajaran menggunakan Power Point pada siswa kelas XI Akuntansi SMK PSM 2 Kawedanan, serta menggunakan kuesioner motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Sebelum dilakukan uji hipotesis penelitian maka dilakukan uji persyaratan dengan menggunakan uji validitas, uji reliabilitas dan uji normalitas.
Hasil Penelitian Dari hasil analisis dan interpretasi data maka dilakukan pembahasan sebagai berikut: 1. Pengaruh penerapan Media Pembelajaran Berbasis Adobe Flash CS3 dan siswa yang memperoleh Media Pembelajaran Power Point terhadap hasil belajar. Berdasarkan hasil uji independent T-Test diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,003 pada media pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara penggunaan media pembelajaran Microsoft Office Power Point dan Adobe Flash CS3 Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
481
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dari distribusi frekuensi 33 responden yang mendapatkan media pembelajaran Microsoft Office PowerPoint, sebagian besar memiliki hasil belajar tidak tuntas, yaitu 20 responden (60,6%). Sedangkan 33 siswa yang mendapatkan media pembelajaran Adobe Flash CS3, setengahnya memiliki hasil belajar tuntas, yaitu 18 responden (54,4%). 2. Pengaruh Motivasi Tinggi dan Rendah Terhadap Hasil Belajar. Hasil pengujian Independent T-Test diketahui bahwa nilai signifikansi motivasi belajar sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara motivasi belajar rendah dengan motivasi belajar tinggi karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dari hasil distribusi frekuensi diketahui bahwa dari 33 responden yang mendapatkan media pembelajaran Microsoft Office PowerPoint, setengahnya memiliki Motivasi rendah, yaitu 18 responden (54,5%), sedangkan dari 33 responden yang mendapatkan media pembelajaran Adobe Flash CS3, sebagian besar memiliki motivasi tinggi, yaitu 26 responden (78,8%). 3. Interaksi antara Media Pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar belajar. Berdasarkan dari pengujian Two Ways Anova, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,039, hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank pada siswa kelas XI Akuntansi di SMKN I Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan tahun pelajaran 2013/2014 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini didukung dengan umur responden yang setengahnya berumur 17 tahun, yaitu 37 responden (56,1%).
Simpulan Memperhatikan hasil analisis data dan pembahasan maka simpulan dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat perbedaan antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Media Presentasi Program Adobe Flash dan Media Presentasi Power Point terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank pada siswa kelas XI Akuntansi di SMKN 1 Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan tahun pelajaran 2013/2014. (2) Terdapat perbedaan antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank pada siswa kelas XI Akuntansi di SMKN I Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan tahun pelajaran 2013/2014. (3) Terdapat interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar kompetensi mengelola administrasi kas bank pada siswa kelas XI Akuntansi di SMKN I Magetan dan SMK PSM 2 Kawedanan tahun pelajaran 2013/2014.
Saran Saran yang disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Bagi sekolah diharapkan dapat memberikan fasilitas yanng memadai kepada guru dalam pembuatan media pembelajaran, melalui pelatihan-pelatihan ataupun memberikan fasilitas dana kepada guru untuk membuat media pembelajaran yang kreatif dan menarik sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa. (2) Bagi Peneliti lain, karena keterbatasan waktu dalam penelitian ini, diharapkan bagi peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan variabel yang lebih banyak dan jumlah responden yang lebih variatif sehingga dapat menghasilkan sumbangsih ilmu pengetahuan yang lebih akurat.
482
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Daftar Pustaka Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press. Daryanto. 2011. Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Eggen, Paul; Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Ketrampilan Berpikir). Jakarta: Indeks. Gunarsa, Singgih, D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak, Remaja dan. Keluarga. Jakarta: PT. Gunung Mulia. Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani. Iskandar. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks. Miarso, Yusuf. 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Munadi, Yudhi. 2013. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Referensi. Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Riyana, Ilyasih. 2008. Pemanfaatan OHP dan Presentasi dalam Pembelajaran. Jakarta: Cipta Agung. Sadiman, Arief S. 2008. Media Pendidikan;Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saminanto. 2010. Praktek PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: Rasamail Media Group. Sanjaya, Wina. 2010. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Santoso, Gempur. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Santrock, John W. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: PT.Rineka. Smaldino, Sharon E.; Lowther, Deborah L.; dan Russell, James D. 2011. Instructional technology & Media For Learning : Teknologi Pemebelajaran dan Media untuk Belajar. Jakarta: Kencana Sudjana, Nana. 2005. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana dan Riva'i. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru. Sugiyono. 2012. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta Sukirman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta : PT Insan Madani. Sumiati dan Asra. 2011. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
483
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi (Studi Pada Siswa Kelas X SMK Matsna Karim Desa Bulurejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang) Dwi Wahyuni 14 ([emailprotected]) Abstract This study was conducted to analyze the factors that influence students' motivation to learning achievement on economic subjects. This research was conducted in class X SMK Accounting Department Matsna Karim Bulurejo Village District of Diwek Jombang. Based on the analysis researchers do, it is known that students who have problems in the physiological factors were 21 students or 65.625%. In this case the physiological factor is not how an effect on student achievement, it can be shown with the average value of daily repetition of 71.72 while the KKM (minimum completeness criteria) is equal to 65. From the low physiological factors that exist on students, it turns out students can still be motivated to study and obtain satisfactory performance. This is because there are other factors that affect their motivation to learn that psychological factors that exist in themselves, family factors that support and give attention, school environmental factors that provide good facilities and comfort to create a conducive teaching and learning process, community and environmental factors that affect student motivation. Keywords: learning motovation, achievement Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK Matsna Karim Desa Bulurejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Berdasarkan analisis yang telah peneliti lakukan, diketahui bahwa siswa yang mempunyai masalah pada faktor fisiologis sebanyak 21 siswa atau 65,625%. Dalam hal ini faktor fisiologis tidak seberapa berpengaruh terhadap prestasi siswa, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai ratarata ulangan hariannya sebesar 71,72 sedangkan pada KKM (kriteria ketuntasan minimal) adalah sebesar 65. Dari rendahnya faktor fisiologis yang ada pada diri siswa, ternyata siswa masih bisa termotivasi dalam belajarnya dan mendapatkan prestasi yang cukup memuaskan. Hal ini dikarenakan masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar mereka yaitu faktor psikologis yang ada pada diri mereka sendiri, faktor keluarga yang mendukung dan memberi perhatian, faktor lingkungan sekolah yang menyediakan fasilitas dan kenyamanan yang baik sehingga terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif, dan faktor lingkungan masyarakat yang sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Motivasi Belajar, Prestasi
Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Dalam kehidupan masyarakat modern, setiap cabang pendidikan dan pengajaran senantiasa memiliki pedoman umum untuk menentukan tujuan dan hasil akhir. Pedoman itu akan cenderung bersifat filosofis dan juga 14
Dosen Pendidikan Ekonomi, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia
484
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
politis, karena menurut lazimnya tujuan itu ditetapkan sebagai peraturan atau undang-undang bagi Indonesia yang telah diterapkan dasar, tujuan dan sistem pendidikan nasional-nya. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 yang berbunyi “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang kuat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dengan demikian tiap-tiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Fenomena ini ditandai dari masih rendahnya mutu lulusan yang dikeluarkan setiap tahunnya oleh sekolah-sekolah. Oleh karena itu, perubahan paradigma baru pendidikan kepada mutu merupakan salah satu strategi untuk mencapai pembinaan keunggulan pribadi anak. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, tantangan yang sering dihadapi oleh pendidik (guru) adalah strategi apa yang tepat untuk diterapkan pada peserta didik (siswa). Untuk menentukan strategi yang tepat bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, harus melalui berbagai macam penelitian. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi terhadap perolehan hasil belajar pembelajaran. Faktor tersebut berasal dari dalam diri dan luar pembelajar. Faktor yang berasal dari diri pembelajar meliputi faktor-faktor bawaan seperti intelegensi. bakat, minat, aspirasi, harapan, militansi, keuletan, kerajinan, keteguhan, kemandirian serta dorongandorongan dari dalam. Sedangkan faktor yang berasal dari luar seperti kondisi lingkungan belajar, guru sebagai fasilitator, pembimbing belajar. prasarana dan sarana yang tersedia, dukungan dari lingkungan pembelajar (baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya). Keberhasilan belajar yang dilakukan oleh siswa itu akan berhasil jika dilatar belakangi oleh suatu dorongan dalam diri siswa tersebut yang pada umumnya dikatakan sebagai motivasi. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri peserta didik (siswa) yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang siswa dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi akan mempunyai energi yang banyak untuk mengikuti kegiatan belajar. Berbagai upaya dalam meningkatkan motivasi belajar tersebut dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan unsurunsur belajar atau pembelajaran, mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik (siswa), serta mengembangkan cita-cita dan aspirasi peserta didik (siswa). Saat ini dimana dunia pendidikan terbuka luas bagi siapapun yang ingin belajar, motivasi belajar yang ada malah mengalami penurunan. Dimana idealnya adalah seseorang mengikuti kegiatan belajar dengan tujuan untuk mengerti setiap apa yang dipelajarinya, namun sekarang ini tujuan dalam belajar tersebut bukan lagi untuk mengerti tetapi hanya utnuk bias mendapatkan nilai yang baik. Tidak jarang juga ditemui banyak siswa bahkan orang tua siswa sendiri yang menghalalkan segala cara baik lewat mencontek atau membeli bocoran soal-soal ujian, agar dapat memperoleh nilai yang memuaskan. Banyak kasus yang membuktikan mengenai hal ini seperti adanya bocoran soal-soal ujian nasional, pemalsuan ijazah, dan praktek jual beli gelar. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa peserta didik (siswa) kelas X jurusan Akuntansi di SMK Matsna Karim dalam mengikuti pembelajaran mata Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
485
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pelajaran ekonomi sangat kurang, padahal mereka masuk di jurusan akuntansi. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa yang relatif masih rendah dengan nilai 71,72. Sehubungan dengan hal tersebut maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran ekonomi. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK Matsna Karim Desa Bulurejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.
Landasan Teori Pengertian Pendidikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Wina Sanjaya (2006:2) Carter V. Good menuturkan bahwa pendidikan adalah keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai di dalam masyarakat dimana dia berada. Dalam bukunya “Dictionary of Education”, Carter membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: (1) Pedagogiy is the art, practice, or profession of teaching (pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran); (2) Pedagogy is the systematized of teaching and of student control and guidance (pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa. (M. Noor Syam dkk, dalam Arif Rahman 2009:6).
Motivasi Belajar Teori Motivasi Belajar Motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya. Motivasi dapat dipandang sebagai suatu rantai reaksi yang dimulai dari adanya kebutuhan, kemudian timbul keinginan untuk memuaskannya (mencapai tujuan), sehingga menimbulkan ketegangan psikologis yang akan mengarahkan perilaku kepada tujuan (kepuasan). Barelson dan Steiner dalam Koontz (2001:115) mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan dalam diri seseorang (innerstate) yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan. Berikut ini gambar rantai motivasi.
Kebutuha nn
Keinginan
Keteganga n
Perilak u
Kepuasa n
Gambar 1. Rantai Motivasi (sumber: Barelson & Steiner dalam Koontz, 2001:115) Motivasi ini muncul dan berkembang dalam diri seseorang dengan jalan datang dari dalam individu itu sendiri (intrinsic) dan datang dari lingkungan (ekstrinsic). Faktor lingkungan yang memadai mendukung pencapaian dan perwujudan motivasi sehingga dapat berlangsung tanpa banyak kesulitan. Namun faktor lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat
486
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pencapaian motivasi tersebut (Makmun, 2001:37). Tanpa motivasi hasil belajar siswa tidak akan optimal dan stimulus belajar yang diberikan tidak akan berarti. Dalam hal ini, nilai yang buruk pada suatu mata pelajaran tertentu belum berarti bahwa sang anak bodoh dalam mata pelajaran tersebut. Seringkali terjadi seorang anak malas terhadap suatu pelajaran tertentu namun giat dalam mata pelajaran yang lain.
Bentuk-bentuk Motivasi Belajar Menurut Winkel (1996: 173-174) dalam kegiatan belajar ada dua bentuk motivasi yang dimiliki oleh seseorang, yaitu. a. Motivasi intrinsik Dalam motivasi intrinsik ini kegiatan belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan atau dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu. Semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan kebutuhan dan siswa berdaya upaya melalui kegiatan belajar, untuk memenuhi kebutuhan itu b. Motivasi ekstrinsik Berbeda dengan motivasi intrinsik, pada motivasi ekstrinsik aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Jadi motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu bentuk motivasi yang berasal dari luar siswa, yang berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati siswa itu sendiri dan hanya dapat dipenuhi melalui belajar atau sebetulnya juga dapat dipenuhi dengan cara lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Purwanto (1999: 102) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar menjadi dua golongan, yaitu. a. Faktor individual Faktor individual merupakan faktor yang berada pada diri individu itu sendiri. Adapun yang termasuk dalam faktor ini antara lain: a) kematangan atau pertumbuhan, b) kecerdasan, c) latihan, d) motivasi, e) faktor pribadi (keadaan kesehatan fisik seseorang). b. Faktor sosial Merupakan faktor yang berada diluar individu. Adapun yang termasuk dalam faktor ini antara lain: a) faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, b) guru dan cara pengajarannya, c) alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar, d) lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan e) motivasi sosial. Menurut Wlodkowski dan Jaynes (Hawadi, 2001) mengatakan ada empat faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, yaitu: a) kebudayaan, b) lingkungan keluarga, c) lingkungan sekolah, dan d) keinginan siswa itu sendiri untuk belajar. Fungsi Motivasi Dalam Belajar Motivasi sangat berperan dalam belajar, hasil belajar siswa akan menjadi optimal jika ada motivasi yang kuat dan jelas. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Sardiman A.M dalam bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (2011:85) mengemukakan bahwa fungsi motivasi ada tiga, yaitu: a) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energy, b) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai, c) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
487
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Indikator Motivasi Belajar Motivasi dapat diamati secara langsung maupun dengan mengambil kesimpulan dari perilaku atau sikap yang ditunjukkan. Berdasarkan aspek-aspek motivasi yang ada, dapat disimpulkan bahwa indikator yang dapat dijadikan tolok ukur motivasi seseorang adalah: a) ketekunan, b) keaktifan, c) semangat dalam belajar, d) kehadiran, e) keuletan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.
Bentuk-bentuk Motivasi di Lingkungan Sekolah Dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi, baik intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan dengan motivasi. Pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam hal ini seorang guru harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberikan motivasi bagi kegiatan belajar peserta didik, jangan sampai hal ini dimaksudkan untuk memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan bagi perkembangan belajar siswa. Menurut Oemar Hamalik (2005:166-168) ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk menumbuhkan atau membangkitkan motivasi siswa dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu: a) memberi angka, b) hadiah, c) persaingan atau kompetisi, d) kerja kelompok, e) memberikan ulangan, f) mengetahui hasil (penilaian), g) pujian, h) hukuman, i) hasrat untuk belajar, j) minat, dan k) tujuan yang diakui.
Prestasi Belajar Pengertian Prestasi Belajar Menurut Suryabrata (1984:26) prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Hasil tersebut dinyatakan dalam nilai rapor dan indeks prestasi yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran proses belajar. Ketika belajar, seseorang selalu mempunyai keinginan atau harapan untuk mencapai hasil yang optimal demi tercapainya prestasi belajar yang tinggi. karena itu prestasi belajar sering diartikan sebagai hasil dari perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan seseorang setelah belajar dan berlatih dengan sengaja, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku kea rah yang lebih maju. Hasil dari proses belajar tersebut dapat juga merupakan penyempurnaan dan pengembangan dari suatu kemampuan yang dimiliki (Winkel dalam Rivka, 2009:31). Menurut Syaifudin dalam Rivka (2000:58) nilai prestasi yang diberikan sebagai hasil tes, pekerjaan rumah ataupun tugas memiliki nilai motivasi yang tinggi. hal ini disebabkan karena nilai sendiri merupakan sesuatu yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. Nilai sendiri bisa dipakai sebagai pandangan mengenai baik buruknya prestasi siswa (Winkel, 1996), sehingga menjadi suatu ukuran menilai performance akademik seseorang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Untuk mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain. 1. Faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern). Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan/inteligensi, bakat, minat dan motivasi. 2. Faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor ekstern adalah faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya diluar diri siswa, meliputi beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, keadaan
488
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
sekolah, lingkungan sekitar.
Metode Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, suatu kegiatan penulisan ilmiah yang didalamnya mengandung rumusan masalah yang memerlukan pemecahan dinyatakan dalam dugaan sementara dan memerlukan pengujian dan kajian secara ilmiah dengan menggunakan teknik penelitian yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif eksploratif. Dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Namun demikian tidak berarti bahwa dalam penelitian deskriptif ini, peneliti sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan angka. Dalam hal-hal tertentu diperbolehkan menggunakan angka untuk memperkuat data penelitian (Arikunto, 2006:12). Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK Matsna Karim Desa Bulurejo Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Dalam penelitian ini responden yang dipakai adalah seluruh siswa kelas X jurusan Akuntansi sebanyak 32 siswa. Dikarenakan kelas X jurusan Akuntansi hanya terdiri dari 1 (satu) kelas saja maka peneliti akan menggunakan sampel semuanya sebanyak 32 siswa. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui: (1) wawancara, (2) observasi, (3) angket, (4) dokumentasi, (5) literatur. Untuk memudahkan proses pengumpulan dan analisis data, peneliti menggunakan instrumen penunjang yang terdiri atas: (1) pedoman observasi yang digunakan untuk melakukan pengamatan secara langsung dan digunakan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa pada saat guru menjelaskan mata pelajaran akuntansi, (2) pedoman wawancara yang digunakan untuk menjaring data yang berupa jawaban dari siswa tentang faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa pada saat guru menjelaskan mata pelajaran akuntansi, (3) angket atau kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data dari siswa yang menjadi sampel yaitu kelas X jurusan Akuntansi tentang faktor yang mempengaruhi motivasi belajar pada saat guru menjelaskan mata pelajaran akuntansi. Data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan deskriptif eksploratif, karena tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran akuntansi. Peneliti melakukan analisis data dimulai pada saat pertama kali mengumpulkan data sampai dengan akhir pengumpulan data selesai. Hal ini dilakukan agar fenomena yang diteliti dapat dideskripsikan secara utuh, objektif, dan sistematis. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganalisis data meliputi: (1) date collection, (2) date reduction, (3) date display, (4) conclution.
Hasil Penelitian Analisis Data Dari 32 jumlah responden, peneliti menyebarkan angket untuk diisi oleh siswa yang menjadi responden tersebut. Angket yang peneliti sebarkan terdiri dari 30 pertanyaan. Dari hasil observasi, wawancara dan penyebaran angket, peneliti dapat mengetahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar pada mata pelajaran akuntansi diantaranya:
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
489
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
1. Faktor intrinsik motivasi, terdiri atas faktor psikologis dan fisiologis. Melalui angket yang disebarkan pada siswa, diketahui bahwa 24 siswa atau 75% responden menyatakan bahwa faktor psikologis yang berupa cita-cita sangat mempengaruhi motivasi belajar. Sedangkan 8 siswa atau 25% responden menyatakan bahwa cita-cita tidak mempengaruhi motivasi mereka dalam belajar. Melalui angket yang disebarkan pada siswa, diketahui sebanyak 23 siswa atau 71,875% responden menyatakan bahwa faktor fisiologis yang berupa kelelahan sangat mempengaruhi motivasi belajar. Dalam hal ini faktor kelelahan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap motivasi belajar, sedangkan 9 siswa atau 28,125% responden menyatakan bahwa faktor fisiologis yang berupa kelelahan tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka. 2. Faktor ekstrinsik motivasi, terdiri atas lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari hasil wawancara dengan siswa yang menjadi sampel dalam penelitian, dapat dijelaskan bahwa ketika seorang siswa merasakan kondisi dalam keluarga yang menyenangkan, hal tersebut dapat membuat siswa akan menjadi nyaman dirumah dan ketika orang tua juga memberikan perhatian terhadap belajarnya misalnya saja dengan menanyakan pelajaran, menyediakan tempat belajar yang layak, memenuhi buku yang dibutuhkan menjadi sebuah dorongan atau motivasi terhadap anaknya. Jika faktor-faktor tersebut ada pada lingkungan keluarga, maka siswa akan merasa senang untuk belajar ketika berada di rumah. Melalui angket yang disebarkan pada siswa, diketahui sebanyak 21 siswa atau 65,625% responden menyatakan bahwa faktor keluarga yang berupa perhatian dalam bentuk pemberian fasilitas belajar oleh keluarga sangat mempengaruhi motivasi belajar, sedangkan 11 siswa atau 34,375% responden menyatakan bahwa faktor keluarga yang berupa perhatian dalam bentuk pemberian fasilitas belajar tidak berpengaruh pada motivasi belajar. Lingkungan sekolah yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang baik akan menumbuhkan rasa nyaman pada saat belajar di sekolah. Hal-hal yang termasuk dalam lingkungan sekolah adalah guru, metode mengajar, disiplin sekolah, teman sekelas, keadaan sekolah dan kelas (keadaan udara, kondisi kelas, dan fasilitas yang terpenuhi). Melalui angket yang disebarkan pada siswa, diketahui sebanyak 23 siswa atau 71,875% responden menyatakan bahwa pada lingkungan sekolah, fasilitas yang diberikan sekolah sangat mempengaruhi motivasi belajar, sedangkan 9 siswa atau 28,125% responden menyatakan bahwa pada lingkungan sekolah fasilitas yang diberikan sekolah tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka. Lingkungan masyarakat yang terdiri dari teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat, dan adanya media massa seperti internet, televisi, koran, surat kabar, majalah, buku komik yang berada di lingkungan sekitar, dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Lingkungan sekitar yang mendukung akan membuat siswa senang untuk belajar. Melalui angket yang disebarkan pada siswa diketahui, sebanyak 19 siswa atau 59,375% responden menyatakan bahwa pada lingkungan masyarakat, kondisi perekonomian masyarakat dan pemberitaan tentang perekonomian di televisi paling besar pengaruhnya terhadap motivasi belajar, sedangkan 13 siswa atau 40,625% responden menyatakan pada lingkungan masyarakat, kondisi perekonomian masyarakat dan pemberitaan tentang perekonomian di televisi tidak mempengaruhi terhadap adanya motivasi belajar. Dari hasil angket yang disebarkan pada 32 siswa, diketahui sebanyak 21 siswa atau 65,625% responden menyatakan bahwa faktor fisiologis mempengaruhi motivasi siswa pada saat belajar dan menjadi maslah, sedangkan 11 siswa atau 34,375% responden menyatakan 490
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
faktor fisiologis tidak mempengaruhi motivasi siswa pada saat belajar sehingga tidak menjadi masalah. Pada faktor psikologis, diketahui sebanyak 24 siswa atau 75% responden menyatakan bahwa faktor psikologis mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi, sedangkan 8 siswa atau 25% responden menyatakan bahwa faktor psikologis tidak mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi. Analisis pada faktor keluarga, diketahui sebanyak 21 siswa atau 65,625% responden menyatakan bahwa faktor keluarga mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi, sedangkan 11 siswa atau 34,375% menyatakan bahwa faktor keluarga tidak mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi. Dari faktor lingkungan sekolah, diketahui sebanyak 23 siswa atau 71,875% responden menyatakan bahwa lingkungan sekolah mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi, sedangkan 9 siswa atau 28,125% menyatakan bahwa lingkungan sekolah tidak mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi. Dari faktor lingkungan masyarakat, diketahui sebanyak 19 siswa atau 59,375% responden menyatakan bahwa lingkungan masyarakat mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi, sedangkan 13 siswa atau 40,625% menyatakan lingkungan masyarakat tidak mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar akuntansi.
Interpretasi Data Dari data-data yang sudah dianalisis tersebut, kemudian peneliti menganalisis data dengan pembahasan deskriptif kualitatif sebagai berikut. Dari hasil angket yang disebar kepada 32 responden, sebanyak 21 siswa atau 65,625% responden menyatakan bahwa siswa mempunyai masalah faktor fisiologis yang mempengaruhi motivasi belajar mereka pada saat mempelajari akuntansi, sedangkan 11 siswa atau 34,375% responden menyatakan tidak mempunyai masalah faktor fisiologis yang mempengaruhi motivasi belajar mereka pada saat mempelajari akuntansi. Masalah ini disebabkan karena adanya gangguan pada siswa yang kelelahan setelah mengikuti pelajaran olah raga, hal ini mengakibatkan siswa kurang konsentrasi karena capek sehingga motivasi dalam belajarnya menurun. Analisis faktor psikologis, sebanyak 24 siswa atau 75% responden menyatakan bahwa faktor psikologis mempengaruhi motivasi belajar siswa mereka mempelajari akuntansi, sedangkan 8 siswa atau 25% responden menyatakan bahwa faktor psikologis tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi. Hal ini disebabkan karena dorongan merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri untuk dapat memaksimalkan hasil belajarnya. Analisis faktor keluarga, sebanyak 21 siswa atau 65,625% responden menyatakan bahwa faktor keluarga dapat mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi, sedangkan 11 siswa atau 34,375% responden menyatakan bahwa faktor keluarga tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi. Dalam hal ini peranan orang tua dan kondisi keluarga dirasa sangat penting dalam memotivasi siswa untuk belajar ketika mereka berada di rumah. Peran orang tua sendiri dapat dilakukan dengan memberikan perhatiannya seperti menanyakan pelajaran di sekolah, menyediakan tempat belajar yang nyaman, dan memenuhi buku yang dibutuhkan dalam belajarnya. Analisis faktor lingkungan sekolah, sebanyak 23 siswa atau 71,875% responden menyatakan bahwa lingkungan sekolah mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi, sedangkan 9 siswa atau 28,125% responden menyatakan bahwa lingkungan sekolah tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi. Hal tersebut dikarenakan lingkungan sekolah mendukung terjadinya proses belajar mengajar Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
491
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
yang baik, dimana guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif ketika menjelaskan materi pelajaran dan selain itu didukung dengan adanya fasilitas belajar dan kondisi sekolah yang bersih, kelas yang nyaman sehingga membuat siswa betah untuk belajar di sekolah. Analisis faktor lingkungan masyarakat, 19 siswa atau 59,375 % responden menyatakan bahwa lingkungan masyarakat mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi, sedangkan 13 siswa atau 40,625% responden menyatakan faktor lingkungan masyarakat tidak mempengaruhi motivasi belajar mereka dalam mempelajari akuntansi. Hal ini dikarenakan lingkungan sekitar yang mendukung akan membuat siswa senang untuk belajar. Pada saat siswa merasakan kondisi perekonomian negara yang tidak stabil maka hal ini akan menuntut seorang siswa mencari tahu tentang fenomena yang terjadi pada perekonomian negara dengan cara mempelajari pelajaran akuntansi. Hal-hal yang tidak didapat dalam buku paket, siswa akan aktif bertanya pada guru. Dari hasil penelitian yang telah dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan dengan mengambil sampel jumlah responden yang diteliti sebanyak 32 responden, dapat dikatakan bahw faktor internal yang berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis, serta faktor eksternal yang berupa faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa terhadap prestasi yang didapatnya. Semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi pula usaha belajar siswa tersebut sehingga akan mencapai prestasi yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan siswa yang mempunyai motivasi tinggi akan selalu berusaha keras untuk menangani setiap kesulitan yang dihadapinya dalam kegiatan belajarnya. Berdasarkan nilai ulangan harian, nilai rata-rata yang diperoleh dari 32 responden yang mendapatkan nilai tertinggi berjumlah 3 orang siswa dengan nilai 80. Sedangkan responden yang mempunyai nilai terendah sebanyak 10 siswa dengan nilai 65, dengan demikian diperoleh rata-rata nilai 32 responden adalah sebesar 71,72. Berdasarkan analisis yang telah peneliti lakukan, diketahui bahwa siswa yang mempunyai masalah pada faktor fisiologis sebanyak 21 siswa atau 65,625%. Dalam hal ini faktor fisiologis tidak seberapa berpengaruh terhadap prestasi siswa, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai ratarata ulangan hariannya sebesar 71,72 sedangkan pada KKM (kriteria ketuntasan minimal) adalah sebesar 65. Dari rendahnya faktor fisiologis yang ada pada diri siswa, ternyata siswa masih bisa termotivasi dalam belajarnya dan mendapatkan prestasi yang cukup memuaskan. Hal ini dikarenakan masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar mereka yaitu faktor psikologis yang ada pada diri mereka sendiri, faktor keluarga yang mendukung dan memberi perhatian, faktor lingkungan sekolah yang menyediakan fasilitas dan kenyamanan yang baik sehingga terciptanya proses belajar mengajar yang kondusif, dan faktor lingkungan masyarakat yang sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta Dimyati dan Mudjiono. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain,Aswan.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnely, Jr. 2002. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Penerbit Erlangga
492
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:Bumi Aksara Hamzah B. Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara Koontz, Harold, Cyril O’Donell dan Heinz Weihrich. 2001. Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga Rahman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran berorientasi Standart Proses pendidikan. Jakarta: Kencana Sardiman A.M. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sunarto, H dan B.A Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
493
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Pengaruh Bahan Ajar Berbasis Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Mata Pelajaran Ekonomi SMA Negeri 2 Bondowoso Dedy Wijaya Kusuma 15 ([emailprotected]) Abstract This research was aimed at finding out how the effect of audio visual media in students learning achievement. This study was sort of quantitative experiment. The sample was all the populasion the tenth grade of SMA Negeri 2 Bondowoso. The data were collected using test, and were analyzed through correlation and hypothesis testing. Based on the result, it was gained that the students post-test was better thet the pre-test. It showed that using audio visual method gave the positive effect in economics lesson. Besides, the t-test calculation showed that tcount=2.210>ttable=2.060, indicated thet there was significant differenc of pre-test and post-test hence, there was positive effect of using audio visual media in stedents' economics learning achievement at the tenth grade of SMA Negeri 2 Bondowoso. Keywords: audio visual media, learning achievement Abstrak Pengaruh bahan ajar berbasis Media audio visual adalah suatu proses pembelajaran yang menggunakan media atau alat bantu untuk membantu membangkitkan semangat dan minat siswa di dalam proses pembelajaran. Bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh media audio visual terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso. Metode penelitian ini adalah jenis eksperimen dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso yang berjumlah 54 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso, kelas eksperimen 26 orang dan kelas kontrol 28 orang. Hasil penelitian dari uji korelasi tersebut Ttabel = 2,060 karena Thitung > T tabel maka Ha di terima sedangkan Ho ditolak. Berdasarkan dari perhitungan yang di peroleh dari hasil Thitung 2,210 selanjutnya dengan Ttabel pada taraf signifikan 5% dengan db = 25 yaitu sebesar 2,060 maka Thitung 2,210 >Ttabel 2,060 dapat di buktikan ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa sebelum penelitian dengan hasil postest siswa pada taraf signifikan 5%. Dari hasil tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa media audio visual memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi SMA Negeri 2 Bondowoso. Kata kunci : media audio visual dan hasil belajar.
Pendahuluan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk waktu serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No. 20, Tahun 2003). Berdasarkan fungsi pendidikan nasional ini, peran guru menjadi kunci keberhasilan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Selain Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan di kelas, salah satu faktor yang ikut mendukung peroses belajar mengajar adalah media. Karena pendidikan pada saat sekarang ini telah menunjukkan suatu kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan kemajuan yang sudah modern, dimana peranan teknologi sudah sedemikian menonjol, terutama pada masyarakat di negara-negara berkembang. 15
Dosen Program Dosen Universitas Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Indonesia
494
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Sejalan dengan kemajuan bidang ilmu dan teknologi, maka dewasa ini bidang pembelajaran secara umum sedikit banyaknya terpengaruh oleh adanya perkembangan dan penemuan-penemuan dalam bidang keterampilan, ilmu, dan teknologi. Pengaruh perkembangan tersebut tampak jelas dalam upaya-upaya pembaharuan sistem pendidikan dan pembelajaran. Upaya pembaruan itu menyentuh bukan hanya secara fisik/fasilitas pendidikan, tetapi juga sarana non fisik seperti pengembangan kualitas tenaga-tenaga kependidikan yang memiliki pengetahuan, kemempuan, dan keterampilan memamfaatkan fasilitas yang tersedia, cara kerja yang inovatif, serta sikap yang positif serta tugas-tugas kependidikan yang di embannyan. Salah satu bagian integral dari upaya pembaruan itu adalah pengembangan- pengembangan dalam dunia media pembelajaran. Oleh karena itu media pembelajaran menjadi suatu bidang yang seyogianya di kuasai oleh guru profesional. Media pembelajaran merupakan perangkat alat bantu atau pelengkap yang di gunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomonikasi dengan peserta didik. Berdasarkan fenomena sekarang, semanat awal belajar siswa sangatlah rendah hal ini akan berdampak kepada kurangnya hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Dengan demikian, media audio visual sebagai alat bantu pembelajaran sangat diharapkan dapat meningkatkan semangat dalam merangsang siswa untuk lebih aktif dan bersemangat dalam peroses belajar mengajar sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Karena siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan dapat diketahu berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Salah satu cara untuk mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Selain membangkitkan semangat, media dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan baik dan dapat juga membantu meningkatkan pemahaman, menyajikan materi dengan menarik, terpercaya dan siswa mudah mendapatkan informasi. Oleh karena itu meningkatkan hasil belajar siswa agar mendapatkan nilai yang memuaskan, merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua keterampilan yang menyangkut pembelajaran, terutama keterampilan dalam penggunaan barbagai macam media. Keterampilan ini sangat mempengaruhi semangat di dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Jika seorang guru tidak memiliki keterampilan tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi yang di ajarkan. Untuk mengatasi hal-hal di atas guru hendaknya menggunakan media dalam peroses belajar mengajar, agar minat siswa dalam belajar menjadi meningkat, jika sudah begitu maka hasil belajarpun akan memuaskan dan tujuan pembelajaran juga tercapai sesuai dengan harapan. Adapun hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian peneliti yaitu: 1). Muliyani, (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan yang Pertama, teknik penggunaan audio visual (CD) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Negeri Model Selong, melalui beberapa tahap yaitu, menyusun materi, menyiapkan buku-buku pendukung yaitu buku paket Pendidikan Agama Islam (Fiqih), menyiapkan ruangan dan perlengkapan, menggunakan alat-alat, serta mengadakan evaluasi. Yang kedua, Peranan penggunaan media audio visual (CD) pada mata pelajaran pendidikan agama Islam (Fiqih) di MTs Negeri Model Selong sangat penting, karena dengan adanya media tersebut, materi/bahan pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dan ditransfer oleh siswa serta memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Yang ketiga, hambatan-hambatan yang di temukan dalam penggunaan media audio visual (CD) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI (Fiqih) yaitu, terkait dengan listrik, ketersediaan alat- alat medianya terbatas, serta kemampuan guru dalam menerapkan atau mengoperasikan media masih kurang; 2) Mansur, (2010) menyimpulkan dari hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: yang pertama, nilai rata-rata Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
495
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
yang menggunakan audio visual lebih besar yakni 84 bila dibandingkan dengan metode ceramah sebesar 72 sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan penggunaan media audio visual memiliki perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumbawa Besar Tahun Ajaran 2009/2010. Yang kedua, Bahwa penggunaan media Pembelajaran Ekonomi pada kelas XI IPS SMAN 1 Sumbwa Besar Tahun Pelajaran 2009/2010 termasuk kategori tinggi pada iterprestasi 84-100; 3). Asmaluddin (2012) dengan judul skripsi "penggunaan media audio visual dalam upaya meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS terpadu ekonomi di smp negeri 1 janapria tahun pelajaran 2011/2012". Di dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS Terpadu Ekonomi tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini terlihat pada data kualitatif yaitu lembar observasi minat belajar siswa sudah mencapai nilai rata-rata dari siklus I sebesar 3,3 menjadi 4,0 pada siklus II, yang berarti minat belajar siswa berkategori tinggi. Sedangkan secara kuantitatif berupa angka-angka yang diperoleh dari perhitungan hasil evalusi belajar siswa dapat diketahui, bahwa penggunan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase pada siklus I sebesar 71,79% menjadi 89,79% pada siklus II yang berati sudah tuntas secara klasikal dan sudah memenuhi target atau KKM. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu : 1) Masih rendahnya hasil belajar siswa terutama dalam mata pelajaran Ekonomi; 2). Siswa merasa bosan dengan metode ceramah yang dilakukan oleh guru; 3). Kurangnya penggunaan media audio visual dalam peroses belajar mengajar terutama pada mata pelajaran ekonomi; 4). Belum diketahui pengaruh penggunaan media audio visual dalam peroses kegiatan belajar mengajar terhadap hasil belajar. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh media audio visual terhadap hasil balajar siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 2 Bondowoso.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2011). Adapun bentuk desain eksperimen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu posttest control group design. Di dalam rancangan ini hanya di berikan posttest saja tanpa di berikan pretest. Adapun bentuk dari disain tersebut yaitu: Subjek E K
Perlakuan X -
Post-test O1 O2
Dalam desain ini terdapat dua kelompok, ada kelompok kontrol dan eksperimen, di dalam desain ini kedua kelompok tersebut di berikan tindakan, tidak menggunakan pretest, dan di dalam memberikan tindakan, kelas eksperiman di berikan tindakan menggunakan media audiovisual.
496
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Dalam teknik pengambilan sampel, apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil diantara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung dari kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana yang dimiliki peneliti. Mengacu pada pendapat diatas, maka untuk menetapkan besarnya jumlah sampel peneliti mengambil 100% dari keseluruhan populasi yaitu semua siswa kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso karena jumlah siswa kurang dari 100 yaitu 54 siswa, maka peneliti menjadikan seluruh siswa kelas X sebagai sampel dalam penelitian ini. Dengan kata lain, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian populasi. Dalam hal ini teknik pengambilan sampel yang di gunakan adalah purposive sampling yaitu tehnik sampling yang di gunakan jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampel. Mengingat jumlah kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso ada 2 kelas dengan jumlah 54, maka penelitian ini menggunakan penelitian populasi, dimana populasi dimaksud sekaligus menjadi sampel adalah kelas X-a, yang berjumlah 28 dan kelas Xb yang berjumlah 26. Teknik pengumpulan data yang digunakan disini antara lain: dokumentasi dan tes sedangkan instrumen penelitiannya menggunakan tes. Dimana tes yang dimaksud adalah tes objektf yaitu essay yang berjumlah 5 butir soal dengan materi pembahasan koperasi sekolah.. Uji coba instrumen penelitian disini terdapat antara lain: uji validitas, uji reabilitas, uji tingkat kesukaran dan uji daya beda. Dari 10 butir soal yang diuji coba terdapat 5 soal yang valid dan terdapat 5 soal yang drof dengan Metode yang digunakan dalam uji validitas soal adalah Pearson Product Moment. Dalam uji reabilitas hasil nilai yang diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,692, dan nilai rtabel adalah 0,361. Dengan demikian nilai hitung alpha lebih besar dari rtabel ini artinya data diatas menunjukkan bahwa data tersebut masuk dalam kriteria tinggi yaitu 0,692 dan instrumen tes dapat dinyatakan reliabel. Pada taraf kesukaran tiap butir soal diperoleh 7 butir soal bertaraf kesukaran mudah, 3 butir soal bertaraf kesukaran sedang. Pada tingkat daya beda soal mengetahui daya pembeda tiap butir soal diperoleh 5 butir soal berdaya beda baik sekali, 3 butir soal berdaya beda baik, dan 2 butir soal berdaya beda jelek. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa item soal memenuhi kriteria, sehingga instrumen tes tersebut dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka analisis lebih lanjut. Teknik analisis data terdapat di antaranya uji persyaratan dan uji hipotesis. Sebelum Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, kedua persyaratan tersebut adalah Uji Normalitas, dan Uji Homogenitas Varians. Uji normalitas di gunakan untuk mengetahui kenormalan sebaran data yang di gunakan, yaitu data perestasi belajar siswa. Data tersebut di olah dengan menggunakan Chi-kuadrat. Data distribusi normal jika X hitung < X table dan sebaliknya data tidak berdistribusi normal jika X hitung > X table pada taraf signifikan5%. Uji homogenitas ( uji- F) Langkah awal yang di lakukan adalah menentukan homogeny atau tidaknya varians data yang di peroleh. Data yang di gunakan untuk uji homogenitas varians data adalah data posttest yang di lakukan pada masing-masing kelas. Uji homogenitas varians di cari dengan menggunakan rumus uji-f. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang kebenarannya membutuhkan pembuktian. hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah : adanya pengaruh bahan ajar berbasis media audio visual terhadap hasil belajar kelas X pada mata pelajaran ekonomi SMA Negeri 2 Bondowoso. Dan uji hipotesis yang di gunakan di dalam penelitian ini adalah Uji-t yaitu dengan cara mengolah data hasil belajar siswa dengan menggunakan rumus uji-t pada dua Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
497
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
pihak dengan taraf signifikan 5%. Pada penelitian ini karena jumlah n1^n2 maka rumus uji-t yang digunakan adalah polled varians. Maka keriteria pengujian terhadap hipotesis yaitu pada taraf signifikan 5%. Jika Thitung < T tabel maka Ho di terima ( Ha di tolak) sedangkan jika T hitumg > T tabel maka Ho di tolak ( Ha di terima).
Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada pelajaran ekonomi yang subjeknya adalah kelas X di SMA Negeri 2 Bondowoso berjumlah 54 siswa, yang terdiri dari dua kelas yaitu X-a berjumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol sedangkan kelas X-b berjumlah 26 siswa sebagai kelas eksperiment dan pelajaran ekonomi pembahasan koperasi sekolah dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran yaitu media audio visual. Paparan deskripsi hasil data dari kelas eksperimen dan kontrol terdapat hasil belajar posttest siswa dibawah ini. Kelas Kelas Eksperimen Kelas kontrol
Jumlah siswa
Nilai tertinggi
Nilai terendah
Mean (x)
Standar Deviasi (SD)
Modus
26
90
60
75,691
7,876
80
28
90
60
75,535
7,371
80
Deskripsi hasil belajar siswa diatas, terdapat nilai maksimum, minimum, rata-rata, dan standar deviasi, dimana nilai tersebut hasil dari perhitungan menggunakan Microsoft ecxel. yaitu hasil belajar siswa dengan jumlah siswa 54. Hasil untuk nilai posttest disini terdapat hasil yaitu nilai maksimum 90, nilai minimum 60, nilai rata- rata untuk kelas eksperimen 75,691 dan nilai rata-rata kelas control 75,535 dan standar deviasi untuk kelas eksperimen 7,876 dan untuk kelas kontrolnya 7,371. Disini berarti sudah benar-benar tuntas untuk diberikannya perlakuan khusus pada siswa tersebut. Besarnya perbedaan antara data hasil nilai hasil belajar siswa dan hasil tes akhir (post test) tersebut jika dikonversi dalam bentuk histogram, maka hasilnya akan terlihat sebagai berikut:
Gambar 4.2 Histogram Hasil belajar siswa dan Data Tes Akhir (Posttest) Hasil Belajar Siswa (kelas kontrol ) 498
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Berdasarkan diagram di atas warna merah memberikan gambaran hasil belajar sebelum penelitian, dan warna biru melambangkan hasil belajar siswa setelah di berikan tindakan. Diagram di atas sudah menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah di berikan perlakuan dengan memberikan pembelajaran media audio visual. Uji prasyarat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas. berdasarkan perhitungan bahwa Uji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah data dari variabel-variabel yang diteliti mendekati distribusi normal atau tidak. Berdasarkan uji normalitas untuk kelas kontrol (konvensional) yaitu kelas Xa, diperoleh F(z) - S(z) terbesar adalah 0,167 ini berarti dari kelas kontrol didapat Lt = 0,167. dengan N = 28 dan a = 5% didapat Lv = 0,130 yang diambil dari nilai kritis L untuk uji litifors. Karena dari perhitungan didapat Lv < Lt yaitu 0,130T tabel maka Ha diterima sedangkan Ho ditolak. Berdasarkan dari perhitungan yang diperoleh dari hasil thitung = 2,210 Selanjutnya dengan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan db = 25 yaitu sebesar 2,060, maka thitung 2,210 > ttabel 2,060, dapat dibuktikan ada perbedaan yang signifikan antarafretest dengan posttest. Dengan demikian ada pengaruh penggunaan media audio visual terhadap hasil belajar pendidikan ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh yang signifikan penggunan media Audio Visual terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso. Media audio visual adalah media pembelajaran yang pemanfaatannya untuk dilihat dan didengar dan mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Siswa dapat memahami meteri pembelajaran dengan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus. Oleh karena itu, dengan media ini guru dapat menyuguhkan pengalaman- pengalaman yang konkrit kepada siswa yang sulit jika materi tersebut diceritakan. Dengan guru menggunakan metode ceramah juga di imbangi dengan pembelajaran menggunakan media pembelajaran, maka siswa bisa memahami banyak hal dengan cara penyampaian guru yang menggunakan media pembelajaran berupa media audio visual karena siswa lebih tertarik dengan materinya dan cara penyampaianya mudah dipahami oleh siswa. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
499
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soalsoal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan penggunaan media audio visual dapat optimal. Dengan penerapan media audio visual dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Pada data penelitian yang diperoleh peneliti mengenai penggunaan media audio visual yang digunakan pada pembelajaran pendidikan ekonomi, terdapat perbedaan dan pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran dengan menggunakan media audio visual. Data penelitian menunjukkan bahwa skor nilai hasil belajar pendidikan ekonomi siswa sebelum mendapatkan perlakuan yaitu 1584 dengan rata-rata 60,923 terdiri yang telah tuntas 25% dan yang belum tuntas 75% dan setelah mendapatkan perlakuan berupa penggunaan media audio visual yaitu 1975 dengan rata-rata 75.961 terdiri dari 98% yang tuntas dan yang belum tuntas 2%. Berdasarkan data tersebut kemudian diperkuat dengan hasil uji t dengan hasil thitung (2,210) > ttabel (2,060) dengan taraf signifikan 5% sehingga dapat dibuktikan bahwa ada pengaruh penggunaan media audio visual terhadap hasil belajar pendidikan ekonomi kelas X SMA Negeri 2 Bondowoso. Selain itu juga hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang relevan atau penelitian terdahulu yang dilakukan oleh: 1). Muliyani, (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan yang Pertama, teknik penggunaan audio visual (CD) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs Negeri Model Selong, melalui beberapa tahap yaitu, menyusun materi, menyiapkan buku-buku pendukung yaitu buku paket Pendidikan Agama Islam (Fiqih), menyiapkan ruangan dan perlengkapan, menggunakan alat-alat, serta mengadakan evaluasi. Yang kedua, Peranan penggunaan media audio visual (CD) pada mata pelajaran pendidikan agama Islam (Fiqih) di MTs Negeri Model Selong sangat penting, karena dengan adanya media tersebut, materi/bahan pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dan ditransfer oleh siswa serta memudahkan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Yang ketiga, hambatan-hambatan yang di temukan dalam penggunaan media audio visual (CD) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI (Fiqih) yaitu, terkait dengan listrik, ketersediaan alat-alat medianya terbatas, serta kemampuan guru dalam menerapkan atau mengoperasikan media masih kurang; 2). Mansur, (2010) menyimpulkan dari hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : yang pertama, nilai rata-rata yang menggunakan audio visual lebih besar yakni 84 bila dibandingkan dengan metode ceramah sebesar 72 sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan penggunaan media audio visual memiliki perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sumbawa Besar Tahun Ajaran 2009/2010. Yang kedua, Bahwa penggunaan media Pembelajaran Ekonomi pada kelas XI IPS SMAN 1 Sumbwa Besar Tahun Pelajaran 2009/2010 termasuk kategori tinggi pada iterprestasi 84-100; 3). Asmaluddin (2012) dengan judul skripsi "Penggunaan Media Audio Visual Dalam Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Ekonomi di SMP Negeri 1 Janapria Tahun Pelajaran 2011/2012". Di dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS Terpadu Ekonomi tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini terlihat pada data kualitatif yaitu lembar observasi minat belajar siswa sudah mencapai nilai rata-rata dari siklus I sebesar 3,3 menjadi 4,0 pada siklus II, yang berarti minat belajar siswa berkategori tinggi. Sedangkan secara kuantitatif berupa angka-angka yang diperoleh dari perhitungan hasil evalusi belajar siswa dapat diketahui, bahwa penggunan media audio visual dapat 500
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase pada siklus I sebesar 71,79% menjadi 89,79% pada siklus II yang berati sudah tuntas secara klasikal dan sudah memenuhi target atau KKM. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa penggunaan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran Ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari hasil uji t dengan thitung (2,210) > ttabel (2,060) dengan taraf signifikan 5%. Dari data penelitian menunjukkan bahwa skor nilai hasil belajar pendidikan ekonomi siswa sebelum mendapatkan perlakuan yaitu 1584 dengan rata-rata 60.923 terdiri yang telah tuntas 25% dan yang belum tuntas 75% dan setelah mendapatkan perlakuan berupa penggunaan media audio visual yaitu 1975 dengan rata-rata 75.961 terdiri dari 98% yang tuntas dan yang belum tuntas 2%.
Rekomendasi Adapun saran-saran/rekomendasi yang diajukan oleh peneliti berdasarkan kesimpulan diatas adalah sebagai berikut: 1. Bagi sekolah, perlu memberikan sarana dan prasarana yang baik dalam upaya memberikan pelayanan belajar di sekolah dengan baik ditinjau dari segala aspeknya dan lebih meningkatkan komunikasi dengan baik antara pihak sekolah dengan pihak orangtua siswa agar mengawasi belajar siswa. 2. Bagi guru hendaknya dapat memberikan pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran atau model pembelajaran yang tepat dalam mengajarkan pendidikan ekonomi kepada siswanya. 3. Bagi siswa, hendaknya siswa belajar lebih giat agar mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Siswa harus memperhatikan dan tertib ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung dan hendaknya siswa lebih sering berlatih sendiri, melibatkan diri, lebih sering bertanya tentang hal-hal yang belum di mengerti.
Daftar Pustaka Anitah sari 2010. Media pembelajaran : yuma pustaka Arsyad,azhar.2013. media pembelajaran Jakarta: PT Raja Grafindo persada Asmaluddin. 2012. penggunaan media audio visual dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VII pada mata pelajaran IPS terpadu ekonomi di smp Negeri 1 Janaperia tahun pelajaran 2011/2012 SKRIPSI STKIP HAMZANWADI SELONG. Jaririndu. Brogsport.com/2011/09/definisi bahan ajar.html Kuri,mas 2011 pengaruh penggunaan media audio visual dan metode problem solving terhadap aktifitas dan hasil belajar siswa temtang energy alternative siswa kelas IV sekolah dasar negeri culug kecaerhadap prestmatan tegowanu kabupaten grobogan Semarang Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka Miranda mufti. 2012. penggunaan media audio visual dalam meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuan alam kelas III B MI sananul Ula puyungan bantul SKRIPSI, Fakultas Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mulyadi, ending. 2013 ekonomi kelas X SMA. perpustakaan nasional kataloh dalam terbutan (KDT).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
501
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
NILA ARISTA 2013. Pengaruh penggunaan media audio visual terhadap hasil belajar pendidikan kewarga negaraan pada siswa kelas V SDN tlogosari kulon 02 semarang, SKRIPSI, Fakultas Ilmu pendidikan IKIP PGRI Semarang. Sugiono 2011. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung alfabeta Sugiono. 2012. metode penelitian pendidikan. bandung : alfabeta Sundana nana. 2011 media pembelajaran bandung : sinai batu algensindo Surapranata, sumarna, Dr. 2009 analisis, validitas, riliabilitas, dan intrerpretasi hasil tes, implementasi kuriklum 2014. Bandung. PT Remaja rosdakarya.
502
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Peran MGMP Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Ekonomi Tingkat SMA Di Kabupaten Jombang Diah Dinaloni 16 ([emailprotected]) Abstract The study aims to determine the effectiveness of MGMP in an effort to improve the professionalism of teachers at the high school level economics Jombang and to know what the problems faced MGMP in improving the professionalism of teachers at the high school level economics Jombang. The research is a field research with a qualitative approach. Data collection was done by conducting observations, interviews and documentation. Data analysis was performed by giving meaning to the data collected and the conclusions drawn from it meaning. The results showed that as container MGMP professional development of teacher at the high school economics Jombang not run optimally. MGMP economic problems faced in Jombang, namely: (a) the level economic activity MGMP high school in Jombang still unclear, many are gathered, but merely a means of gathering/chat; (b) regular agenda MGMP often just a matter of collecting and making BKS which is the instruction of thr Ministry of Education; (c) the school’s policy on teacher sent follow MGMP different activities, ever sending teacher interchangeably /rotation; (d) MGMP has been followed by some members just because there are members who feel MGMP not directly perceived benefits. Keywords: MGMP role, professionalism economics teacher high school level Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas MGMP dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru ekonomi tingkat SMA di Kabupaten Jombang dan untuk mengetahui persoalan apa saja yang dihadapi MGMP dalam peningkatan profesionalisme guru ekonomi tingkat SMA di Kabupaten Jombang. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan memberikan makna terhadap data yang berhasil dikumpulkan dan dari makna itu ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa MGMP sebagai wadah pengembangan profesionalisme guru ekonomi tingkat SMA di Kabupaten Jombang belum berjalan secara optimal. Persoalan yang dihadapi MGMP ekonomi di Kabupaten Jombang, yaitu: (1) kegiatan MGMP ekonomi tingkat SMA di Kabupaten Jombang masih tidak jelas, banyak yang berkumpul, tetapi hanya sekedar ajang silaturahmi/’ngobrol’; (b) seringkali agenda rutin MGMP hanyalah mengumpulkan soal dan membuat Buku Kerja Siswa/BKS yang merupakan instruksi dari Diknas; (c) kebijakan sekolah tentang guru yang dikirim mengikuti kegiatan MGMP berbeda-beda, bahkan ada yang mengirim guru secara bergantian/bergilir; (d) kegiatan MGMP selama ini diikuti oleh sebagian anggota saja dikarenakan ada anggota yang merasa kegiatan MGMP tidak secara langsung dapat dirasakan manfaatnya. Kata Kunci: peran MGMP, profesionalisme guru ekonomi tingkat SMA
Pendahuluan Kegiatan pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia seyogyanya diarahkan pada upaya membentuk sumberdaya manusia dengan perilaku ekonomi yang rasional dan bermoral, baik dalam kegiatan produktif maupun komsumtif. Kompleksitas perilaku ekonomi manusia dalam wacana kepentingan peningkatan kualitas sumberdaya 16
Dosen Pendidikan Ekonomi, STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
503
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
manusia menuntut pengembangan program pendidikan ekonomi yang berkarakteristik khusus yang mampu menjadikan sumberdaya manusia berperilaku rasional secara ekonomi dan mempertimbangkan etika moral tindakannya serta berkemampuan mengelola reaksi psikologis dalam berekonomi. Peran pendidikan ekonomi dalam membentuk sikap serta perilaku efektif dan efisien secara ekonomi yang dilandasi oleh etika moral yang benar dan kemampuan untuk mengelola reaksi psikologis dalam berekonomi, menjadikan seorang guru ekonomi harus memiliki pengetahuan yang diajarkan secara luas dan mendalam serta mempunyai komitmen untuk terus belajar sepanjang hayat. Komitmen guru untuk belajar dalam konteks ini mencakup belajar bidang ilmu yang diajarkan, belajar memaklumi siswanya, serta belajar metode atau cara mengajarkan ilmu/ bidang studinya sendiri, sehingga berhasilnya proses pembelajaran dapat dilihat dari keberhasilan guru dalam mengaktualisasikan pengetahuannya terhadap siswa. Mengingat pentingnya peranan guru dalam proses pembelajaran, maka profesionalisme menjadi tuntutan seorang guru. “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Undang-Undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 tentang Guru dan Dosen (UUGD) menunjukkan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme, sebagai berikut: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (2) mempunyai komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugasnya; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Seorang guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi, ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman sehingga keberadaannya akan senantiasa memberikan makna profesional. Karena guru merupakan titik sentral peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar mengajar maka peningkatan profesionalisme guru ekonomi merupakan suatu keharusan, akan tetapi beberapa fenomena membuktikan bahwa: (1) masih belum efektifnya pelaksanaan program pendidikan ekonomi di Indonesia, sehingga kompetensi yang hendak digarap dan ditanamkan pada peserta didik hanya sebatas pada tataran kognitif dengan pemahaman yang dangkal, sehingga sulit mengharap pengetahuan ekonomi yang tertanam akan secara efektif mempengaruhi sikap dan perilaku peserta didik; (2) pelaksanaan pendidikan ekonomi di jenjang pendidikan dasar hingga menengah diperparah pula oleh praktik pembelajaran ekonomi yang kurang berkualitas, kompetensi tenaga pendidik yang kurang memadai disertai dengan kekurangpahaman dan kesadaran tentang tujuan yang seharusnya dicapai dalam mata pelajaran ekonomi, menjadikan pembelajaran ekonomi dibangku-bangku kelas berlangsung tanpa “greget” dan hanya sebatas memahami dan membaca bersama buku paket yang kualitasnya belum dikaji secara mendalam, padahal pembelajaran ekonomi membutuhkan sumber-sumber belajar yang kaya dan bervariasi. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa guru tampaknya belum terbiasa melakukan pengembangan profesional bagi dirinya. Dahlan M Noer, Kepala Subag I pada Direktorat 504
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 1 No. 1 Tahun 2015
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 25 - 26 April 2015 ISSN 2443-1923
Profesi Pendidik, Dirjen PMPTK Kemdiknas (2010) menyatakan bahwa ketertinggalan kualitas pendidikan jika ditinjau dari perpektif guru adalah: (1) masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi dan kompetensi; (2) sebagian guru merasa puas dengan kondisi dan kemampuan yang telah dimiliki; (3) ikhtiar guru untuk meningkatkan kompetensi diri sangat terbatas; (4) banyak waktu dihabiskan di ruang kelas sekedar untuk mengejar target kurikulum; (5) di luar kelas waktu guru banyak dihabiskan untuk kepentingan non akademik; (6) kontak akademik antar guru sangat terbatas; (7) kontak antar guru lebih banyak bersifat non akademik; (8) banyak guru kurang memberikan perhatian serius kepada peserta didik; (